Kebesaran / keluasan Allah (His immensity) dan Kehadiran-NYA

Pdt.Budi Asali, M.Div Dan Pdt.Muriwali Yanto Matalu.
Kebesaran / keluasan Allah (His immensity).

Kebesaran / keluasan Allah (His immensity) dan Kehadiran-NYA. Ini adalah ketidak-terbatasan Allah di dalam hal tempat.

Artinya:

a) Ia melampaui semua batasan-batasan tempat (1Raja-raja 8:27 Yesaya 66:1 Yer 23:24b).

b) Ia ada / hadir di setiap tempat dengan SELURUH keberadaanNya / SELURUH diriNya (His WHOLE being) (Kis 17:27-28 Yer 23:23 Mazmur 139:7-10 Matius 18:20 Mat 28:20 Yoh 1:18 Yohanes 14:23).

Kita tidak perlu merasa menghina Allah kalau kita mengatakan bahwa Allah ada dimana-mana, bahkan ditempat-tempat yang kotor (got, tempat sampah, dsb), dan di neraka sekalipun!

Ada orang yang bertanya: ‘Where is God?’ [= dimanakah Allah?] yang lalu dijawab dengan pertanyaan: ‘Where is He not?’ [= dimana Ia tidak ada?].

Kalau dalam Kitab Suci dikatakan Allah datang, pergi, turun, naik, dsb (Kejadian 11:5-7 Hakim-hakim 13:20), itu semua hanyalah bahasa Anthropomorphism [= bahasa yang menggambarkan Allah seakan-akan Ia adalah manusia].

Kalau dikatakan bahwa dosa memisahkan manusia dengan Allah, maka itu hanya menunjukkan perpisahan rohani, bukan secara jasmani / fisik.

Dalam kemahadaaan Allah ini terlihat sifat ‘transcendent’ dan ‘immanent’ dari Allah.

1. ‘Transcendent’ artinya: ‘that exists apart from the material universe’ [= yang ada di luar alam semesta yang bersifat materi].
Deisme hanya menekankan sifat transcendent dari Allah.

2. ‘Immanent’ merupakan lawan kata dari ‘transcendent’, artinya: ‘present throughout the universe’ [= ada / hadir di setiap tempat dalam alam semesta].
Berlawanan dengan Deisme, maka Pantheisme hanya menekankan sifat immanent dari Allah.

Baik Deisme maupun Pantheisme adalah salah / sesat, karena Allah mempunyai kedua sifat ini, dan ini terlihat dengan jelas dalam Yeremia 23:23 - “Masakan Aku ini hanya Allah yang dari dekat, demikianlah firman TUHAN, dan bukan Allah yang dari jauh juga?”.

Istilah ‘immensity’ hampir sama dengan ‘omnipresence’ [= kemaha-adaan], tetapi:

a. Immensity lebih menekankan ‘Allah tidak dibatasi tempat’.

b. Omnipresence lebih menekankan ‘Allah ada di mana-mana dengan seluruh keberadaanNya / diriNya’.

Jadi, jangan membayangkan seakan-akan Allah adalah seperti gas yang menyebar, sebagian ada di sini dan sebagian ada di situ. Juga jangan membayangkan seakan-akan Allah seperti raksasa yang besar, dimana di sini hanya ada tangannya, di situ hanya ada kakinya dsb.
Yang benar adalah: seluruh Allah ada di mana-mana. Hati-hati dengan ajaran sesat yang mengatakan bahwa yang maha ada / ada dimana-mana itu bukanlah Allahnya, tetapi kehendak Allah atau kuasa Allah atau pengetahuan Allah. Yang maha ada adalah Allahnya sendiri.

Sekalipun Allah itu ada / hadir dimana-mana, tetapi Allah tidak hadir di semua tempat dengan TINGKAT, ARTI, dan SIKAP yang sama.

Louis Berkhof: “This does not mean, however, that He is equally present and present in the same sense in all His creatures. ... He does not dwell on earth as He does in heaven, in animals as He does in man, in the inorganic as He does in the organic creation, in the wicked as He does in the pious, nor in the Church as He does in Christ.” [= Tetapi ini tidak berarti bahwa Ia hadir secara sama dan hadir dalam arti yang sama dalam semua makhluk ciptaanNya. ... Ia tidak tinggal di bumi seperti Ia tinggal di surga, dalam binatang seperti Ia tinggal dalam manusia, dalam ciptaan non organik seperti Ia tinggal dalam ciptaan organik, dalam orang jahat seperti Ia tinggal dalam orang-orang saleh, atau dalam Gereja seperti Ia tinggal dalam Kristus.] - ‘Systematic Theology’, hal 61.

