PERINTAH BARU: MENGASIHI SESAMA SEPERTI KRISTUS TELAH MENGASIHI KITA
Pdt.Samuel T. Gunawan,M.Th.
PERINTAH BARU: MENGASIHI SESAMA SEPERTI KRISTUS TELAH MENGASIHI KITA. “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yohanes 13:34-35).
PERINTAH BARU: MENGASIHI SESAMA SEPERTI KRISTUS TELAH MENGASIHI KITA. “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yohanes 13:34-35).
PENDAHULUAN
Kira-kira 2000 tahun yang lalu Kristus berkata kepada murid-muridNya, “εντολην καινην διδωμι υμιν ινα αγαπατε αλληλους καθως ηγαπησα υμας ινα και υμεις αγαπατε αλληλους (entolên kainên didômi humin hina agapate allêlous kathôs êgapêsa humas hina kai humeis agapate allêlous) yang diterjemahkan “Perintah baru Aku berikan kepada kamu supaya kamu saling mengasihi satu sama lain seperti Aku telah mengasihi kamu begitu juga kamu harus saling mengasihi satu sama lain” (Yohanes 13:34-35).
Sebuah pernyataan yang luar biasa! Inilah ciri yang membedakan seorang murid Kristus dan yang bukan. Hal yang tampaknya berbeda dengan pendangan umum yang kita jumpai di dalam kekristenan masa ini. Mengapa? Karena memiliki kasih nampaknya bukanlah sebuah prioritas utama bagi kebanyakan orang Kristen saat kini. Namun Yesus berkata bahwa ini adalah hal utama yang akan menunjukkan kepada orang-orang yang belum percaya bahwa Ia nyata dan hidup di dalam kehidupan kita hari ini.
Kehidupan kasih ini sangat penting sehingga Kristus mengulangi pengajaran tersebut kepada murid-muridNya beberapa waktu kemudian, “Inilah perintahKu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabatKu, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu” (Yohanes 15:12-14).
Pertanyaan segera muncul disini! Yesus mengatakan bahwa Ia memberikan “entolên kainên” (yang diterjemahkan “perintah atau hukum baru”) kepada murid-muridNya (Yohanes 13:34-35). Namun ternyata yang Ia bicarakan adalah perihal saling mengasihi. Bukankah mengasihi itu merupakan perintah yang lama, yang juga terdapat dalam hukum Taurat?
Bahkan menurut Yesus perintah untuk mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia tersebut merupakan kesimpulan dari seluruh hukum Taurat dan kitab Para Nabi ketika Ia mengatakan, “en tautais tais dusin entolais holos ho nomos kai hoi prophêtai kremantai” atau yang diterjemahkan menjadi “pada kedua perintah ini seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi terikat (tergantung)” (Matius 22:40). Kita segera teringat kisah tentang seorang pakar dalam hukum Musa yang datang kepada Yesus dan menanyakan pertanyaan, “hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?”
Yesus menjawab, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi” (Matius 22:37-40).
Jadi disini Yesus telah mengumpulkan semua peraturan, tata tertib, dan perintah Perjanjian Lama, kemudian mengikatnya dalam dua perintah yang ringkas yaitu mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Lalu, apakah yang dimaksud Yesus dengan perintah yang baru tersebut? Bukankah kedua perintah mengasihi tersebut juga diperintahkan dalam Perjanjian Lama (lihat: Ulangan 6:5; Imamat 19:18)? Jika memang itu adalah perintah baru, bagian manakah dari perintah tersebut yang telah diperbaharui oleh Kristus?
Di masa lalu, pertanyaan mengenai perintah baru Yesus dalam Yohanes 13:34-35 tersebut membingungkan saya, karena pada saat itu tidak ada yang dapat memberikan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan itu. Tetapi kini ayat itu tidak lagi membingungkan setelah saya mempelajari dengan teliti maksud dari perkataan Yesus tersebut.
PERINTAH YANG DIPERBAHARUI
Ketika Yesus memberikan perintah yang baru tentang mengasihi dalam Yohanes 13:34-35 tersebut, maka Ia tidak mengubah “prôtê kai megalê entolê” atau “perintah yang terutama dan yang terbesar itu” (Matius 22:37-38; bandingkan Ulangan 6:5). Perintah yang terutama dan terbesar tersebut masih tetap ada dan berlaku baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, baik bagi orang Israel maupun bagi orang-orang Kristen.
