AJARAN TENTANG INKARNASI YESUS KRISTUS

Samuel T. Gunawan, SE.,  M.Th. 

AJARAN TENTANG INKARNASI YESUS KRISTUS   .“(Yohanes 1:1) Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.
(1:14) Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yohanes 1:1,14)

“(Galtia 4:4) Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. (4:5) Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak” (Galatia 4:4-5)

PENDAHULUAN

Ajaran tentang inkarnasi Kristus itu sangat penting! Dan inkarnasi merupakan salah satu doktrin sentral dalam Kristologi.[1] Doktrin inkarnasi ini merupakan fakta Kekristenan yang fundamental.[2] Seperti yang kita ketahui, bahwa perdebatan pada abad pertama sampai dengan abad kelima dalam doktrin Kekristenan  lebih banyak berkisar masalah pengenalan terhadap pribadi Yesus Kristus yang berinkarnasi. Hampir semua perdebatan mengangkat topik ini dengan mempertanyakan : Siapakah Yesus Kristus itu ? Dari berbagai perdebatan dan diskusi itu, muncul berbagai golongan yang mencoba mengusulkan hasil diskusi mereka, dengan memperkenalkan siapakah sebenarnya pribadi Yesus Kristus itu. 

Namun sayang sekali ada beberapa golongan yang keliru dalam pengenalan ini. Karena sebagian hanya menekankan soal kemanusiaan Kristus saja dan mengabaikan keilahianNya. Sedangkan sebagian lagi hanya menekankan soal keilahianNya, walaupun pengenalannya tidak secara utuh. Secara historis, doktrin inkarnasi ini telah ditangani oleh gereja dengan hati-hati dan cermat agar terhindar dari kecerobohan dan kesesatan.

Adapun alasan pentingnya doktrin inkarnasi Kristus ini adalah : 

(1) Bahwa inkarnasi merupakan ajaran yang bersumber dari Alkitab. Meskipun kata “inkarnasi” itu sendiri tidak ditemukan di dalam Alkitab, namun gagasan dan konsep doktrin tersebut tersebar secara luas dalam Perjanjian Baru (Yohanes 1:14; Roma 1:3-4; 8:3; Galatia 4:4; 1 Timotius 3:16; 1 Yohanes 4:2; 2 Yohanes 1:7); 

(2) Bahwa inkarnasi Kristus merupakan cara yang dipilih dan ditetapkan Allah bagi penyelamatan manusia. Cara inkarnasi tersebut telah ditetapkan melalui melalui kelahiran perawan (Galatia 4:4-5). Selain itu, inkarnasi juga berhubungan erat dengan Pribadi Kristus. Kristus yang adalah Allah yang kekal, Pribadi kedua dari Trinitas, mengambil rupa manusia (1 Yohanes 1:1,14). 

Dengan demikian di dalam inkarnasi Kristus memiliki sifat ganda, yaitu sifat ilahi dan sifat manusiawi. Kedua hal tersebut, yaitu kelahiran melalui perawan dan pribadi Kristus yang berinkarnasi telah menjadi fokus perdebatan disepanjang sejarah gereja. Dan perdebatan yang terjadi berulang kali ini sering berakhir dengan kebuntuan. Karena itulah, maka tugas untuk menyelidiki ajaran inkarnasi yang Alkitabiah dan seimbang ini tidak berkurang, melainkan merupakan suatu kebutuhan masa kini.

BERBAGAI AJARAN SESAT YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRIBADI KRISTUS YANG BERINKARNASI

Sejarah telah mencatat sederetan ajaran sesat yang berhubungan dengan pribadi Kristus yang berinkarnasi tersebut. 

(1) Ebionisme yang menolak pra eksistensi Kristus dan natur ilahiNya.  Mereka menyatakan bahwa Yesus hanyalah manusia biasa saja; 

(2) Gnostisme menolak bahwa Yesus Kristus berinkarnasi menjadi seorang manusia. Mereka menolak kemanusiaan Kristus, termasuk realitas tubuh jasmaniNya; 

 (3) Arianisme menyatakan bahwa Yesus hanyalah salah satu subordinasi dari Allah. Mereka mengajarkan bahwa hakikat Kristus tidak sama dengan hakikat Allah Bapa. Mereka mengajarkan Kristus tidak setara dengan Bapa karena Ia bukan pribadi yang kekal; 

(4) Monarkianisme mengajarkan bahwa Allah Anak hanya merupakan mode lain dari pernyataan Allah Bapa. Dalam bentuk adopsianistiknya, Monarkianisme mengajarkan bahwa Yesus adalah manusia yang diberikan kekuatan oleh Roh Kudus pada saat baptisanNya. Dalam bentuk modalistiknya, Monarkianisme mengajarkan bahwa satu Allah yang secara beragam memanifestasikan dirinya dalam tiga bentuk atau mode keberadaan; 

(5) Sabellianisme tidak mempercayai pra-inkarnasi Kristus. Mereka mengajarkan bahwa Allah hanya memiliki satu pribadi yang mewujudkan diri dengan tiga cara, atau bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah tiga bentuk eksistensi ( manifestasi) dari satu Allah; 

(6) Apoliranisme menyangkal roh Kristus sepenuhnya manusia. Mereka mengajarkan bahwa Kristus bukanlah Allah dan juga bukan manusia, tetapi Ia hanya sekedar pribadi ilahi. Tubuh dan jiwa Yesus adalah tubuh dan jiwa manusia, tetapi rohNya bukanlah roh manusia melainkan Roh Logos; 

(7) Nestorianisme tidak menerima adanya perpaduan antara dua sifat dalam satu pribadi. Mereka mengajarkan Kristus memiliki dua sifat dan dua kepribadian; 

(8) Eutikhesme menolak dua natur Kristus. Mereka mengajarkan bahwa Kristus hanya memiliki satu sifat, namun bukan sifat Allah sepenuhnya dan juga bukan sifat manusia seutuhnya. Dalam bentuk monofisit, mereka mengajarkan bahwa sifat Kristus merupakan perpaduan dari sifat Allah yang dominan dan sedikit sifat manusia yang tidak sejati.[3]

