KASIH YANG MENGALAHKAN KEBENCIAN (Sebuah Perenungan Untuk Anda)
Dunia ini ternyata dipenuhi dengan kebencian. Di dalam diri manusia, terdapat suatu sifat yang aneh yang tidak dapat dimengerti dengan akal sehat. Perasaan yang muncul di dalam hati seseorang, ketika ia merasa tersinggung, sakit hati, marah, iri hati atau merasa tidak senang melihat keberhasilan orang lain. Perasaan itu demikian kuatnya dan tersimpan di dalam hatinya, sehingga membentuk suatu perasaan benci di dalam dirinya. Kebencian itu begitu menguasai seluruh pikiran dan hatinya, sehingga pada saat-saat tertentu kebencian itu akan meletup keluar melalui perkataan dan tindakannya.
Seseorang yang menyimpan kebencian dalam hatinya, dapat menyembunyikan perasaan itu tanpa orang lain mengetahuinya. Akan tetapi, hal itu juga tidak akan dapat berlangsung lama, karena suatu saat tertentu kebencian itu muncul mendasari setiap perkataan dan tindakannya. Ketika seseorang kebetulan menilai orang lain yang dibencinya, maka kebaikan apa pun yang dilakukan oleh orang lain itu di dalam pemandangannya tetaplah buruk. Yang ada di dalam hati dan pikirannya semata-mata hanyalah kecurigaan dan hal-hal negatif lainnya terhadap orang yang dibencinya. Bahkan tidak jarang pula, timbul suatu keinginan jahat di dalam dirinya untuk menghancurkan orang yang dibencinya tersebut.
Alkitab mencacat, manusia pertama yang mengalami perasaan buruk seperti itu adalah Kain. Ketika Kain melihat bahwa korban persembahan Habil, adiknya, diterima Allah, sedangkan persembahannya ditolak, maka timbullah perasaan iri hati di dalam dirinya. Perasaan itu terakumulasi di dalam dirinya sehingga melahirkan rasa kebencian yang berakibat sangat mengerikan, karena ia mewujudkan dan melampiaskan kebenciannya dengan membunuh Habil adiknya sendiri. Kain telah melakukan kejahatan pertama dalam sejarah manusia yakni membunuh, yang disebabkan karena kebencian.
Alkitab juga mencatat tentang raja Saul yang membenci Daud. Perasaan iri hati dan kecurigaan yang berlebihan terhadap Daud, menimbulkan perasaan benci di dalam hatinya, sehingga Saul mengerahkan segala macam cara untuk dapat mengenyahkan dan membunuh Daud.
Kebencian selalu ada di dalam diri manusia yang berdosa. Manusia yang berdosa dan yang hidup dalam dosa, akan selalu memiliki perasaan buruk dan jahat seperti itu.
Tatkala kita memperingati akan Kesengsaraan, Kematian dan Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus, kita perlu melihat satu sisi yang menarik tentang bagaimana kebencian orang-orang Yahudi terhadap Yesus, dan kita melihat bagaimana tindakan Yesus dalam mewujud-nyatakan kasihNya.
“Lalu Yesus keluar, bermahkota duri dan berjubah ungu. Maka kata Pilatus kepada mereka: "Lihatlah Manusia itu!" Ketika imam-imam kepala dan penjaga-penjaga itu melihat Dia, berteriaklah mereka: "Salibkan Dia, salibkan Dia!" Kata Pilatus kepada mereka: "Ambil Dia dan salibkan Dia; sebab aku tidak mendapati kesalahan apa pun pada-Nya." Jawab orang-orang Yahudi itu kepadanya: "Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia menganggap diri-Nya sebagai Anak Allah." (Yohanes 5-7)
1. Kebencian orang-orang Yahudi yang sudah terakumulasi lama semenjak pelayanan Yesus selama tiga tahun, akhirnya meledak menjadi suatu kebencian yang histeris, menggonggong seperti anjing-anjing hutan, dengan muka yang penuh dengan kebencian. Mereka mencapai kebencian yang sedemikian gilanya sehingga mereka menjadi kebal terhadap pikiran yang baik, rasa belas kasihan, dan bahkan terhadap tuntutan perikemanusiaan.
