SEKS BAGI SUAMI DAN ISTRI DALAM PERNIKAHAN

Pdt. Samuel T. Gunawan.
SEKS BAGI SUAMI DAN ISTRI DALAM PERNIKAHAN. “Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.(Ibrani 13:4).
Seks menurut Alkitab merupakan anugerah dari Tuhan kepada manusia. Tuhan menciptakan kita sebagai mahluk berpribadi yang dilengkapi dengan fungsi seksual. Dia menciptakan seks untuk pasangan suami istri. Alkitab mencatat dalam Kejadian 1:28, bahwa Allah memberkati manusia (Adam dan Hawa) sebelum mereka diperintahkan “beranakcucu dan bertambah banyak”. Dengan demikian, pemberkatan nikah haruslah mendahului penyatuan seksual, dan bukan sebaliknya. Untuk memenuhi mandat beranakcucu dan bertambah banyak tersebut manusia (pasangan suami-istri) melakukannya dengan cara bersenggama (bersetubuh atau berhubungan kelamin). Allah Sang Pencipta, telah mendesain dan membuat alat reproduksi yang cocok bagi manusia sehingga mampu bereproduksi (menghasilkan keturunan), yaitu : (1) Bagi pria, sperma yang diproduksi seumur hidupnya, (2) Bagi wanita sel telur yang siap dibuahi dengan siklus kematangan 1 sel telur setiap bulan.
Pertemuan antara sperma dan sel telur, atau sel telur yang dibuahi inilah yang akan menjadi cikal bakal embrio seorang manusia. Agar sperma dapat bertemu dengan sel telur maka cara yang dirancang oleh Pencipta adalah melalui hubungan seksual. Allah telah membuat organ reproduksi dan kelengkapannya bagi manusia sehingga dapat melakukan persetubuhan atau bersenggama (dalam konteks pernikahan) untuk mendapatkan keturunan (prokreasi). Istilah yang digunakan dalam Alkitab adalah frase “satu daging” (Kejadian 2:24). Jadi dalam pernikahan seorang laki-laki tidak hanya “meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya” melainkan juga “menjadi satu daging” melalui penyatuan seksual ketika bersenggama.
Namun mendapatkan keturunan menurut Alkitab bukanlah satu-satunya tujuan seseorang melakukan hubungan seks dalam pernikahan. Seks juga bertujuan untuk rekreasi, yaitu bahwa seks juga memberi kepuasan dan dinikmati untuk kebahagiaan pasangan suami istri. Seks adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada orang yang telah menikah untuk kebahagiaan dan kesenangan mereka bersama. Alkitab mengatakan, “Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap istrinya, demikian pula istri terhadap suaminya. Istri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi istrinya” (1 Korintus 7:3,4). Karena itulah romantistik dan gairah seksual tidak dilarang dilakukan oleh suami istri dalam kehidupan dan komitmen pernikahan. Alkitab mengatakan “Diberkatilah kiranya sendangmu, bersukacitalah dengan istri masa mudamu: rusa yang manis, kijang yang jelita; biarlah buah dadanya selalu memuaskan engkau, dan engkau senantiasa berahi karena cintanya” (Amsal 5:18-19).
KEKUDUSAN SEKS BAGI PERNIKAHAN
Semua hubungan seks yang dilakukan di luar hubungan pernikahan merupakan sesuatu yang dilarang di dalam Alkitab. Penulis Kitab Ibrani mengatakan, “Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan penzinah akan dihakimi Allah” (Ibrani 13:4). Tim LaHaye dalam bukunya Kehidupan Seks Dalam Pernikahan dengan sangat baik menjelaskan ayat tersebut. Menurut Tim LaHaye, tidak ada pernyataan lain yang lebih jelas dari pernyataan ini. Penulis kitab Ibrani bisa saja mengatakan, “hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan”, dan pernyataan itu sudah cukup jelas. Namun untuk memastikan agar tidak ada seorang pun yang tidak menangkap maksudNya, Allah melalui penulis Kitab Ibrani menjelaskan dengan satu frase lainnya, “dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur. Tempat tidur pasangan suami istri tidak boleh dicemarkan karena hal itu selamanya merupakan suatu aktivitas yang suci.
Kata “tempat tidur” dalam Ibrani 13:4 di atas merupakan terjemahan dari kata Yunani “koite” yang berarti “hidup bersama suami istri dengan cara bersenggama”. Akar kata dari “koite” adalah “keimai” yang berarti “berbaring”, dan berkaitan dengan “”koimao” yang berarti “menyebabkan tidur”. Jadi kata Yunani “koite” mengandung makna yang mengacu kepada hubungan yang dinikmati oleh pasangan suami istri di tempat tidur yang mereka tinggali bersama. Dari sinilah kita mendapati kata “koitus” yang berarti persetubuhan atau bersenggama di tempat tidur. Berdasarkan arti kata ini maka menurut Tim LaHaye Ibrani 13:4 dapat diterjemahkan sebagai berikut, “Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap koitus di dalam perkawinan dan janganlah kamu mencemarkannya”. Sepasang suami istri yang mengadakan koitus menggunakan kesempatan untuk menikmati hak istimewa yang merupakan karunia Allah.