Terhadap semua ajaran yang menyesatkan di atas, bapa gereja Athanasius melakukan pembelaan iman sesuai dengan ajaran Alkitab, dan melahirkan beberapa konsili bapa-bapa (patristik) gereja. Antara lain : 

(1) Konsili Nicea (325 M) menegaskan bahwa pribadi Yesus Kristus adalah Allah yang total (utuh) dan manusia yang total (utuh); 

(2) Konsil Konstantinopel (381 M) mengulangi penegasan Konsili Nicea yang meyakinkan bahwa pribadi Yesus Kristus adalah 100% Allah dan 100% manusia; (3) Konsili Chalcedon (451 M) selanjutnya merumuskan hubungan antara keilahian Kristus dan kemanusiaan Kristus ini sebagai berikut : Bahwa Yesus memiliki dua natur dalam satu pribadiNya. Hubungan antara kedua natur ini adalah : Tidak bercampur, tidak berubah, tidak berbagi, dan tidak terpisah.[4]

ARTI INKARNASI
Kata “inkarnasi” merupakan istilah teologi yang berasal dari bahasa Latin “in” yang artinya “di dalam” dan “carn” yang artinya “daging”. Jadi kata inkarnasi secara harafiah berarti “di dalam daging”. [5]  Meskipun kata inkarnasi tersebut tidak terdapat di dalam Alkitab, namun komponen kata tersebut “dalam” dan “daging” ada di dalam Alkitab.[6] Misalnya, gagasan dan konsep inkarnasi tersebut muncul dalam Yohanes 1:14 dan Roma 8:3. 

Frase “menjadi manusia” dalam Yohanes 1:14, adalah frase Yunani “sarks egeneto” yang secara harafiah berarti “menjadi daging”. [7] Kata “sarks” yang diterjemahan “manusia” dalam ayat tersebut sebenarnya secara harfiah berarti “daging”.[8] Maksudnya  dari ayat ini ialah bahwa Pribadi kedua Trinitas yaitu Logos, mengambil rupa manusia bagi dirinya sendiri. Rasul Paulus menyatakan, bahwa Alllah telah “.. mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging” (Roma 8:3).

Perlu diperhatikan, bahwa istilah “Logos” yang digunakan dalam frase “theos en ho logos” (Yohanes 1:1)[9] dan “ho logos sarks egeneto” (Yohanes 1:14) oleh rasul Yohanes adalah “Logos” yang berbeda dari logos dalam pemikiran dan ide Helenistik, Sofistik, dan Stoik.[10] Logos yang dimaksud dalam Yohanes pasal 1 tersebut adalah Logos yang dipakai  untuk menekankan keilahian Kristus (Bandingkan Yohanes 1:1,14 dengan Wahyu 19:13). 

Sekalipun istilah Logos ini nampaknya pertama kali dipakai oleh Heraklitus dengan arti akal manusia, dan kemudian diambil alih oleh Plato dan kaum Stoa, serta akhirnya diterima dalam teologi Yahudi oleh Philo, jelaslah bahwa Yohanes sama sekali tidak mengacu ke sumber-sumber itu ketika ia memakai istilah Logos tersebut. Pasti ia mengambilnya dari Perjanjian Lama (dari personifikasi kebijaksanaan, hikmat, kuasa, dan hubungan dengan Allah. 

Istilah Logos dalam bahasa Ibrani “davar” yang dalam bahasa Aramik disebut “memra”) lalu mengisinya dengan konsep yang baru tentang keilahian Kristus.[11] Logos yang dimaksud Yohanes ini terdapat atau berasal dari kitab Kejadian, yaitu Logos sebagai Pencipta bumi dan segala isinya (Kejadian 1:1). Logos itu berasal dari kekekalan masa lampau bersama-sama Allah, dan Logos itu adalah Allah. Jadi, pernyataan Yohanes bahwa “Logos (Firman) adalah Allah” bertujuan untuk menyatakan bahwa Kristus adalah Pribadi kekal, karena Logos adalah Allah yang kekal. Logos berinkarnasi untuk memperkenalkan Allah sepenuhnya (Yohanes 1:14,18).

Dengan demikian, dalam teologi Kristen, yang dimaksud dengan inkarnasi  adalah bahwa Pribadi kedua Allah Trinitas mengambil bentuk atau rupa manusia bagi diriNya sendiri. Dengan kata lain, inkarnasi adalah tindakan dimana Putra Allah yang kekal mengambil bagi diriNya natur tambahan yaitu natur manusia melalui kelahiran dari seorang perawan.[12] Kristus tidak memiliki kemanusiaan sampai saat kelahiranNya melalui perawan Maria.[13] 

Untuk inkarnasi diperlukan pribadi yang mula-mula berada dalam wujud tanpa tubuh, lalu pribadi itu kemudian mengenakan tubuh kedagingan. Tepat seperti itulah yang dilakukan Anak Allah.[14] Dalam KeilahaianNya, Kristus sudah ada bersama Bapa sebelum dunia dijadikan dan Ia ada dalam kekekalan bersama Bapa. Dalam kemanusiaanNya, Kristus ada dan dilahirkan dari rahim perawan Maria. Melalui inkarnasi, Kristus menyatukan sifat ke-Allahan-Nya dengan sifat manusia. 

Perbedaan kedua sifat tersebut tidak berkurang ketika dipersatukan, dan keistimewaan kedua sifat itu tetap terpelihara sekalipun disatukan di dalam diri Yesus Kristus. Yesus tidak terbagi menjadi dua pribadi; Ia adalah satu pribadi yaitu Anak Allah.[15] Karena itu sejak inkarnasi Kristus adalah Allah sejati dan manusia sejati, sebab Ia telah memiliki dua sifat yang berbeda yaitu sifat ilahi dan sifat manusia, yang menyatu di dalam pribadiNya yang tunggal secara abadi.