Tidak ada hal di dunia ini yang membengkokkan penilaian seseorang seperti yang dilakukan oleh kebencian. Sekali orang dipengaruhi oleh kebencian, ia tidak dapat berpikir atau melihat dengan lurus, juga tidak bisa lagi mendengarkan dengan benar. Kebencian adalah hal yang menakutkan sekali, karena ia dapat merampas pikiran sehat manusia.
2. Kebencian orang Yahudi membuat mereka kehilangan semua rasa tentang hal-hal yang wajar. Mereka begitu cermat memelihara kesucian hukum upacara dan hukum ibadat, sehingga mereka tidak mau memasuki markas besar Pilatus, namun mereka melakukan segala usaha untuk menyalibkan Anak Allah.
Untuk mekan perjamuan Paskah, orang Yahudi harus benar-benar bersih secara seremonial. Sekiranya mereka masuk ke markas besar Pilatus, mereka akan menjadi dua kali najis. Pertama, hukum para ahli Taurat mengatakan,”Rumah-rumah kediaman orang bukan Yahudi adalah najis.” Kedua, Paskah adalah perayaan Roti yang Tidak Beragi. Sebagian dari persiapan untuk itu ialah upacara pencarian ragi dan membuang semua bahan-bahan beragi dari rumah karena ragi itu adalah lambang kejahatan. Pergi ke markas besar Pilatus berarti pergi ke tempat di mana ragi mungkin ada; dan pergi ke tempat yang demikian itu – sedangkan Paskah sedang dipersiapkan – berarti membuat diri sendiri najis. Akan tetapi, jika seorang Yahudi memasuki rumah orang bukan Yahudi yang mempunyai ragi, dia hanya harus menjalani upacara pembasuhan dan sesuadah itu ia menjadi bersih kembali.
Sekarang, kita bisa melihat apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi itu. Mereka sedang menjalankan sampai detail-detailnya hukum upacara itu; dan pada waktu yang sama, mereka berusaha untuk menggiring Anak Allah ke Salib.
Hal yang tragis semacam inilah yang dilakukan oleh manusia. Banyak angota gereja meributkan perkara-perkara yang kecil dan remeh, tetapi mengabaikan hukum Allah mengenai kasih, pengampunan dan pelayanan tiap hari. Bahkan ada banyak gereja dimana detail-detail mengenai pakaian, alat-alat upacara dan lain-lain diperhatikan secermat-cermatnya, padahal suasana kasih dan persekutuan tidak ada sama sekali.
Salah satu hal yang amat tragis di dunia ini, ialah bagaimana manusia dapat kehilangan kemampuan untuk mendahulukan hal-hal yang harus didahulukan.
3. Orang Yahudi tidak ragu-ragu untuk memutar balikkan fakta dalam tuduhan mereka terhadap Yesus. Di kalangan mereka sendiri tuduhan yang hendak dilontarkan ialah penghujatan (Matius 26:60). Mereka tahu benar, bahwa Pilatus tidak mau memproses tuduhan semacam itu. Ia dapat mengatakan bahwa itu adalah pertikaian agama mereka sendiri dan mereka dapat menyelesaikannya sendiri tanpa datang kepadanya. Akhirnya, orang-orang Yahudi menuduh Yesus mengenai pemberontakan dan melawan pemerintah yang sah. Mereka menuduh Yesus telah menyatakan diri sebagai raja, walaupun mereka mengetahui bahwa tuduhan itu adalah bohong.
Kebencian adalah perkara yang mengerikan dan tidak ragu-ragu untuk memutar balikkan kebenaran.
4. Untuk memastikan kematian Yesus, orang-orang Yahudi mengesam-pingkan setiap prinsip yang mereka miliki. Yang paling mengherankan, yang mereka katakan ialah : “Kami tidak mengenal raja selain Kaisar.” Samuel mengatakan kepada rakyat Israel, bahwa TUHAN sajalah raja mereka (1Samuel 12:12). Ketika mahkota ditawarkan kepada Gideon, jawabnya ialah, “Aku tidak akan memerintah kamu, dan juga anakku tidak akan memerintah kamu, tetapi TUHAN yang memerintah kamu.” (Hakim-hakim 8:23).
