LIMITED ATONEMENT (PENEBUSAN TERBATAS).
LIMITED ATONEMENT (PENEBUSAN TERBATAS).
I) Perbandingan ajaran Arminian dan Reformed dalam persoalan penebusan.
1) Dalam ajaran Arminian dikatakan bahwa Kristus mati untuk semua orang / setiap individu dalam dunia ini, untuk menyediakan jalan keselamatan.
A. H. Strong: “The Scripture represent the atonement as having been made for all men and as sufficient for the salvation of all. Not the atonement therefore is limited, but the application of the atonement through the work of the Holy Spirit” (= Kitab Suci menggambarkan bahwa penebusan telah dibuat bagi semua manusia dan cukup untuk keselamatan semua manusia. Karena itu, bukan penebusannya yang terbatas, tetapi penerapan dari penebusan itu melalui pekerjaan Roh Kudus) - ‘Systematic Theology’, hal 771.
A. H. Strong: “The atonement is unlimited, - the whole human race might be saved through it; the application of the atonement is limited, - only those who repent and believe are actually saved by it” (= Penebusan itu tidak terbatas, - seluruh umat manusia bisa diselamatkan melalui penebusan itu; penerapan dari penebusan itu yang terbatas, - hanya mereka yang bertobat dan percaya yang betul-betul diselamatkan) - ‘Systematic Theology’, hal 773.
Catatan: A. H. Strong sebetulnya bukan seorang Arminian ataupun Reformed, karena dari 5 points Calvinisme, ia hanya menolak point ke 3 tentang Limited Atonement (= Penebusan terbatas) ini.
Yakobus Arminius: “Christ has died for all men and for every individual. … the phrase here used possesses much ambiguity. Thus it may mean either that ‘the price of the death of Christ was given for all and for every one,’ or that ‘the redemption, which was obtained by means of that price, is applied and communicated to all men and to every one.’ … Of this latter sentiment I entirely disapprove, because God has by a peremptory decree resolved, that believers alone should be made partakers of this redemption” (= Kristus telah mati untuk semua manusia dan untuk setiap individu. ... ungkapan yang digunakan di sini mempunyai banyak ke-mendua-an arti. Karena itu bisa berarti, atau bahwa ‘harga / nilai dari kematian Kristus diberikan untuk semua dan setiap orang’, atau bahwa ‘penebusan, yang didapatkan dengan memakai harga / nilai itu, diterapkan dan diberikan kepada semua orang dan kepada setiap orang’. ... Tentang pendapat yang belakangan, saya sepenuhnya tidak setuju, karena Allah telah memutuskan oleh suatu ketetapan yang pasti / tak bisa diubah, bahwa hanya orang-orang percaya yang dibuat menjadi pengambil bagian dari penebusan ini) - ‘The Works of Arminius’, vol 1, hal 316 (Libronix).
Catatan: dalam kata-kata selanjutnya jelas bahwa Yakobus Arminius menerima pernyataan yang pertama. Dengan kata lain, ia percaya bahwa Kristus mati untuk semua orang, tetapi penerapan dari penebusan itu hanya diberikan bagi orang-orang yang percaya kepada Kristus.
2) Dalam ajaran Calvinisme / Reformed dikatakan bahwa Kristus mati hanya untuk menebus orang-orang pilihan, dan ini memastikan keselamatan mereka.
Arthur W. Pink: “Christ did not die to make possible the salvation of all mankind, but to make certain the salvation of all that the Father had given to Him” (= Kristus tidak mati untuk membuat keselamatan itu memungkinkan untuk seluruh umat manusia, tetapi untuk membuat pasti keselamatan dari semua orang yang telah diberikan Bapa kepadaNya) - ‘The Sovereignty of God’, hal 57.
R. L. Dabney: “Christ’s work for the elect does not merely put them in a salvable state; but purchase for them a complete and assured salvation” (= Pekerjaan Kristus untuk orang-orang pilihan tidak semata-mata meletakkan mereka dalam keadaan yang bisa diselamatkan; tetapi membeli bagi mereka suatu keselamatan yang lengkap / sempurna dan pasti / terjamin) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 523.
Tentang Yoh 3:16, John Murray berkata:
“The design is the salvation of all who believe in Jesus. This design is infallibly achieved. The security is obvious from the terms: ‘should not perish but have everlasting life’. ... There is, after all, nothing in this text to support what it is frequently supposed to affirm, namely, universal atonement. What is actually says is akin to definite atonement. Something is made infallibly certain and secure - all believers will have eternal life. What definite or limited atonement maintains is that God gave his Son to make something infallibly secure” (= Tujuan / rencananya adalah keselamatan dari semua orang yang percaya kepada Yesus. Tujuan / rencana ini dicapai secara sempurna / tidak bisa salah. Kepastian itu terlihat dengan jelas dari istilah: ‘tidak binasa tetapi mendapatkan hidup yang kekal’. ... Jadi akhirnya tidak ada sesuatu dalam text ini untuk mendukung apa yang seringkali diduga ditegaskan oleh text ini, yaitu penebusan universal. Apa yang betul-betul dikatakan oleh text ini sama dengan penebusan tertentu / terbatas. Sesuatu dibuat pasti secara tidak bisa salah - semua orang percaya akan mendapat hidup yang kekal. Apa yang dipegang / dipercaya oleh penebusan tertentu atau terbatas adalah bahwa Allah memberikan AnakNya untuk membuat sesuatu pasti secara tidak bisa salah) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol 1, hal 80.
Jadi, kalau Arminianisme mempercayai doktrin Conditional Election & Unlimited Atonement (= Pemilihan Bersyarat & Penebusan Tak Terbatas), maka Calvinisme / Reformed mempercayai doktrin Unconditional Election & Limited Atonement (= Pemilihan yang Tidak Bersyarat & Penebusan Terbatas)!
II) Arti Limited Atonement / Penebusan Terbatas.
1) Kristus mati hanya untuk menebus orang-orang pilihan, bukan untuk menebus semua manusia di dunia ini.
Arthur W. Pink: “For whom did Christ die? ... We answer, Christ died for ‘God’s elect.’” (= Untuk siapa Kristus mati? ... Kami menjawab, Kristus mati untuk ‘orang pilihan Allah’) - ‘The Sovereignty of God’, hal 56.
John Murray: “The atonement was designed for those, and for those only, who are ultimately the beneficiaries of what it is in its proper connotation. And likewise, when we think of Christ’s ‘dying for’ in the substitutionary terms which are its proper import, we must say that he did not die for those who never become the beneficiaries of that substitution; he did not ‘die for’ the non-elect” (= Penebusan direncanakan bagi mereka, dan hanya bagi mereka, yang pada akhirnya adalah ahli-ahli waris dalam arti yang sebenarnya. Dan juga, pada waktu kita berpikir tentang Kristus ‘mati untuk / bagi’ dalam arti menggantikan yang merupakan maknanya yang benar, kita harus berkata bahwa Ia tidak mati bagi / untuk mereka yang tidak pernah menjadi ahli-ahli waris dari penggantian itu; Ia tidak ‘mati bagi / untuk’ orang-orang bukan pilihan) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol 1, hal 69.
