KEMANUSIAAN KRISTUS
Samuel T. Gunawan, SE., M.Th.
KEMANUSIAAN KRISTUS .“(4:2)
Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa
Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, (4:3)
dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh
itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia
akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia”. (1 Yohanes
4:2-3)
PENDAHULUAN
Perdebatan
pada abad pertama sampai dengan abad kelima dalam doktrin Kekristenan
lebih banyak berkisar masalah pengenalan terhadap pribadi Yesus Kristus
yang berinkarnasi. Hampir semua perdebatan mengangkat topik ini dengan
mempertanyakan : Siapakah Yesus Kristus itu ? Dari berbagai perdebatan
dan diskusi itu, muncul berbagai golongan yang mencoba mengusulkan hasil
diskusi mereka, dengan memperkenalkan siapakah sebenarnya pribadi Yesus
Kristus itu. Namun sayang sekali ada beberapa golongan yang keliru
dalam pengenalan ini. Karena sebagian hanya menekankan soal kemanusiaan
Kristus saja dan mengabaikan keilahianNya. Sedangkan sebagian lagi hanya
menekankan soal keilahianNya, walaupun pengenalannya tidak secara utuh.
Secara
historis, doktrin inkarnasi ini telah ditangani oleh gereja dengan
hati-hati dan cermat agar terhindar dari kecerobohan dan kesesatan. Bapa
gereja Athanasius melakukan pembelaan iman sesuai dengan ajaran
Alkitab, dan melahirkan beberapa konsili bapa-bapa (patristik)
gereja. Antara lain : (1) Konsili Nicea (325 M) menegaskan bahwa pribadi
Yesus Kristus adalah Allah yang total (utuh) dan manusia yang total
(utuh); (2) Konsil Konstantinopel (381 M) mengulangi penegasan Konsili
Nicea yang meyakinkan bahwa pribadi Yesus Kristus adalah 100% Allah dan
100% manusia; (3) Konsili Chalcedon (451 M) selanjutnya merumuskan
hubungan antara keilahian Kristus dan kemanusiaan Kristus ini sebagai
berikut : Bahwa Yesus memiliki dua natur dalam satu pribadiNya. Hubungan
antara kedua natur ini adalah : Tidak bercampur, tidak berubah, tidak
berbagi, dan tidak terpisah.[1]
I
NKARNASI: KRISTUS MENGAMBIL RUPA MANUSIA
Kata “inkarnasi” merupakan istilah teologi yang berasal dari bahasa Latin “in” yang artinya “di dalam” dan “carn” yang artinya “daging”. Jadi kata inkarnasi secara harafiah berarti “di dalam daging”. [2] Meskipun kata inkarnasi tersebut tidak terdapat di dalam Alkitab, namun komponen kata tersebut “dalam” dan “daging” ada di dalam Alkitab.[3] Misalnya, gagasan dan konsep inkarnasi tersebut muncul dalam Yohanes 1:14 dan Roma 8:3. Frase “menjadi manusia” dalam Yohanes 1:14, adalah frase Yunani “sarks egeneto” yang secara harafiah berarti “menjadi daging”. [4] Kata “sarks” yang diterjemahkan “manusia” dalam ayat tersebut sebenarnya secara harfiah berarti “daging”.[5] Maksud dari ayat ini ialah bahwa Pribadi kedua Trinitas yaitu Logos, mengambil rupa manusia bagi diriNya sendiri. Rasul Paulus menyatakan, bahwa Alllah telah “..
mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang
dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di
dalam daging” (Roma 8:3).
Di dalam teologi
Kristen, yang dimaksud dengan inkarnasi adalah bahwa Pribadi kedua
Allah Trinitas mengambil bentuk atau rupa manusia bagi diriNya sendiri.
Dengan kata lain, inkarnasi adalah tindakan dimana Putra Allah yang
kekal mengambil bagi diriNya natur tambahan yaitu natur manusia melalui
kelahiran dari seorang perawan.[6] Kristus tidak memiliki kemanusiaan
sampai saat kelahiranNya melalui perawan Maria.[7] Untuk inkarnasi
diperlukan pribadi yang mula-mula berada dalam wujud tanpa tubuh, lalu
pribadi itu kemudian mengenakan tubuh kedagingan. Tepat seperti itulah
yang dilakukan Anak Allah.[8] Dalam KeilahaianNya, Kristus sudah ada
bersama Bapa sebelum dunia dijadikan dan Ia ada dalam kekekalan bersama
Bapa. Dalam kemanusiaanNya, Kristus ada dan dilahirkan dari rahim
perawan Maria. Melalui inkarnasi, Kristus menyatukan sifat
ke-Allahan-Nya dengan sifat manusia.