Ketika orang-orang Romawi pertama kali datang ke Palestina, mereka mengadakan sensus untuk menetapkan besar kecilnya pajak yang biasa dikenakan kepada bangsa-bangsa yang ditaklukkan. Dan terjadilah pemberontakan yang paling banyak mengalirkan darah, karena orang-orang Yahudi memegang teguh pendirian bahwa Tuhan adalah Raja mereka dan kepada Dia saja mereka mau membayar pajak. Ketika para pemimpin Yahudi mengatakan, “Kita tidak mempunyai raja selain Kaisar”, itu dalah hal yang paling mengherankan di dalam sejarah. Pernyataan itu tentu telah membuat Pilatus menahan nafasnya, dan ia tentunya memandang mereka dengan agak kebingungan campur senang dan sinis. Orang-orang Yahudi bersedia untuk meninggalkan semua prinsip mereka untuk mengenyahkan Yesus.
Kebencian membuat seseorang mengesampingkan prinsip yang baik dalam hidupnya dan menutupi kebenaran yang semestinya harus dijunjung tinggi.
Hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi terhadap Yesus merupakan suatu gambaran yang amat mengerikan. Kebencian orang Yahudi telah mengubah mereka menjadi suatu gerombolan orang-orang yang berteriak-teriak dan kehilangan akal. Karena kebencian, mereka melupakan segala kemurahan hati, segala pertimbangan sehat, segala keadilan, segala prinsip mereka sendiri, bahkan melupakan Allah. Tidak pernah dalam sejarah, ada suatu kegilaan karena kebencian seperti yang terjadi di mana Yesus menghadapi hukuman Salib.
Sejarah sering mencatat kegilaan karena kebencian yang banyak dilakukan oleh orang-orang yang mengaku diri sebagai orang beragama terhadap orang-orang lain yang berbeda agama dengan mereka atau yang berbeda pendapat dan pemahaman dengan mereka.
Sekarang, kita melihat apa yang dilakukan Yesus dengan sikap orang-orang Yahudi yang penuh dengan kebencian itu. Ternyata, Yesus sama sekali diam membisu. Di sini kita melihat, suatu sosok pribadi Allah yang sangat mengagumkan. Allah di dalam keagungan KasihNya, amatlah mengerti dan memahami manusia ciptaanNya yang kadang memusuhiNya dan menghujatNya. Yesus tahu apa yang berada dibalik kebencian mereka, yakni dosa yang membuat orang-orang melakukan hal-hal diluar akal sehat itu. Allah membenci dosa, namun Ia tetap mengasihi manusia. Ia ingin manusia diselamatkan. Yesus dalam diamNya tahu, bahwa jalan kematian harus dilaluiNya. Ia harus menuju Salib. Karena itu adalah satu-satunya jalan dimana Ia harus mengorbankan diriNya untuk menebus dosa mereka. Karena kasihNya yang begitu besar, Ia rela mati dikayu salib. KasihNya telah mengalahkan kebencian.
Kemudian, setelah kebangkirtanNya, apakah Yesus membalas tindakan orang-orang yang membenciNya? Setelah kebangkitanNya, apakah Ia membalas dendam kepada murid-muridNya yang telah meninggalkan-Nya? Ternyata tidak. Kita bisa melihat, apa yang dilakukan Yesus setelah kebanghkitanNya, justru semakin menunjukkan Kasih yang teramat besar bagi umat manusia, termasuk juga terhadap murid-muridNya yang dahulu meninggalkanNya. KasihNya tidak pernah berubah!
1). Contoh terindah adalah kisah tentang muridNya, Petrus, yang telah menyangkalNya saat Yesus ditangkap. Dalam pemikiran kita, apa yang dilakukan oleh Petrus meruipakan sesuatu pengkhianatan yang tiada ampun. Namun, apakah Yesus merasa kecewa kepada Petrus dan membencinya? Ternyata tidak. Kasih Yesus kepada Petrus tidak pernah berubah. Kasih itu selalu memikirkan yang terbaik bagi mereka yang dikasihinya.
Suatu hal yang mengherankan adalah bahwa salah satu dari penampakan-penampakan pertama Tuhan yang bangkit adalah kepada murid yang telah menyangkal Dia. Perhatikanlah, Alkitab mencatat, ketika Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome mendatangi kubur yang kosong itu, seorang malaikat berkata dan berpesan kepada mereka :
“Lalu mereka masuk ke dalam kubur dan mereka melihat seorang muda yang memakai jubah putih duduk di sebelah kanan. Mereka pun sangat terkejut, tetapi orang muda itu berkata kepada mereka: "Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia. Tetapi sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakan-Nya kepada kamu." (Markus 16:5-7)
Di sini jelas, ada suatu kerinduan Yesus untuk membawa Petrus kembali kepadaNya. Bagaimana dengan Petrus? Tentunya Petrus sangat malu dan takut ketika berjumpa dengan Yesus yang telah bangkit. Tentunya ia masih mengingat dengan jelas, saat-saat ia berkata menyangkal Yesus. Dan tentunya pula ia masih ingat, betapa Yesus menatapnya saat itu. Tatapan seorang yang mengasihinya, namun yang telah dikhianatinya. Tatapan Yesus tentunya membekas begitu dalam di dalam hati dan pikiran Petrus.