2) Yang dibatasi adalah tujuan penebusan, bukan nilai penebusan.
Tujuan penebusan Kristus adalah untuk menebus orang-orang pilihan saja, bukan untuk menebus semua manusia di dunia. Keterbatasan penebusan ini hanya dalam tujuannya, tetapi tidak dalam kuasa / nilainya.
Loraine Boettner: “While the value of the atonement was sufficient to save all mankind, it was efficient to save only the elect” (= Sementara nilai dari penebusan cukup untuk menyelamatkan seluruh umat manusia, itu hanya efisien untuk menyelamatkan orang-orang pilihan saja) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 152.
Loraine Boettner: “This doctrine does not mean that any limit can be set to the value or power of the atonement which Christ made. The value of the atonement depends upon, and is measured by, the dignity of the person making it; and since Christ suffered as a Divine-human person the value of His suffering was infinite. ... The atonement, therefore, was infinitely meritorious and might have saved every member of the human race had that been God’s plan” (= Doktrin ini tidak berarti bahwa kita bisa menetapkan suatu batasan pada nilai atau kuasa dari penebusan yang dibuat oleh Kristus. Nilai dari penebusan tergantung pada, dan diukur oleh, kewibawaan dari Pribadi yang membuatnya; dan karena Kristus menderita sebagai Pribadi ilahi-manusia, maka nilai penderitaanNya adalah tidak terhingga. ... Karena itu, penebusan itu mendapatkan hasil secara tidak terhingga dan bisa menyelamatkan setiap anggota umat manusia seandainyaitu adalah rencana Allah) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 151.
Charles Hodge: “the question does not concern the value of Christ’s satisfaction. That Augustinians admit to be infinite” (= pertanyaannya tidak mempersoalkan nilai dari penebusan Kristus. Itu diakui oleh penganut Agustinus sebagai tidak terhingga) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 544.
Charles Hodge: “It is a gross misrepresentation of the Augustinian doctrine to say that it teaches that Christ suffered so much for so many; that He would have suffered more had more been included in the purpose of salvation” (= Merupakan suatu penyalah-tafsiran dari doktrin Augustinian untuk mengatakan bahwa doktrin itu mengajarkan bahwa Kristus menderita sekian untuk sejumlah orang; bahwa Ia akan menderita lebih banyak seandainya lebih banyak orang dicakup dalam rencana keselamatan) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 544.
Charles Hodge: “All that Christ did and suffered would have been necessary had only one human soul been the object of redemption; and nothing different and nothing more would have been required had every child of Adam been saved through his blood” (= Semua yang Kristus lakukan dan derita akan tetap perlu andaikata hanya satu jiwa manusia merupakan obyek dari penebusan; dan tidak ada perbedaan dan tidak ada tambahan yang dibutuhkan andaikata setiap keturunan Adam diselamatkan melalui darahNya) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 545.
Charles Hodge: “Christ died sufficiently for all, efficaciously only for the elect. There is a sense, therefore, in which He died for all, and there is a sense in which He died for the elect alone” (= Kristus mati secara cukup untuk semua, secara efisien hanya untuk orang pilihan. Karena itu, dalam arti tertentu Ia mati untuk semua orang, dan dalam arti tertentu yang lain Ia mati untuk orang pilihan saja) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 546.
William G. T. Shedd: “Atonement must be distinguished from redemption. The latter term includes the application of the atonement. ... Atonement is unlimited, and redemption is limited” (= Atonement harus dibedakan dari redemption. Istilah yang terakhir mencakup penerapan dari atonement. ... Atonement tidak terbatas, dan redemption terbatas) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, Vol II, hal 469,470.
3) Hubungan ‘kematian / penebusan Kristus’ dengan ‘orang non pilihan’.
Charles Hodge: “It is obvious that if there be no election of some to everlasting life, the atonement can have no special reference to the elect. ... But it does not follow from the assertion of its having a special reference to the elect that it had no reference to the non elect”(= Adalah jelas bahwa andaikata tidak ada pemilihan terhadap sebagian orang kepada hidup yang kekal, maka penebusan tidak bisa mempunyai hubungan khusus dengan orang pilihan. ... Tetapi penegasan bahwa penebusan mempunyai hubungan khusus dengan orang pilihan, tidak berarti bahwa penebusan itu tidak mempunyai hubungan dengan orang yang bukan pilihan) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 545.
Loraine Boettner: “Arminians hold that Christ died for all men alike, while Calvinists hold that in the intention and secret plan of God Christ died for the elect only, and that His death had only an incidental reference to others in so far as they are partakers of common grace” (= Orang Arminian menganggap bahwa Kristus mati secara sama untuk semua manusia, sedangkan orang-orang Calvinist menganggap bahwa dalam maksud dan rencana rahasia Allah, Kristus mati hanya untuk orang-orang pilihan, dan bahwa kematianNya hanya mempunyai efek samping dengan orang-orang lain sejauh mereka mendapat bagian dalam kasih karunia yang bersifat umum) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 150.
Catatan: ‘incidental’ = terjadi atau mungkin terjadi sebagai akibat dari sesuatu yang lebih penting. Jadi bisa diartikan sebagai ‘efek samping’.
Loraine Boettner: “There is, then, a certain sense in which Christ died for all men, and we do not reply to the Arminian tenet with an unqualified negative. But what we do maintain is that the death of Christ had special reference to the elect in that it was effectual for their salvation, and that the effects which are produced in others are only incidental to this one great purpose” (= Jadi ada arti tertentu dimana Kristus mati untuk semua orang, dan kita tidak menjawab ajaran Arminian dengan penolakan total / mutlak. Tetapi apa yang kita pertahankan adalah bahwa kematian Kristus mempunyai hubungan khusus dengan orang pilihan dalam arti itu bersifat efektif / pasti berhasil untuk keselamatan mereka, dan bahwa akibat yang dihasilkan dalam orang lain hanyalah merupakan efek samping dari satu tujuan yang besar ini) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 161.
Illustrasi: seseorang bekerja untuk anak-anaknya, tetapi dengan pekerjaannya itu masyarakat juga mendapat manfaatnya. Tetapi bagaimanapun ia tidak bekerja dengan tujuan memberi manfaat kepada masyarakat, tetapi untuk anak-anaknya.