Kita yang hidup karena anugerah dalam Kristus, masih tetap harus mengasihi Tuhan Allah kita dengan segenap hati, segenap jiwa, dan segenap pikiran. Jadi perintah untuk mengasihi Tuhan tersebut tidak pernah berubah, tetapi apa yang telah diubah adalah kita! Kini, di dalam Kristus kita telah diberikan hati yang baru (Yehezkiel 36:20; Bandingkan 2 Korintus 5:17) dan roh yang baru (Yehezkiel 36:26-27).
Kita menyebutnya sebagai kelahiran baru (regenerasi) oleh Roh Kudus. Melalui regenerasi Allah memberikan (menanamkan) kehidupan rohani yang baru, karena pada dasarnya kita dahulu telah mati secara rohani, namun kini telah dihidupkan oleh Allah dalam Kristus (Efesus 2:5; Kolose 2:13; Roma 8:7-8).
Kelahiran baru oleh Roh Kudus mengakibatkan perubahan antara lain: kepekaan baru terhadap hal-hal rohani, arah hidup yang baru, dan kemampuan untuk hidup benar dan menaati Allah. Tidak hanya hati dan roh kita yang diperbaharui, tetapi juga pikiran kita. Kini kita juga memiliki pikiran Kristus (1 Korintus 2:16).
Karena itulah kapasitas kita untuk mengasihi Allah lebih dalam dan lebih murni karena sekarang kita ada di dalam Kristus. Paulus dalam Roma 12:2 mengatakan “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”.
Kata Yunani “nous” yang digunakan di sini berarti “akal budi atau pikiran”. Pembaharuan nous adalah syarat untuk bisa mengenal dan melakukan kehendak Allah. Pembaharuan akal budi akan menghasilkan perubahan perilaku. Yang dimaksud dengan perilaku ialah karakter, sikap, perbuatan atau tindakan kita. Jadi, perubahan perilaku akan teraktualisasi dalam sikap, tindakan dan perbuatan karena telah mengalami pembaharuan nous sebagai akibat dari regenerasi ( Efesus 4:17-32).
Sementara perintah pertama untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, dan pikiran kita tidak pernah berubah, tidak demikian halnya dengan perintah yang kedua! Perintah kedua ini telah berubah.
Perintah “agapêseis ton plêsion sou hôs seauton” yang diterjemahkan “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 22:39) kini telah berubah menjadi “agapate allêlous kathôs êgapêsa humas” yang diterjemahkan “kamu harus mengasihi satu sama lain, seperti Aku telah mengasihi kamu” (lihat Yohanes 15:12). Inilah yang disebut Yesus sebagai perintah yang baru (Yohanes 13:34).
Sementara tolok ukur dari perintah lama adalah diri sendiri, maka tolok untuk perintah baru ini adalah Kristus sendiri, yang telah memberikan nyawaNya bagi kita (Yohanes 15:12-14). Perintah baru ini merupakan suatu standar yang lebih tinggi bagi kita, yang oleh rasul Paulus disebut sebagai “ton nomon tou khristou” atau “hukum Kristus” (Galatia 6:2).
Jadi kita diperintahkan untuk mengasihi sesama bukan lagi dengan standar seperti kita mengasihi diri sendiri, melainkan seperti Kristus telah mengasihi kita. Namun, perintah ini bukan hanya luar biasa, tetapi mustahil untuk dilakukan dengan kekuatan kita sendiri. Perintah lama “kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri” memang masih penting. Bahkan Yakobus mengingatkan, “Akan tetapi, jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: ‘Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri’, kamu berbuat baik” (Yakobus 2:8).
Perhatikankanlah, bahwa ketika kita mengasihi sesama seperti kita mengasihi diri kita sendiri, maka kita telah berbuat baik. Hal menunjukkan perhatian yang sama dan untuk mendemonstrasikan kepeduliaan yang sama terhadap orang lain seperti yang kita lakukan terhadap diri kita sendiri adalah sebuah lompatan keluar yang penting dari keegoisan dan masuk ke dalam keserupaan dengan Kristus. Itu adalah pencapaian yang benar-benar mulia dan sangat sukar untuk dilakukan.