Perbedaan
kedua sifat tersebut tidak berkurang ketika dipersatukan, dan
keistimewaan kedua sifat itu tetap terpelihara sekalipun disatukan di
dalam diri Yesus Kristus. Yesus tidak terbagi menjadi dua pribadi; Ia
adalah satu pribadi yaitu Anak Allah.[9] Karena itu sejak inkarnasi
Kristus adalah Allah sejati dan manusia sejati, sebab Ia telah memiliki
dua sifat yang berbeda yaitu sifat ilahi dan sifat manusia, yang menyatu
di dalam pribadiNya yang tunggal secara abadi. Namun, Yesus bukanlah
semacam mahluk yang mengalami mutasi sehingga menjadi setengah Tuhan dan
setengah manusia. Sifat KemanusiaanNya tidak mengurangi keilahianNya,
begitu pula keilahianNya tidak mengurangi sifat kemanasiaanNya. Hal ini
telah dijelaskan sebelumnya dalam sesi 7 ketika membahas tentang
“Inkarnasi Kristus”.[10]
Sementara keilahian
Kristus, yaitu Pra eksistensi dan kekekalanNya akan dibahas di sesi 9,
maka dalam sesi 8 ini yang dibahas adalah perihal kemanusiaan Kristus.
Mengenai kemanusiaan Kristus, Louis Berkhof menyatakan, “Manusia
kadang-kadang melupakan Kristus yang manusiawi pada saat berbicara
tentang Yesus. Sangatlah penting untuk tetap mempertahankan realita dan
integritas kemanusiaan Kristus dengan mengakui pertumbuhan
kemanusiaanNya, serta keterbatasan-keterbatasan manusiawiNya. Kemuliaan
kelilahianNya tidak perlu ditekankan sedemikian rupa sehingga
mengecilkan kemanusiaanNya yang sesungguhnya. Yesus menyebut diri
sendiri manusia, dan disebut juga demikian oleh yang lain, Yohanes 8:40;
Kisah Para Rasul 2:22; Roma 5:15; 1 Korintus 15:21”.[11] Sementara itu Henry C. Thiessen menyatakan, “Kristus
harus menjadi manusia sesungguhnya jika Ia hendak menebus manusia dari
dosa, maka soal kemanusiaan Kristus bukan hanya soal yang akademis,
tetapi soal yang sangat praktis”. [12]
KEMANUSIAAN KRISTUS DICIPTAKAN DALAM RAHIM MARIA
Perlu
ditegaskan bahwa Kristus sebagai Allah telah ada sebelum Ia dilahirkan
dari seorang perawan Maria. Kristus ada sebelum penciptaan dan sebelum
adanya waktu. Ia Allah yang kekal, dan ada selalu ada selama-lamanya.
KelahiranNya dari seorang perempuan menunjukkan bahwa Ia adalah
benar-benar manusia dan menjadi sama dengan kita (Roma 8:3; Galatia 4:4;
Filipi 2:4-6). Walau demikian, kemanusiaanNya tidaklah sama dengan
kita, sebab kita lahir dengan dosa asal yang diwariskan dan
dipertalikan, tetapi Kristus tidak demikian, kemanusiaanNya benar-benar
sempurna. Pertanyaan pentingnya adalah “apakah kemanusiaan Kristus dibawa dari kekekalanNya?” Stephen Tong mengatakan, “Jika Adam dan Hawa dicipta, maka Yesus bukan dicipta, melainkan dilahirkan”.[13] Dengan demikian secara tidak langsung ia berpendapat bahwa kemanusiaan Kristus itu kekal karena tidak diciptakan.
Berdasarkan
suatu penelitian terhadap ayat-ayat Alkitab, saya menegaskan bahwa
wujud jasmaniah atau kemanusiaan Kristus tidak dibawa dari kekekalan
melainkan dicipta, dalam pengertian dibangun dan dibentuk oleh Roh Kudus
di dalam rahim Maria. Berikut ini beberapa frase-frase penting dari
ayat Alkitab yang membuktikan bahwa wujud jasmaniah atau kemanusiaan
Kristus tidak dibawa dari kekekalan melainkan dicipta, dalam pengertian
dibangun dan dibentuk oleh Roh Kudus di dalam rahim Maria, yaitu : (1)
Frase “menjadi manusia” dalam Yohanes 1:14; (2) Frase “buah rahimmu” dalam Lukas 1:42; (3) frase “sama dengan manusia” dalam Filipi 2:7; (4) Frase “made of a women” dalam Galatia 4:4 (KJV); (5) Frase “sama dengan kita... Hanya tidak berbuat dosa” dalam Ibrani 4:15; (6) dan arti / makna dari Roma 8:3.