Louis Berkhof: “It is perfectly true, of course, that the design of God in the work of Christ pertained primarily and directly, not to the temporal well-being of men in general, but to the redemption of the elect; but secondarily and indirectly it also included the natural blessings bestowed on mankind indiscriminately. All that the natural man receives other than curse and death is an indirect result of the redemptive work of Christ” (= Tentu saja merupakan sesuatu yang benar bahwa rencana Allah dalam pekerjaan Kristus berhubungan terutama dan secara langsung bukan dengan kesejahteraan yang bersifat sementara dari manusia secara umum, tetapi dengan penebusan orang pilihan; tetapi secara sekunder dan tak langsung itu juga mencakup berkat-berkat alamiah / biasa yang diberikan kepada umat manusia tanpa pandang bulu. Semua yang diterima oleh manusia berdosa / manusia di luar Kristus selain kutukan dan kematian merupakan akibat / hasil tidak langsung dari pekerjaan penebusan Kristus) - ‘Systematic Theology’, hal 438-439.
John Murray: “all the good showered on this world, dispensed by Christ in the exercise of his exalted lordship, is related to the death of Christ and accrues to man in one way or another from the death of Christ. If so, it was designed to accrue from the death of Christ. Since many of these blessings fall short of salvation and are enjoyed by many who never become the possessors of salvation, we must say that the design of Christ’s death is more inclusive than the blessings that belong specifically to the atonement. That is to say that even the non-elect are embraced in the design of the atonement in respect of those blessings falling short of salvation which they enjoy in this life. This is equivalent to saying that the atonement sustains this reference to the non-elect and it would not be improper to say that, in respect of what is entailed for the non-elect, Christ died for them” [= semua yang baik yang dicurahkan pada dunia ini, disalurkan / dikeluarkan oleh Kristus dalam pelaksanaan / penggunaan dari keTuhanannya yang ditinggikan, dihubungkan dengan kematian Kristus dan datang sebagai keuntungan bagi manusia dengan cara bagaimanapun juga dari kematian Kristus. Jika demikian, itu direncanakan untuk datang sebagai keuntungan bagi manusia dari kematian Kristus. Karena banyak dari berkat-berkat ini tidak mencapai keselamatan dan dinikmati oleh banyak orang yang tidak pernah menjadi pemilik dari keselamatan, kita harus mengatakan bahwa rencana / tujuan dari kematian Kristus mencakup hal-hal yang lebih luas dari pada berkat-berkat yang menjadi milik secara spesifik dari penebusan. Maksudnya adalah bahwa bahkan orang-orang bukan pilihan dicakup dalam rencana penebusan berkenaan dengan berkat-berkat yang tidak mencapai keselamatan yang mereka nikmati dalam hidup ini. Ini sama dengan mengatakan bahwa penebusan menyokong hubungan dengan orang-orang bukan pilihan ini dan tidak salah untuk mengatakan bahwa berkenaan dengan apa yang diwarisi secara terbatas oleh orang-orang bukan pilihan, Kristus mati untuk mereka] - ‘Collected Writings of John Murray’, vol 1, hal 64.
John Murray: “Our particular interest now is that he is represented as sanctified in the blood of Christ. Whatever may be the particular complexion of the sanctification in view, there can be no question but that it is derived from the blood of Christ and, if so, it was designed to accrue from the blood of Christ. The benefit was only temporary and greater guilt devolves upon the person from the fact that he participated in it and then came to count the blood by which it was conveyed an unholy thing. But nevertheless, it was a benefit the blood of Christ procured, and procured for him. We must say that, to that extent Jesus shed his blood for his benefit. Other passages are probably in the same category. But this one suffice to show that there are benefits accruing from the death of Christ for those who finally perish. And in view of this we may say that in respect of these benefits Christ may be said to have died for those who are the beneficiaries. In any case it is incontrovertible that even those who perish are the partakers of numberless benefits that are the fruits of Christ’s death and that, therefore, Christ’s death sustains to them this beneficial reference, a beneficial reference, however, that does not extend beyond this life ” (= Perhatian khusus kami saat ini adalah bahwa orang itu digambarkan sebagai ‘dikuduskan dalam darah Kristus’. Apapun yang menjadi warna / sifat khusus dari pengudusan yang sedang dipertimbangkan, tidak diragukan bahwa itu didapatkan dari darah Kristus, dan jika demikian, itu direncanakan datang sebagai keuntungan dari darah Kristus. Keuntungan itu hanya bersifat sementara dan kesalahan yang lebih besar bergulir kepada orang itu dari fakta bahwa ia telah mengambil bagian di dalamnya dan lalu menganggap darah dengan mana itu diberikan sebagai sesuatu yang najis. Tetapi bagaimanapun, itu merupakan keuntungan yang didapatkan dari darah Kristus, dan didapatkan bagi dia. Kita harus mengatakan bahwa, sampai pada tingkat itu Yesus mencurahkan darahNya untuk keuntungannya. Text-text yang lain mungkin ada dalam kategori yang sama. Tetapi yang satu ini cukup untuk menunjukkan bahwa ada keuntungan-keuntungan yang datang sebagai keuntungan dari kematian Kristus bagi mereka yang akhirnya binasa. Dan mengingat hal ini kita bisa mengatakan bahwa berkenaan dengan keuntungan-keuntungan ini Kristus boleh dikatakan telah mati bagi mereka yang adalah penerima / pewaris keuntungan ini. Bagaimanapun juga merupakan sesuatu yang tidak bisa disangkal bahwa bahkan mereka yang binasa adalah pengambil-pengambil bagian dari tak terhitung banyaknya keuntungan yang merupakan buah dari kematian Kristus dan bahwa karena itu kematian Kristus menyokong mereka dalam hubungan keuntungan ini, suatu hubungan keuntungan yang tidak menjangkau di atas kehidupan ini) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol 1, hal 64-65.
Dalam tafsirannya tentang Ibr 10:29, yang berbunyi “Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”, John Murray memberikan komentar di bawah ini.
John Murray: “The non-elect enjoy many benefits that accrues from the atonement but they do not partake of the atonement. ... it is one thing to say that the non-elect are the recipients of many benefits that accrue from Christ’s death, it is something entirely different to say that they are partakers or were intended to be the partakers of the vicarious substitution which ‘died for’ properly connotes. To sum up, there is a radical differentiation between the benefits accruing from Christ’s death for the non-elect and the benefits accruing for the elect, and it is the latter that belong to the atonement in its biblical definition” (= Orang-orang bukan pilihan menikmati banyak keuntungan yang dihasilkan dari penebusan, tetapi mereka tidak mengambil bagian dalam penebusan itu. ... merupakan sesuatu yang sama sekali berbeda untuk mengatakan bahwa orang-orang bukan pilihan merupakan penerima dari banyak keuntungan yang dihasilkan oleh kematian Kristus, dengan mengatakan bahwa mereka adalah pengambil bagian, atau direncanakan untuk menjadi pengambil bagian, dari penggantian yang merupakan arti sebenarnya dari kata-kata ‘mati untuk’. Kesimpulannya, ada suatu perbedaan yang radikal antara keuntungan yang dihasilkan oleh kematian Kristus bagi orang-orang bukan pilihan, dan keuntungan yang dihasilkan bagi orang-orang pilihan, dan yang terakhir inilah yang menjadi milik dari penebusan dalam definisi yang Alkitabiah) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol 1, hal 69.