Ketika Petrus berjumpa dengan Tuhan yang telah bangkit, ia tidak banyak bicara, hingga selesai makan, barulah Yesus mengajukan pertanyaan kepada Petrus hingga tiga kali, “Simon, Anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari mereka itu?” Tiga kali Petrus menyangkali Tuhannya. Tiga kali juga Tuhan memberi kesempatan untuk meneguhkan imannya. Yesus, dalam pengampunanNya yang murah hati itu memberi kepada Petrus kesempatan untuk menghapuskan ingatan kepada penyangkalan tiga kali dengan pernyataan kasih tiga kali juga. Tidak ada sedikit pun nada kebencian yang keluar mulut Yesus. Justru sebaliknya di dalam pertanyaanNya itu terkandung suatu perasaan kasih yang tidak dapat dinilai dengan apa pun juga.
Di sini nyatalah seluruh keajaiban kasih dan anugerah Yesus Kristus. Orang lain mungkin akan membenci Petrus selamanya karena pengkhianatannya kepada Tuhannya, akan tetapi ada satu kerinduan Yesus yakni mengantar murid yang mengingkariNya itu ke kakiNya. Petrus menyalahi Yesus dan menangis dengan hati sedih dan ada satu kerinduan Yesus yang menakjubkan, yakni menghibur Petrus yang menderita karena ketidaksetiaannya. Kasih pasti akan lebih memikirkan hati yang hancur dari orang yang telah menyalahinya, ketimbang memikirkan luka hati yang dialaminya sendiri.
Kasih yang demikian itu akan ada di dalam hati kita kalau Kristus, yang adalah kasih itu sendiri, ada di dalam diri kita. Dan Kristus akan ada di dalam diri kita hanya kalau kita mengundangNya. Kebencian tidak akan dapat tinggal di dalam diri orang-orang yang telah memiliki kasih ilahi, karena kasih mengalahkan segala kebencian.
2). Yesus yang telah bangkit, tidak membalas dendam kepada manusia yang telah membencinya. Karya keselamatanNya tetap terus berjalan. Di dalam diriNya ada kasih illahi yang tidak pernah berubah. Ia ingin agar manusia diselamatkan. Maka Ia memberikan suatu perintah kepada murid-muridNya untuk mengabarkan berita keselamatan itu ke seluruh penjuru dunia.
“Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 18:18-20)
“Lalu Ia berkata kepada mereka: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.”(Markus 16:15-16)
“Kata-Nya kepada mereka: "Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya ini. Dan Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi." (Lukas 24:46-49)
Dunia boleh membenci kekristenan. Dunia boleh membenci orang-orang Kristen. Namun, setiap orang Kristen tetaplah dituntut untuk memiliki kasih Kristus di dalam dirinya, untuk mengalahkan setiap kebencian yang ada, baik di dalam dirinya sendiri maupun ketika menghadapi kebencian orang lain terhadapnya. Tuhan Yesus telah memberikan teladan yang indah bagi setiap pengikutNya. Kasih kristiani adalah kasih yang “tidak menyimpan kesalahan orang lain.” (1 Korintus 13:5). Membalas kebencian orang lain dengan kasih. Mengatasi kebencian yang ada di dalam diri kita sendiri dengan kasih. Maka kasih akan mengalahkan kebencian.
Ketika kita memperingati Kesengsaraan, Kematian dan Kebangkitan Yesus Kristus, kiranya kita dimengertikan akan makna Kasih illahi yang harus dimiliki oleh setiap orang yang mengaku diri sebagai pengikut Kristus, sehingga di dalam hidup dan kehidupan kita sebagai orang Kristen akan selalu dipenuhi oleh kasih itu dan sama sekali tidak memberi tempat bagi kebencian dalam hati dan pikiran kita.
Amin.