Pendapat
saya di atas juga di diteguhkan oleh para pakar teologi dan Alkitab.
Teolog dan apologet, Norman L. Gleaser menyatakan, “Yesus menjalani
semua proses perkembangan manusia normal. Ia dikandung dalam rahim
ibuNya oleh Roh Kudus (matius 118,20; Lukas 1:34-35). Ia dilahirkan dari
seorang perempuan yang telah mengandung sampai masa yang penuh (2:6-7)”.[14] Pakar teologi
Charles C. Ryrie, dari Dallas Theological Seminary mengatakan, “Allah adalah tetap Allah, dan selurus sifat kemanusiaan Kristus dibangun oleh Roh Kudus di dalam Rahim”.[15] Selanjutnya Ryrie menegaskan “Kristus tidak memiliki kemanusiaan sampai saat kelahiranNya melalui perawan Maria”.[16] Wayne Grudem menegaskan, “Yesus
sepenuhnya dan benar-benar manusia. Dia dikandung dalam rahim ibuNya
karena karya ajaib Roh Kudus. Ini secara jelas disebutkan dalam Matius
1:18”. [17] John Calvin, pemimpin reformasi generasi kedua mengatakan, “Tetapi
bagi kita, Kristus bebas dari segala noda, bukanlah karena Dia hanya
lahir dari ibuNya tanpa perbuatan laki-laki, melainkan Dia telah
disucikan oleh Roh. Bila dikatakan ‘Firman telah menjadi daging’
(Yohanes 1:14), hal itu tidak boleh diartikan seakan-akan Firman itu
berubah menjadi daging, atau sama sekali bercampur dengan daging. Tetapi
hal itu dikatakan karena Firman telah memilih rahim anak dara sebagai
bait kediamanNya, Dan Dia yang tadiNya Anak Allah telah menjadi anak
manusia, tidak karena percampuran zat, tetapi karena kesatuan pribadi”.[18] Loius Berkhof, seorang teolog Reformed mengatakan “Pengakuan
Iman kita meneguhkan bahwa Kristus mendapatkan natur manusia itu dari
substansi yang berasal dari Maria ibuNya. ... Pengakuan iman kita
menegaskan bahwa natur manusia Kristus ‘diperolehNya dalam rahim anak
dara Maria yang diberkati oleh kuasa Roh Kudus, tanpa campur tangan
seorang laki-laki”. [19]
Terlepas dari cara
pembuahannya, kelahiran Kristus adalah kelahiran yang normal seperti
manusia lainnya (Lukas 2:6-7; Galatia 4:4). Kristus dikandung dan
dilahirkan dengan cara yang wajar. Janinnya berkembang dalam rahim
Maria dan lahir ke dunia dengan cara yang normal melalui saluran
kelahiran (reproduksi) Maria. Sama seperti kita, hidup Kristus
berlangsung dalam masa pertumbuhan dan perkembangan normal (Lukas
8:40-52; Ibrani 5:8) dalam suatu lingkungan rumah tangga dan keluarga
(Markus 6:1-6). [20] Sekali lagi, ini bukan berarti menyatakan bahwa
Kristus itu tidak kekal.[21] KeilahianNya kekal karena Ia adalah Allah,
namun tubuh jasmaniah kemanusiaanNya barulah ditambahkan padaNya saat
inkarnasiNya, dan tubuh jasmaniahNya tersebut terus dibawa dalam
kekekalan setelah dimuliakan dalam kebangkitanNya. [22]
BUKTI-BUKTI KEMANUSIAAN YESUS KRISTUS
Sementara
beberapa bidat menekankan bahwa Yesus hanya seorang manusia dan bukan
Allah, maka bidat lainnya menolak realitas kemanusiaan Kristus. [23]
Sejak awal gereja berdiri, telah muncul ajaran sesat “Doketisme”
yang menyangkal kemanusiaan Kristus.[24] Pada akhir abad pertama
Marcion dan Kaum Gnostik mengajarkan bahwa Kristus hanya menampakkan
diri sebagai seorang manusia.[25] Menurut ajaran doketisme ini, Kristus
sesungguhnya tidak memiliki tubuh insani, namun ia hanya sebagai roh
yang menampakkan diri sperti manusia.[26] Sedangkan Christian Science
merupakan contoh bidat masa kini yang menolak kemanusiaan Kristus.