Persetubuhan atau hubungan seks hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami istri yang telah menikah dan melakukan ikat janji. Perlu diketahui bahwa hubungan seksual yang terjadi sebelum pernikahan disebut “percabulan” (Kisah Para Rasul 15:20; 1 Korintus 6:18), dan hubungan seksual yang dilakukan di luar hubungan pernikahan disebut “perzinahan” (Keluaran 20:14; Matius 19:9). Baik percabulan maupun perzinahan, keduanya sangat dilarang di dalam Alkitab. Josh McDowell mengatakan, “Dalam istilah Alkitab, imoralitas seksual adalah semua hubungan seks di luar pernikahan (termasuk sebelum menikah). Tuhan telah bicara melalui hukum (firman), dan Dia telah menjadikan standarNya jelas: keterlibatan seksual di luar pernikahan itu salah”. Jadi untuk mencegah imoralitas seksual inilah alasan mengapa kita menemukan bahwa saat Alkitab membicarakan tentang seks, maka paling banyak ditulis dalam bentuk negasi yang tegas (Bandingkan Kisah Para Rasul 15:29; 1 Korintus 6:18; 10:8; Efesus 5:3; Kolose 3:5; 1 Tesalonika 4:5).
Justin Taylor menyatakan, “Sebuah pencarian kata dari istilah seks dalam Alkitab bahasa Inggris menunjukkan bahwa istilah tersebut hampir selalu dipakai di dalam konteks imoralitas seksual”. Dengan demikian, Alkitab memandang dosa seksual sebagai hal yang serius! Yesus memperingatkan bahwa akibat dari dosa seksual ini dapat melemparkan seseorang ke dalam neraka (Matius 5:27-30). Rasul Paulus menegaskan bahwa orang sundal dan cabul tidak mendapat bagian dalam kerajaan sorga (Galatia 5:19-21; Efesus 5:3-5). Penulis kitab Ibrani mengingatkan bahwa orang sundal dan penzinah akan dihakimi Allah (Ibrani 13:4). Dan dalam realitas meningkatnya imoralitas seksual saat ini, Andik Wijaya menyebutkan, “... peperangan hebat sedang terjadi di area seksual”. Sementara itu, Ben Patterson mengatakan “Di dalam Alkitab, bidang seksual merupakan arena utama dari kehancuran karena dosa, dan dengan demikian menempati tempat yang penting di antara hal-hal yang ditebus melalui kedatangan Kristus”.
Istilah-istilah yang digunakan dalam bahasa Yunani untuk imoralitas seksual dalam banyak bagian di Alkitab antara lain: (1) Sensualitas (aselgeia), menunjuk kepada ketiadaan prinsip moral, khususnya mengabaikan penguasaan diri dalam hal seksual yang menjaga kemurnian perilaku. Termasuk kecenderungan untuk menuruti atau merangsang nafsu berahi sehingga dengan demikian mengambil bagian dalam tindakan yang tidak dibenarkan Alkitab (Galatia 5:19; EFesus 4:19; 1 Petrus 4:3; 2 Petrus 2:2,18); (2) Menarik keuntungan dari orang (pleonekteo), yang berarti merampas kemurnian moral yang diinginkan Allah bagi orang itu dengan tujuan memuaskan nafsunya sendiri. Membangkitkan nafsu seksual di dalam diri orang lain yang tidak boleh dipuaskan secara benar berarti mengeksploitasi atau menarik keuntungan dari orang tersebut (1 Tesalonika 4:6) bandingkan Efesus 4:19); (3) Nafsu (epithumia), adalah memiliki keinginan jahat yang akan terwujud jika kesempatan tersedia (Efesus 4:19,22; 1 Petrus 4:3; 2 Petrus 2:18).
Dua istilah lainnya yang banyak digunakan secara berbeda di dalam Alkitab untuk menunjukkan imoralitas seksual adalah: (1) Percabulan (porneia), menggambarkan aneka ragam perbuatan seksual sebelum atau di luar pernikahan. Istilah ini tidak terbatas pada perbuatan senggama. Setiap kegiatan atau permainan seksual yang intim di luar hubungan pernikahan, termasuk menyentuh bagian-bagian kelamin atau menyingkapkan ketelanjangan seseorang, terangkum dalam istilah ini dan jelas merupakan pelanggaran terhadap norma-norma moral Allah bagi umatNya (1 Korintus 6:18; 1 Tesalonika 4:3; Bandingkan Imamat 18:6-30; 20:11-12,17, 19-21); (2) Perzinahan (moikeia), yang menujukkan kepada seks haram yang melibatkan seorang yang sudah menikah (Matius 19:5), dan kata kerja “moikeuo” yang berarti “berbuat zinah” (Matius 5:27-28; 19:18). Para penulis Perjanjian Baru secara konsisten mengunakan kata moikeia dan moikeuo untuk perzinahan yang menjelaskan seks haram yang dilakukan atau melibatkan seseorang yang sudah menikah (Markus 7:21; Lukas 16:18; Yohanes 8:4; Roma 2:22; Yakobus 2:11; Wahyu 2:22). Kedua kata tersebut, yaitu percabulan (porneia) dan perzinahan (moikeia) berulangkali dipakai secara berbeda satu sama lain di dalam bagian yang sama, misalnya ketika Yesus berkata, “Karena dari hati timbul ... perzinahan (moikeia), percabulan (porneia) ...” (Matius 15:19; Bandingkan Markus 7:21-22; Galatia 5:19).
MENIKMATI HUBUNGAN SEKSUAL YANG MENYENANGKAN DI DALAM PERNIKAHAN
Namun, karena Alkitab dengan jelasnya berulang-ulang berbicara menentang penyalahgunaan seks, dan menyebutnya sebagai “aselgeia, pleonekteo, epithumia, porneia, dan moikeia”, sebagaimana yang telah disebutkan di atas, maka beberapa orang tanpa berpikir panjang, atau mungkin dalam upaya mereka membenarkan perbuatan amoral mereka, telah salah mengartikan ajaran Alkitab tersebut dan dengan mudahnya mengambil kesimpulan bahwa Allah menganggap kotor semua perbuatan seksual. Tentu saja kesimpulan tersebut tidak benar! Karena Allah sendiri yang menciptakan organ dan hasrat seksual pria dan wanita, tidak hanya untuk melahirkan keturunan tetapi juga dinikmati. Tetapi Allah hanya menyetujui hubungan seksual ini dilakukan oleh pasangan suami istri dalam suatu hubungan pernikahan. Dan Allah memang melarang dengan tegas dan disertai peringatan untuk setiap kegiatan seks di luar lembaga pernikahan dan sebelum pernikahan, entah percabulan, perzinahan, dan lainnya. Jadi seks dikhususkan dan dikuduskan oleh Allah untuk dinikmati oleh seorang pria dan seorang wanita di dalam pernikahan, tidak dilakukan sebelum pernikahan, juga tidak dilakukan di luar pernikahan dengan yang bukan pasangannya.