“Oleh sebab itu, demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, Aku akan memperlakukan engkau seperti engkau memperlakukan mereka dalam murkamu dan cemburumu, yang timbul dari kebencianmu terhadap mereka; dan Aku akan menyatakan diri kepadamu pada saat Aku menghakimi engkau.” (Yehezkiel 35:11)
KASIH YANG MENGALAHKAN KEBENCIAN (Sebuah Perenungan Untuk Anda)
Seseorang yang menyimpan kebencian dalam hatinya, dapat menyembunyikan perasaan itu tanpa orang lain mengetahuinya. Akan tetapi, hal itu juga tidak akan dapat berlangsung lama, karena suatu saat tertentu kebencian itu muncul mendasari setiap perkataan dan tindakannya. Ketika seseorang kebetulan menilai orang lain yang dibencinya, maka kebaikan apa pun yang dilakukan oleh orang lain itu di dalam pemandangannya tetaplah buruk. Yang ada di dalam hati dan pikirannya semata-mata hanyalah kecurigaan dan hal-hal negatif lainnya terhadap orang yang dibencinya. Bahkan tidak jarang pula, timbul suatu keinginan jahat di dalam dirinya untuk menghancurkan orang yang dibencinya tersebut.
Alkitab mencacat, manusia pertama yang mengalami perasaan buruk seperti itu adalah Kain. Ketika Kain melihat bahwa korban persembahan Habil, adiknya, diterima Allah, sedangkan persembahannya ditolak, maka timbullah perasaan iri hati di dalam dirinya. Perasaan itu terakumulasi di dalam dirinya sehingga melahirkan rasa kebencian yang berakibat sangat mengerikan, karena ia mewujudkan dan melampiaskan kebenciannya dengan membunuh Habil adiknya sendiri. Kain telah melakukan kejahatan pertama dalam sejarah manusia yakni membunuh, yang disebabkan karena kebencian.
Alkitab juga mencatat tentang raja Saul yang membenci Daud. Perasaan iri hati dan kecurigaan yang berlebihan terhadap Daud, menimbulkan perasaan benci di dalam hatinya, sehingga Saul mengerahkan segala macam cara untuk dapat mengenyahkan dan membunuh Daud.
Kebencian selalu ada di dalam diri manusia yang berdosa. Manusia yang berdosa dan yang hidup dalam dosa, akan selalu memiliki perasaan buruk dan jahat seperti itu.
Tatkala kita memperingati akan Kesengsaraan, Kematian dan Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus, kita perlu melihat satu sisi yang menarik tentang bagaimana kebencian orang-orang Yahudi terhadap Yesus, dan kita melihat bagaimana tindakan Yesus dalam mewujud-nyatakan kasihNya.
“Lalu Yesus keluar, bermahkota duri dan berjubah ungu. Maka kata Pilatus kepada mereka: "Lihatlah Manusia itu!" Ketika imam-imam kepala dan penjaga-penjaga itu melihat Dia, berteriaklah mereka: "Salibkan Dia, salibkan Dia!" Kata Pilatus kepada mereka: "Ambil Dia dan salibkan Dia; sebab aku tidak mendapati kesalahan apa pun pada-Nya." Jawab orang-orang Yahudi itu kepadanya: "Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia menganggap diri-Nya sebagai Anak Allah." (Yohanes 5-7)
1. Kebencian orang-orang Yahudi yang sudah terakumulasi lama semenjak pelayanan Yesus selama tiga tahun, akhirnya meledak menjadi suatu kebencian yang histeris, menggonggong seperti anjing-anjing hutan, dengan muka yang penuh dengan kebencian. Mereka mencapai kebencian yang sedemikian gilanya sehingga mereka menjadi kebal terhadap pikiran yang baik, rasa belas kasihan, dan bahkan terhadap tuntutan perikemanusiaan.
Tidak ada hal di dunia ini yang membengkokkan penilaian seseorang seperti yang dilakukan oleh kebencian. Sekali orang dipengaruhi oleh kebencian, ia tidak dapat berpikir atau melihat dengan lurus, juga tidak bisa lagi mendengarkan dengan benar. Kebencian adalah hal yang menakutkan sekali, karena ia dapat merampas pikiran sehat manusia.
2. Kebencian orang Yahudi membuat mereka kehilangan semua rasa tentang hal-hal yang wajar. Mereka begitu cermat memelihara kesucian hukum upacara dan hukum ibadat, sehingga mereka tidak mau memasuki markas besar Pilatus, namun mereka melakukan segala usaha untuk menyalibkan Anak Allah.