TUJUAN INKARNASI KRISTUS
Rasul Paulus mengatakan bahwa “Setelah Genap waktunya, maka Allah mengutus AnakNya, lahir dari seorang wanita” (Galatia 4:4), dan ia memberitakan “Injil Allah ... tentang AnakNya, yang dilahirkan melalui benih Daud” (Roma 1:3). “Allah ... Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa...” (Roma 8:3). “yang walaupun dalam rupa Allah,... telah mengosongkan diriNya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan menusia” (Filipi 2:6-7). 

Jadi disini rasul Paulus hendak menegaskan bahwa Kristus bukannya menjadi Anak Allah saat inkarnasiNya. Ia adalah Anak kekal Bapa, yang kini diutus Bapa.[16] Pertanyaannya: Mengapakah Allah mengutus AnakNya dalam bentuk yang serupa dengan manusia berdosa? Mengapa inkarnasi itu Perlu? Alasan-alasan apa saja yang dapat kita temukan bagi peristiwa inkarnasi yang unik dan luar biasa tersebut?

Alkitab memberikan beberapa alasan pentingnya inkarnasi Anak Allah. [17] 

1. Pertama, untuk menggenapi janji-janji Allah (Roma 15:8-9). Dalam Perjanjian Lama, Allah telah membuat banyak janji yang hanya dapat direalisasikan melalui inkarnasi, misalnya Janji kepada Abraham (Kejadian 12:1-4; Galatia 3:29) dan janji kepada Daud ( 2 Samuel 7:12-16; Lukas 1:31-33); 

2. Kedua, untuk menyatakan Allah kepada kita (Yohanes 1:18). Meskipun dalam Perjanjian Lama Allah telah menyingkapkan diriNya kepada manusia dengan berbagai cara, namun Allah yang adalah roh dan tidak terbatas itu tidak dapat dipahami manusia. Melalui inkarnasilah hakikat Allah yang sesungguhnya dinyatakan oleh Kristus dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh manusia (Bandingkan Yohanes 14:9-10; Ibrani 1:1-3); 

3. Ketiga, untuk menjadi korban yang mampu menghapus dosa (1 Yohanes 3:5).  Yohanes menyebut Kristus sebagai Anak Domba untuk korban penebus dosa (Yohanes 1:29,36; Bandingkan 1 Korintus 6:20). Sebagai korban, Kristus harus mencurahkan darahNya, karena tanpa penumpahan darah tidak ada penghapusan dosa (Ibrani 2:14; 1 Petrus 18-19). Sebagai Allah Kristus tidak dapat mati, tetapi sebagai manusia ia dapat dapat telah mengalami kematian karena dosa-dosa kita (1 Korintus 15:3); 

4. Keempat, untuk menjadi teladan bagi manusia (1 Petrus 2:21).  Melalui inkarnasi, Kristus memberikan teladan bagi manusia dalam hal ketaatan kepada Allah (Ibrani 10:7), didemonstrasikan sebagai pola bagi kehidupan orang percaya (Filipi 2:5-8; 1 Yohanes 2:6); 

5. Kelima, untuk menghancurkan pekerjaan si Iblis (1 Yohanes 3:8). Karena dunia ini telah di kuasai oleh si jahat (1 Yohanes 5:19), maka melalui inkarnasi Kristus datang ke dalam dunia untuk mengalahkan Iblis di arena dunia ini dimana ia berkuasa. Kristus telah menghasilkan penebusan yang sempurna terhadap manusia berdosa dan menyebabkan suatu kemenangan yang besar (1 Yohanes 3:9); 

6. Keenam, untuk menjadi imam besar yang penuh rahmat dan setia (Ibarni 2:17-18; 4:14-16; 5:1-10). Melalui inkarnasi Kristus menjadi imam besar yang mewakili manusia dihadapan Allah. Ia dapat bersimpati kepada manusia karena Ia menjadi manusia , dicobai dalam semua aspek kehidupan, hanya Ia tidak berbuat dosa. Karena itulah Ia dapat menolong mereka yang dicobai; 

7. Ketujuh, untuk menjadi kepala gereja (Efesus 1:20-23). Setelah kematian, kebangkitan dan kenaikanNya ke surga Kristus duduk disebalah kanan Allah Bapa, tempat dari mana Ia berada. Melalui inkarnasi ristus mendapatkan tubuh kemanusiaanNya, dan tubuh kemanusiaan itu tidak hilang saat kematianNya. Bahkan setelah kenaikkanNya ke surga, tubuh kemanusiaanNya tetapi ada, tubuh yang telah dimuliakan. Agar ia dapat menjadi kepala tubuh (gereja) yang terdiri dari orang-orang yang ditebus, maka ia harus tetap memiliki tubuh kemanusiaanNya; 

8. Kedelapan, untuk menghakimi dan memulihkan dunia bagi Allah. Allah telah menetapkan Kristus menjadi hakim (Yohanes 5:22,27; Kisah Para Rasul 17:31). Semua penghakiman akan dilakukan oleh Kristus. Penghakiman yang dilakukan Kristus adalah penghakiman yang benar, adil dan jujur karena Ia adalah Allah. Ia juga dapat menggugurkan semua alasan yang munkin diajukan oleh manusia karena ia pernah hidup di dunia sebagai manusia.

CARA INKARNASI : KELAHIRAN KRISTUS DARI SEORANG PERAWAN 
Kelahiran Kristus berbeda dari kelahiran lainnya karena Ia lahir dari rahim seorang perawan yang bernama Maria. Perawan Maria yang pada saat itu sedang bertunangan dengan Yusuf, mengandung seorang bayi dengan kuasa Roh Kudus (Lukas 1:31,35), tanpa peran serta Yusuf. Injil Matius dengan jelas dan tegas menyatakan bahwa Maria dan Yusuf selama bertunangan hingga Maria melahirkan Yesus tidak pernah melakukan hubungan seks atau biologis suami-istri. Perhatikan pernyataan Matius berikut, “Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus” (Matius 1:24-25). 

Dua ayat penting yang menubuatkan (meramalkan) kelahiran Juruselamat dari seorang perawan adalah Kejadian 3:15 dan Yesaya 7:14, dan digenapi di dalam Matius 1:18-23; Lukas 1:26-38. Dalam Kejadian 3:15, setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa, maka Tuhan sendiri menubuatkan tentang Juruselamat demikian “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya”. 