Tetapi mengasihi orang lain dengan cara seperti Yesus mengasihi, itu tidak hanya sangat sukar untuk dilakukan melainkan mustahil kita capai dengan kekuatan kita sendiri. Mengapa? Karena tingkat kasih Kristus bagi kita jauh melampaui kasih yang bahkan kita miliki bagi diri kita sendiri. Karena itulah, untuk menggenapi perintah “mengasihi sesama seperti Kristus telah mengasihi kita”, sebuah sumber kekuatan supranatural baru telah disediakan bagi kita. Hal itulah yang Yesus sampaikan di dalam Yohanes pasal 13-17.
MELALUI KESATUAN DENGAN KRISTUS KITA DIMAMPUKAN UNTUK MENGASIHI SESAMA DENGAN STANDAR YANG LEBIH TINGGI
Rasul Yohanes menjelaskan bagaimana kita dapat melaksanakan perintah yang baru “mengasihi sesama seperti Kristus telah mengasihi kita”. Ia menuliskan demikian, “Tetapi barangsiapa menuruti firmanNya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia.
Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup. Saudara-saudara yang kekasih, bukan perintah baru yang kutuliskan kepada kamu, melainkan perintah lama yang telah ada padamu dari mulanya. Perintah lama itu ialah firman yang telah kamu dengar. Namun perintah baru juga yang kutuliskan kepada kamu, telah ternyata benar di dalam Dia dan di dalam kamu; sebab kegelapan sedang lenyap dan terang yang benar telah bercahaya” (1 Yohanes 2:5-8).
Konteks ayat ini adalah mengasihi sesama kita. Mengasihi sesama merupakan kehendak Allah, tetapi sekarang tingkat mengasihinya telah berubah standarnya dari mengasihi sesama “seperti kita mengasihi diri sendiri” menjadi “seperti Yesus telah mengasihi kita”. Yohanes mengindikasi perubahan tingkat mengasihi sesama ini ke standar yang lebih tinggi ketika ia mengatakan, “perintah baru juga yang kutuliskan kepada kamu, telah ternyata benar di dalam Dia (en auto) dan di dalam kamu”.
Sekarang kita adalah ciptaan baru di dalam Kristus, kita bisa mengasihi sebagaimana Kristus mengasihi. Kita bisa berjalan dalam cara yang sama seperti Ia berjalan, dalam kasih Allah yang murni. Itu semua dimungkinkan karena kita sekarang hidup di dalam Kristus.
Frase “di dalam Dia” atau “en auto” sama artinya dengan frase Yunani “en Christō” atau “di dalam Kristus” untuk menunjukkan kesatuan kita atau pengidentifikasian kita dengan Kristus. Rasul Paulus dalam berbagai kesempatan mengatakan, “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus (en Christō), ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2 Korintus 5:17); “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus (en Christō) Yesus” (Roma 8:1); “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus (en Christō) telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam surga. Sebab di dalam Dia (en auto) Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya” (Efesus 1:3-4); “Tetapi sekarang di dalam Kristus (en Christō) Yesus kamu, yang dahulu ‘jauh’, sudah menjadi ‘dekat’ oleh darah Kristus” (Efesus 2:13).
Kesatuan dengan Kristus ini pertama kali terjadi saat kita mengalami regenerasi (lahir baru) oleh Roh Kudus. Saat regenerasi kesatuan antara Kristus dan orang percaya secara aktual diterjadi. Kesatuan pada saat regenerasi ini bukan sekedar awal dari keselamatan, tetapi kesatuan ini juga mendukung, mengisi, dan menyempurnakan keseluruhan proses keselamatan. Sehingga tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa kesatuan dengan Kristus itu sebagai sentral dari keselamatan.
John Murray dengan tepat menyatakan, “Tidak ada yang lebih setral atau mendasar selain dipersatukan dan dipersekutukan dengan Kristus... Kesatuan dengan Kristus sungguh-sungguh merupakan kebenaran sentral dari seluruh doktrin keselamatan...”. Kesatuan kita dengan Kristus sedemikian pentingnya sehingga dinyatakan dengan gambaran atau simbol antara lain: Bangunan dan dasar bangunan (Efesus 2:20-22; 1 Petrus 2:4,5); Persatuan antara suami dan istri (Efesus 5:31,32); Persatuan antara kepala dengan tubuh (1 Korintus 6:15; 12:12; Efesus 1:22,23); Persatuan antara gembala dan dombanya (Yohanes 10:1-18; 1 Petrus 2:2); dan Persatuan pokok anggur dan rantingnya (Yohanes 15:1-6). Ketika Yesus berbicara tentang pokok anggur dan ranting-rantingnya (Yohanes 15), Ia tidak sedang memberikan pelajaran dalam bidang pertanian.