Mereka membedakan antara Yesus dengan Kristus. Menurut mereka Kristus
itu kekal sedangkan Yesus itu hanya khayalan saja. [27]
Rasul
Yohanes dengan tegas menyatakan sesat kepada mereka yang menolak
kemanusiaan Kristus (Yohanes 4:1-3). Rasul Yohanes mengingatkan, “Saudara-saudaraku
yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh
itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang
telah muncul dan pergi ke seluruh dunia” (1 Yohanes 4:1). Frase Yunani “ujilah roh-roh itu” dalam 1 Yohanes 4:1 tersebut adalah “dokimazete ta pneumata”. Kata “dokimazeta” berasal dari kata “dokimazo” yang berarti “menguji, meneliti, dan memeriksa”. Secara harafiah frase tersebut berarti “membuktikan dengan menguji”.[28] Selanjutnya Yohanes dengan tegas mengatakan, “Demikianlah
kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus
telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, dan setiap roh, yang
tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh
antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan
sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia” (1 Yohanes 4:2-3)
Terdapat
bukti yang cukup banyak dalam Alkitab bahwa Yesus memang sepenuhnya
manusia seperti kita. [29] Dan untuk menyatakan kemanusiaaNya, maka
Alkitab menyajikan sejumlah bukti berupa pernyataan, kejadian atau
peristiwa dan karekter tertentu serta beberapa ungkapan khusus dari
Kristus.[30] Henry C. Thiessen memberikan bukti-bukti Alkitabiah
kemanusiaan Kristus, dan saya setuju dengan argumentasi serta
bukti-bukti Alkitabiah tersebut. [31] Bukti-bukti tersebut juga didukung
dengan pendapat para teolog seperti Louis Berkhof, Charles C. Ryrie,
Norman L. Geisler, Wayne Grudem, dan Paul Enns.[32] Berikut ini
bukti-bukti Alkitabiah kemanusiaan Kristus menurut Henry C. Thiessen.
1. Yesus Lahir Seperti Manusia Lainnya
Yesus
lahir dari seorang wanita (Galatia 4:4). Kenyataan ini dikuatkan oleh
kisah-kisah kelahiran-Nya dari seorang anak dara (Matius 1:18 -2:11;
Lukas 1:30-38; 2:1-20). Karena hal ini, Yesus disebut “anak Daud, anak Abraham” (Matius 1:1) dan dikatakan bahwa Ia “menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud”
(Roma 1:3). Karena alasan yang sama, Lukas merunut asal usul Yesus
sampai kepada Adam (Lukas 3:23-38). Peristiwa ini merupakan penggenapan
janji kepada Hawa (Kejadian 3:15) dan kepada Ahas (Yesaya 7:14). Pada
beberapa kesempatan Yesus disebutkan sebagai anak Yusuf, namun kita akan
melihat bahwa setiap kali hal ini terjadi, orang yang melakukannya itu
bukanlah sahabat Yesus atau mereka kurang mengenal Dia (Lukas 4:22;
Yohanes 1:45; 6:42; bandingkan dengan Matius 13:55). Bila ada bahaya
bahwa pembaca kitab Injil akan menganggap penulis Injil tersebut
bermaksud untuk menyatakan bahwa Yesus betul-betul anak Yusuf, maka
penulis menambahkan sedikit penjelasan untuk menunjukkan bahwa anggapan
semacam itu tidak benar. Oleh karena itu dalam Lukas 23:23 kita membaca
bahwa Yesus adalah anak Yusuf “menurut anggapan orang” dan di dalam Roma 9:5 dinyatakan bahwa Kristus berasal dari Israel dalam “keadaan-Nya sebagai manusia”.