Ayat ini dikenal dengan istilah “protevangelium” karena merupakan  nubuat pertama dari kabar baik tentang Kristus. Nubuat itu menekankan tiga hal yaitu: (1) Mesias atau Penyelamat yang akan datang adalah keturunan perempuan. Dengan demikian disini kelahiran Juruselamat dari seorang perawan diramalkan karena ayat ini menujuk pada “benih perempuan” yaitu Krisus yang lahir dari anak dara, Maria (Bdk. Matius 1:16); (2) akan ada permusuhan antara ular (Iblis) dan keturunan perempuan (Mesias); (3) Mesias atau Juruselamat itu akan mengalahkan si ular, tetapi dengan melakukan hal tersebut Mesias itu sendiri harus mengalami penderitaan. 

Selanjutnya, 700 tahun sebelum kelahiran Kristus nabi Yesaya telah meramalkan  bahwa Juruselamat akan dilahirkan dari seorang perawan, dengan menyatakan, “... Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel”. (Yesaya 7:14).  

Dalam tujuh pemunculan di Perjanjian Lama, istilah Ibrani “עַלְמָה ('almah)” yang diterjemahkan “anak dara” dalam ayat ini, tidak pernah ditujukan pada seorang perempuan yang telah hilang keperawanannya. Berdasarkan konteksnya maka ayat ini memiliki dua penggenapan yaitu: 

(1) pada masa yang akan datang yang segera digenapi dengan kelahiran Maher-Shalal-hash-baz (Yesaya 8:3); 

(2) pada masa akan datang yang lebih jauh adalah kelahiran Yesus Kristus dari perawan Maria. Injil Matius dengan jelas menyatakan bahwa Kelahiran Kristus melalui perawan Maria merupakan penggenapan dari Nubuat Yesaya ini (Matius 1:23).

Matius menjelaskan bahwa yang bertanggung jawab dalam kehamilan Maria ini adalah Roh Kudus bukan Yusuf (Matius 1:18). Lukas dalam Injil Lukas merincikan peristiwa luar biasa ini adalah karya Roh Kudus dan kuasa Allah (mujizat) yang turun atas Maria yang mendapat kasih karunia. Wajarlah Maria terkejut mendengar kabar tersebut dengan bertanya “bagaimana mungkin hal itu terjadi, sedangkan aku belum bersuami” (Lukas 1:34). 

Karena itulah Yesaya menggunakan istilah Ibrani עַלְמָה ('almah) yang berarti perawan (bukan sekedar perempuan muda). Sebab jika yang dimaksud perempuan muda baik yang menikah atau belum menikah maka Yesaya akan menggunakan istilah yang biasa digunakan dalam budaya Yahudi pada masa itu yaitu בְּתוּלָה (bethulah). 

Namun, Yesaya dengan tepat telah menggunakan istilah Ibrani “עַלְמָה ('almah)” yang diterjemahkan “anak dara”, tidak pernah ditujukan pada seorang perempuan yang telah hilang keperawanannya. Kira-kira 700 tahun kemudian, Matius mengutip Yesaya dengan menggunakan kata Yunani “parthenos (parthenos)” untuk menerjemahkan kata “almah” yang berarti perawan.

Sejarah mencatat kelahiran yang tidak lazim. Misalnya ditahun 1961 wanita berusia 54 tahun di Birma melahirkan bayi seberat kurang lebih 3 pon yang sudah mengapur setelah dikandung selama 25 tahun. Sejarah juga mencatat seorang wanita bernama Lesley Brown pada tanggal 25 Juli 1978 melahirkan “bayi tabung” pertama di Inggris. 

Pembuahan dilakukan diluar rahim sang ibu. Saat ini soal “pinjam rahim” untuk melahirkan anak sudah bisa dilakukan dengan bantuan medis dan teknologi. Walaupun kelahiran Kristus tidaklah sama dengan pembuahan buatan yang merupakan penemuan teknologi saat ini, namun hal ini menunjukkan bahwa pembuahan yang melawan natur alamiah (biasa) dimungkinkan. Yesus jelaslah dikandung di dalam rahim Maria bukan sebagai akibat hubungan seksual. 

Ketika mengandung Yesus, Maria masih merupakan seorang perawan, dan dia juga tetap perawan hingga Yesus lahir. Sebab menurut Alkitab, Yusuf tidak bersetubuh dengan Maria sampai Yesus lahir (Matius 1:25). Maria mengandung sebagai akibat pengaruh Roh Kudus atas dirinya (Lukas 1:35; Matius 1:20). Namun, kenyataan itu tidaklah berarti bahwa Yesus merupakan hasil persetubuhan antara Allah dan Maria. Allah tetaplah Allah, dan seluruh sifat kemanusiaan Kristus dibangun oleh Roh Kudus di dalam rahim.

Kelahiran perawan ini penting sebab: 

(1) hal tersebut menunjukkan keunikan Juruselamat itu yang berbeda dari manusia lainnya. Inkarnasi bisa saja terjadi tanpa kelahiran dari seorang perawan, namun kelahiran melalui perawan merupakan cara yang telah ditetapkan oleh Allah untuk menunjukkan bahwa Yesus merupakan pribadi yang sangat istimewa yang dipersiapkan secara khusus oleh Allah. 

(2) Untuk menunjukkan ketidakberdosaanNya. Seandaikan Kristus dilahirkan dari pembuahan yang wajar, maka Ia akan mewarisi sifat berdosa yang ditularkan melalui proses kelahiran yang menggerakan semua orang berbuat dosa.  

(3) untuk menunjukkan bahwa Ia adalah Anak Allah tanpa cacat, sepenuhnya murni, tanpa dosa sebagai korban bagi pendamaian dan penebus dosa manusia. Hanya korban ini yang bisa diterima secara sempurna oleh Allah. 

(4) Hal tersebut merupakan bukti yang lain mengenai kuasa dan kedaulatan Allah atas alam semesta dan bahwa Ia melampuai hukum-hukum alam. Melalui kelahiran Kristus dari seorang perawan, Allah telah menunjukkan kuasaNya yang tidak terbatas dan bahwa tidak ada yang mustahil bagiNya untuk melaksanakan apa yang Ia ingin lakukan.