Untuk mekan perjamuan Paskah, orang Yahudi harus benar-benar bersih secara seremonial. Sekiranya mereka masuk ke markas besar Pilatus, mereka akan menjadi dua kali najis. Pertama, hukum para ahli Taurat mengatakan,”Rumah-rumah kediaman orang bukan Yahudi adalah najis.” Kedua, Paskah adalah perayaan Roti yang Tidak Beragi. Sebagian dari persiapan untuk itu ialah upacara pencarian ragi dan membuang semua bahan-bahan beragi dari rumah karena ragi itu adalah lambang kejahatan. Pergi ke markas besar Pilatus berarti pergi ke tempat di mana ragi mungkin ada; dan pergi ke tempat yang demikian itu – sedangkan Paskah sedang dipersiapkan – berarti membuat diri sendiri najis. Akan tetapi, jika seorang Yahudi memasuki rumah orang bukan Yahudi yang mempunyai ragi, dia hanya harus menjalani upacara pembasuhan dan sesuadah itu ia menjadi bersih kembali.
Sekarang, kita bisa melihat apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi itu. Mereka sedang menjalankan sampai detail-detailnya hukum upacara itu; dan pada waktu yang sama, mereka berusaha untuk menggiring Anak Allah ke Salib.
Hal yang tragis semacam inilah yang dilakukan oleh manusia. Banyak angota gereja meributkan perkara-perkara yang kecil dan remeh, tetapi mengabaikan hukum Allah mengenai kasih, pengampunan dan pelayanan tiap hari. Bahkan ada banyak gereja dimana detail-detail mengenai pakaian, alat-alat upacara dan lain-lain diperhatikan secermat-cermatnya, padahal suasana kasih dan persekutuan tidak ada sama sekali.
Salah satu hal yang amat tragis di dunia ini, ialah bagaimana manusia dapat kehilangan kemampuan untuk mendahulukan hal-hal yang harus didahulukan.
3. Orang Yahudi tidak ragu-ragu untuk memutar balikkan fakta dalam tuduhan mereka terhadap Yesus. Di kalangan mereka sendiri tuduhan yang hendak dilontarkan ialah penghujatan (Matius 26:60). Mereka tahu benar, bahwa Pilatus tidak mau memproses tuduhan semacam itu. Ia dapat mengatakan bahwa itu adalah pertikaian agama mereka sendiri dan mereka dapat menyelesaikannya sendiri tanpa datang kepadanya. Akhirnya, orang-orang Yahudi menuduh Yesus mengenai pemberontakan dan melawan pemerintah yang sah. Mereka menuduh Yesus telah menyatakan diri sebagai raja, walaupun mereka mengetahui bahwa tuduhan itu adalah bohong.
Kebencian adalah perkara yang mengerikan dan tidak ragu-ragu untuk memutar balikkan kebenaran.
4. Untuk memastikan kematian Yesus, orang-orang Yahudi mengesam-pingkan setiap prinsip yang mereka miliki. Yang paling mengherankan, yang mereka katakan ialah : “Kami tidak mengenal raja selain Kaisar.” Samuel mengatakan kepada rakyat Israel, bahwa TUHAN sajalah raja mereka (1Samuel 12:12). Ketika mahkota ditawarkan kepada Gideon, jawabnya ialah, “Aku tidak akan memerintah kamu, dan juga anakku tidak akan memerintah kamu, tetapi TUHAN yang memerintah kamu.” (Hakim-hakim 8:23).
Ketika orang-orang Romawi pertama kali datang ke Palestina, mereka mengadakan sensus untuk menetapkan besar kecilnya pajak yang biasa dikenakan kepada bangsa-bangsa yang ditaklukkan. Dan terjadilah pemberontakan yang paling banyak mengalirkan darah, karena orang-orang Yahudi memegang teguh pendirian bahwa Tuhan adalah Raja mereka dan kepada Dia saja mereka mau membayar pajak. Ketika para pemimpin Yahudi mengatakan, “Kita tidak mempunyai raja selain Kaisar”, itu dalah hal yang paling mengherankan di dalam sejarah. Pernyataan itu tentu telah membuat Pilatus menahan nafasnya, dan ia tentunya memandang mereka dengan agak kebingungan campur senang dan sinis. Orang-orang Yahudi bersedia untuk meninggalkan semua prinsip mereka untuk mengenyahkan Yesus.