2. Yesus Tumbuh Dan Berkembang Seperti Manusia Normal
Yesus
berkembang secara normal sebagaimana halnya manusia. Oleh karena itu
dikatakan dalam Alkitab bahwa Ia "bertambah besar dan menjadi kuat,
penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya" (Lukas 2:40), dan
bahwa Ia "makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia"
(Lukas 2:52). Perkembangan fisik dan mental Kristus ini tidak
disebabkan karena sifat ilahi yang dimiliki-Nya, tetapi diakibatkan oleh
hukum-hukum pertumbuhan manusia yang normal. Bagaimanapun juga,
kenyataan bahwa Kristus tidak mempunyai tabiat duniawi dan bahwa Ia
menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan, yang berdosa, sudah pasti
turut mempengaruhi perkembangan mental dan fisik-Nya. Perkembangan
mental Yesus bukanlah semata-mata hasil pelajaran di sekolah-sekolah
pada zaman itu (Yohanes 7:15), tetapi harus dianggap sebagai hasil
pendidikan-Nya dalam keluarga yang saleh, kebiasaanNya untuk selalu
hadir dalam rumah ibadah (Lukas 4:16), kunjunganNya ke Bait Allah (Lukas
2:41, 46), penelaahan Alkitab yang dilakukanNya (Lukas 4:17), dan juga
karena Ia menggunakan ayat-ayat Alkitab ketika menghadapi pencobaan, dan
karena persekutuanNya dengan Allah Bapa (Markus 1:35;Yohanes 4:32-34).
3. Ia Memiliki Unsur-Unsur Hakiki Sifat Manusia
Bahwa Kristus memiliki tubuh jasmaniah jelas dari ayat-ayat yang berbunyi, "mencurahkan minyak itu ke tubuh-Ku" (Matius 26:12); "yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah adalah tubuh-Nya sendiri" (Yohanes 2:21); "Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapatkan bagian dalam keadaan mereka [darah dan daging]" (Ibrani 2:14); "tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagi-Ku” (Ibrani 10:5); "kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus" (Ibrani 10:10). Bahkan setelah Ia dibangkitkan Ia mengatakan, "Rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku"
(Lukas 24:39). Bukan saja Kristus memiliki tubuh manusiawi yang fisik,
Ia juga memiliki unsur-unsur sifat manusiawi lainnya, seperti kecerdasan
dan sifat sukarela. Ia mampu berpikir dengan logis. Alkitab berbicara
tentang Dia sebagai memiliki jiwa dan/atau roh (Matius 26:38; bandingkan
dengan Markus 8:12; Yohanes 12:27; 13:21; Markus 2:8;Lukas 23:46; dalam
Alkitab bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai hati dan nyawa).
Ketika mengatakan bahwa Ia mengambil sifat seperti kita, kita selalu
harus membedakan antara sifat manusiawi dan sifat yang berdosa;Yesus
memiliki sifat manusiawi, tetapi Ia tidak memiliki sifat yang berdosa.
4. Ia Mempunyai Nama-Nama Manusia
Ia memiliki banyak nama manusia. Nama "Yesus", yang berarti "Juruselamat" (Matius 1:21), adalah kata Yunani untuk nama “Yosua" di Perjanjian Lama (bandingkan Kisah 7:45; Ibrani 4:8). Ia disebut "anak Abraham" (Matius 1:1) dan "anak Daud". Nama "anak Daud" sering kali muncul dalam Injil Matius (1:1; 9:27; 12:23; 15:22; 20:30, 31;21:9, 15). Nama "Anak Manusia"
terdapat lebih dari 80 kali dalam Perjanjian Baru. Nama ini
berkali-kali dipakai untuk Nabi Yehezkiel (2:1; 3:1; 4:1, dan
seterusnya), dan sekali untuk Daniel (8:17). Nama ini dipakai ketika
bernubuat tentang Kristus dalam Daniel 7:13 (bandingkan Matius 16:28).
Nama ini dianggap oleh orang-orang Yahudi sebagai mengacu kepada Mesias.
Hal ini jelas dari kenyataan bahwa imam besar merobek jubahnya ketika
Kristus menerapkan nubuat Daniel ini kepada diriNya sendiri (Lukas
26:64, 65). Orang-orang Yahudi memahami bahwa istilah ini menunjuk
kepada Mesias (Yohanes 12:34), dan menyebut Kristus itu Anak Manusia
adalah sama dengan menyebut Dia Anak Allah (Lukas 22:69, 70). Ungkapan
ini bukan saja menunjukkan bahwa Ia adalah benar-benar manusia, tetapi
bahwa Ia juga adalah wakil seluruh umat manusia (bandingkan Ibrani
2:6-9).