Kelahiran dari perawan juga berhubungan dengan keilahian Kristus, dimana yang Ilahi mungkin datang ke dunia melalui kelahiran dari perawan, dan mujizat kelahiranNya menunjukkan pada keilahian Kristus.  Sebab itu ketika malaikat Gabriel memberitahukan Maria Maria bahwa, “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya..” (Lukas 1:31-32), Maria langsung memprotesnya bahwa ia belum bersuami. Namun apa yang dikatakan malaikat Gabriel jelaslah menunjukkan natur keilahian dari Anak tersebut, Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah(Lukas 1:35).  

Karena itulah, maka ajaran tentang kelahiran Kristus dari seorang perawan dapat menjadi ujian mengenai pandangan seseorang terhadap mujizat. Jika seseorang dapat menerima kelahiran Yesus dari seorang perawan, maka orang tersebut akan mungkin lebih mudah untuk dapat menerima mujizat-mujizat lainnya yang tercatat di dalam Alkitab. 

Dengan demikian keyakinan seseorang akan doktrin ini jelas sangat menentukan juga sikapnya terhadap hal-hal yang supranatural pada umumnya, termasuk pengakuan terhadap keilahian Kristus. Karena memang lebih mudah menerima keilahian Kristus ketimbang menerima kelahiranNya dari seorang perawan. Pandangan seseorang mengenai kelahiran Kristus dari seorang perawan akan menentukan apakah ia menerima keilahian Kristus atau tidak.

KEMANUSIAAN KRISTUS DICIPTAKAN DALAM RAHIM MARIA
Kelahiran dari perawan  bukannya tidak masuk akal ini adalah suatu mujizat yaitu karya Allah yang melampaui akal. Empat teori penciptaan ini perlu diperhatikan: yaitu: 

(1) Allah menciptakan Adam tanpa menggunakan laki-laki dan perempuan; 

(2) Allah menciptakan Hawa hanya menggunakan laki-laki tanpa perempuan; 

(3) Allah menciptakan saya dan saudara melalui proses alamiah dengan menggunakan ayah dan ibu kita masing-masing. Sampai disini, Allah menggunakan 3 (tiga) cara penciptaan. Tinggal 1 (satu) cara lagi yang belum ia gunakan, yaitu: 

(4) Allah “mencipta” (dalam arti inkarnasi) Yesus Kristus, tanpa laki-laki tapi hanya menggunakan perempuan saja. Setelah keempat cara ini, pada prinsipnya tidak ada lagi teori penciptaan yang muncul. 

Ini melampaui akal tetapi tidak melanggar hukum logika. Ini dimungkinkan karena mujizat dari Tuhan, Pencipta dan Mahakuasa. Dengan demikian, ajaran tentang kelahiran Kristus dari seorang perawan menyatakan bahwa kelahiran Kristus adalah akibat dari suatu mujizat pada waktu dikandung oleh Maria. 

Perawan Maria mengandung seorang bayi dengan kuasa Roh Kudus, tanpa peran serta dari seorang ayah (laki-laki). Mujizat kelahiran Kristus ini menjelaskan kepada kita mengenai natur yang dimilikiNya, yaitu natur kemanusiaan dan natur keilahianNya yang menjadikan Kristus seorang pribadi yang unik. Perlu ditegaskan bahwa Kristus sebagai Allah telah ada sebelum Ia dilahirkan dari seorang perawan Maria. Kristus ada sebelum penciptaan dan sebelum adanya waktu. Ia Allah yang kekal, dan ada selalu ada selama-lamanya. 

KelahiranNya dari seorang perempuan menunjukkan bahwa Ia adalah benar-benar manusia dan menjadi sama dengan kita (Roma 8:3; Galatia 4:4; Filipi 2:4-6). Walau demikian, kemanusiaanNya tidaklah sama dengan kita, sebab kita lahir dengan dosa asal yang diwariskan dan dipertalikan, tetapi Kristus tidak demikian, kemanusiaanNya benar-benar sempurna.

Pertanyaan pentingnya adalah “apakah kemanusiaan Kristus dibawa dari kekekalanNya?” Stephen Tong mengatakan, “Jika Adam dan Hawa dicipta, maka Yesus bukan dicipta, melainkan dilahirkan”.[18] Dengan demikian secara tidak langsung ia berpendapat bahwa kemanusiaan Kristus itu kekal karena tidak diciptakan. Namun saya menegaskan bahwa wujud jasmaniah atau kemanusiaan Kristus tidak dibawa dari kekekalan melainkan dicipta, dalam pengertian dibangun dan dibentuk oleh Roh Kudus di dalam rahim Maria. 

Pakar teologi Charles C. Ryrie, dari Dallas Theological Seminary mengatakan, “Allah adalah tetap Allah, dan selurus sifat kemanusiaan Kristus dibangun oleh Roh Kudus di dalam Rahim”.[19] Selanjutnya Ryrie menegaskan Kristus tidak memiliki kemanusiaan sampai saat kelahiranNya melalui perawan Maria.[20] 

John Calvin, pemimpin reformasi generasi kedua mengatakan, “Tetapi bagi kita, Kristus bebas dari segala noda, bukanlah karena Dia hanya lahir dari ibuNya tanpa perbuatan laki-laki, melainkan Dia telah disucikan oleh Roh. Bila dikatakan ‘Firman telah menjadi daging’ (Yohanes 1:14), hal itu tidak boleh diartikan seakan-akan Firman itu berubah menjadi daging, atau sama sekali bercampur dengan daging. Tetapi hal itu dikatakan karena Firman telah memilih rahim anak dara sebagai bait kediamanNya, Dan Dia yang tadiNya Anak Allah telah menjadi anak manusia, tidak karena percampuran zat, tetapi karena kesatuan pribadi”.[21] 

Loius Berkhof, seorang teolog Reformed mengatakan “Pengakuan Iman kita meneguhkan bahwa Kristus mendapatkan natur manusia itu dari substansi yang berasal dari Maria ibuNya. ... Pengakuan iman kita menegaskan bahwa natur manusia Kristus ‘diperolehNya dalam rahim anak dara Maria yang diberkati oleh kuasa Roh Kudus, tanpa campur tangan seorang laki-laki”. [22] Sekali lagi, ini bukan berarti menyatakan bahwa Kristus itu tidak kekal.[23] Keilahiannya kekal karena Ia adalah Allah, namun tubuh jasmaniah kemanusiaanNya barulah ditambahkan padaNya saat inkarnasiNya, dan tubuh jasmaniahNya tersebut terus dibawa dalam kekekalan setelah dimuliakan dalam kebangkitanNya. 

