PROVIDENSIA ALLAH: Matius 10:19-20

Pdt. Sutjipto Subeno, S.Th., M.Div.
PROVIDENSIA ALLAH: Matius 10:19-20. “Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.” (Matius 10:19-20)

Pendahuluan

Kita telah memahami bahwa anak Tuhan itu layaknya seperti seekor domba yang berada di tengah-tengah serigala. Secara logika, posisi ini sangatlah sulit sebab domba adalah binatang lemah, ia tidak mempunyai pertahanan untuk dapat menyelamatkan dirinya dari cengkeraman musuh akan tetapi di dalam kondisi demikian Tuhan tidak ingin kita serupa dengan menjadi seekor serigala. Tidak! Bagaimanapun juga kita tetap harus menjadi domba. Tuhan sudah membukakan dari awal tentang semua hal yang positif dan negatif kalau kita menjadi pengikut Kristus, yakni kita akan ditangkap, disesah dan diserahkan ke majelis agama. 

Hati-hati, hari ini banyak konsep Kekristenan yang menipu akibatnya orang tertipu dan terkejut karena realita ternyata tidaklah sesuai dengan yang diajarkan. Bukanlah hal yang mudah sebagai orang Kristen untuk hidup benar dan suci di tengah-tengah dunia yang tidak benar namun ketika kesulitan itu datang, janganlah kuatir sebab Tuhan telah berjanji Dia akan selalu beserta dan memelihara umat-Nya. Doktrin ini disebut sebagai providensia Allah.

Signifikansi Providensia Allah

1. Providensia diberikan hanya kepada anak Tuhan yang taat dan setia pada-Nya.
Hari ini muncul konsep yang salah tentang providensia Allah; orang beranggapan kalau Allah memelihara maka orang Kristen boleh berbuat seenaknya sebab Allah akan menjagai, kita tidak akan menderita dan apapun yang dilakukan pasti berhasil maka tidaklah heran kalau ternyata yang diajarkan tidak sama dengan realita yang dihadapi orang menjadi terkaget-kaget dan ironisnya, orang menyalahkan Tuhan, kenapa Tuhan tidak menjaga? Sesungguhnya bukan Tuhan yang salah tetapi manusialah yang tidak mau taat dan menyeleweng dari jalan Tuhan, kitalah yang hilang dari posisi kita. Pertanyaannya sekarang adalah dimanakah posisi kita? 

Apakah kita seorang anak Tuhan yang sejati? Providensia Allah digambarkan seperti seekor domba yang dekat dengan gembalanya; si domba akan aman berada dalam pemeliharaan sang gembala ketika ia dekat dengan sang gembala akan tetapi ketika si domba itu menyeleweng jauh dari sang gembala maka si domba akan berada dalam kesulitan. Untuk memahami providensia Allah maka kita harus kembali pada posisi yang asli, yaitu domba yang dekat dengan gembala disana kita dapat merasakan Allah menjadi benteng yang melindungi (Mzm. 48:1-15).

2. Providensia Allah membuktikan kelemahan dan keterbatasan diri manusia.
Di satu pihak orang butuh providensia Allah khususnya ketika kita berada dalam kesulitan tetapi di sisi lain, orang menolak providensia Allah karena providensia ini dirasakan telah membatasi eksistensi dirinya. Dalam hal ini providensia tidak lebih hanya sebagai alat pendukung dimana Tuhan seperti seorang bodyguard. Ingat, Tuhan bukan budak kita yang dapat kita perintah seenaknya. Tidak! Sadarlah, kitalah yang budak dan harus taat mutlak pada Tuhan. 

Manusia adalah makhuk lemah dan terbatas dalam banyak hal manusia tidak dapat mengatasi segala kondisi dan situasi yang sulit, kita tidak tahu apakah esok cerah ataukah gelap, manusia tidak berkuasa atas alam apalagi atas Tuhan sang pemilik alam. Ironisnya, dunia tidak mau mengakui kalau dirinya lemah dan terbatas. 