Louis Berkhof: “The question may be raised, whether the atonement wrought by Christ for the salvation of the elect, and of the elect only, has any wider bearing. The question is often discussed in Scottish theology, whether Christ did not die, in some other than a saving sense, also for the non-elect. It was discussed by several of the older theologians, such as Rutherford, Brown, Durham, and Dickson, but was answered in the negative. ... The phrase that Christ died sufficiently for all was not approved, because the ‘for’ seemed to imply some reality of actual substitution.’ Durham denied that any mercy bestowed upon the reprobate, and enjoyed by them, could be said to be the proper fruit of, or the purchase of, Christ’s death; but at the same time maintained that certain consequences of Christ’s death of an advantageous kind must reach wicked men, though it is doubtful whether these can be regarded as a blessing for them. This was also the position of Rutherford and Gillespie. ... Several Reformed theologians hold that, though Christ suffered and died only for the purpose of saving the elect, many benefits of the cross of Christ do actually - and that also according to the plan of God - accrue to the benefit of those who do not accept Christ by faith. They believe that the blessings of common grace also result from the atoning work of Christ” (= Bisa ditanyakan, apakah penebusan yang dibuat oleh Kristus untuk keselamatan orang-orang pilihan, dan hanya untuk orang-orang pilihan, mempunyai hubungan / sangkut paut yang lebih luas. Pertanyaan itu sering didiskusikan dalam theologia Skotlandia, apakah Kristus tidak mati, dalam arti lain dari pada menyelamatkan, juga bagi orang-orang bukan pilihan. Itu didiskusikan oleh beberapa ahli theologia yang lebih tua / kuno, seperti Rutherford, Brown, Durham, dan Dickson, tetapi dijawab ‘tidak’. ... Ungkapan bahwa ‘Kristus mati secara cukup bagi semua orang’ tidak disetujui, karena kata ‘untuk’ kelihatannya secara tak langsung menunjuk pada realita dari penggantian yang sungguh-sungguh’. Durham menyangkal bahwa ada belas kasihan apapun, yang diberikan kepada orang-orang bukan pilihan, dan yang dinikmati oleh mereka, bisa dikatakan sebagai buah yang benar dari, atau merupakan pembelian dari, kematian Kristus; tetapi pada saat yang sama mempertahankan bahwa konsekwensi-konsekwensi tertentu yang menguntungkan dari kematian Kristus pasti mencapai orang-orang jahat, sekalipun merupakan sesuatu yang diragukan bahwa ini bisa dianggap sebagai suatu berkat bagi mereka. Ini juga merupakan posisi dari Rutherford dan Gillespie. ... Beberapa ahli theologia Reformed mempercayai bahwa, sekalipun Kristus menderita dan mati hanya dengan tujuan untuk menyelamatkan orang-orang pilihan, banyak keuntungan dari salib Kristus yang sungguh-sungguh menghasilkan keuntungan bagi mereka yang tidak menerima Kristus dengan iman, dan ini juga sesuai dengan rencana Allah. Mereka percaya bahwa berkat-berkat dari kasih karunia yang bersifat umum, juga dihasilkan oleh pekerjaan penebusan Kristus) - ‘Systematic Theology’, hal 398-399.
III) Dasar Kitab Suci doktrin Limited Atonement / Penebusan Terbatas.
1) Adanya Predestinasi.
Adanya Predestinasi tidak memungkinkan Allah melakukan penebusan terhadap semua orang, karena memang bukan kehendak / rencanaNya untuk menyelamatkan semua orang.
Loraine Boettner: “It will be seen at once that this doctrine necessarily follows from the doctrine of election. If from eternity God has planned to save one portion of the human race and not another, it seems to be a contradiction to say that His work has equal reference to both portions, or that He sent His Son to die for those whom He had predetermined not to save, as truly as, and in the same sense that He was sent to die for those whom He had chosen for salvation. These two doctrines must stand or fall together. We cannot logically accept one and reject the other. If God has elected some and not others to eternal life, then plainly the primary purpose of Christ’s work was to redeem the elect” (= Akan langsung terlihat bahwa doktrin ini merupakan akibat yang pasti dari doktrin tentang pemilihan / predestinasi. Jika dari kekekalan Allah telah merencanakan untuk menyelamatkan sebagian umat manusia dan tidak menyelamatkan sebagian yang lainnya, maka kelihatannya merupakan suatu kontradiksi untuk mengatakan bahwa pekerjaanNya mempunyai hubungan yang sama dengan kedua golongan itu, atau bahwa Ia mengirimkan AnakNya untuk mati bagi mereka yang telah Ia tentukan untuk tidak diselamatkan, sama benarnya seperti, dan dalam arti yang sama seperti, dimana Ia dikirim untuk mati untuk mereka yang telah Ia pilih untuk keselamatan. Kedua doktrin ini harus berdiri atau jatuh bersama-sama. Kita tidak bisa secara logis menerima yang satu dan menolak yang lain. Jika Allah telah memilih sebagian dan bukan yang lain untuk hidup yang kekal, maka jelaslah bahwa tujuan utama pekerjaan Kristus adalah untuk menebus orang pilihan) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 151.
Charles Hodge: “The one doctrine necessarily involves the other. If God from eternity determined to save one portion of the human race and not another, it seems to be a contradiction to say that the plan of salvation had equal reference to both portions; that the Father sent his Son to die for those whom He had predetermined not to save, as truly as, and in the same sense that He gave Him up for those whom He had chosen to make the heirs of salvation” (= Doktrin yang satu pasti melibatkan yang lain. Jika dari kekekalan Allah telah menentukan untuk menyelamatkan sebagian umat manusia dan tidak menyelamatkan sebagian yang lainnya, maka kelihatannya merupakan suatu kontradiksi untuk mengatakan bahwa rencana keselamatan mempunyai hubungan yang sama dengan kedua golongan itu, atau bahwa Ia mengirimkan AnakNya untuk mati bagi mereka yang telah Ia tentukan untuk tidak diselamatkan, sama benarnya seperti, dan dalam arti yang sama seperti, bahwa Ia menyerahkanNya bagi mereka yang telah Ia pilih untuk menjadi ahli waris keselamatan) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 548.
2) Ajaran bahwa ‘Kristus mati untuk semua orang’ menimbulkan ajaran sesat / salah.
Kalau Kristus mati untuk semua orang, maka hanya ada 2 kemungkinan:
a) Kristus / Allah berhasil mencapai tujuanNya, dan ini menghasilkan Universalisme (= ajaran yang mengatakan bahwa pada akhirnya nanti semua orang akan selamat / masuk ke surga).
b) Kristus / Allah gagal mencapai tujuan / rencanaNya, karena dalam faktanya nanti akan ada banyak orang yang masuk ke neraka.
Kedua kemungkinan di atas ini sama-sama tidak mungkin, karena:
1. Universalisme jelas merupakan ajaran sesat dan bertentangan dengan banyak ayat Kitab Suci yang jelas menunjukkan adanya banyak orang yang masuk ke neraka, seperti Mat 7:13, Luk 16:23-24.