Kenyataan tersebut juga tidak berarti bahwa kelahiran Yesus bukan merupakan suatu kelahiran yang wajar. Kristus tetap dikandung dan dilahirkan dengan cara yang wajar. Terlepas dari cara pembuahannya, kelahiran Kristus adalah kelahiran yang normal seperti manusia lainnya (Lukas 2:6-7; Galatia 4:4). Janinnya berkembang dalam rahim Maria dan lahir ke dunia dengan cara yang normal melalui saluran kelahiran (reproduksi) Maria. Sama seperti kita, hidup Kristus berlangsung dalam masa pertumbuhan dan perkembangan normal (Lukas 8:40-52; Ibrani 5:8) dalam suatu lingkungan rumah tangga dan keluarga (Markus 6:1-6).[24]

KENOSIS : HAKIKAT INKARNASI KRISTUS
Hakikat inkarnasi diberikan kepada kita oleh Paulus di dalam surat Filipi Pasal 2. Pasal ini dikenal sebagai istilah “kenosis” atau “pengosongan diri Kristus”.[25] Ketujuh langkah pengosongan diri Kristus dicatat dalam garis besar dari Filipi 2:6-8  berikut ini. 

(1) Yang walaupun dalam rupa (morphe) Allah; 

(2) Tidak menganggap menganggap kesetaraan dengan Allah (to einai isa Theo; harfiah: setara dengan Allah) sebagai milik yang harus dipertahankan (harpagmos); 

(3) Melainkan telah mengosongkan diriNya (heauton ekenosen; harfiah: mengosongkan diriNya sendiri); 

(4) Dan mengambil rupa (morphe) seorang hamba; (5) Dan menjadi sama dengan manusia; (6) Dan dalam keadaan sebagai manusia, ia telah merendahkan diriNya; (7) Dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

Pengosongan diri Kristus yang memiliki tujuh sisi ini bisa diringkas dalam tiga pokok teologi utama, yaitu : (1) Keilahiannya (lihat klausa 1 dan 2); (2) KemanusiaanNya (lihat klausa 3,4, dan 5); (3) PenyalibanNya (lihat klausa 6 dan 7). Ketika Paulus menyatakan bahwa Kristus “menjadikan diriNya tanpa status”, dia sedang berkata bahwa Kristus mengosongkan diriNya sendiri. Dengan berada dalam “rupa Allah” dan mengambil bagi diriNya “rupa manusia” ada proses pengosongan diri sendiri. Hal ini dikenal dengan “teori kenosis”. 

 Dan secara umum para ahli teologi menerima teori kenosis bahwa Kristus benar-benar mengosongkan diriNya di dalam inkarnasi, tetapi ada banyak kesalahpahaman mengenai teori ini. Pertanyaan-pertanyaan yang biasanya muncul adalah : Bagaimana Kristus mengososngkan diriNya sendiri? Terdiri dari apakah pengosongan diri sendiri itu? Ketika menjadi manusia apakah apakah Dia berhenti menjadi Allah.

Kesalahapahaman atau ajaran yang salah mengenai teori kenosis yaitu bahwa Kristus benar-benar mengosongkan diriNya di dalam inkarnasi adalah sebagai berikut: 

Pertama, Kristus mengosongkan diriNya sendiri dari KeilahianNya. Menurut teori ini Kristus ketika mengosongkan diriNya, menyerahkan sifat-sifat dasar KeilahianNya, ketika Ia mengambil bagi diriNya kemanusiaan. Teori ini jelas keliru karena Kristus selalu sadar akan KeilahianNya. Keilahian bisa mengambil kemanusiaan dalam kesatuan dengan diriNya sendiri tetapi tidak pernah berhenti menjadi Allah. Yesus adalah Allah yang mengambil wujud manusia.  

Kedua, Kristus mengosongkan diriNya sendiri dari memiliki sifat-sifat Ilahi. Teori ini berpendapat bahwa ketika Kristus menjadi manusia, Ia menyerahkan kepemilikan dari beberapa sifat Ilahi, seperti Mahakuasa, Mahahadir, dan Mahatahu. Dengan kata lain teori ini berpandangan bahwa Kristus ketika menjadi manusia tidak mengosongkan diriNya sendiri dari sifat-sifat moral seperti kasih, kebenaran, kekudusan, dan kehidupan. Juga sifat-sifat dasar ada dengan sendirinya, tidak berubah, dan kesatuan dengan Bapa tidak diserahkan. Teori ini keliru karena, jika Kristus telah menyerahkan beberapa sifat ilahinya, (ini jelas tidak mungkin), maka Ia berhenti menjadi Allah sepenuhnya. 

Ketiga, Kristus mengosongkan diriNya sendiri dari kepemilikan sifat-sifat Ilahi yang tampak. Teori ini berpandangan bahwa Kristus tidak memisahkan diriNya dari sifat-sifat dasar atau moral, tetapi hanya bertindak seolah-olah Dia tidak memilikinya. Teori ini memperkenalkan suatu elemen kebohongan yang benar-benar bukan karakteristik dari Allah kebenaran. 