Kebencian membuat seseorang mengesampingkan prinsip yang baik dalam hidupnya dan menutupi kebenaran yang semestinya harus dijunjung tinggi.
Hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi terhadap Yesus merupakan suatu gambaran yang amat mengerikan. Kebencian orang Yahudi telah mengubah mereka menjadi suatu gerombolan orang-orang yang berteriak-teriak dan kehilangan akal. Karena kebencian, mereka melupakan segala kemurahan hati, segala pertimbangan sehat, segala keadilan, segala prinsip mereka sendiri, bahkan melupakan Allah. Tidak pernah dalam sejarah, ada suatu kegilaan karena kebencian seperti yang terjadi di mana Yesus menghadapi hukuman Salib.
Sejarah sering mencatat kegilaan karena kebencian yang banyak dilakukan oleh orang-orang yang mengaku diri sebagai orang beragama terhadap orang-orang lain yang berbeda agama dengan mereka atau yang berbeda pendapat dan pemahaman dengan mereka.
Sekarang, kita melihat apa yang dilakukan Yesus dengan sikap orang-orang Yahudi yang penuh dengan kebencian itu. Ternyata, Yesus sama sekali diam membisu. Di sini kita melihat, suatu sosok pribadi Allah yang sangat mengagumkan. Allah di dalam keagungan KasihNya, amatlah mengerti dan memahami manusia ciptaanNya yang kadang memusuhiNya dan menghujatNya. Yesus tahu apa yang berada dibalik kebencian mereka, yakni dosa yang membuat orang-orang melakukan hal-hal diluar akal sehat itu. Allah membenci dosa, namun Ia tetap mengasihi manusia. Ia ingin manusia diselamatkan. Yesus dalam diamNya tahu, bahwa jalan kematian harus dilaluiNya. Ia harus menuju Salib. Karena itu adalah satu-satunya jalan dimana Ia harus mengorbankan diriNya untuk menebus dosa mereka. Karena kasihNya yang begitu besar, Ia rela mati dikayu salib. KasihNya telah mengalahkan kebencian.
Kemudian, setelah kebangkirtanNya, apakah Yesus membalas tindakan orang-orang yang membenciNya? Setelah kebangkitanNya, apakah Ia membalas dendam kepada murid-muridNya yang telah meninggalkan-Nya? Ternyata tidak. Kita bisa melihat, apa yang dilakukan Yesus setelah kebanghkitanNya, justru semakin menunjukkan Kasih yang teramat besar bagi umat manusia, termasuk juga terhadap murid-muridNya yang dahulu meninggalkanNya. KasihNya tidak pernah berubah!
1). Contoh terindah adalah kisah tentang muridNya, Petrus, yang telah menyangkalNya saat Yesus ditangkap. Dalam pemikiran kita, apa yang dilakukan oleh Petrus meruipakan sesuatu pengkhianatan yang tiada ampun. Namun, apakah Yesus merasa kecewa kepada Petrus dan membencinya? Ternyata tidak. Kasih Yesus kepada Petrus tidak pernah berubah. Kasih itu selalu memikirkan yang terbaik bagi mereka yang dikasihinya.
Suatu hal yang mengherankan adalah bahwa salah satu dari penampakan-penampakan pertama Tuhan yang bangkit adalah kepada murid yang telah menyangkal Dia. Perhatikanlah, Alkitab mencatat, ketika Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome mendatangi kubur yang kosong itu, seorang malaikat berkata dan berpesan kepada mereka :
“Lalu mereka masuk ke dalam kubur dan mereka melihat seorang muda yang memakai jubah putih duduk di sebelah kanan. Mereka pun sangat terkejut, tetapi orang muda itu berkata kepada mereka: "Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia. Tetapi sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakan-Nya kepada kamu." (Markus 16:5-7)
Di sini jelas, ada suatu kerinduan Yesus untuk membawa Petrus kembali kepadaNya. Bagaimana dengan Petrus? Tentunya Petrus sangat malu dan takut ketika berjumpa dengan Yesus yang telah bangkit. Tentunya ia masih mengingat dengan jelas, saat-saat ia berkata menyangkal Yesus. Dan tentunya pula ia masih ingat, betapa Yesus menatapnya saat itu. Tatapan seorang yang mengasihinya, namun yang telah dikhianatinya. Tatapan Yesus tentunya membekas begitu dalam di dalam hati dan pikiran Petrus.