2. Banyak ayat-ayat Kitab Suci yang mengatakan bahwa rencana Allah tidak mungkin gagal, seperti:
a. Ayub 42:2 - “Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal”.
b. Maz 33:10-11 - “(10) TUHAN menggagalkan rencana bangsa-bangsa; Ia meniadakan rancangan suku-suku bangsa; (11) tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hatiNya turun-temurun”.
c. Yes 14:24,26-27 - “(24) TUHAN semesta alam telah bersumpah, firmanNya: ‘Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana: ... (26) Itulah rancangan yang telah dibuat mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang teracung terhadap segala bangsa. (27) TUHAN semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya? TanganNya telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya ditarik kembali?”.
d. Yes 46:10-11 - “(10) yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan, (11) yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya”.
John Murray: “it is inconceivable that the purpose for which he came was frustrated or could be frustrated” (= tak dapat dibayangkan bahwa tujuan untuk mana Ia datang digagalkan atau bisa digagalkan) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol 1, hal 75.
Jadi seharusnya tidak ada orang kristen yang alkitabiah / injili yang boleh menerima yang manapun dari 2 kemungkinan di atas ini.
John Owen mengomentari Ro 4:25 yang berbunyi “yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita”, dengan komentar sebagai berikut:
“For whose offences he died, for their justification he rose; - and therefore, if he died for all, all must also be justified, or the Lord faileth in his aim and design, both in the death and resurrection of his Son; which though some have boldly affirmed, yet for my part I cannot but abhor the owning of so blasphemous a fancy” (= Untuk pelanggaran-pelanggaran siapa Ia mati, untuk pembenaran mereka Ia bangkit; - dan karena itu, jika Ia mati untuk semua, semua harus juga dibenarkan, atau Tuhan gagal dalam tujuan dan rencanaNya, baik dalam kematian dan kebangkitan AnakNya; yang sekalipun sebagian orang menegaskan secara berani, tetapi bagi saya, saya hanya bisa merasa jijik untuk mempunyai khayalan yang begitu bersifat menghujat)- ‘The Works of John Owen’, vol 10, ‘The Death of Christ’, hal 182.
Kalau kedua kemungkinan di atas sama-sama tidak mungkin, maka jelas bahwa kita harus membuang teori yang mengatakan bahwa Yesus mati untuk semua orang.
Saya ingin memberikan sedikit komentar dari seseorang tentang buku John Owen yang berjudul ‘The Death of Death in The Death of Christ’ (= Kematian dari Kematian dalam Kematian Kristus), yang lalu dimasukkan ke dalam ‘The Works of John Owen’, vol 10, dari mana saya baru saja mengambil kutipan di atas.
John Piper: “One example of a difficult but compelling book is ‘The Death of Death in the Death of Christ,’ probably his most famous and most influential book. It was published in 1647 when Owen was thirty-one years old. It is the fullest and probably the most persuasive book ever written on the doctrine sometimes called ‘limited atonement,’ or better called ‘definite atonement’ or ‘particular redemption.’” (= Satu contoh dari suatu buku yang sukar tetapi memaksa / mendesak adalah ‘Kematian dari Kematian dalam Kematian Kristus’, mungkin merupakan bukunya yang paling terkenal dan paling berpengaruh. Buku itu dipublikasikan pada tahun 1647 pada waktu Owen berusia 31 tahun. Buku itu adalah buku yang paling penuh / lengkap dan mungkin yang paling meyakinkan yang pernah ditulis tentang doktrin yang kadang-kadang disebut ‘Penebusan Terbatas’, atau lebih baik disebut ‘Penebusan Tertentu’ atau ‘Penebusan Khusus’.) - ‘Contending For Our All’, hal 77.
3) Kalau Kristus mati untuk semua orang, maka orang yang tidak percaya yang akhirnya masuk ke neraka, dosanya dihukum 2 x. Ini tidak adil!
Loraine Boettner mengutip kata-kata Charles Haddon Spurgeon:
“If Christ has died for you, you can never be lost. God will not punish twice for one thing. If God punished Christ for your sins He will not punish you. ‘Payment God’s justice cannot twice demand; first, at the bleeding Saviour’s hand, and then again at mine.’ How can God be just if he punished Christ, the substitute, and then man himself afterwards?” (= Jika Kristus telah mati untuk kamu, kamu tidak pernah bisa terhilang. Allah tidak akan menghukum dua kali untuk satu hal. Jika Allah menghukum Kristus untuk dosa-dosamu Ia tidak akan menghukummu. ‘Pembayaran keadilan Allah tidak bisa menuntut dua kali; pertama, pada tangan Kristus yang berdarah, dan lalu lagi pada tanganku’. Bagaimana Allah bisa adil jika Ia menghukum Kristus, sang Pengganti, dan lalu manusia itu sendiri setelahnya?) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 155.
Loraine Boettner: “If the suffering and death of Christ was a ransom for all men rather than for the elect only, then the merits of His work must be communicated to all alike and the penalty of eternal punishment cannot be justly inflicted on any. God would be unjust if He demanded this extreme penalty twice over, first from the substitute and then from the persons themselves” (= Jika penderitaan dan kematian Kristus merupakan penebusan untuk semua orang dan bukannya untuk orang pilihan saja, maka manfaat / jasa dari pekerjaanNya harus diberikan kepada semua dan hukuman kekal tidak bisa secara adil diberikan kepada siapapun. Allah itu tidak adil jika Ia menuntut hukuman yang hebat ini dua kali, pertama dari sang Pengganti dan lalu dari orang-orang itu sendiri) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 155.
Charles Haddon Spurgeon: “Memory looks back on past sins with deep sorrow for the sin, but yet with no dread of any penalty to come; for Christ has paid the debt of His people to the last jot and tittle, and received the divine receipt; and unless God can be so unjust as to demand double payment for one debt, no soul for whom Jesus died as a substitute can ever be cast into hell. It seems to be one of the very principles of our enlightened nature to believe that God is just; we feel that it must be so, and this gives us our terror at first; but is it not marvelous that this very same belief that God is just, becomes afterwards the pillar of our confidence and peace! If God is just, I, a sinner alone and without a substitute, must be punished; but Jesus stands in my stead and is punished for me; and now, if God is just, I, a sinner, standing in Christ, can never be punished” (= Ingatan melihat ke belakang kepada dosa-dosa yang lalu dengan kesedihan yang dalam untuk dosa, tetapi tanpa rasa takut terhadap hukuman yang akan datang; karena Kristus telah membayar hutang umatNya sampai pada hal yang paling kecil / remeh, dan telah menerima kwitansi ilahi; dan kecuali Allah itu bisa begitu tidak adil / benar sehingga menuntut pembayaran dobel untuk satu hutang, tidak ada jiwa, untuk siapa Yesus mati sebagai pengganti, bisa dicampakkan ke dalam neraka. Kelihatannya merupakan satu prinsip dari diri kita yang sudah diterangi untuk percaya bahwa Allah itu adil / benar; kita merasa bahwa haruslah demikian, dan ini mula-mula memberikan kita rasa takut; tetapi tidakkah merupakan sesuatu yang mengagumkan bahwa kepercayaan yang sama bahwa Allah itu adil / benar, setelah itu lalu menjadi pilar / tonggak dari keyakinan dan damai kita! Jika Allah itu adil / benar, saya, seorang yang berdosa, sendirian dan tanpa seorang pengganti, harus dihukum; tetapi Yesus telah menggantikan saya dan dihukum untuk saya; dan sekarang, jika Allah itu adil / benar, saya, seorang yang berdosa, berdiri dalam Kristus, tidak pernah bisa dihukum) - ‘Morning and Evening’, September 25, morning.