Keempat, Kristus mengosongkan diriNya dari penggunaan sifat-sifat Ilahi. Teori ini berpandangan bahwa Kristus, ketika mengosongkan diriNya, menyerahkan pemakaian atau penggunaan sifat-sifat Ilahi. Teori ini berpandangan bahwa Dia tidak menyerahkan kepemilikan hakikat dan sifat-sifat Ilahi, tetapi hanya pemakaiannya. Namun, dalam Injil terlihat jelas bahwa Kristus sungguh-sungguh menggunakan sifat-sifat ilahiNya beberapa kali.
Jika teori-teori kenosis di atas keliru, lalu bagaimanakah konsep konosis yang Alkitabiah? Alkitab mengejarkan bahwa Kristus, ketika menjadi manusia tidak berhenti menjadi Allah, juga tidak menyerahkan kepemilikan atau penggunaan sifat-sifat Ilahi, baik dasar maupun moral. Perlu diperhatikan bahwa Allah tidak diubah menjadi seorang manusia, tetapi Ia mengambil hakikat manusia tanpa berhenti menjadi Allah. Jadi pengosongan diri Kristus itu berarti bahwa Kristus menyerahkan penggunaan bebas sifat-sifat Ilahi. Dia mengesampingkan hak istimewaNya sebagai Allah untuk bertindak sebagai Allah, dan menjadi bergantung pada kehendak Bapa untuk pemakaianNya, bekerjanya atau perwujudan sifat-sifat ini.  “Pengosongan diriNya berada dalam penyerahan terus menerus, pada sisi Allah-manusia sejauh hakikat kemanusiaanNya menjadi pusat perhatian, penggunaan kuasa-kuasa llahi yang diberikan berdasarkan kesatuannya dengan hakikat yang Ilahi, akan menerima dengan rela, segala pencobaan, penderitaan, dan kematian, sebagai akibat dari kesatuan ini.  

Dengan demikian dalam inkarnasi dan pengosongan diriNya: 

(1) Kristus selalu menjadi Allah. Sebelum InkarnasiNya, Kristus ada dalam rupa Allah (Filipi 2:6-8). Ketika menjadi manusia, Kristus tidak berhenti menjadi Allah; 

(2) Kristus selalu memiliki sifat-sifat Ilahi. Ketika menjadi manusia, Kristus tidak mengosongkan diriNya dari segala sifat-sifat dasar dan moralNya sebagai Allah. Sifat-sifat dasarNya antara lain: Mahahadir, Mahakuasa, Mahatahu, Tidak Berubah, Ada dengan Sendirinya, dan Kekal. Sifat-sifat moralNya seperti: Kekudusan, Kebenaran, Kasih, dan Kesetiaan.  Yesus adalah Allah dulu dan sekarang, yang memiliki baik sifat-sifat Allah, dasar maupun moral. Dia memiliki sifat-sifat Allah karena Ia adalah Allah. Sebagai Allah-manusia Dia tidak pernah berhenti memiliki semua sifat Allah. Yesus sadar akan keilahianNya dan kemanusiaanNya; 

(3) Kristus sebagai Allah menjadi manusia yang bergantung. Pengosongan diri Yesus sebagai Allah ada dalam fakta bahwa Ia merendahkan diriNya, dan dari rupa Allah, Ia mengambil rupa hamba bagi diriNya. Sekalipun Dia Allah dan tidak pernah berhenti menjadi Allah dalam inkarnasi, Dia menjadi manusia yang tunduk, taat dan bergantung kepada Bapa untuk mengerjakan sifat-sifat dasarNya. Dari kehendak bebasNya sendiri Dia menundukkan diriNya sebagai Allah-Manusia kepada kehendak Bapa di dalam kebergantungan penuh kepada Roh Kudus. Kristus mengambil bagi diriNya keterbatasan-keterbatasan kemanusiaan yang sempurna dan melakukan penyerahan diri terus menerus dari kehendakNya. Dia tidak perlu mengalami kelaparan, kehausan, kelelahan, penderitaan, atau kematianNya, dan Dia tidak pernah menggunakan hak ilahiNya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan hakikat manusia. Tindakan merendahkan diri ini tidak dipaksakan kepadaNya atau bertentangan dengan kehendakNya, tetapi kasih dari ke-Allah-an yang kekal mendesakNya untuk membawa penebusan bagi manusia yang berdosa. Dia tidak pernah bertindak berlawanan dengan kehendak Bapa dan semua pemakaian atau pernyataan sifat-sifat dasar atau moral ada dalam persetujuan dengan kehendak Bapa.  
AJARAN TENTANG INKARNASI YESUS KRISTUS   