5. Ia Memiliki Berbagai Kelemahan Yang Tak Berdosa Dari Sifat Manusiawi
Karena
itu, Yesus pernah lelah (Yohanes 4:6), lapar (Matius 4:2; 21:18), haus
(Yohanes 19:28); Ia pernah tidur (Matius 8:24; bandingkan Mazmur 121:4);
Ia dicobai (Ibrani 2:18; 4:15; bandingkan Yakobus 1: 13); Ia
mengharapkan kekuatan dari Bapa-Nya yang di sorga (Markus 1:35; Yohanes
6:15; Ibrani 5:7); dan Ia juga mengalami kematianNya. Tidak ada hal lain
yang lebih ditentang dari sifat keilahaian selain kematian. Namun Yesus
mati sebagaimana kematian manusia. KematianNya disaksikan oleh banyak
orang, termasuk Yohanes, Sekelompok pengikt perempuan, para prajurit,
dan orang banyak yang mengolok-olok Yesus sewaktu di salib (Lukas
23:48-49; Yohanes 19:25-27). KematianNya juga diteguhkan oleh pelaksana
hukuman mati Romawi yang profesional (Yohanes 19:32-34). Sebagai manusia
yang telah mati, Yesus dikuburkan sesuai kebiasaan masa itu (Yohanes
19:38-41). KematianNya menunjukkan bahwa Ia benar-benar manusia!
6. Berkali-Kali Ia Disebut Sebagai Manusia
Yesus
menganggap diri-Nya sendiri manusia (Yohanes 8:40). Yohanes Pembaptis
(Yohanes 1:30), Petrus (Kisah 2:22), dan Paulus (1 Korintus 15:21, 47;
Filipi 2:8; bandingkan Kisah 13:38) menyebut- Nya manusia. Kristus
benar-benar diakui sebagai manusia (Yohanes 7:27; 9:29; 10:33), sehingga
Ia dikenal sebagai orang Yahudi (Yohanes 4:9); Ia dikira lebih tua dari
usia sebenarnya (Yohanes 8:57); dan Ia dituduh telah menghujat Allah
karena berani menyatakan bahwa diri-Nya lebih tinggi daripada manusia
(Yohanes 10:33). Bahkan setelah bangkit, Kristus masih nampak sebagai
manusia (Yohanes 20:15; 21:4, 5). Lagi pula, sekarang ini Ia berada di
sorga sebagai manusia dengan tubuh kemanusiaanNya yang telah dimuliakan
(1 Timotius 2:5). Suatu saat dalam tubuh kemanusiaaNya yang telah
dimuliakan Ia akan datang kembali (Matius 16:27, 28; 25:31; 26:64, 65),
serta menghakimi dunia ini dengan adil (Kisah Para Rasul 17:31).
KETIDAKBERDOSAAN KRISTUS
Dalam kaitan ini telah diajukan satu pertanyaan penting: “Bila Kristus itu lahir dari seorang perawan, apakah Ia juga mewarisi sifat yang berdosa dari ibu-Nya?”
Alkitab menyatakan, walaupun Kristus dapat dicobai, namun Ia tidak
dapat berbuat dosa sebab Ia tidak memiliki tabiat dosa (Ibrani 4:15).
Sifat kemanusiaan Kristus memang dapat dicobai, tetapi sifat keilahian
Kristus tidak dapat dicobai, karena Alkitab mengatakan Allah tidak dapat
dicobai (Yakobus 1:13).Pencobaan-pencobaan yang datang kepada Yesus
menunjukkan bahwa Ia benar-benar memiliki sifat manusia (Matius 4:1-11).