Perlu ditegaskan, bahwa seks sebenarnya bukanlah sesuatu yang kotor ataupun jahat seperti yang diajarkan dalam beberapa kebudayaan. Seks menurut Alkitab merupakan anugerah dari Tuhan kepada manusia. Seks merupakan suatu anugerah yang unik yang diberikan hanya dalam institusi pernikahan. Alkitab memberitahu kita bawa seks merupakan sesuatu yang wajar, baik dan Tuhanlah yang menciptakannya. Namun sekali lagi ditegaskan, bahwa di dalam ajaran Kristen seks hanya boleh dilakukan dalam ikatan pernikahan. Allah adalah pencipta seks. Ia menciptakan seks bukan dengan tujuan untuk menyiksa pria dan wanita, melainkan untuk memberi kenikmatan dan kepuasan kepada mereka. Berikut ini beberapa bukti Alkitabiah yang menujukkan bahwa seks diciptakan Allah untuk memberi kenikmatan dan kepuasan kepada pasangan suami istri dalam pernikahan mereka.
1. Allah menciptakan seks sesuai kebutuhan manusia untuk dinikmati oleh seorang pria dan wanita dalam pernikahan. Di pasal 1 yang membahas esensi pernikahan Kristen saya telah menyampaikan bahwa pernikahan merupakan suatu lembaga yang ditetapkan Allah sendiri bagi manusia sesuai dengan kebutuhannya. Allah sendiri yang mengatakan bahwa “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Kejadian 2:18). Saat laki-laki “seorang diri saja” maka Allah menyatakan bahwa keadaan ini “tidak baik”. Jadi Allah memutuskan untuk menciptakan “ezer kenegdo” atau “seorang penolong”, yaitu seorang penolong yang sepadan atau seorang yang sepadan dengannya. Allah melihat bahwa manusia (Adam) tidak lengkap ketika ia sendirian di Taman Eden yang luas itu, meskipun sebenarnya ia hidup di dalam taman yang paling indah dan dikelilingi oleh berbagai macam binatang jinak, tetapi ia tidak memiliki teman yang sejenis dengan dirinya sendiri. Singkat cerita, Allah kemudian menciptakan seorang perempuan (Hawa) yang diambilNya dari rusuk Adam, dengan cara yang kreatif dan supranatural, seorang yang benar-benar serupa (sejenis) dengan Adam. Lalu Allah memberikan perempuan itu kepada Adam. Bagaimana reaksi Adam terhadap pemberian Allah ini? Dengan senangnya ia berkata, “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki” (Kejadian 2:23).
Penulis kitab Kejadian kemudian menyimpulkan kisah tersebut dengan pernyataan ringkas berikut “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kejadian 2:24). Pernyataan tersebut kemudian diulangi sebanyak tiga kali di tempat yang berbeda dalam Perjanjian Baru, yaitu di dalam Matius 19:5; Markus 10:7-8; dan Efesus 5:31. Penekanan utama dalam pernyataan itu adalah kesatuan seorang pria dan seorang wanita dalam pernikahan. Kesatuan tersebut dapat dijelasan sebagai berikut, bahwa melalui pernikahan: (1) Seorang laki-laki meninggalkan orangtuanya untuk bersatu dengan istrinya; (2) Bersatu dengan seorang istri; (3) suami istri menjadi satu daging. Dan frase “menjadi satu daging” menunjukkan tingkat keintiman yang paling dalam yang hanya dapat digambarkan dengan persetubuhan atau hubungan senggama pasangan suami istri.
Selanjutnya, Alkitab mencatat dalam Kejadian 1:28, bahwa Allah memberkati Adam dan Hawa, baru kemudian mereka mendapat perintah “beranakcucu dan bertambah banyak”. Dengan demikian, pemberkatan pernikahan haruslah mendahului penyatuan seksual, dan bukan sebaliknya. Untuk memenuhi mandat beranakcucu dan bertambah banyak tersebut Adam dan Hawa (juga pasangan suami-istri keturunan Adam berikutnya) melakukannya dengan cara bersenggama atau bersetubuh. Jadi, sebagaimana telah saya katakan di awal tadi, bahwa Allah telah membuat organ reproduksi dan kelengkapannya bagi manusia, sehingga dapat melakukan hubungan seksual atau bersenggama dalam konteks pernikahan agar manusia bisa mendapatkan keturunan (prokreasi). Namun mendapatkan keturunan menurut Alkitab bukanlah satu-satunya tujuan seseorang menikah dan melakukan hubungan seks. Dalam pernikahan, seks juga bertujuan untuk rekreasi, yaitu bahwa seks juga memberi kepuasan dan dinikmati untuk kebahagiaan pasangan suami istri.
