MENJALANI KEHIDUPAN DENGAN BIJAKSANA

By Samuel T. Gunawan.


MENJALANI KEHIDUPAN DENGAN BIJAKSANA

MENJALANI KEHIDUPAN DENGAN BIJAKSANA. “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap. Siapakah yang mengenal kekuatan murka-Mu dan takut kepada gemas-Mu? Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (Mazmur 90:10-12).

Pertanyaan tentang kehidupan manusia adalah pertanyaan yang klasik dan universal sifatnya. Misteri ini tercermin dari pertanyaan-pert
anyaan seperti : dari mana asalku? mengapa aku ada dan hidup? kemana aku pergi? Inilah pertanyaan yang telah berabad-abad ditanyakan manusia dan mereka berusaha mencari jawaban.

Bagaimanakah orang-orang memandang kehidupan ini ? Ada berbagai jawaban, diantaranya : “Hidup bagaikan sebuah sirkus; bagai sebuah daerah ranjau; bagai sebuah teka-teki; bagai sebuah simfoni; bagai sebuah perjalanan; dan seperti sebuah mimpi”. Yang lainnya mengatakan, “hidup ini bagaikan sebuah roda yang berputar, kadang di atas dan kadang di bawah, dan kadang hanya berputar-putar”.

Tanpa kita sadari gambaran atau metafora kita tentang hidup akan mempengaruhi kehidupan kita; menentukan harapan-harapan kita, nilai-nilai, hubungan-hubungan, sasaran-sasaran dan prioritas-prioritas kita. Contohnya : Jika kita menganggap kehidupan adalah sebuah pesta, maka nilai utama kita dalam kehidupan ini adalah bersenang-senang. Jika kita melihat hidup ini sebagai sebuah balapan maka kita akan menghargai kecepatan dan sering berada dalam ketergesa-gesaan. Jika kita memandang hidup sebagai sebuah pertandingan lari marathon, maka kita akan menghargai ketekunan. Jika kita memandang kehidupan sebagai pertempuran atau permainan, maka menang akan menjadi sangat penting bagi kita.

Selama kita hidup, ada realita-realita yang tidak boleh kita abaikan. Memperhatikan realita-realita ini dengan seksama menyebabkan kita berpikir kembali untuk menjalani hidup dengan bijaksana.

Pertama, setiap hari, semua orang yang hidup bertambah usianya. Berdasarkan kronologis (urutan waktu), usia biologis manusia menurut pengalaman Pemazmur pada umumnya adalah 70 tahun dan bisa mencapai 80 tahun. Pemazmur mengatakan “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap” (Mazmur 90:10). Inilah fakta pertama dan terpenting: seiring bertambahnya usia berarti hidup biologis kita berkurang bila dilihat dalam kronologis waktu.

Kedua, menurut ilmu pengetahuan alam, yang kita kenal sebagai hukum Termodinamika II, bahwa segala sesuatu yang ada di dunia bersifat merosot atau berkurang. Contoh, batu baterai tanpa digunakan pun tenaga yang tersimpan di dalamnya akan semakin merosot. Gedung yang megah bila tidak dirawat akan menjadi lapuk dengan sendirinya. Taman bunga yang indah tanpa dirawat akan rusak dan dipenuhi semak belukar. Demikian juga dengan hidup jasmaniah manusia akan merosot, sebagaimana yang Paulus katakan dalam 2 Korintus 4:16. Berdasarkan, hukum Termodinamika II, bahwa setiap orang seiring bertambahnya usia akan mengalami kemerosotan biologis (jasmniah). Sebagian orang berusaha menyangkali penuaan ini dan berusaha mempertahankan kemudaannya yang perlahan-lahan mulai hilang. Kosmetik dan krim kecantikan walau pun penting dan bermanfaat, tidak mampu menyembunyikan keriput dan noda ketuaan. Inilah fakta kedua: siapapun tidak mampu menaham proses penuaan!

Ketiga, ciri-ciri penuaan adalah kemerosotan. Berdasarkan gerontologi atau ilmu tentang lanjut usia, ada tiga bentuk kemorosotan yang akan dialami manusia. (1) Secara biologis, menjadi tua berarti merosotnya kondisi fisik dan keadaan kesehatan. Saat kita makin tua kemampuan reflek akan berkurang; lensa mata menjadi kurang elastis, penglihatan kurang tajam dan tidak dapat melihat jauh (istilah medis “presbiopa”); dan pada berbagai tingkat daya pendengaran mulai berkurang (istilah medis “presbikusis”). (2) Secara psikologis, menjadi tua berarti merosotnya kemampuan berpikir dan mengingat (istilah medis “dimensia”). (3) Secara kronologis, menjadi tua berarti merosotnya usia hidup. Seiring bertambahnya usia, berarti semakin berkurang kesempatan hidup, dengan kata lain, semakin dekat dengan kematian jasmaniah. Inilah fakta ketiga: setiap orang pasti akan mati! ketika kematian datang menjemput, tak seorangpun sanggup menolaknya!

Penulis kitab Mazmur setelah mengetahui betapa singkatnya hidup ini, memohon kepada Tuhan, “ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (Mazmur 90:12). Kehidupan di bumi bersifat sementara jika dibandingkan dengan kekekalan. Karena itu harus dimanfaatkan secara maksimal dan dijalani dengan bijaksana. Paulus menasihati Titus supaya memberitakan ajaran sehat kepada jemaat, yang mencakup nasihat agar jemaat yang tua baik pria ataupun wanita hidup bijaksana dan menjadi teladan (Titus 2:1-5). Karena itu penting menjalani hidup dengan mengutamakan hal-hal yang menjadi prioritas kita karena waktu yang terbatas (Efesus 5:15-17).

Orang-orang yang ada di sekitar kita, anak, isteri, suami, orang tua, teman-teman, akan mati dan kita pun akan mati. Kasihi dan hargailah mereka selagi masih bisa. Sebab jika sudah tidak ada, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Ada ungkapan yang mengatakan “Yesterday is history, tomorrow is mistery, today is reality”. Waktu dan kesempatan yang kita punya dalam hidup ini sangat terbatas, karena itu manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Jangan menunda apa yang bisa dilakukan sekarang. Percaya kepada Yesus, meninggalkan hidup jahat dan berdosa, pergi ke geraja beribadah dan melayani Tuhan, menyatakan kasih sayang pada orang-orang yang dekat, lakukan sekarang sebab kita tidak tahu apakah masih ada kesempatan hari esok untuk kita.MENJALANI KEHIDUPAN DENGAN BIJAKSANA
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url