DOKTRIN PENGUDUSAN MENURUT TEOLOGI REFORMED

DOKTRIN PENGUDUSAN MENURUT TEOLOGI REFORMED

Doktrin pengudusan (Sanctification) menurut teologi Reformed adalah anugerah juga bersamaan dengan aspek-aspek lain seperti kelahiran kembali, pembenaran, dan iman

Istilah kudus secara harfiah didefinisikan dalam arti dikhususkan, diistimewakan, dipisahkan, diabdikan kepada. Sesuatu yang kudus termasuk dalam kategori atau jenis lain. Allah adalah Kudus. Adapun semua orang yang dipanggil oleh Allah juga di jadikan-Nya kudus. 


Menurut Alkitab, Allah melalui Roh Kudus mengkhususkan mereka dan membuat mereka milik-Nya, di dalam Yesus Kristus. Itulah sebenarnya definisi dari gereja (1 Petrus 1:2). Proses ini disebut pengudusan (sanctification). Melalui proses ini, Roh Kudus berkarya untuk memulihkan dan memperbarui manusia sesuai dengan gambar dan rupa Allah, menjadi seseorang yang sepenuhnya mempercayakan dirinya kepada Tuhan Yesus Kristus dan anugerah Allah, seorang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan taat kepada-Nya.

Dalam teologi Reformed, doktrin pengudusan (Sanctification) menempati domain yang penting dalam karya keselamatan yang dikerjakan oleh Allah Tritunggal. Pengudusan merupakan aspek penerapan penebusan yang dalam ordo salutis didahului oleh predestinasi,21 panggilan efektif, regenerasi, pembenaran dan adopsi. Menurut John Murray, pengudusan adalah karya Allah di dalam kita sebagai tindakan berdiamnya dan pengarahan Roh Kudus.

Menurut Louis Berkhof, pengudusan adalah tindakan Roh Kudus yang penuh kasih karunia dan terus menerus, yang olehnya Ia membebaskan orang berdosa yang sudah dibenarkan dari kecemaran karena dosa memperbaharui keseluruhan naturnya dalam gambar dan rupa Allah dan memampukannya melakukan perbuatan baik.

Sedangkan menurut Anthony A. Hoekema, pengudusan sebagai karya yang penuh anugerah dari Roh Kudus, yang melibatkan tanggungjawab kita untuk berpartisipasi yang dengannya Roh Kudus melepaskan kita dari pencemaran dosa, memperbarui keseluruhan natur kita menurut gambar Allah, dan memampukan kita untuk menjalankan kehidupan yang diperkenan oleh Allah.

Muriwali Yanto Matalu, seorang teolog Reformed asal Indonesia mendefinisikan pengudusan sebagai berkembang dan bertumbuhnya kehidupan rohani yang baru secara progresif, yakni hidup di dalam nilai dan norma Kerajaan Allah dan berkurang serta lenyapnya kehidupan yang lama, yakni kehidupan duniawi yang dipenuhi oleh rupa-rupa kecemaran dosa

Dalam perspektif teologi Reformed, setiap orang Kristen yang telah mengalami anugerah regenerasi disebut sebagai orang kudus, tetapi sekaligus mereka harus menguduskan diri. Pada satu sisi, pengudusan telah terjadi pada saat seseorang menjadi percaya kepada Tuhan Yesus Kristus (disebut pengudusan definitif atau pengudusan posisional), sehingga setiap orang Kristen disebut orang-orang kudus.

Pengudusan definitif disebut juga sebagai pengudusan yang pasif, dalam pengertian orang percaya diberi pengudusan oleh Allah dengan tidak usah berubuat sesuatupun. Pada sisi yang lain pengudusan dipandang sebagai proses yang berlanjut seumur hidup (pengudusan progresif), yang artinya bahwa orang-orang kudus masih harus menguduskan diri (hal ini dipaparkan oleh rasul Paulus dalam 1 Korintus 1:2).