Ia sedang mengilustrasikan hubungan kesatuan yang akan terjadi di antara diriNya dengan umatNya. Kristus mengatakan, “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yohanes 15:5).
Disini jelas bahwa kita bisa menghasilkan buah hanya ketika kita bersatu dengan Kristus. Selanjutnya, dalam Yohanes 15:16-17 Yesus menghubungkan kehidupan yang berbuah dengan mengasihi. Ia mengatakan lagi, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam namaKu, diberikanNya kepadamu. Inilah perintahKu kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain”. Bagaimanakah Yesus mengharapkan murid-muridNya mengasihi?
Apakah mencoba dengan kekuatan mereka sendiri? Tentu saja tidak! Ia memerintahkan mereka untuk melakukan apa yang mungkin dilakukan melalui kesatuan supranatural yang menjadi milik mereka di dalam Kristus. HidupNya, kasihNya, dan karakterNya itulah yang tinggal di dalam kita. Melalui kesatuan dengan Kristus ini, seperti ranting yang terhubung dengan pokok anggur yang mengandung zat makanan, kita bisa meminta apapun yang kita inginkan dan itu akan dilakukan bagi kita (Yohanes 15:7), dan itu termasuk mengasihi orang-orang yang sulit dan tidak mungkin untuk kita kasihi dengan kekuatan kita sendiri.
DIBAWAH KASIH KARUNIA KITA MENGASIHI SESAMA DENGAN STANDAR YANG LEBIH TINGGI
Kasih karunia Allah di dalam Kristus itu sungguh luar biasa. Namun hanya sedikit orang Kristen yang sungguh memahami apakah kasih karunia itu. Karena tidak memahami kasih karunia di dalam Kristus dengan benar maka timbul anggapan bahwa standar hidup dan ketaatan dibawah kasih karunia itu seolah-oleh lebih rendah ketimbang standar hidup dibawah hukum Taurat. Pendapat seperti itu adalah omong kosong karena ketidaktahuan!
Irosnisnya, bahkan ada orang Kristen yang mempercayai kebohongan terbesar dari setan burupa gagasan bahwa mempercayai kasih karunia itu berbahaya dan olehnya kita perlu berhati-hati. Dengan mempercayai kebohongan itu, membuktikan bahwa orang-orang tersebut benar-benar tidak mengerti kasih karunia.
Kebenarannya adalah, ketidaktaatan terjadi bukan ketika kita berpikir terlalu banyak tentang kasih karunia, tetapi justru ketika kita berpikir terlalu sedikit tentangnya. Kasih karunia selalu menentang dosa bukannya menjadikan kita berdosa!
Justru karena kasih karunialah yang telah mengeluarkan kita dari dosa dan menjadikan kita orang benar. Kasih karunia saja yang mampu meluluhkan hati dan mengubah kita dari dalam keluar. Kemajuan di dalam kasih dan ketaatan kepada Allah hanya terjadi ketika kita menyadari bahwa kasih Allah bagi kita tidak bergantung pada kita, tetapi hanya pada Dia. Satu hal yang perlu diketahui bahwa kebenaran kasih karunia melampaui kebenaran hukum Taurat.
Inilah inti dari perkataan Yesus di dalam Matius 5:17-20 demikian, “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.
Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga. Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga”.
Kita melihat satu kebenaran yang penting di dalam ayat di atas, bahwa kebenaran kasih karunia selalu melampaui kebenaran hukum Taurat. Perhatikan bahwa setiap kali Yesus mengacu pada hukum Taurat Perjanjian Lama, maka dibawah kasih karunia Perjanjian Baru, Ia menetapkan standar yang lebih tinggi.