2. Pengalaman hubungan seksual yang penuh gairah bagi pasangan suami istri juga digambarkan dalam kitab Amsal. Setelah melarang seorang pria menaruh minat terhadap seorang pelacur, penulis Kitab Amsal mengatakan demikian kepada para suami, “Diberkatilah kiranya sendangmu, bersukacitalah dengan istri masa mudamu: rusa yang manis, kijang yang jelita; biarlah buah dadanya selalu memuaskan engkau, dan engkau senantiasa berahi karena cintanya” (Amsal 5:18-19). Jelaslah bahwa pengalaman hubungan seksual yang penuh gairah seharusnya membuat seorang suami bersukacita karena hal itu memberikan kenikmatan yang luar biasa kepadanya. Konteks dari ayat-ayat tersebut menekankan tentang suatu pengalaman yang dimaksudkan untuk dinikmati bersama. Bagian Alkitab ini juga menunjukkan bahwa hubungan seksual suami istri seperti itu dirancang bukan hanya untuk tujuan menghasilkan keturunan saja, melainkan juga untuk kesenangan keduanya. Kata-kata seperti “buah dadanya yang selalu memuaskan engkau” dan “engkau senantiasa berahi karena cintanya” menujukkan suatu tingkat pengalaman yang dinikmati dan menyenangkan bagi pasangan suami istri.
Menurut saintifik modern, buah dada (payudara) merupakan daerah sensitif wanita secara seksual setelah organ reproduksinya. Payudara seorang istri begitu sangat sensitif, sehingga belaian yang penuh kasih sayang dari suami pada buah dadanya akan membantu mempersiapkan istri untuk melakukan persetubuhan. Saat ini dianjurkan oleh para ahli bimbingan pernikahan agar suami melakukan “foreplay” atau percumbuan pendahuluan, sebelum melakukan hubungan seksual, salah satunya dengan cara suami membelai, mengelus atau menghisap payudara istrinya. Koes Irianto dalam buku Seksologi Kesehatan menyatakan, “Payudara merupakan salah satu bagian organ seks wanita yang memiliki sensasi rangsangan tinggi. Ia satu dari area erogeneous milik wanita yang bisa terpicu oleh pijatan atau remasan.Pusat sensitivitas payudara terdapat di putingnya (papilla mammae). Stimulasi pada puting (memijat, mengisap) membangkitkan rangsangan seksual yang sensasinya menjalar sampai ke klitoris. Manipulasi payudara oleh pasangan seks merupakan bagian dari proses foreplay, permainan pendahuluan seks. Ini bentuk kegiatan menuju proses excitiment seksual wanita sebelum tiba pada fase plateu, lalu fase klimaks pada masa mana wanita merasakan sensasi orgasmus. Keindahan payudara harus dipelihara sepanjang masa, dan seberapa bisa tetap terjaga strukturnya. Mengapa? Karena organ seks ini bagian yang tetap memikat lawan jenis sampai kapanpun”.
Jadi dengan melakukan rangsangan payudara, suami dan istri sama-sama saling menikmati, sementara istri menikmati belaian suaminya, maka suaminya bisa menikmati payudara istrinya, sehingga keduanya menjadi bergairah karenanya. Mungkin bagi beberapa orang ini terkesan terlalu vulgar. Tidak, ini tidak vulgar, ini tertulis di Alkitab, dan ini Alkitabiah! Dengan melakukan sentuhan penuh kasih pada payudara istri, akan membantunya membangkitkan gairah seksualnya. Jika gairah seksualnya sudah bangkit, yaitu ketika puting payudara menjadi tegang dan menonjol, maka itu tandanya ia telah dirangsang dengan baik dan siap untuk melakukan hubungan seksual dengan suaminya.
Hikmat dari penulis kitab Amsal ini memberikan dua hal, yaitu: (1) Menangani hasrat seks yang ada di dalam diri seorang pria dan menjauhkan dirinya dari penggunaan dengan cara yang tidak semestinya; (2) Agar menikmati penggunaan yang sah dari hasrat seksual tersebut seumur hidup, yakni melalui persetubuhan yang wajar sehat dan di dalam pernikahan. Karena itu Amsal 5:18-19 membicarakan pengetahuan, bahwa cinta pasangan suami istri dalam pernikahan yang nikmat dan memuaskan merupakan jalan hikmat dan rancangan Tuhan bagi kebahagiaan mereka.
3. Pengalaman hubungan seksual yang penuh gairah bagi pasangan suami istri juga digambarkan dengan jelas dalam Kitab Kidung Agung. Kitab Kidung Agung ini adalah kitab yang unik, merupakan kita yang berisi kumpulan kidung cinta dan pernikahan, yang terselip di antara kitab Taurat dan Kitab Para Nabi. Dapat dilihat bahwa kepentingan Perjanjian Lama terhadap seks terutama berkaitan dengan hal mendapatkan keturunan. Sangat sedikit petunjuk mengenai apakah seks merupakan sesuatu hal menyenangkan atau tidak. Puji syukur kepada Tuhan sebab Tuhan tidak membiarkan hal itu tersembunyi begitu saja, sebab Ia telah memberikan kitab Kidung Agung untuk mengisi celah ini. Kitab ini menjelaskan bahwa bersama dengan hal mendapatkan keturunan (prokreasi), seks juga dimaksudkan untuk rekreasi (dinikmati), yaitu bagi kesenangan, sukacita, persekutuan, dan perayaan pasangan suami istri dalam pernikahan. Kehamilan dan mendapatkan keturunan bahkan tidak disinggung dalam kitab ini. Kidung Agung melukiskan sebuah gambaran yang indah tentang seperti apa seks yang sudah ditebus itu. Keindahan, sukacita, kenikmatan, kesenangan dan kepuasan hubungan seksual pasangan suami istri ini digambarkan dengan ungkapan-ungkapan puitis dan romantis, dalam ayat-ayat berikut ini:
(1) “Kiranya ia menciumku dengan kecupan. Karena cintamu lebih nikmat daripada anggur” (Kidung Agung 1:2). Menurut Ben Patterson dalam artikelnya Kebaikan Seks dan Kemuliaan Allah, secara harfiah ungkapan “Kiranya ia menciumku dengan kecupan” dalam bahasa Ibraninya berarti “limpahilah aku dengan ciuman”. Kasih yang dirujuk di sini memiliki konotasi erotis yang kuat dan alamiah. Dan itu menyebabkan perasaan gembira yang menggairahkan. Alkitab versi BIS menerjemahkan ayat tersebut demikian, “Ciumilah aku dengan bibirmu; cintamu lebih nikmat dari anggur!”.