Charles Haddon Spurgeon: “If Jesus paid my debt, and he did if I am a believer in him, then I am out of debt. If Jesus bore the penalty of my sin, and he did if I am a believer, then there is no penalty for me to pay, ... If Christ has borne my punishment, I shall never bear it” (= Jika Yesus membayar hutangku, dan Ia memang membayar hutangku jika aku adalah orang percaya dalam Dia, maka aku tidak mempunyai hutang. Jika Yesus memikul / menanggung hukuman dosaku, dan Ia memang memikul / menanggung dosaku jika aku adalah seorang percaya, maka di sana tidak ada hukuman bagiku yang harus aku bayar, ... Jika Kristus telah memikul / menanggung hukumanku, aku tidak akan pernah memikul / menanggungnya) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, vol 6, hal 477.
Alkitab sendiri memang menggambarkan ‘dosa’ sebagai ‘hutang’, yaitu dalam:
a) Mat 6:12 (KJV).
b) Mat 18:21-35.
c) Luk 7:36-50.
d) Kata-kata ‘hutang darah’ yang menunjuk kepada ‘dosa’ sangat sering muncul dalam Alkitab, khususnya dalam Perjanjian Lama.
Bdk. Maz 103:10 dan 1Yoh 1:9.
Maz 103:10 - “Tidak dilakukanNya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalasNya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita”.
Bdk. Ro 2:6 - “Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya”.
1Yoh 1:9 - “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan”.
Bukankah aneh bahwa ayat ini menekankan ‘adil’ dan bukannya ‘kasih’ padahal ini mempersoalkan pengampunan dosa?
Ayat-ayat ini (Maz 103:10 dan 1Yoh 1:9) hanya bisa cocok, karena adanya penebusan Kristus untuk orang-orang pilihan. Penebusan Kristus ‘mengharuskan’ Allah untuk tidak membalas orang setimpal dengan perbuatannya, dan ‘mengharuskan’ Allah untuk mengampuni dosa orang-orang percaya (kalau tidak, Ia tidak adil).
Ada cara lain untuk menyatakan hal ini. Pada waktu menderita dan mati di salib, Yesus adalah ‘subsitute’ (= pengganti) kita. Kalau kita yang Ia gantikan tetap dihukum, maka tidak ada penggantian, atau, Ia bukan pengganti kita!
Bdk. 2Kor 5:21 - “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita (Yunani: HUPER HUMON), supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah”.
KJV/NIV: ‘for us’ (= untuk kita).
RSV: ‘For our sake’ (= Demi kita).
NASB: ‘on our behalf’ (= untuk / demi kepentingan kita).
Charles Hodge (tentang 2Kor 5:21): “The apostle says Christ: was made sin ‘for us,’ uJpe<r hjmw=""></r>, i.e. ‘in our stead,’ because the idea of substitution is involved in the very nature of the transaction. The victim was the substitute for the offender. It was put in his place. So Christ was our substitute, or, was put in our place. This is the more apparent from the following clause, which teaches the design of this substitution. He was made sin, that we might be made righteous. He was condemned, that we might be justified. The very idea of substitution is that what is done by one in the place of another, avails as though that other had done it himself. The victim was the substitute of the offerer, because its death took the place of his death. If both died there was no substitution. So if Christ’s being made sin does not secure our being made righteousness, he was not our substitute.” [= Sang rasul berkata Kristus dibuat dosa ‘untuk kita’, uJpe<r hjmw=""></r>(HUPER HUMON), yaitu, ‘di tempat kita / sebagai pengganti kita’, karena gagasan penggantian terlibat dari sifat dasar dari transaksi ini. Korban adalah pengganti untuk si pelanggar. Korban itu diletakkan di tempatnya. Demikianlah Kristus adalah substitute / pengganti kita, atau diletakkan di tempat kita. Ini lebih terlihat lagi dari anak kalimat selanjutnya, yang mengajarkan rancangan dari penggantian ini. Ia dibuat menjadi dosa, supaya kita bisa dibuat menjadi benar. Ia dihukum, supaya kita bisa dibenarkan. Gagasan dari penggantian adalah bahwa apa yang dilakukan oleh satu orang di tempat dari orang lain, berguna seakan-akan orang lain itu telah melakukannya sendiri. Korban adalah pengganti dari si pelanggar, karena kematian korban mengambil tempat dari kematian si pelanggar. Jika keduanya mati, di sana tidak ada penggantian. Jadi, jika dibuatnya Kristus menjadi dosa tidak memastikan dibuatnya kita menjadi benar, Ia bukan pengganti kita].
4) Keberadaan 2 kelompok orang yang membuktikan kebenaran doktrin ‘Limited Atonement’(= Penebusan Terbatas) ini.
2 kelompok orang itu adalah:
a) Orang-orang yang sudah mati dalam dosa sebelum Kristus mati menebus dosa; mereka ini sudah ada di dalam neraka, pada saat Kristus mati disalib.
R. L. Dabney: “A large part of the human race were already in hell before the atonement was made” (= Suatu bagian besar dari umat manusia sudah ada dalam neraka sebelum penebusan dibuat) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 522.
Misalnya:
1. Orang kaya dalam Luk 16:19-31.
Catatan: berkenaan dengan Luk 16:19-31, saya mengikuti pandangan Calvin yang menganggap cerita ini bukan sebagai suatu perumpamaan, tetapi cerita yang sungguh-sungguh terjadi.
2. Orang-orang Sodom dan Gomora.
Yudas 7 - “sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telahmenanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang”.
Jelas bahwa Kristus tidak mati untuk menebus dosa orang-orang yang sudah ada di dalam neraka ini.
b) Orang-orang yang mati tanpa pernah diberi kesempatan untuk mendengar Injil.
Kalau Kristus memang mati untuk mereka, mengapa Allah dalam providensiaNya membiarkan mereka mati tanpa pernah mendengar Injil?