Berkaitan dengan aspek pengudusan dalam teologi reformed memandangnya bersifat paradoks. Pada satu sisi pengudusan berlangsung seumur hidup setiap orang percaya, yang berbeda dari pembenaran sebagai tindakan defintif Allah yang terjadi hanya sekali untuk selamanya. Namun pada sisi yang lain, pengudusan adalah suatu tindakan Allah yang definitif, yang terjadi pada suatu waktu tertentu ketimbang berlangsung dalam suatu jangka waktu tertentu

Adapun dalam teologi Reformed, maksud pengudusan definitif adalah pada saat orang Kristen disebut sebagai orang yang dikuduskan ( Kisah Para Rasul 20:32;26:18) Dalam 1 Korintus 1:2 di atas, rasul Paulus menyatakan mengenai orang-orang Kristen di Korintus sebagai mereka yang dikuduskan (Perfect tense) di dalam Kristus Yesus.

Demikian pula dalam 1 Korintus 6:1, pembenaran dan pengudusan disejajarkan. Tetapi kamu telah memberimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita. Adapun pengudusan yang dimaksudkan dalam teks tersebut telah terjadi pada saat seseorang menjadi percaya, sama seperti pembenaran. 

Pengudusan definitif memiliki kaitan dengan status setiap orang percaya sebagai anak-anak Allah, orang-orang benar, orang-orang kudus. Posisi atau status ini menjadi milik setiap orang percaya yang bersumber dari anugerah Allah sebagaimana pembenaran dan adopsi.

Adapun implikasi dari status setiap orang percaya sebagai orang kudus dalam pemahaman mengenai pengudusan definitif, tidak berarti bahwa mereka memiliki kesempurnaan tanpa dosa.

Berangkat dari ajaran Alkitab, maka teologi Reformed menegaskan bahwa pengudusan definitif dalam diri setiap orang percaya harus melihat diri mereka sendiri dan sesamanya sebagai orang-orang percaya yang telah mati terhadap dosa dan sekarang menjadi pribadi-pribadi yang baru di dalam Yesus Kristus. Akan tetapi kebaruan (newness) yang dimiliki oleh orangorang percaya di dalam Kristus tersebut tidaklah berarti suatu kesempurnaan tanpa dosa.

Selama seseorang masih hidup di dalam dunia ini, mereka masih harus bergumul melawan dosa dan seringkali bisa terjatuh ke dalam dosa. Oleh karena itu, maka setiap orang percaya harus melihat diri mereka sendiri dan sesamanya sebagai pribadi-pribadi yang sungguh-sungguh baru walaupun belum sepenuhnya baru (genuinely new, though not yet totally new). Dengan adanya pengudusan definitif tersebut menolong setiap orang percaya untuk memandang bahwa mereka yang berada di dalam Kristus telah mengadakan pemutusan yang penting serta tidak dapat dibatalkan terhadap dosa.

Serangkaian dengan pengudusan definitif tersebut di atas, maka setiap orang Kristen sekaligus terlibat dalam proses pengudusan (pengudusan progresif). Paradoks pengudusan definitif dan progresif ini muncul dalam teks Roma 6.

Pada satu sisi, setiap orang Kristen telah mati bagi dosa (Roma 6: 2) yang mana manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita telah hilang kuasanya (Roma 6: 6) dan kita telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran (Roma 6: 18). Itulah yang dimaksudkan dan ditegaskan mengenai pengudusan definitif. Namun pada sisi yang lain, setiap orang Kristen harus berusaha supaya dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuh kita yang fana (Roma 6: 12), dan rasul Paulus menasihati setiap orang Kristen untuk jangan menyerahkan anggota-anggota tubuhnya kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, melainkan untuk menyerahkan diri kita kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, namun yang sekarang hidup (Roma 6: 13).

Hal inilah yang disebut sebagai pengudusan progresif, yang mana pengudusan tersebut harus direalisasikan dalam kehidupan setiap orang percaya yang telah dikuduskan secara status. Dengan demikian setiap orang Kristen adalah orang kudus, walaupun masih terdapat dosa dalam hidupnya, dan walaupun ia masih harus berusaha supaya ia hidup lebih kudus lagi. Pada saat seseorang menjadi percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, statusnya telah berubah sehingga menjadi satu dengan Dia dalam kematian, penguburan dan kebangkitanNya

Sisi lain dari paradoks doktrin pengudusan dalam teologi Reformed, seperti yang telah dipaparkan di atas adalah realitas pengajaran Alkitab mengenai pengudusan merupakan proses seumur hidup karenanya bersifat progresif. Aspek progresif dari pengudusan begitu jelas melalui pernyataan-pernyataan Alkitab bahwa dosa masih hadir di dalam diri setiap orang percaya. Hal ini dinyatakan dalam Perjanjian Lama yakni dalam 1 Raja-raja 8:46; Mazmur 19:13; 143:2; Amsal 20:9 dan Yeremia 64:6.