(2) “Seperti pohon apel di antara pohon-pohon di hutan, demikianlah kekasihku di antara teruna-teruna. Di bawah naungannya aku ingin duduk, buahnya manis bagi langit-langitku. Telah dibawanya aku ke rumah pesta, dan panjinya di atasku adalah cinta. Kuatkanlah aku dengan penganan kismis, segarkanlah aku dengan buah apel, sebab sakit asmara aku. Tangan kirinya ada di bawah kepalaku, tangan kanannya memeluk aku” (Kidung Agung 2:3-6). Apel dan kismis merupakan lambang-lambang kuno untuk erotis. Seperti itulah si wanita dalam kitab Kidung Agung tersebut menyamakan kekasihnya. Namun kekasihnya bukan sekedar lambang, ia adalah seseorang yang nyata. Kata “naungannya” menyatakan kedekatannya, dan akibat yang ditimbulkannya adalah sama seperti di bawa ke sebuah aula pesta, yang secara harfiah adalah sebuah rumah anggur, suatu lambang lain dari kenikmatan cinta.
(3) “Kekasihku kepunyaanku, dan aku kepunyaan dia yang menggembalakan domba di tengah-tengah bunga bakung” (Kidung Agung 2:16: Bandingkan 6:3). Rumusan ungkapan ini muncul pada titik penting dari kitab Kidung Agung untuk menegaskan eksklusivitas komitmen di antara pasangan kekasih. Ini juga merupakan rumusan pada level manusia bagi hubungan yang terjadi antara Allah dan umatNya (Hosea 2:23). Dalam konteks eksklusivitas yang mulia, yang penuh cinta, yang monogamis, kekasihnya “menggembalakan domba di tengah-tengah bunga bakung”. Janji kovenan memiliki dimensi erotis: mereka saling memiliki sepenuhnya. “bunga bakung” atau “teratai” bukan hanya menggambarkan kecantikan sang kekasih, tetapi juga merupakan metafora untuk bibir.
(4) Selanjutnya dalam kidung Agung 4:1-15 dan 7:1-13 mempelai pria memuji kecantikan mempelai wanita dengan berbagai kiasan yang menujukkan bahwa kekaguman yang tulus merupakan hal yang penting dalam hubungan pasangan suami istri. Dan Alkitab memuat di sini sebagai suatu penghargaan yang wajar.
4. Pernyataan Perjanjian Baru. Jelaslah seks merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada orang yang telah menikah untuk kebahagiaan dan kesenangan mereka bersama. Alkitab mengatakan, “Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap istrinya, demikian pula istri terhadap suaminya. Istri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya” (1 Korintus 7:3,4). Dengan demikian, romantistik dan gairah seksual tidak dilarang dilakukan oleh suami istri dalam komitmen pernikahan. John Piper mengatakan, “Allah menciptakan manusia menurut rupa dan gambarNya –‘laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka’ (Kejadian 1:27) – dengan kapasitas-kapasitas untuk kesenangan seks yang intens dan dengan panggilan untuk berkomitmen dalam pernikahan...” . Jadi seks juga bertujuan untuk rekreasi : memberi kepuasan dan dinikmati untuk kebahagiaan pasangan suami istri.
Namun yang perlu diketahui bersama oleh pasangan suami istri, bahwa prinsip hubungan seks yang baik adalah keterbukaan dan kejujuran dalam mengungkapkan kebutuhan masing-masing. Intinya, kegiatan seks bertujuan untuk dinikmati dan saling memuaskan, namun perlu dihindari adanya kesan mengeksploitasi pasangan. Kegiatan seks yang menyenangkan akan memberikan dampak positif bagi suami dan istri. Bahkan disinyalir, pasangan suami istri yang melakukan hubungan seks dengan rutin dan menikmati hubungan seks tersebut akan lebih sehat secara fisik dan psikologis. Hal tersebut pada akhirnya akan membawa rumah tangga mereka menuju kebahagiaan. Karena itu frekuensi, posisi dan teknik hubungan seks suami dan istri sebaiknya tidak boleh dipaksakan melainkan sesuai dengan kehendak bersama yang bermanfaat bagi kedua pasangan.
ARTI HUBUNGAN SEKSUAL DARI SUDUT PANDANG PRIA DAN WANITA
Suami dan istri memiliki sudut pandangan yang berbeda tentang arti dari hubungan seksual. Sebagian dari ketidakbahagian dan kegagalan dalam pernikahan disebabkan oleh ketidaktahuan mengenai perbedaan tersebut. Kegagalan seorang istri untuk memahami apa sesungguhnya arti hubungan seksual bagi seorang pria seringkali mengakibatkan mereka membuat kesimpulan keliru yang dapat mengurangi, bahkan melumpuhkan kemampuan alamiah mereka untuk bereaksi terhadap percumbuan suami mereka. Sebaliknya, seorang suami yang tidak memahami arti hubungan seksual bagi seorang wanita seringkali mengabaikan begitu saja kebutuhan-kebutuhan emosional maupun fisik seorang istri. Karena itu melihat arti hubungan seksual dari sudut pandang orang lain, tidak hanya dari sudut pandang sendiri, merupakan kunci bagi komunikasi dalam segala tingkatan, khusus untuk mendapatkan kepuasan bersama ketika melakukan hubungan seksual. Tim dan Berverly LaHaye dalam bukunya Kehidupan Seks Dalam Pernikahan membantu kita untuk melihat perbedaan arti hubungan seksual dari sudut pandang pria dan wanita.