REFERENSI 
Anderson, Leith. A., 2009. Yesus : Biografi Lengkap Tentang PribadiNya, NegaraNya, dan BangsaNya. Terjemahan, Penerbit Gloria Graffa : Yogyakarta.
Archer, Gleason L., 2009. Encyclopedia of Bible Difficulties. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta.
Berkhof, Louis., 2011. Teologi Sistematika: Doktrin Kristus. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Calvin, John.,2000. Institutio: Pengajaran Agama Kristen. Terjemahan, Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.
Chamblin, J. Knox., 2006. Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribad. Terjemahan, Penerbit  Momentum : Jakarta.
Conner, Kevin J., 2004. Jemaat Dalam Perjanjian Baru, terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Carson, D.A., 2009. Kesalahan-Kesalahan Eksegetis. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Cornish, Rick.,  2007. Lima Menit Teologi. Terjemahan, Penerbit  Pionir Jaya : Bandung.
Douglas,  J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1 & 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Eaton, Michael 2008. Jesus Of The Gospel. Terjemahan, Penerbit  ANDI Offset: Yogyakarta.
Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Evan, Craig. A., 2008. Merekayasa Yesus. Terjemahan, Penerbit ANDI : Yogyakarta.
Erickson J. Millard., 2003. Teologi Kristen, Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Fances, Eddy., 2005. Murid Kristus. Penerbit Yayasan Sinar Nusantara : Jakarta.
Fee, Gordon D., 2008. New Testament Exegesis. Edisi Ketiga. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House: Grand Rapids, Michigan
Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Gunawan, Samuel., 2014. Kharismatik Yang Kukenal dan Kuyakini. Penerbit Bintang Fajar Ministries: Palangka Raya.
Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 1. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru.  Jilid 1, Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.
__________________., 2009. Pengantar Perjanjian Baru. Jilid 2 Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta.
Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.
Milne, Bruce., 1993. Mengenali Kebenaran. Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.
Morris, Leon., 2006. Teologi Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1 & 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Sandison, George & Staff., 2013. Bible Answers for 1000 Difficult Questions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Sproul, R.C., 2000. Mengenali Alkitab. Edisi revisi, terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Stott, John., 2010. Kristus Yang Tiada Tara. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Stuart, Douglas & Gordon D. Fee., 2011. Hermeneutik: Menafsirkan Firman Tuhan Dengan Tepat. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang.
___________., 2011. Hermeneutika: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab.  Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Tabb, Mark, ed., 2011. Mari Berpikir Tentang Teologi: Apa Yang Kita Yakini. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta.
Thiessen, Henry C., 1992. Teologi Sistematika, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Tong, Stephen., 2004. Yesus Kristus Juruselamat Dunia. Penerbit Momentum: Jakarta.
Yancey, Philip, 1997. Bukan Yesus Yang Saya Kenal. Terjemahan, Penerbit Profesional Books : Jakarta.
Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Profil : Samuel T. Gunawan, SE, M.Th adalah pendeta dan teolog Protestan Kharismatik, Gembala di GBAP Bintang Fajar Palangka Raya; Mengajar Filsafat dan Apologetika Kharismatik di STT AIMI, Solo.  
Artikel-artikelnya dapat ditemukan di : (1) Google dengan mengklik nama Samuel T. Gunawan;
(2) Website/ Situs : e-Artikel Kristen Indonesia; (3) Facebook : Samuel T. Gunawan (samuelstg09@yahoo.co.id.).
[1] Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta, hal. 189.
[2] Cornish, Rick.,  2007. Lima Menit Teologi. Terjemahan, Penerbit  Pionir Jaya : Bandung, hal. 174.
[3] Lihat: Thiessen, Henry C., 1992. Teologi Sistematika, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal. 313-316; Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 13-23.
[4] Fances, Eddy., 2005. Murid Kristus. Penerbit Yayasan Sinar Nusantara : Jakarta, hal. 179-180.
[5] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 191.
[6] Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta, hal. 326.
[7] Off.cit, hal. 191.
[8] Off.cit, hal. 326.
[9] Di masa lampau yang kekal, Kristus “bersama-sama dengan Allah” dan sesungguhnya “Ia adalah Allah”. Ia dinamakan Firman atau Logos (Yohanes 1:1,14; Wahyu 19:13). Bahwa disini Yohanes  memandang Logos sebagai kepribadian (bukan dalam arti sebagai berita atau kata) jelas nampak dari susunan kalimatnya. Yohanes mengatakan “theos en ho logos” yang artinya bahwa “logos adalah Allah”. Selanjutnya, seandainya Yohanes mengatakan “ho theos en ho logos” maka ia menjadikan istilah Allah dan Logos dapat dipertukartempatkan satu sama lain sehingga dengan demikian ia mengajarkan Sabelianisme yang yang menyatakan bahwa Allah hanya memiliki satu pribadi yang mewujudkan diri dengan tiga cara (manisfestasi).
[10] Logos adalah istilah umum yang dipakai oleh kaum Helenistik dalam pengertian percakapan, berita atau kata. Kaum sofistik menganggap logos sebagai suatu sebuah metode dalam berargumentasi dan berdialog, khususnya dalam mempertahankan keyakinan pribadi atau kelompok. Sementara itu kaum Stoik menganggap logos sebagai kekuatan yang setara dengan Allah, yang mengatur kehidupan dunia.
[11] Lihat: Thiessen, Henry C., Teologi Sistematika, hal. 145; Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang, hal. 300; Douglas,  J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1 & 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta, hal. 315-316.
[12] Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 271.
[13] Ryrie, Charles C., Teologi Dasar. Jilid 1, hal. 326.
[14] Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta, hal. 382.
[15] Thiessen, Henry C., Teologi Sistematika, hal. 316.
[16] Chamblin, J. Knox., 2006. Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribad. Terjemahan, Penerbit  Momentum : Jakarta, hal. 61.
[17] Lihat: Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 193-197; Ryrie, Charles C., Teologi Dasar. Jilid 1, hal. 331-333; Thiessen, Henry C., Teologi Sistematika, hal. 321-327; Beker, Charles. F., A Dispensasional Theology, hal. 386-388.
[18] Tong, Stephen., 2004. Yesus Kristus Juruselamat Dunia. Penerbit Momentum: Jakarta, hal. 79.
[19] Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta, hal 23.
[20] Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1 hal 326.
[21] Calvin, John.,2000. Institutio: Pengajaran Agama Kristen. Terjemahan, Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta, hal. 144-115.
[22] Berkhof, Louis., 2011. Teologi Sistematika: Doktrin Kristus. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta, hal. 74-75.
[23] Definisi kekal yang paling saya sukai untuk adalah “tidak berawal dan tidak berakhir”. Dari sisi waktu, keberadaan Allah tidak berujung pangkal baik ke masa lampau maupun ke masa depan. Dengan demikian dalam keilahianNya Kristus itu kekal. Sebagai Allah Kristus itu kekal sebagaimana Bapa dan Roh Kudus itu kekal. Namun kemanusiaanNya tidak kekal karena diciptakan saat inkarnasi dengan demikian ada awalnya.
[24] Pada artikel yang lainnya, saya akan memberikan argumen-argumen yang berhubungan dengan bahwa wujud jasmaniah  atau kemanusiaan Kristus tidak dibawa dari kekekalan melainkan dicipta, dalam pengertian dibangun dan dibentuk oleh Roh Kudus di dalam rahim Maria.  Berikut ini ayat-ayat dan frase-frase penting yang mendukung argumen-argumen tersebut 1) Frase “menjadi manusia” dalam Yohanes 1:14, (2) Frase “buah rahimmu” dalam Lukas 1:42, (3) frase “sama dengan manusia” dalam Filipi 2:7, (4) Frase “made of a women” dalam Galatia 4:4 (KJV), (5) Frase “sama dengan kita... Hanya tidak berbuat dosa” dalam ibrani 4:15, (6) dan arti / makna dari Roma 8:3”. 
[25] Lihat: Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta, hal 353.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url