R. L. Dabney: “Another large part never hear of it. But ‘faith cometh by hearing.’ (Rom. 10), and faith is the condition of its application. Since their condition is determined intentionally by God’s providence, it could not be His intention that the atonement should avail for them equally with those who hear and believe” [= Suatu bagian besar yang lain tidak pernah mendengarnya (tentang penebusan). Tetapi ‘iman timbul karena pendengaran’ (Ro 10), dan iman merupakan syarat dari penerapan penebusan itu. Karena keadaan mereka ditentukan secara sengaja oleh providensia Allah, maka tidak bisa merupakan maksudNya bahwa penebusan mempunyai nilai yang sama untuk mereka dibandingkan dengan orang-orang yang mendengar dan percaya] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 522.
John Owen: “If the Lord intended that he should, and [he] by his death did, procure pardon of sin and reconciliation with God for all and every one, to be actually enjoyed upon condition that they do believe, then ought this good-will and intention of God, with this purchase in their behalf by Jesus Christ, to be made known to them by the word, that they might believe; ‘for faith cometh by hearing, and hearing by the word of God,’ Romans 10:17: for if these things be not made known and revealed to all and every one that is concerned in them, namely, to whom the Lord intends, and for whom he hath procured so great a good, then one of these things will follow; - either, first, That they may be saved without faith in, and the knowledge of, Christ (which they cannot have unless he be revealed to them), which is false, and proved so; or else, secondly, That this good-will of God, and this purchase made by Jesus Christ, is plainly in vain, and frustrate in respect of them, yea, a plain mocking of them, that will neither do them any good to help them out of misery, nor serve the justice of God to leave them inexcusable, for what blame can redound to them for not embracing and well using a benefit which they never heard of in their lives? Doth it become the wisdom of God to send Christ to die for men that they might be saved, and never cause these men to hear of any such thing; and yet to purpose and declare that unless they do hear of it and believe it, they shall never be saved? What wise man would pay a ransom for the delivery of those captives which he is sure shall never come to the knowledge of any such payment made, and so never be the better for it? Is it answerable to the goodness of God, to deal thus with his poor creatures? to hold out towards them all in pretense the most intense love imaginable, beyond all compare and illustration, - as his love in sending his Son is set forth to be, - and yet never let them know of any such thing, but in the end to damn them for not believing it? Is it answerable to the love and kindness of Christ to us, to assign unto him at his death such a resolution as this: - ‘I will now, by the oblation of myself, obtain for all and every one peace and reconciliation with God, redemption and everlasting salvation, eternal glory in the high heavens, even for all those poor, miserable, wretched worms, condemned caitiffs, that every hour ought to expect the sentence of condemnation; and all these shall truly and really be communicated to them if they will believe. But yet, withal, I will so order things that innumerable souls shall never bear one word of all this that I have done for them, never be persuaded to believe, nor have the object of faith that is to be believed proposed to them, whereby they might indeed possibly partake of thesethings?’ Was this the mind and will, this the design and purpose, of our merciful high priest? God forbid. It is all one as if a prince should say and proclaim, that whereas there be a number of captives held in sore bondage in such a place, and he hath a full treasure, he is resolved to redeem them every one, so that every one of them shall come out of prison that will thank him for his goodwill, and in the meantime never take care to let these poor captives know his mind and pleasure; and yet be fully assured that unless he effect it himself it will never be done. Would not this be conceived a vain and ostentatious flourish, without any good intent indeed towards the poor captives? Or as if a physician should say that he hath a medicine that will cure all diseases, and he intends to cure the diseases of all, but lets but very few know his mind, or any thing of his medicine; and yet is assured that without his relation and particular information it will be known to very few. And shall he be supposed to desire, intend, or aim at the recovery of all? ... yet now also Scripture and experience do make it clear that many are passed by, yea, millions of souls, that never bear a word of Christ, nor of reconciliation by him; of which we can give no other reason, but, “Even so, Father, for so it seemed good in thy sight,” Matthew 11:26” (= belum diterjemahkan ) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 238-239,240.
Mat 11:25-26 - “(25) Pada waktu itu berkatalah Yesus: ‘Aku bersyukur kepadaMu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. (26) Ya Bapa, itulah yang berkenan kepadaMu”.
John Owen: “If every one in the world be intended, why doth not the Lord, in the pursuit of this love, reveal Jesus Christ to every one whom he so loved? Strange! that the Lord should so love men as to give his only-begotten Son for them, and yet not once by any means signify this his love to them, as to innumerable he doth not! - that he should love them, and yet order things so, in his wise dispensation, that this love should be altogether in vain and fruitless! - love them, and yet determine that they shall receive no good by his love, though his love indeed be a willing of the greatest good to them!” (= Jika setiap orang dalam dunia ini yang dimaksudkan, mengapa Tuhan, dalam pengejaran dari kasih ini, tidak menyatakan Yesus Kristus kepada setiap orang yang begitu Ia kasihi? Aneh! bahwa Tuhan begitu mengasihi manusia sehingga memberikan Anak TunggalNya bagi mereka, tetapi tidak satu kalipun dengan cara apapun memberitahukan kasihNya ini kepada mereka, seperti yang tidak Ia lakukan kepada tak terhitung banyaknya orang! - bahwa Ia mengasihi mereka, tetapi mengatur hal-hal sedemikian rupa, dalam takdirNya yang bijaksana, sehingga kasih ini menjadi sia-sia dan tak berbuah sama sekali! - mengasihi mereka, tetapi menentukan bahwa mereka tidak akan menerima kebaikan dari kasihNya, sekalipun kasihNya memang menghendaki yang terbaik bagi mereka!) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 328.
John Owen menambahkan: “That he doth not give all things to them to whom he gives his Son, contrary to Rom. 8:32” (= Bahwa Ia tidak memberikan segala sesuatu kepada mereka bagi siapa Ia memberikan AnakNya, bertentangan dengan Ro 8:32) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 328.
Bdk. Ro 8:32 - “Ia, yang tidak menyayangkan AnakNya sendiri, tetapi yang menyerahkanNya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?”.
Catatan: ayat ini memang jelas menunjukkan bahwa kalau Allah rela memberikan AnakNya bagi seseorang, Ia pasti juga akan mau memberikan ‘segala sesuatu’ kepada orang tersebut. ‘Segala sesuatu’ itu memang tidak mungkin diartikan ‘segala sesuatu secara mutlak’, karena kalau diartikan sebagai kekayaan duniawi, maka akan menjadi Theologia Kemakmuran. Tetapi jelas sangat tidak masuk akal, kalau ‘segala sesuatu’ ini tidak mencakup pemberitaan Injil dan keselamatan kekal!
Calvin (tentang Roma 8:32): “And so Paul draws an argument from the greater to the less, that as he had nothing dearer, or more precious, or more excellent than his Son, he will neglect nothing of what he foresees will be profitable to us” (= Dan demikianlah Paulus menarik suatu argumentasi dari yang lebih besar kepada yang lebih kecil, bahwa karena Ia tidak mempunyai apapun yang lebih dikasihi, atau lebih berharga, atau lebih baik / bagus dari pada AnakNya, Ia tidak akan mengabaikan apapun tentang apa yang Ia lihat lebih dulu akan bermanfaat bagi kita).