Hendaklah kita selalu mawas diri, janganlah kita terus menengok ke bawah tetapi tengoklah ke atas, masih banyak orang yang segalanya lebih dari kita. Kita bukanlah siapa-siapa, kita hanyalah remah-remah yang seharusnya dibuang. Konsep pemeliharaan Allah menyadarkan kita bahwa kita adalah manusia lemah dan terbatas dan seharusnya kembali pada posisi yang tepat. Orang yang tidak mengerti hal ini maka ia tidak akan pernah memahami betapa kita butuh pemeliharaan-Nya. 

Selama orang masih sukses, orang tidak akan pernah sadar akan kelemahannya ketika realita berbicara lain barulah orang mulai teriak: Tuhan dimana? Keterbatasan otak kitalah yang membuat kita sulit melihat penyertaan dan pemeliharaan Tuhan yang indah dalam hidup kita. Providensia menuntut ketaatan dan kesadaran akan posisi kita dengan demikian kita tahu bagaimana seharusnya memperlakukan dan bersikap pada Allah.

3. Providensia memperluas kapasitas manusia.

Orang lebih suka berjalan sendiri, orang tidak suka kalau Tuhan memelihara, orang tidak suka diatur oleh Tuhan sebaliknya orang lebih suka mengatur Tuhan. Pertanyaannya sekarang memang siapakah manusia mau mengatur Tuhan dan menjadi penasehat bagi Tuhan semesta alam? Sampai seberapakah kepandaian, kekayaan dan kekuatan manusia? 

Sadarlah justru pada saat kita bersandar dan hidup dalam pemeliharaan Tuhan itulah batasan kita diperluas. Ketika manusia tidak sanggup lagi mengatasi segala kesulitan maka saat itu kita akan melihat Allah sanggup mengatasi semua perkara yang menjadi kesulitan kita, kita akan melihat cara Tuhan yang ajaib yang sulit dimengerti oleh logika manusia. Tuhan kita adalah Tuhan yang hidup, Dia akan memberikan kepada kita kekuatan yang melampaui teori manusia. Terkadang kita sulit untuk mengerti namun percayalah, Tuhan pasti akan menolong kita disaat yang paling sulit dan Tuhan bisa memakai apapun juga seperti halnya Tuhan memeliharakan Elia dengan memakai burung gagak. Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya.

Prinsip Providensia Allah

1. Hidup Beriman

Hidup dalam pemeliharaan Tuhan diperlukan iman. Orang yang selalu kuatir membuktikan satu hal, yakni ia tidak beriman pada Tuhan. Sejauh diri dapat mengontrol maka kekuatiran itu tidak akan muncul akan tetapi ketika segala sesuatu mulai berada di luar kontrol diri muncullah rasa kuatir. Orang yang kuatir adalah orang yang berjuang sendiri dengan mengandalkan kekuatannya sendiri untuk menyelesaikan segala sesuatunya seorang diri saja tetapi di luar kemampuan diri. 

Banyak hal di dunia ini kita tidak tahu, kita tidak tahu apa yang terjadi esok, kita tidak tahu masa depan kita maka wajarlah kalau timbul rasa kuatir dan takut. Kekuatiran dan ketakutan itu muncul karena kita tidak kenal diri sendiri, kita tidak tahu posisi siapa yang lebih tinggi siapa yang lebih rendah. Ironis, orang justru lebih takut pada iblis padahal secara ordo, iblis itu ada di bawah kita. Anak Tuhan sejati harusnya lebih takut pada Tuhan yang menjadi Bapa kita. Jadi, rasa takut dan kuatir itu karena masalah teologis bukan psikologis.