Herman Bavinck: “He is not present in the same DEGREE and manner everywhere.” [= Ia tidak hadir dalam TINGKAT dan cara yang sama di mana-mana.] - ‘The Doctrine of God’, hal 157.

Misalnya:
1. KehadiranNya di surga berbeda dengan di bumi.
2. KehadiranNya pada benda berbeda dengan kehadiranNya pada binatang.
3. KehadiranNya pada binatang berbeda dengan kehadiranNya pada manusia.
4. KehadiranNya pada orang kafir berbeda dengan kehadiranNya pada orang kristen.
5. KehadiranNya pada orang kristen yang tidak memberitakan Injil berbeda dengan kehadiranNya pada orang kristen yang memberitakan Injil (bdk. Mat 28:19-20).
6. KehadiranNya pada orang kristen / gereja berbeda dengan kehadiranNya pada diri Kristus sendiri (Bdk. Yoh 3:34 dan Kolose 2:9 dengan Yohanes 1:16).

Illustrasi: Polisi hadir bersama presiden maupun bersama penjahat, tetapi waktu hadir bersama presiden, ia hadir dengan sikap hormat dan bertujuan melindungi, sedangkan waktu hadir bersama penjahat, ia hadir untuk mengawasi supaya penjahat itu tidak lari. Ini jelas menunjukkan cara hadir yang berbeda.

Penerapan:

a. Kalau kita berdoa: ‘Tuhan, hadirlah dalam kebaktian ini’, maka itu tidak berarti bahwa kalau kita tidak berdoa Ia lalu tidak hadir. Tentu saja Ia sudah hadir. Tetapi kalau Ia sudah hadir, untuk apa kita meminta Ia hadir lagi? Supaya Ia lebih hadir, dan supaya Ia hadir dengan cara yang berbeda, yang menguntungkan kita, yaitu hadir untuk melindungi kita dari setan, untuk menguasai dan menerangi hati dan pikiran kita, dan untuk memberkati kita.

b. Untuk orang kristen yang betul-betul hidup sesuai kehendak Tuhan, sifat maha ada dari Allah ini menyenangkan dan memberi damai / sukacita. Untuk orang kristen yang berdosa, ini tidak menyenangkan. Untuk orang kafir, ini mengerikan! Karena itu setiap mau berbuat dosa, baik berdusta, menipu, nyontek, berzinah, dsb, pikirkan bahwa Allah itu ada di dekat saudara dan mengawasi saudara!

ALLAH TRITUNGGAL DAN KEMAHAHADIRAN-NYA)
Muriwali Yanto Matalu

Alkitab dengan sangat jelas mengajarkan mengenai kemahahadiran Allah yang memenuhi segala tempat dan ruang. Mazmur 139:7-12 sangat jelas menggambarkan hal ini. Bahkan ayat 8b menyatakan bahwa Tuhan juga hadir di neraka, “If I make my bed in hell, behold you are there” (NKJV). Bandingkan juga dengan ayat-ayat lain (1Raj. 8:27; Yesaya. 66:1; Kis. 17:27-28).

Salah satu pemahaman Pdt. Erastus Sabdono yang tidak sesuai dengan ajaran Alkitab di atas adalah keyakinannya bahwa pribadi Allah Bapa dan Allah Anak berada di surga, dimana kedua pribadi ini hanya hadir dalam jagat raya “melalui” Roh Kudus (Roh Bapa yang melekat pada Bapa). Walaupun, menurut dia, Bapa dan Anak sewaktu-waktu dapat hadir secara pribadi jika dibutuhkan.