Sebagai contoh, hukum Taurat melarang manusia untuk membunuh (Keluaran 20:13; Ulangan 5:17), tetapi Yesus bahkan berkata agar kita tidak marah kepada saudara kita (Matius 5:22). Sebuah standar yang lebih tinggi! Hukum Taurat melarang melakukan perzinahan (Keluaran 20:14; Ulangan 5:18), tetapi Yesus bahkan melarang kita untuk memandang perempuan dengan penuh hawa nafsu (Matius 5:28).
Sekali lagi, sebuah standar yang lebih tinggi. Dengan demikian, kebenaran yang dituntut kasih karunia berlaku lebih jauh daripada yang dituntut oleh hukum Taurat. Jadi, jika orang-orang yang hidup dibawah hukum Taurat diwajibkan mengasihi Allah dan sesama, lebih lagi kita orang-orang percaya Perjanjian Baru yang hidup dibawah kasih karunia dengan standar hidup yang lebih tinggi, dimana kita diperintahkan untuk mengasihi sesama bukan hanya dengan standar mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri, melainkan seperti Kristus telah mengasihi kita.
Ketika kita mengasihi sesama berdasarkan kasih karunia Allah dalam Kristus, kita akan melakukannya lebih daripada standar terhadap diri kita sendiri, kita melakukanNya menurut standar Tuhan kita Yesus Kristus yang mengasihi dengan berkorban bagi kita.
MENGASIHI DENGAN SUDUT PANDANG YANG BARU
Berbicara tentang kasih, kita tahu bahwa 1 Korintus 13 adalah pasal yang paling di kenal dalam Alkitab, sekaligus pasal yang paling rumit. Bagi kebanyakan orang Kristen, gambaran kasih disini lebih merupakan gagasan ketimbang realitas.
Daya pesona pasal kasih ini membuat banyak orang Kristen terpana bagaikan memandang gunung yang menjulang tinggi dalam kemegahannya sehingga tertarik untuk mengukur ketinggiannya, namun menyadari betapa kita terikat di bumi dan tidak memiliki peralatan untuk mendakinya. Kita mengenal kasih, tetapi kita juga mengenal diri kita dan betapa jauhnya aktualitas kasih kita.
Frase Yunani “kasih tidak berkesudahan” dalam 1 Korintus 13:8 adalah “hê agapê oudepote ekpiptei” yang dapat diterjemahkan “kasih sejati tidak pernah gagal; tidak pernah berhenti sampai kesudahannya”.
Jadi, kasih itu sendiri “tak pernah gagal”, kitalah yang gagal, bahkan seringkali gagal menerapkannya. Mengapa demikian ? Ada dua alasan utama kegagalan kita mengasihi sesama seperti Kristus telah mengasihi kita. 1. Kita tidak bisa mengasihi orang lain dengan tulus jika kita sendiri tidak memiliki kasih sejati.
Seringkali kita diajarkan tentang bagaimana kita seharusnya mengasihi orang lain. Meskipun ini tentu saja wajar dan merupakan ciri yang paling membedakan dari seorang Kristen sejati dan yang bukan (Yohanes 13:35). Tetapi, kita tidak akan pernah dapat memberikan apa yang belum kita terima. Hanya dengan menerima kasih Tuhan barulah kita bisa mengasihi dengan kasih sejati.
Ketika kita datang pada Tuhan dan percaya pada Kristus, kita disatukan dengan Dia dan diselamatkan. Ini membawa kita dalam relasi yang telah diperbaharui dengan Tuhan, dimana kita mengasihi Tuhan, mengasihi sesama dan mengasihi (bukan mementingkan) diri sendiri dalam cara yang baru. Kasih ini kita terima dalam Kristus oleh anugerah Roh Kudus yang melahirbarukan kita (Roma 5:5).
Jadi tidaklah mungkin bagi kita memiliki kasih sejati diluar relasi kita dengan Tuhan. Sampai kita memiliki pengertian tentang seberapa besarnya Allah mengasihi kita, barulah kita bisa mengasihi dengan tulus.
Jadi, mengasihi orang lain adalah buah (bukan akar) dari kasih Allah bagi kita di dalam Kristus. Diluar kesatuan dengan Kristus, kehidupan Kristen tidak hanya sulit untuk dijalani, tetapi mustahil dijalani dengan kekuatan kita sendiri. Dan ini paling jelas kelihatan dalam mengasihi orang lain.