Seorang anak Tuhan sejati tidak perlu takut dan kuatir karena kita mempunyai Tuhan yang hidup yang akan memberikan kekuatan dan memimpin langkah hidup kita. Sebagai anak Tuhan, kita harus waspada. Seorang yang waspada tetap aktif mengerjakan segala sesuatu dan pada saat ia aktif, alert system yang ada pada dirinya itu tetap berjalan, ia peka ketika ada hal-hal yang menyeleweng dari jalan Tuhan dengan demikian kita tidak terjebak dan saat itulah seorang anak Tuhan yang sejati harus menjadi saksi. 

Orang yang beriman pada Tuhan tidak akan pernah merasa kuatir; hanya satu hal yang dia tahu yaitu taat mutlak pada pimpinan Tuhan. Sejauh kita taat dan berjalan bersama dengan Tuhan maka tidak ada hal lain yang perlu kita kuatirkan sebab kita tidak sedang mengerjakan rencana manusia tetapi rencana-Nya; kalau memang itu kehendak Tuhan maka segala rintangan dan halangan yang ada di depan pasti akan hancur karena Tuhan yang memimpin.

Selama kita hidup taat pada Tuhan maka tiap langkah Tuhan akan pimpin. Namun ingat, ketika Tuhan pimpin bukan berarti kita akan hidup nyaman. Tidak! Tuhan menegaskan sejak awal orang Kristen seperti domba di tengah serigala itu berarti setiap saat banyak tantangan dan penderitaan yang harus kita hadapi. 

Seorang yang taat akan pimpinan Tuhan maka ia harus berani dan siap dengan segala tantangan dan penderitaan maka orang yang demikian ini akan dipakai Tuhan dengan luar biasa. Tuhan panggil kita untuk melakukan pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya dan Ia mau supaya kita hidup di dalamnya (Efesus 2:10). Saat kita melakukan kehendak Tuhan maka justru saat itulah kita merasakan hidup yang paling aman dan tenang karena kita tahu Tuhan yang memimpin kita adalah Tuhan yang hidup.

2. Hidup dalam Anugerah Tuhan

Firman Tuhan menegaskan apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir...karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga (Mat. 10:19). Semua yang ada pada kita itu merupakan anugerah dari Tuhan. Konsep ini sangat penting dalam kita memahami providensia Allah. Pemeliharaan Allah itu bukan menjadi hak kita untuk mendapatkannya tetapi semua itu Tuhan anugerahkan kepada setiap anak-anak-Nya. Inilah yang menjadi kekuatan kita. Kita tahu sekarang bahwa Tuhan kita adalah Tuhan yang baik, Tuhan yang tidak akan meninggalkan anak-anak-Nya sendiri. 

Kita sepatutnya bersyukur atas anugerah yang ada pada kita baik yang sifatnya materi maupun non materi seperti kepandaian, ketrampilan, dan lain-lain karena Tuhan anugerahkan semua itu pada kita supaya kita dapat berjalan menjadi anak-Nya; Tuhan memberikan semua itu supaya kita sebagai anak-Nya tidak mempermalukan Dia dan Tuhan memberikan semua itu untuk menyadarkan kita bahwa Dia menolong kita dan tanpa Dia kita bukanlah siapa-siapa. Hidup yang paling indah adalah ketika kita berada di posisi kita, yaitu sebagai domba yang berada dekat dengan Sang Gembala. 

Kita akan merasa aman dan nyaman karena Sang Gembala itu akan menuntun kita di padang yang berumput hijau, Dia membimbing kita ke air yang tenang dan ketika kita berada dalam bahaya maka gada dan tongkat-Nya yang akan menghiburkan dan menolong kita (Mzm. 23). Sangatlah disayangkan kalau kita melewatkan anugerah Tuhan yang begitu besar ini.

Katekismus Westminster menyatakan bahwa tujuan hidup Kristen adalah memuliakan Allah dan menikmati Dia seumur hidup kita. Hubungan Allah dengan anak-Nya bukanlah hubungan yang menyakitkan tetapi justru ketika kita dekat dengan Allah kita dapat merasakan indahnya. Hubungan Allah dengan anak-Nya ini digambarkan seperti hubungan suami istri. Janganlah kita iri hati kepada mereka orang yang tidak percaya Tuhan namun hidup dengan nyaman dan tidak ada penderitaan sebaliknya kita melihat orang yang beriman justru hidup menderita. 