Memang istilah “roh-Mu” dalam Mazmur 139:7a, “Ke mana Aku pergi menjauhi roh-Mu,” merujuk pada pribadi ketiga; Roh Kudus, namun itu tidak berarti bahwa Bapa dan Anak tidak hadir secara pribadi. Di dalam alam semesta ini, Bapa dan Anak BUKAN HANYA hadir MELALUI Roh kudus, TETAPI hadir di dalam dan bersama-sama dengan Roh Kudus, oleh karena ketiga pribadi ini adalah pribadi-pribadiAllah yang tidak terbatas dan mahahadir. Itu sebabnya, di dalam ayat 7b dikatakan, “ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu.” Di sini tidak dikatakan “ke mana aku dapat lari dari hadapan Roh Kudus-Mu” tetapi “dari hadapan-Mu” yang merujuk pada kehadiran Allah Tritunggal yang utuh. Itu sebab, sebagaimana saya sudah tulis, bahwa para teolog mengajarkan kehadiran Allah yang bersifat “per essentiam et naturam” (di dalam esensi dan natur-Nya), dan oleh karenanya kehadiran-Nya di seluruh jagat raya ini juga “bersifat penuh dan secara pribadi” oleh masing-masing pribadi Tritunggal.
Sebagian orang yang lain berkeberatan jika dikatakan bahwa Allah mahahadir dan memenuhi segala ruang, dimana konsekwensi logisnya adalah bahwa Dia hadir juga di neraka, di dalam diri orang durhaka, di tempat-tempat yang dianggap najis dan kotor, e.g. tempat pelacuran, dll. Apakah sulit bagi Allah untuk hadir di neraka dan tempat pelacuran? Jawabannya tidak! Apakah kedudusan Allah bisa tercemar jika hadir di tempat-tempat semacam itu? Tidak! Jika kekudusan Allah dapat dicermari oleh setan, pelacur, neraka, dan orang-orang durhaka, maka Dia sama sekali bukanlah Allah, karena kekudusan-Nya masih berada pada tataran atau wilayah ciptaan. Justru kekudusan Allah adalah melampaui ciptaan sehingga tak satu pun ciptaan dapat mencemarinya. Ketika kita berkata bahwa Allah tidak mungkin berdiam di dalam tempat yang najis dan kotor, itu hanya bermaksud bahwa Allah tidak mungkin hadir dengan anugerah dan berkat-Nya di tempat-tempat semacam itu, dan sebaliknya Dia hadir dengan murka-Nya yang menyala-nyala. Maka, kehadiran Allah di neraka adalah kehadiran-Nya dengan murka yang menyala-nyala, sedangkan kehadiran-Nya di surga adalah kehadiran yang penuh dengan berkat, sejahtera, dan segala kebaikan-Nya.

Bavinck berkata, “He (God – dari saya) is present in hell as well as in heaven, in the wicked as well as in the pious, in places of filth and darkness as well as in palaces (places? – dari saya) of light” (Dia hadir di dalam neraka sama seperti di surga, di dalam diri orang durhaka sama seperti di dalam diri orang saleh, di dalam tempat-tempat yang najis dan gelap sama seperti di dalam istana-istana [tempat-tempat? – dari saya] terang) – Herman Bavinck, “The Doctrine of God,” trans. by William Hendriksen (Grand Rapids: Eerdmans, 1979), 162.

Tetapi yang harus dibedakan adalah cara kehadiran-Nya. Di dalam surga Allah hadir dengan cara yang berbeda dengan cara kehadiran-Nya di neraka. Demikian juga cara kehadiran-Nya pada orang percaya berbeda dengan cara kehadiran-Nya pada orang tidak percaya. Jika di surga Allah hadir dengan segala berkat, sukacita, dan kebaikan-Nya, maka di neraka Allah hadir dengan murka-Nya yang menyala-nyala sebagai manifestasi keadilan-Nya yang tidak tertandingi. Demikian juga, jika Dia hadir dengan segala anugerah, damai, dan sukacita-Nya pada orang percaya, maka Dia hadir dengan segala amarah-Nya kepada orang-orang durhaka.

Mari kita melihat satu ayat saja dalam Kitab Wahyu yang membantu kita memahami apa yang saya katakan di atas. Wahyu 20:10 berkata, “… dan Iblis, yang menyesatkan mereka, di lemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya.” Di sini dinyatakan bahwa Iblis dihukum di dalam neraka selama-lamanya. Di situ dia disiksa. Siapakah yang menyiksanya? Tentu Tuhan. Jadi Tuhan berada di neraka untuk menyiksa Iblis dengan murka-Nya yang menyala-nyala. 

Anda mungkin berkata, “Bukankah neraka itu sendiri adalah tempat siksaan, sehingga Tuhan tak perlu hadir di sana untuk menyiksa Iblis? Bukankah neraka itu sendiri dapat menyiksa Iblis?” Tetapi saya bertanya, “Siapakah yang menopang eksistensi neraka?” Jawabannya, tentu Tuhan dan oleh karenanya Dia hadir di sana. Jika neraka tidak ditopang oleh Tuhan, maka neraka akan hancur lebur seketika. Jadi, beranggapan bahwa Tuhan tidak hadir di neraka adalah anggapan yang mustahil.
Kebesaran / keluasan Allah (His immensity) dan Kehadiran-NYA
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url