Sedangkan teks-teks Perjanjian Baru sangat jelas mengenai hal tersebut seperti dalam Roma 3:23 yang menyatakan bahwa semua orang telah berbuat dosa.Di dalam tulisannya kepada orang-orang percaya, Yakobus menegaskan bahwa kita semua bersalah dalam banyak hal (Yakobus 3:2). Implikasinya adalah karena dosa terus ada di dalam orang-orang yang berada di dalam Kristus, maka pengudusan terhadap orang-orang percaya merupakan suatu proses yang berkelanjutan seumur hidup.

Dalam perspektif teologi Reformed, pengudusan progresif tetap merupakan pekerjaan Roh Kudus, namun melibatkan respons yang aktif dari setiap orang percaya untuk taat. Alkitab memerintahkan supaya setiap orang percaya hdup kudus (Roma 12:1; 13:12-13; 1 Tesalonika 4:7).

Di dalam pengudusan progresif ini, Roh Kudus melakukan pekerjaan sepenuhnya untuk menguduskan orang-orang percaya, dan juga sepenuhnya dituntut suatu ketaatan dari orang-orang percaya yang telah menerima anugerah Allah. Melalui pengudusan progresif ini akan terealisasi perbuatan-perbuatan baik yang muncul dari iman yang benar sesuai dengan hukum Allah dan dilakukan untuk kemuliaan Allah.

Adapun dalam pengudusan progresif tersebut tidak menjadikan orang percaya menjadi kudus secara instan, melainkan proses pengudusan ini berlangsung seumur hidup dan bersifat perlahan-lahan, sedikit demi sedikit namun progresif. Pengudusan membutuhkan proses yang tidak pendek dan membentuk setiap orang percaya menjadi orang Kristen yang baik membutuhkan waktu yang lama. Karena itu, rasul Paulus menegaskan bahwa seorang petobat baru tidak boleh diangkat menjadi penilik jemaat karena mereka bisa sombong (1 Timotius 3:6). Hal ini disebabkan karena seorang petobat baru belum matang di dalam iman dan juga belum teruji dalam kehidupan yang kudus.

Dengan demikian dalam persepktif teologi Reformed, aspek pengudusan (sanctification) merupakan suatu paradoks. Pada satu sisi bersifat definitif atau status yang terjadi bersamaan dengan pembenaran (justification) serta terjadi di luar tindakan orang percaya karena merupakan anugerah Allah yang ajaib. Namun juga lambat laun harus menjadi pengalaman (experientia).

Baca Juga: Doktrin Pengudusan (Definisi, Waktu Dan Sarana)

Setiap orang percaya harus hidup kudus dalam memenuhi kehendak Allah. Kerapkali murid-murid Tuhan Yesus diwajibkan menjadi sempurna seperti Allah Bapa di Sorga juga sempurna. Inilah yang disebut sebagai pengudusan progresif. Hidup dalam pengudusan adalah hal penting sebagai realitas hidup baru dalam diri setiap orang percaya. Hidup baru tersebut bukanlah hidup yang mudah dan nyaman melainkan hidup yang penuh dengan peperangan, penuh pergumulan yakni pergumulan dengan dirinya sendiri, dengan manusianya yang lama, yang senantiasa ingin menyimpang dari ketaatan kepada Tuhan Allah.

Hidup di dalam pengudusan adalah hidup yang harus disertai dengan pertobatan setiap hari. Dalam pergumulan terkait dengan proses pengudusan ini, setiap orang percaya akan sering mencucurkan air mata karena kegagalannya di bidang perjuangan rohani. Meskipun demikian, hidup baru di dalam pengudusan progresif ini bukanlah hidup yang tanpa harapan karena yang menguduskan setiap orang percaya adalah Tuhan Allah sendiri
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url