Jangan tertipu dengan fenomena sebab sesungguhnya Tuhan menaruh mereka di tepi jurang yang licin yang sekarang ada dan besok lenyap, bagaikan rumput yang hari ini tumbuh dan besok dibuang (Mzm. 73). Seorang anak Tuhan bukan berarti tidak akan pernah mengalami kesulitan atau penderitaan. Tidak! Anak Tuhan juga akan melewati lembah-lembah kekelaman akan tetapi dalam semua aspek itu ingatlah Sang Gembala berada dekat dengan domba-domba-Nya, Ia siap menolong kita.

3. Hidup dalam Waktu dan Cara Tuhan

Tuhan tahu sampai dimana batas kekuatan kita, kapan waktu yang tepat dan dengan cara yang seperti apa untuk menolong kita disaat kita berada dalam kesulitan. Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik untuk anak-anak-Nya maka pemberian itu tidak akan kurang atau berlebih dan pemberian ini tidak menjadi beban bagi anak-Nya. Dalam hal ini Tuhan Yesus telah mengajarkan dalam doa Bapa Kami, yaitu berilah pada hari ini makanan kami yang secukupnya (Matius 6:9-13). 

Jadi, saat kita hidup pas, tidak kurang dan tidak berlebih itulah hidup yang terbaik. Celakanya, manusia tidak tahu ukuran yang pas dalam diri mereka. Manusia berdosa telah dikuasai oleh jiwa humanis dan materialis sehingga manusia yang serakah selalu ingin mendapatkan lebih dan lebih. Hal ini dapat kita lihat pada jaman Perjanjian Lama dimana Tuhan telah sediakan manna tiap-tiap harinya dan Tuhan perintahkan untuk mengambil manna itu secukupnya, yaitu hanya untuk satu hari kecuali pada hari Sabat barulah boleh mengambil lebih, yakni persediaan untuk tiga hari tapi Alkitab mencatat manusia yang serakah itu mengambil lebih, mereka tidak percaya pada janji Tuhan, mereka takut kalau Tuhan tidak menurunkan manna keesokan harinya, akibatnya manna yang diambil berlebih itupun busuk. 

Tuhan sudah mengatur sedemikian rupa itu untuk kebaikan manusia tapi memang sifat manusia berdosa yang serakah dan tidak mau taat pada Tuhan. Bayangkan, kalau Tuhan memerintahkan orang Israel mengambil manna untuk persediaan selama satu bulan maka dapatlah dibayangkan beratnya beban yang harus dipikul selama berada di padang gurun dan lagipula mereka juga tidak tahu seberapa banyakkah manna yang harus disimpan untuk persediaan selama satu bulan, bukan?

Tuhan tahu batas ukuran kita maka apa yang ada pada kita sekarang itu adalah yang terbaik dan ukurannya pun tepat. Ukuran yang tepat itu justru memudahkan kita untuk bergerak dan bekerja bagi Tuhan. Percayalah, kalau sudah kehendak Tuhan pada waktunya Tuhan pasti akan sediakan dan ingat, semua anugerah pemberian harus kita pertanggung jawabkan di hadapan Tuhan. 

Memang mustahil bagi kita untuk meniadakan gelombang dunia yang semakin hari semakin besar tetapi sebagai anak Tuhan kita mempunyai Tuhan yang memberikan kita kekuatan untuk berdiri di atas gelombang dan tidak terhanyut di dalamnya. Biarlah kita mengubah seluruh konsep pemikiran, langkah hidup kita kembali pada posisi yang tepat maka kita akan merasakan hidup yang indah bersama Tuhan.
PROVIDENSIA ALLAH: Matius 10:19-20
Amin.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url