Jenis kasih sejati Yesus perintahkan termasuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan (Matius 5:39; Roma 12:17); mengampuni dan mendoakan mereka yang memusuhi kita (Luk 10:25-37); memperhatikan mereka yang miskin, memberi makan yang lapar, memberi pakaian kepada yang telanjang, serta mengunjungi yang sakit dan dipenjara (Matius 25:31-46). Mengasihi dengan kasih yang mau berkorban bagi sesama (Yohanes 15:12-14).
Jenis kasih ini mustahil secara manusia untuk kita lakukan. Kita dapat hidup seperti ini dengan berjalan dalam kasih sejati yang hanya berasal dari Allah. 2. Kita bisa mengasihi orang lain dengan kasih yang tulus jika kita mengijinkan Kristus hidup melalui kita. Rasul Paulus dalam Galatia 2:19-20 mengatakan, “... Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diriNya untuk aku”.
Di dalam ayat ini Rasul Paulus menyatakan kesatuannya dengan Kristus dengan menyatakan “Kristus hidup di dalam aku” atau dengan kata lain, Kristus yang berdiam di dalamnya. Pengetahuan dan kesadaran ini hanya dapat diterima dan dijalani dengan iman. Jadi, kehidupan Kristen yang sejati bukanlah kita hidup bagi Kristus melainkan Kristus hidup melalui kita (Galatia 2:20.)
Di dalam ayat ini Rasul Paulus menyatakan kesatuannya dengan Kristus dengan menyatakan “Kristus hidup di dalam aku” atau dengan kata lain, Kristus yang berdiam di dalamnya. Pengetahuan dan kesadaran ini hanya dapat diterima dan dijalani dengan iman. Jadi, kehidupan Kristen yang sejati bukanlah kita hidup bagi Kristus melainkan Kristus hidup melalui kita (Galatia 2:20.)
Inilah rahasia kehidupan Kristen yang berkemenangan, “Kristus yang hidup melalui kita”! Dengan demikian, bukan kita yang hidup bagi Yesus, tetapi Yesus hidup melalui kita. Kegagalan untuk mengerti kebenaran sederhana ini adalah akar dari semua legalisme dan mentalitas perbuatan, yang pada akhirnya membawa pada rasa frustasi karena gagal menyenangkan Allah dengan kekuatan diri sendiri.
Ketika kita berfokus pada apa harus kita lakukan, kita menempatkan diri kita di bawah legalisme dan gagal menyenangkan Allah. Tetapi ketika berfokus pada apa yang Kristus telah lakukan bagi kita, maka kita berjalan dalam kekuatan supranaturalNya. Kasih karunia memberitahu kita apa yang sudah Yesus kerjakan di kayu salib bagi kita.
Jadi satu-satunya cara untuk menjadi seperti Yesus dan melakukan pekerjaan-pekerjaan Yesus adalah melalui kesatuan denganNya dan mengizinkan Yesus hidup melalui kita. Sama seperti kehidupan akar ditemukan di dalam tanah, sebuah cabang di dalam pokok anggur, atau seekor ikan di dalam air; demikian juga kehidupan Kristen yang sesungguhnya hanya akan ditemukan dalam kesatuan dengan Kristus. Demikian juga kita dapat melakukan perintah baru untuk mengasihi sesama seperti Yesus telah mengasihi kita hanya apabila kita telah menjadi satu dengan Dia dan hidup di dalam Dia.
PENUTUP
Sesungguhnya, kita sekarang dapat melakukan segala hal melalui Kristus yang menguatkan kita (Filipi 4:13, NASB)!. Karena Yesus menggenapi seluruh perintah Allah (Matius 5:17), maka di dalam Dia, kita juga bisa!. Sebuah kehidupan kasih adalah aliran keluar dan melimpah dari tinggal di dalam Kristus dan berjalan oleh Roh, seperti kata rasul Paulus, “
Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut. Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging, supaya tuntutan hukum Taurat digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging, tetapi menurut Roh” (Roma 8:1-4).
Disini rasul Paulus mengingatkan bahwa berusaha keras untuk menaati perintah-perintah Allah dalam kekuatan daging adalah sia-sia.