1. Arti Hubungan Seksual Bagi Seorang Pria
Hubungan seksual dalam pernikahan merupakan sesuatu yang penting dan vital bagi seorang suami oleh karena lima alasan, yaitu:
(1) Hubungan seksual memuaskan dorongan seksnya. Kaum pria memiliki dorongan seks yang sangat kuat dan bersifat terus menerus, yang berbeda dari wanita. Itu tidak berarti bahwa wanita tidak memiliki dorongan seksual. Tetapi dorongan seksual pada wanita bersifat sesekali atau jarang. Allah telah merancang pria untuk menjadi pihak yang agresif serta penuh inisiatif. Karena itu seorang istri tidak perlu terkejut ketika suaminya menginginkan hubungan seksual dengan frekuensi yang lebih banyak dari yang dipikirkannya. Istri tidak perlu menganggap suaminya aneh, dan berkesimpulan bahwa suaminya seorang maniak seks. Dorongan seksual yang besar pada pria merupakan hal yang normal dan wajar. Jika tidak dipahami dengan baik, maka frekuensi hubungan seksual pasangan suami istri sering kali menjadi sumber konflik dan pertengkaran terutama bagi pasangan yang masih muda.
(2) Hubungan seksual sungguh-sungguh membuat seorang suami merasa bahwa ia adalah seorang pria sejati. Seorang pria pada umumnya memiliki ego yang lebih besar dari pada seorang wanita. Dorongan seks yang besar dari seorang pria secara kompleks sangat berhubungan dengan egonya. Seorang suami yang puas secara seksual adalah seorang pria yang dengan cepat akan mengembangkan keyakinan diri dalam bidang-bidang lain dari kehidupan. Bagi seorang pria ketidaksuksesannya dalam urusan hubungan seksual dengan istrinya dapat menandakan kegagalannya dalam hidup.
(3) Hubungan seksual membuat seorang suami lebih mengasihi istrinya. Karena seorang pria telah dikaruniai Allah suatu dorongan seks yang kuat dan hati nurani, maka kemungkinan untuk menyalurkan dorongan itu dengan cara yang memuaskan tanpa menimbulkan perasaan bersalah di dalam hatinya membuat ia makin mencintai orang yang memungkinkan hal tersebut. Tetapi hanya ada satu orang di dunia ini yang dapat melakukannya, yaitu istrinya. Dorongan seks seorang pria hanya bisa disalurkan melalui ejakulasi, yaitu pengeluaran atau penyemburan air mani. Hal ini dapat dicapai dengan cara: hubungan seksual, masturbasi, mimpi basah, dan homoseksualitas. Hubungan seks tentu saja merupakan satu-satunya cara yang paling memuaskan. Dan hal ini hanya dapat dilakukan dalam lembaga pernikahan. Karena persetubuhan melalui homoseksual, prostitusi dan perzinahan akan menggangu hati nurani dan bertentangan dengan firman Allah, maka satu-satunya cara yang tidak menggangu hati nurani dan sesuai dengan firman Allah adalah hubungan seksual seorang pria dengan istrinya.
(4) Hubungan seksual yang memuaskan akan mengurangi friksi di dalam rumah tangga. Akibat lain dari adanya hubungan yang memuaskan di antara pasangan suami istri adalah berkurangnya kejengkelan-kejengkelan yang mungkin timbul di dalam rumah tangga. Seorang pria yang puas secara seksual biasanya merasa senang, dan ini membawanya lebih bahagia bersama istrinya. Bagi seorang pria, kerja keras yang harus dilakukannya maupun tekanan-tekanan hidup yang dihadapinya tidak menjadi soal apabila ia dan istrinya mewujudkan cinta mereka melalui hubungan seksual yang seharusnya dan memuaskan
(5) Hubungan seksual memberikan pengalaman hidup yang paling menyenangkan kepadanya. Luapan fisik dan emosional yang luar biasa pada puncak dari hubungan seksual di dalam pernikahan bagi suami merupakan pengalaman paling menyenangkan yang pernah dinikmatinya, paling tidak secara berulang-ulang. Pada saat itu semua pikiran lain terhapus dari benaknya. Semua kelenjar dan organ tubuhnya diliputi oleh suatu kenikmatan yang tak ada bandingnya. Ia merasa seakan-akan tekanan darah dan temperatur tubuhnya membumbung tinggi sehingga hampir-hampir tidak dapat dikuasainya. Pada saat itu nafasnya menjadi makin cepat dan ia mengerang dalam kenikmatan yang meluap-luap sementara tekanan itu mencapai puncaknya ketika air maninya tersembur ke dalam tubuh istri yang dikasihinya. Hal ini merupakan pengalaman yang luar biasa menyenangkan bagi seorang pria.
2. Arti Hubungan Seksual Bagi Seorang Wanita
Perlu bagi seorang pria (suami) untuk mengetahui arti hubungan seksual dari sudut pandang seorang wanita. Karena semakin baik pengetahuan seorang suami tentang hl ini, semakin baik ia mengetahui kebutuhan-kebutuhan istrinya, maka semakin mampu ia dan istrinya menikmati suatu hubungan seksual bersama yang menyenangkan.
(1) Hubungan seksual membuatnya sungguh-sungguh merasa bahwa ia adalah seorang wanita. Jika seorang wanita merasa bahwa ia telah gagal di tempat tidur, akan sulit baginya untuk menerima dirinya sebagai wanita yang utuh. Karena itu para suami bisa membantu istrinya mendapatkan citra diri ini dengan melakukan hubungan seksual yang memuaskan dengan istrinya, karena hal itu akan menjadikan istrinya merasa sebagai seorang wanita yang utuh.