Tetapi meskipun sifat kemanusiaanNya dapat dicobai, namun Kristus tidak
dapat jatuh ke dalam dosa. Mengapa? Karena selain Ia tidak memiliki
benih dosa di dalam diriNya, sifat kemanusiaanNya telah menyatu dengan
sifat keilahianNya, dan dengan demikian kekudusanNya tersebut tidak
dapat dipengaruhi atau dirusak oleh dosa dan faktor faktor duniawi
lainNya.[33]
BACA JUGA: YESUS KRISTUS ADALAH TUHAN DAN ALLAH
Karena itu, berkaitan dengan ketidakberdosaan Kristus, kita menolak pendapat dan pandangan yang sesat , salah dan tidak Alkitabiah seperti berikut ini : (1) bahwa sebagai manusia Yesus memiliki sifat dosa, namun Ia tidak berbuat dosa karena Ia adalah Allah; (2) bahwa sebagai manusia Yesus memiliki sifat dosa, karena itu merupakan hal yang wajar bahwa Ia pernah berbuat dosa; (3) bahwa sebagai manusia Yesus memiliki sifat dosa sebelum kematianNya, karena Ia lahir dari Maria yang berdosa. Namun sebagai manusia yang kudus Ia berhasil mengatasi semua godaan dunia sehingga Ia tidak jatu ke dalam dosa, dan pada akhirnya sifat dosa tersebut hilang dariNya setelah Ia bangkit dari kematian; (4) bahwa sebagai manusia Yesus pada awalnya Yesus tidak memiliki sifat dosa, namun Ia pernah berbuat dosa, tetapi dosa tersebut telah Ia tanggalkan di atas kayu salib melalui kematianNya; (5) bahwa sebagai manusia Yesus Yesus tidak memiliki sifat dosa, namun Ia dapat berbuat dosa jika Ia mengehnadakinya.Namun Yesus tidak mempunyai kemauan dan keinginan itu, sehingga Ia tidak pernah berbuat dosa.[34]
BACA JUGA: MAKALAH KRISTOLOGI
Alkitab dengan jelas menunjukkan bahwa Yesus tidak berhubungan dengan dosa. Alkitab menandaskan bahwa Yesus “tidak mengenal dosa” (2 Korintus 5:21); dan bahwa Ia adalah “yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa” (Ibrani 7:26); dan bahwa “di dalam “Dia tidak ada dosa”
(1 Yohanes 3:5). Pada saat memberitahukan bahwa Maria akan melahirkan
Anak Allah, Gabriel menyebutkan Yesus sebagai "kudus" (Lukas 1:35).
Iblis tidak berkuasa apa-apa atas diri Yesus (Yohanes 14:30); ia tak ada
hak apa pun atas Anak Allah yang tidak berdosa itu. Dosalah yang
membuat Iblis berkuasa atas manusia, tetapi di dalam Yesus tidak ada
dosa. Melalui naungan ajaib Roh Kudus, Yesus lahir sebagai manusia yang
tidak berdosa.[35]
PENUTUP
Tujuan
utama inkarnasi Kristus dengan mengambil rupa manusia bagi diriNya
sendiri adalah untuk mengorbankan diriNya melalui kematianNya di kayu
salib yang menghapus dosa (Ibrani 9:26; Markus 10:45). Alkitab dengan
jelas mengaskan bahwa Yesus Kristus harus menjadi manusia agar Ia dapat
mati karena dosa umat manusia (Ibrani 2:9; Yohanes 1:29; 1 Yohanes 3:5).
Ketika Ia mengalami kematian bagi semua orang (Ibrani 2:9), maka dengan
demikian kematianNya merupakan kematian yang menggantikan (2 Korintus
5:21). Selain itu, sebagai manusia, Kristus telah mengalami
pengalaman-pengalaman dan pencobaan-pencobaan manusia, tetapi Ia tidak
berbuat dosa (Ibrani 4:15). Karena itu Ia dapat menolong mereka yang
dicobai karena Ia adalah Imam Besar yang penuh simpati (Ibrani 2:17-18;
4:14-15). Berdasarkan alasan inilah maka, “...marilah kita
dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita
menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan
kita pada waktunya” (Ibrani 4:16).
REFERENSI
Anderson, Leith. A., 2009. Yesus : Biografi Lengkap Tentang PribadiNya, NegaraNya, dan BangsaNya. Terjemahan, Penerbit Gloria Graffa : Yogyakarta.
Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta.
Berkhof, Louis., 2011. Teologi Sistematika: Doktrin Kristus. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Boice, James M., 2011. Fondations Of The Christian Faith: A Comprehensive And Readable Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Calvin, John.,2000. Institutio: Pengajaran Agama Kristen. Terjemahan, Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.
Chamblin, J. Knox., 2006. Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribad. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Cornish, Rick., 2007. Lima Menit Teologi. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Daun, Paulus., 1994. Bidat Kristen dari masa Ke Masa. Penerbit Yayasan Daun Family : Manado.
Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1 & 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Eaton, Michael 2008. Jesus Of The Gospel. Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Evan, Craig. A., 2008. Merekayasa Yesus. Terjemahan, Penerbit ANDI : Yogyakarta.
Erickson J. Millard., 2003. Teologi Kristen, Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Fances, Eddy., 2005. Murid Kristus. Penerbit Yayasan Sinar Nusantara : Jakarta.
Ferguson, B. Sinclair, David F. Wright, J.I. Packer., 1988. New Dictionary Of Theology. Jilid 1 & 2, diterjemahkan (2008), Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House: Grand Rapids, Michigan.