Ketika Petrus berjumpa dengan Tuhan yang telah bangkit, ia tidak banyak bicara, hingga selesai makan, barulah Yesus mengajukan pertanyaan kepada Petrus hingga tiga kali, “Simon, Anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari mereka itu?” Tiga kali Petrus menyangkali Tuhannya. Tiga kali juga Tuhan memberi kesempatan untuk meneguhkan imannya. Yesus, dalam pengampunanNya yang murah hati itu memberi kepada Petrus kesempatan untuk menghapuskan ingatan kepada penyangkalan tiga kali dengan pernyataan kasih tiga kali juga. Tidak ada sedikit pun nada kebencian yang keluar mulut Yesus. Justru sebaliknya di dalam pertanyaanNya itu terkandung suatu perasaan kasih yang tidak dapat dinilai dengan apa pun juga.
Di sini nyatalah seluruh keajaiban kasih dan anugerah Yesus Kristus. Orang lain mungkin akan membenci Petrus selamanya karena pengkhianatannya kepada Tuhannya, akan tetapi ada satu kerinduan Yesus yakni mengantar murid yang mengingkariNya itu ke kakiNya. Petrus menyalahi Yesus dan menangis dengan hati sedih dan ada satu kerinduan Yesus yang menakjubkan, yakni menghibur Petrus yang menderita karena ketidaksetiaannya. Kasih pasti akan lebih memikirkan hati yang hancur dari orang yang telah menyalahinya, ketimbang memikirkan luka hati yang dialaminya sendiri.
Kasih yang demikian itu akan ada di dalam hati kita kalau Kristus, yang adalah kasih itu sendiri, ada di dalam diri kita. Dan Kristus akan ada di dalam diri kita hanya kalau kita mengundangNya. Kebencian tidak akan dapat tinggal di dalam diri orang-orang yang telah memiliki kasih ilahi, karena kasih mengalahkan segala kebencian.
2). Yesus yang telah bangkit, tidak membalas dendam kepada manusia yang telah membencinya. Karya keselamatanNya tetap terus berjalan. Di dalam diriNya ada kasih illahi yang tidak pernah berubah. Ia ingin agar manusia diselamatkan. Maka Ia memberikan suatu perintah kepada murid-muridNya untuk mengabarkan berita keselamatan itu ke seluruh penjuru dunia.
“Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 18:18-20)
“Lalu Ia berkata kepada mereka: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.”(Markus 16:15-16)
“Kata-Nya kepada mereka: "Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya ini. Dan Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi." (Lukas 24:46-49)
Dunia boleh membenci kekristenan. Dunia boleh membenci orang-orang Kristen. Namun, setiap orang Kristen tetaplah dituntut untuk memiliki kasih Kristus di dalam dirinya, untuk mengalahkan setiap kebencian yang ada, baik di dalam dirinya sendiri maupun ketika menghadapi kebencian orang lain terhadapnya. Tuhan Yesus telah memberikan teladan yang indah bagi setiap pengikutNya. Kasih kristiani adalah kasih yang “tidak menyimpan kesalahan orang lain.” (1 Korintus 13:5). Membalas kebencian orang lain dengan kasih. Mengatasi kebencian yang ada di dalam diri kita sendiri dengan kasih. Maka kasih akan mengalahkan kebencian.
Ketika kita memperingati Kesengsaraan, Kematian dan Kebangkitan Yesus Kristus, kiranya kita dimengertikan akan makna Kasih illahi yang harus dimiliki oleh setiap orang yang mengaku diri sebagai pengikut Kristus, sehingga di dalam hidup dan kehidupan kita sebagai orang Kristen akan selalu dipenuhi oleh kasih itu dan sama sekali tidak memberi tempat bagi kebencian dalam hati dan pikiran kita.
Amin.
“Oleh sebab itu, demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, Aku akan memperlakukan engkau seperti engkau memperlakukan mereka dalam murkamu dan cemburumu, yang timbul dari kebencianmu terhadap mereka; dan Aku akan menyatakan diri kepadamu pada saat Aku menghakimi engkau.” (Yehezkiel 35:11)
KASIH YANG MENGALAHKAN KEBENCIAN (Sebuah Perenungan Untuk Anda)