(2) Hubungan seksual memberi kepastian kepadanya bahwa suaminya mengasihinya. Semua orang mempunyai kebutuhan dasar untuk dikasihi. Kebutuhan dikasihi ini lebih besar ada pada wanita dari pada pria. Wanita memiliki kemampuan yang besar untuk mengasihi dan dikasihi. Setidaknya ada lima macam kasih yang dibutuhkan oleh sorang wanita, yaitu: cinta persahabatan, cinta yang penuh belas kasih, cinta romantis, cinta yang penuh kasih mesra, dan cinta berahi. Jika kebutuhan-kebutuhan cinta yang terdapat di dalam hati seorang wanita ini telah dipenuhi sebagaimana mestinya, semuanya itu akan memberikan kepastian kepadanya akan cinta suaminya. Dan hubungan seksual merupakan salah satu cara di mana seorang istri mengetahui bahwa suaminya benar-benar mengasihinya.
(3) Hubungan seksual memuaskan dorongan seksnya. Walaupun seorang wanita tidak memiliki dorongan seks sekuat dan sekonsisten dorongan seks seorang pria, namun ia juga tetap memiliki dorongan seks dalam dirinya. Penelitian menunjukkan bahwa hampir setiap wanita memiliki dorongn seks yang kuat tepat sebelum pada saat, atau setelah mereka mengalami menstruasi (haid), dan tentu saja pada pertengahan siklus bulanannya, yakni pada saat ia sangat subur. Selain itu, justru kenikmatan seksual yang dirasakannya bertambah dari tahun ke tahun seiring dengan pengalaman orgasme dan penghargaan yang didapatnya dari suaminya. Karena seorang wanita mampu mengingat pengalaman-pengalaman masa lalu yang indah dan menggairahkan dengan suaminya, maka itu setiap pengalaman hubungan seksual yang menggetarkan hatinya akan memperbesar dorongan seksnya. Sebaliknya jika pengalaman-pengalaman tersebut tidak menyenangkan maka justru akan membuatnya frustasi, menjadi frigid dan dapat mematikan gairah seksnya.
(4) Hubungan seksual membuat sistem syarafnya rileks. Wanita-wanita yang frigid (kurang memiliki gairah seksual), biasanya adalah orang-orang yang gelisah. Karena itu penting bagi seorang istri untuk belajar memiliki sikap seksual yang sehat dan wajar dengan suaminya, hal ini akan mengurangi kegelisahannya. Sebagaimana pada pria, sistem syaraf pada wanita pada hakikatnya berkaitan dengan organ-organ reproduktifnya. Karena itulah tidak dapat disangkal bahwa hubungan seksual di tempat tidur tidak hanya menghasilkan keturunan (prokreasi) tetapi juga untuk kenikmatan pribadi (rekreasi). Persetubuhan juga membantu suami istri untuk bersikap saling setia terhadap komitmen pernikahan mereka. Dan yang tidak kalah pentingnya, persetubuhan dapat menjadi semacam obat penenang syaraf yang sangat dibutuhkan pasangan suami istri.
(5) Hubungan seksual merupakan pengalaman yang paling indah yang dapat dialami oleh seorang wanita. Bila hubungan seksual dilakukan sebagaimana mestinya dan sampai ia mencapai orgasme, percintaan pernikahan merupakan suatu pengalaman yang paling menyenangkan bagi seorang wanita. Sesungguhnya suatu pengalaman paling menyenangkan bagi wanita adalah pangalaman ketika ia merasa dikasihi oleh suaminya dan mencapai orgasme saat berhubungan seks dengan suaminya.
PENGALAMAN SEKS BERBEDA ANTARA PRIA DAN WANITA
Jonathan A. Trisna dalam buku Two Become One menjelaskan adanya perbedaan yang besar antara pria dan wanita dalam hal respon terhadap seks. Mengetahui hal ini mungkin akan sangat memberikan manfaat bagi pasangan suami istri agar dapat saling mengerti satu sama lainnya. Bagi seorang pria (suami), seks bersifat instan (seketika). Artinya, seorang pria dapat dengan cepat menginginkan dan bergairah terhadap seks, melakukan hubungan seksual, mencapai kepuasan dalam orgasme, lalu kemudian mendengkur tertidur setelah puas. Bagi pria seks bersifat instan karena ia dapat menikmati seks tanpa memerlukan persiapan panjang. Karena itu seorang istri perlu mengetahui hal ini agar tidak terlalu terheran-heran atau menganggap suaminya bersikap aneh. Jika tidak mengetahui hal ini, istri kemungkinan akan menuduh bahwa suaminya egois, tidak punya perasaan, jika menginginkan seks langsung mesra, dan jika sudah selesai melakukan hubungan seks langsung tertidur pulas. Pria bahkan dapat melakukan hubungan seks dan menikmatinya tanpa banyak persiapan dan perasaan tertentu. Tentu saja hal seperti itu terasa tidak masuk akal bagi wanita (istri), sehingga akhirnya mengatakan, “laki-laki memang tidak berperasaan”. Ini tidak akan terjadi jika mereka mengerti hakikat pria, bahwa bagi seorang pria seks bersifat instan.