Grudem, Wayne., 2009. Kebenaran Yang Memerdekakan. Terjemahan, Penerbit Metanoia: Jakarta.
Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 1. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.
Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta.
Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.
Milne, Bruce., 1993. Mengenali Kebenaran. Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.
Morris, Leon., 2006. Teologi Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1 & 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Sandison, George & Staff., 2013. Bible Answers for 1000 Difficult Questions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Stott, John., 2010. Kristus Yang Tiada Tara. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Tabb, Mark, ed., 2011. Mari Berpikir Tentang Teologi: Apa Yang Kita Yakini. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta.
Thiessen, Henry C., 1992. Teologi Sistematika, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Tong, Stephen., 2004. Yesus Kristus Juruselamat Dunia. Penerbit Momentum: Jakarta.
Yancey, Philip, 1997. Bukan Yesus Yang Saya Kenal. Terjemahan, Penerbit Profesional Books : Jakarta.
Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
[1] Fances, Eddy., 2005. Murid Kristus. Penerbit Yayasan Sinar Nusantara : Jakarta, hal. 179-180.
[2] Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta, hal. 191.
[3] Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta, hal. 326.
[4] Off.cit, hal. 191.
[5] Off.cit, hal. 326.
[6] Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 271.
[7] Ryrie, Charles C., Teologi Dasar. Jilid 1, hal. 326.
[8] Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta, hal. 382.
[9] Thiessen, Henry C., Teologi Sistematika, hal. 316.
[10] Tabb, Mark, ed., 2011. Mari Berpikir Tentang Teologi: Apa Yang Kita Yakini. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria: Yogyakarta, hal.129.
[11] Berkhof, Louis., 2011. Teologi Sistematika: Doktrin Kristus. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta, hal. 36.
[12] Thiessen, Henry C., 1992. Teologi Sistematika, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal. 333.
[13] Tong, Stephen., 2004. Yesus Kristus Juruselamat Dunia. Penerbit Momentum: Jakarta, hal. 79.
[14] Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta, hal. 119.
[15] Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta, hal 23.
[16] Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1, hal. 326.
[17] Grudem, Wayne., 2009. Kebenaran Yang Memerdekakan. Terjemahan, Penerbit Metanoia: Jakarta, hal. 91.
[18] Calvin, John.,2000. Institutio: Pengajaran Agama Kristen. Terjemahan, Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta, hal. 144-115.
[19] Berkhof, Louis., Teologi Sistematika: Doktrin Kristus. hal. 74-75.
[20] Erickson J. Millard., 2003. Teologi Kristen, Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal. 396.
[21] Definisi kekal yang paling saya sukai untuk Allah adalah “tidak berawal dan tidak berakhir”.
Dari sisi waktu, keberadaan Allah tidak berujung pangkal baik ke masa
lampau maupun ke masa depan. Dengan demikian dalam keilahianNya Kristus
itu kekal. Sebagai Allah Kristus itu kekal sebagaimana Bapa dan Roh
Kudus itu kekal. Namun kemanusiaanNya tidak kekal karena diciptakan saat
inkarnasi dengan demikian ada awalnya.
[22] Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1, hal. 365-366.
[23] Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta, hal. 118
[24] Istilah Doketisme berasal dari kata Yunani “dokeo” yang artinya “nampak atau kelihatannya”.
[25] Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1, hal. 326.
[26] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 19.
[27] Daun, Paulus., 1994. Bidat Kristen dari masa Ke Masa. Penerbit Yayasan Daun Family : Manado, hal. 116.
[28] Bandingkan, Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang.
[29] Ibid, hal. 396.
[30] Pandensolang, Welly, Kristologi Kristen, hal. 198.
[31] Thiessen, Henry C., Teologi Sistematika, hal. 333-337.
[32] Lihat: Berkhof, Louis., Teologi Sistematika: Doktrin Kristus. hal. 36-37; Ryrie, Charles C., Teologi Dasar. Jilid 1, hal. 337-338; Geisler, Norman & Ron Brooks., Ketika Alkitab Dipertanyakan. hal. 118-120; Grudem, Wayne., Kebenaran Yang Memerdekakan, hal. 91-94; Enns, Paul., The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, hal. 272-274.
[33] Pandensolang, Welly, Kristologi Kristen, hal. 201-202.
[34] Ibid, hal. 201-202.
[35] Thiessen, Henry C., Teologi Sistematika, hal. 333.