Sebagai contoh, tidak lama setelah orang Israel mengatakan kepada Tuhan “Segala yang difirmankan TUHAN akan kami lakukan’. Lalu Musa pun menyampaikan jawab bangsa itu kepada TUHAN” (Keluaran 19:8), segera setelah itu mereka melanggar perintah pertama dan kedua dari Sepuluh Perintah (Keluaran 20:1-18). Mereka membuat patung anak lembu emas di kaki gunung sinai untuk disembah (Keluaran 32). Artinya, semakin gigih kita merusaha menaati perintah Allah dan berusaha hidup bagiNya dengan kemampuan kita sendiri kita tidak akan mampu.
Jadi, seberapapun besarnya kemampuan kita untuk hidup bagi Allah dengan mematuhi perintah Allah, itu tidak akan pernah cukup. Satu-satunya yang Allah tuntut dari kita di dalam firmanNya terjadi di dalam dan melalui kita secara supranatural saat kita berserah kepada pimpinan dan pemenuhan Roh Kudus. Karena itu, rahasia kekuatan kehidupan Kristen adalah kesatuannya dengan Kristus.
Karena itu perintah baru yang diberikan Yesus kepada kita ini “kamu harus mengasihi satu sama lain, seperti Aku telah mengasihi kamu” (lihat Yohanes 15:12), adalah suatu motivasi yang baru bagi ketaatan. Kita tidak lagi berusaha menaati Tuhan dengan kekuatan kita sendiri untuk mendapatkan penerimaan Tuhan, tetapi kita menaati Tuhan sebagi respon terhadap penerimaan dan kasih yang sudah kita miliki.
PERINTAH BARU: MENGASIHI SESAMA SEPERTI KRISTUS TELAH MENGASIHI KITA. Amin DAFTAR PUSTAKA Anderson, Neil T, RichMiller & Paul Travis., 2015. Kasih Karunia Yang Menghancurkan Belenggu. Terjemahan, Penerbit Light Publising: Jakarta. Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta. Clark, Howard, ed. 2010. The Learning Bible Contemporary English Version. Dicetak dan diterbitkan Lembaga Alkitab Indonesia: Jakarta. Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1 & 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta. Evans, Tony, 2005. Sungguh-sungguh Diselamatkan, terjemahan, Penerbit Gospel Press: Batam. Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 3. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta. Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 3, Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta. Hoekema, Anthony A., 2010. Diselamatkan Oleh Anugerah, Penerbit Momentum : Jakarta. Horton, Michael S. 2011. The Gospel Driven Life. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta. Legg, Ken., 2013. Grace Roots. Terjemahan, penerbit Light Publising : Jakarta. Lucido, Max., 1997. Dalam Cengkeraman Kasih Karunia. Terjemahan, Penerbit Profesional Books : Jakarta. McDermott, Gerald R., 2001. Mengenali 12 Tanda Kerohanian Sejati Terjemahan, Penerbit ANDI: Yogyakarta. Murray, John., 1999. Penerapan dan Penggenapan Penebusan. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta. Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang. Piper, John., 2003. Kasih Karunia di Masa Depan. Jilid 1 & 2 Terjemahan, Penerbit Interaksara : Batam. Prince, Joseph., 2010.Destined to Reign. Terjemahan, Penerbit Immanuel : Jakarta. Ridderbos, Herman., 2004. Paul: An Outline of His Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta. Sproul, R.C., 1997. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang. Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang. Stein, Robert H., 2015. Prinsip-Prinsip Dasar dan Praktis Penafsiran Alkitab. Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta. Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang. Swindoll, Charles R., 1999. The Grace Awakening. Terjemahan, Penerbit Interaksara: Batam. Tchividjian, Tullia., 2013. Kasih Satu Arah: Kasih Karunia Yang Tak Lekang Untuk Sebuah Dunia Yang lelah. Terjemahan, penerbit Light Publising : Jakarta. Tchividjian, Tullia., 2013. Yesus Ditambah Nihil Sama Dengan Segalanya. Terjemahan, penerbit Light Publising : Jakarta. Wiersbe, Warren W., 2008. DIerbaharaui Di Dalam Kristus: Tafsiran Yohanes 13-21. Terjemahan, Penerbit Kalam Hidup : Bandung. Yancey, Philip., 1999.Keajaiban Kasih Karunia. Terjemahan, Penerbit Interaksara : Batam. Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.