Berbeda dari pria, maka bagi wanita (istri), seks membutuhkan waktu dan persiapan. Untuk sungguh-sungguh menikmati seks, maka hubungannya dengan suaminya harus sungguh-sungguh baik. Ia perlu merasa suaminya benar-benar mengasihinya dan menginginkannya. Untuk merasakan hubungan seksual yang berarti, harus ada persiapan yang panjang, yaitu persiapan sehari. Sulit bagi seorang istri untuk menikmati seks di malam harinya jika pada pagi hari suaminya meninggalkannya di rumah dengan pertengkaran yang belum diselesaikan, lalu setelah pulang suaminya meminta hubungan seksual. Seks bagi seorang istri harus dipersiapkan dengan jamahan, sentuhan, komunikasi yang baik, dengan diperhatikan dan didengarkan. Suasana kasih perlu ada sepanjang hari sebelum istri bisa menikmati seks pada malam harinya. Jika ia sedang jengkel, marah, atau benci, merupakan hal yang sulit baginya untuk menikmati hubungan seks, apalagi untuk mendapatkan orgasme atau kenikmatannya. Karena itulah maka suami dan istri perlu belajar memahami perbedaan-perbedaan ini untuk saling melengkapi, saling memberi satu sama lain, dan tidak egois dengan hanya memaksakan keinginan sendiri.
Burke, Dale., 2000. Dua Perbedaan dalam Satu Tujuan. Terjemahan Indonesia (2007), Penerbit Metanoia Publising : Jakarta.
Clinton, Tim & Mark Laaser., 2010. Sex and Relationship. Baker Book, Grand Rapids. Terjemahan Indonesia (2012), Penerbit ANDI : Yogyakarta.
Dobson, James., 2004. Panduan Lengkap Pernikahan dan Keluarga. Terjemahan Penerbit Gospel Press : Batam.
Douglas, J.D., ed, 1988. The New Bible Dictionary. Terjemahan Indonesia: Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, 2 Jilid, diterjemahkan (1993), Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Evans, Tony., 2001. Cara Hidup Yang Luar Biasa. Buku dua, terjemahan, Penerbit Interaksara : Batam.
Field, Lynda. 2004. Into a Wonderful New Life. Penerbit PT. Buana Ilmu Populer : Jakarta.
Geisler, Norman L., 2000. Christian Ethics: Options and Issues. Edisi Indonesia dengan judul Etika Kristen: Pilihan dan Isu, Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Jakarta.
Gutrie, Donald., ed, 1976. The New Bible Commentary. Intervarsity Press, Leicester, England. Edisi Indonesia dengan judul Tafsiran Alkitab Masa Kini, Jilid 3, diterjemahkan (1981), Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Gutrie, Donald., 1981. New Tastament Theology, . Intervarsity Press, Leicester, England. Edisi Indonesia dengan judul Teologi Perjanjian Baru, 3 Jilid, diterjemahkan (1991), BPK Gunung Mulia : Jakarta.
Hearth, W. Stanley., 1997. Psikologi Yang Sebenarnya. Penerbit ANDI: Yogyakarta.
Irianto, Koes., 2013. Seksologi Kesehatan. Penerbit Alfabeta : Bandung.
King, Clayton & Charie King., 2012. 12 Pertanyaan yang Harus Diajukan Sebelum Menikah. Terjemahan, Penerbit Immanuel : Jakarta.
Lewis, C.S., 2006. Mere Christianity. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung
Mack, Wayne., 1985. Bagaimana Mengembangkan Kesatuan Yang kukuh Dalam Hubungan Perkawinan, terjemahan, Penerbit Yakin : Surabaya.
McDowell, Josh., 1997. Rigth From Wrong , terjemahan, Penerbit Profesional Books : Jakarta.
Monks, F.J, AMP. Knoers, & Siti Rahayu Haditono., 1994. Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Edisi Revisi. Diterbitkan dan dicetak : Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Morris, Leon., 2006. New Testamant Theology. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Notoatmodjo, Soekidjo., 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Penerbit PT. Rineka Cipta : Jakarta.
Paulus L. Kristianto., 2006. Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama Kristen. Andi: Yogyakarta.
Pfeiffer, Charles F & Eferett F. Herrison., ed, 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Edisi Indonesia dengan judul Tafsiran Alkitab Wycliffe Perjanjian Baru, volume 3, diterjemahkan (2004), Penerbit Gandum Mas : Malang.
Piper, John & Justin Taylor, ed., 2005. Kingdom Sex and the Supremacy of Christ. Edisi Indonesia dengan judul Seks dan Supremasi Kristus, Terjemahan (2011), Penerbit Momentum : Jakarta.
Powers, B. Ward., 2011. Divorce and Remarriage: The Bible’s Law and Grace Approach. Edisi Indonesia dengan judul Perceraian dan Perkawinan Kembali : Pendekatan Hukum dan Anugerah Allah dalam Alkitab, terjemahan (2011), Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Prokopchak, Stave and Mary., 2009. Called Together. Destiny image, USA. Terjemahan Indonesia (2011), Penerbit ANDI : Yogyakarta.
Rosberg, Gery & Barbara., 2010. Pernikahan Anti Cerai. Terjemahan, Penerbit ANDI : Yogyakarta.
Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. diterjemahkan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Stassen, Glen & David Gushee., 2003. Kingdom Ethics: Following Jesus in Contemporary Contex. Edisi Indonesia dengan judul Etika Kerajaan: Mengikut Yesus dalam Konteks Masa Kini, Terjemahan (2008), Penerbit Momentum : Jakarta.
Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terj, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Stott, John., 1984. Issues Facing Chistianis Today. Edisi Indonesia dengan judul Isu-Isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani. Terjemahan (1996), Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Surbakti, E.B., 2002. Kenalilah Anak Remaja Anda. Penerbit PT. Elex Media Komputindo : Jakarta.
Susanto, Hasan., 2003.Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid 1 dan 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Tong. Stephen., 1991. Keluarga Bahagia. Cetakan kesebelas (2010), Penerbit Momentum: Jakarta.
Trisna, Jonathan A., 2013. Two Become One. Penerbit ANDI : Yogyakarta.
Wijaya, Andik., 2014. Equipping Leaders to Figth for Sexual Holiness. Diterbikan oleh Kenza Publising House : Surabaya.
Zuck, Roy B, editor., 2010. A Biblical of Theology The Old Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
_____________, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url