Setiap orang harus setuju dengan argumentasi ini, kecuali ia berpandangan bahwa orang mati tidak langsung masuk neraka, dan masih ada ‘second chance’ (= kesempatan kedua), dimana orang itu masih bisa diinjili setelah ia mati, baik oleh Kristus ataupun oleh siapapun juga. Tetapi pandangan sesat tentang adanya ‘second chance’ (= kesempatan kedua) ini jelas bertentangan dengan 2Kor 5:10 - “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat”.
Perhatikan kata-kata yang saya garis bawahi itu, yang diterjemahkan secara berbeda oleh Kitab Suci bahasa Inggris.
KJV: ‘in his body’ (= dalam tubuhnya).
RSV/NIV/NASB: ‘in the body’ (= dalam tubuh).
Dalam bahasa Yunani digunakan kata SOMA, yang artinya adalah ‘tubuh’.
Jadi, penghakiman Kristus pada akhir jaman nanti tergantung hanya pada apa yang dilakukan seseorang dalam hidupnya / dalam tubuhnya, bukan pada apa yang dilakukannya setelah ia mati / ada di luar tubuhnya. Jadi, seandainya penginjilan terhadap orang mati itu memungkinkan untuk dilakukan, dan seandainya orang mati itu bisa bertobat dan percaya kepada Yesus, itu tetap tidak akan diperhitungkan dalam penghakiman akhir jaman. Yang diperhitungkan hanyalah tindakan-tindakannya selama ia berada dalam tubuhnya.
Illustrasi: kalau seseorang menghadapi ujian, maka ia mempunyai waktu untuk belajar dan mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian tersebut. Kalau ternyata ia menyia-nyiakan kesempatan itu, dan baru menyesal akan kemalasannya, dan mulai rajin belajar setelah ujian, maka penyesalan dan kerajinannya itu tidak akan mempengaruhi nilai ujiannya, karena semua itu terjadi setelah ujian. Apa yang mempengaruhi nilai ujiannya hanyalah apa yang ia lakukan sebelum ujian!
‘Masa belajar’ bagi kita adalah hidup yang sekarang ini. Apapun yang kita lakukan dalam hidup ini mempengaruhi hidup yang akan datang. Tetapi apapun yang kita lakukan setelah kita mati, tidak akan mempengaruhi ‘nilai ujian’ kita!
Charles Hodge: “According to the Scriptures and the faith of the Church, the probation of man ends at death” (= Menurut Kitab Suci dan iman Gereja, masa percobaan / ujian manusia berakhir pada kematian) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 725.
Louis Berkhof: “It (Scripture) also invariably represents the coming final judgment as determined by the things that were done in the flesh, and never speaks of this as dependent in any way on what occurred in the intermediate state” [= Itu (Kitab Suci) juga selalu menunjukkan / menggambarkan bahwa penghakiman akhir yang mendatang itu ditentukan oleh hal-hal yang dilakukan dalam daging, dan tidak pernah berbicara tentang hal ini sebagai tergantung dengan cara apapun pada apa yang terjadi dalam intermediate state (keadaan antara kematian dan kebangkitan)] - ‘Systematic Theology’, hal 693.
5) Kristus tidak mati untuk menebus dosa malaikat-malaikat yang jatuh; lalu mengapa dianggap aneh kalau Ia tidak mati untuk orang-orang non pilihan?
William G. T. Shedd: “If in the mind of God the death of Christ was separate from the intention to apply it, then it would be as true that Christ died for lost angels as for lost men; because his atonement, being infinite, is sufficient in value to atone for their sin as well as that of mankind. When it is said that Christ died for the sin of the world, it is implied that he did not die for any sin but that of man. The offer of Christ’s atonement is confined to the human race and not made to the angelic world. ... As the atonement of Christ is not intended to be offered to the angels though it is sufficient for them, so it is not intended to be applied to non-elect men though it is sufficient for them” (= Jika dalam pikiran Allah kematian Kristus terpisah dari maksud untuk menerapkannya, maka akan merupakan sesuatu yang benar bahwa Kristus mati untuk malaikat-malaikat yang terhilang seperti untuk orang-orang yang terhilang; karena penebusanNya, yang nilainya tak terbatas, cukup dalam nilainya untuk menebus dosa mereka maupun dosa dari umat manusia. Pada waktu dikatakan bahwa Kristus mati untuk dosa dari dunia, dinyatakan secara implicit bahwa Ia tidak mati untuk dosa siapapun kecuali dosa manusia. Penawaran penebusan Kristus dibatasi bagi umat manusia dan tidak dibuat bagi dunia malaikat. ... Sebagaimana penebusan Kristus tidak dimaksudkan untuk diberikan kepada malaikat-malaikat sekalipun itu cukup untuk mereka, demikian juga itu tidak dimaksudkan untuk diterapkan kepada orang-orang non pilihan sekalipun itu cukup untuk mereka) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, Vol II, hal 477-478.
Bdk. Ibrani 2:14-17 - “(14) Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematianNya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; (15) dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut. (16) Sebab sesungguhnya, bukan malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia kasihani. (17) Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudaraNya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa”.
Bahwa Kristus tidak menebus dosa-dosa dari malaikat-malaikat yang jatuh, merupakan hal yang pasti. Dan hal ini tidak pernah diserang, dianggap aneh, dianggap tidak kasih dan sebagainya. Lalu mengapa kalau Kristus tidak mati untuk orang-orang non pilihan, itu dianggap aneh, tidak kasih dan sebagainya?
6) Dalam Perjanjian Lama, tak ada domba yang dikorbankan bagi semua orang tanpa kecuali; selalu ada orang tertentu bagi siapa domba itu dikorbankan.
William G. T. Shedd: “The analogy of the typical atonement under the Mosaic economy shows that Christ’s atonement is intended for application only to believers. The lamb offered by the officiating priest was offered for the particular person who brought it to the priest to be offered. Each man had his own lamb, and there was no lamb that belonged to no one in particular but to everyone indiscriminately” (= Analogi dari penebusan yang bersifat TYPE dalam jaman Musa menunjukkan bahwa penebusan Kristus dimaksudkan untuk penerapan hanya kepada orang-orang percaya. Domba yang dipersembahkan oleh imam yang memimpin dipersembahkan untuk orang tertentu yang membawanya kepada imam untuk dipersembahkan. Setiap orang mempunyai dombanya sendiri, dan di sana tidak ada domba yang bukan milik siapapun secara khusus tetapi milik setiap orang tanpa pandang bulu) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, Vol II, hal 478.
Jelas bahwa domba korban dalam Perjanjian Lama, merupakan TYPE dari Kristus. Kalau domba korban pasti selalu punya tujuan bagi siapa ia dikorbankan, demikian juga Kristus pasti punya tujuan tertentu bagi siapa Ia dikorbankan.LIMITED ATONEMENT (PENEBUSAN TERBATAS).