ALLAH ORANG KRISTEN (Ajaran Tentang Trinitarianisme Kristen)
Samuel T. Gunawan, S.Th.,SE.,M.Th.
ALLAH ORANG KRISTEN (Ajaran Tentang Trinitarianisme Kristen). Siapakah Allah orang Kristen? Apakah Ia sama dengan Allah yang dikenali dan disembah agama-agama lain? Pertanyaan ini benar-benar penting. Orang Kristen mengklaim bahwa Allah Trinitas adalah satu-satunya Allah yang hidup dan benar, klaim ini bukan suatu bentuk arogansi spiritual, tetapi lebih merupakan manifestasi dari iman yang lahir dari ajaran Kitab Suci (Alkitab). Allah Trinitas adalah sebuah doktrin yang mendasar bagi iman Kristen karena kepercayaan atau ketidakpercayaan pada Trinitas menandai Kekristenan sejati atau bukan. Namun demikian penalaran dan logika manusia tidak dapat memahami Trinitas dengan tuntas karena ajaran ini bersifat suprarasional (melampuai akal), tetapi bukan tidak masuka akal (irasional). Doktrin Trinitas secara gamblang diajarkan di dalam Alkitab dan sejarah meneguhkan kebenaran ajaran Trinitas ini, sekalipun sejak abad gereja mula-mula telah timbul ajaran yang berusaha untuk menentang ajaran Trinitas ini.
DEFINISI TRINITAS
Istilah “Trinitas” berasal dari kata Inggris “trinity”. Merupakan gabungan dari kata “tree” yang berarti “tiga” dan “unity” yang berarti “kesatuan”. Jadi kata ini digunakan untuk menekankan kesatuan di antara pribadi dalam Trinitas tetapi juga menekankan keterpisahan dan kesetaran dari tiga pribadi dalam Trinitas. Pemunculan pertama kali dari kata ini harus ditelusuri sampai pada jaman Theophilus dari Antiokhia atau Tertulianus. Keduanya hidup pada waktu yang hampir bersamaan (Theophilus mati sekitar tahun 181-188 M, sedangkan Tertulianus pada tahun 220 M). Kata “trinity” sendiri berasal dari bahasa Latin “trinite” yang berarti “keadaan menjadi tiga”. Sebuah definisi yang baik tentang Trintas menyatakan “Ada satu Allah yang benar dan satu-satunya, tetapi di dalam keesaan dari Keallahan ini ada tiga Pribadi yang sama kekal dan setara, sama di dalam hakekat tetapi beda di dalam Pribadi”.
Memang, tidaklah mudah membuat definisi dari Trinitas, hal ini dikaitkan dengan perlunya keseimbangan penekanan dari keesaan Allah dan ketigaanNya. Penekanan yang berlebihan pada keesaan atau ketigaan dapat menyebabkan kekeliruan dan kesesatan. Karena itu ajaran tentang Allah dalam Kekristenan adalah Trinitarianisme bukan monoteisme ataupun Triteisme. Alkitab jelas menunjukkan adanya “keesaan Allah” dan juga menunjukkan adanya “kejamakan Allah”. Karena itu, dua sikap ekstrim yang keliru yang harus dihindari, yaitu: (1) Pertama, sikap ekstrim yang terlalu menekankan “kejamakan dalam diri Allah” dan mengabaikan “kesatuanNya”. Sikap ini mengakibatkan menjadi “Triteisme”, yaitu kepercayaan kepada tiga Allah. Ini salah, karena mengabaikan keesaan Allah sebagaimana yang dinyatakan dalam Alkitab. (2) Kedua, sikap ekstrim yang menekankan “kesatuan Allah” dan mengabaikan “kejamakan dalam diri Allah”. Sikap ini salah karena hanya menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan keesaan Allah, dan dan mengabaikan kejamakan Allah, dengan menekankan bahwa Allah itu tunggal secara mutlak. Ini keliru dan menyebabkan “Monoteisme Unitarian” yang dengan sengaja mengabaikan kejamakan dalam diri Allah.
Ajaran Trinitas Kristen merupakan satu-satunya jalan untuk menyelaraskan seluruh ayat Alkitab yang menyatakan keesaan dan kejamakan Allah tersebut. Dengan menerima doktrin Trinitarianisme, maka seluruh ayat Alkitab yang menyatakan keesaan dan kejamakan Allah dapat selaras. Menolak doktrin Trinitas berarti menolak pewahyuan Allah mengenai hal ini, yang pada akhirnya menolak keilahian Kristus dan kepribadian Roh Kudus. Dan ini berarti, harus menghadapi kontradiksi (pertentangan) dalam Alkitab yang tidak mungkin bisa dijelaskan.
PANDANGAN KELIRU TENTANG TRINITAS
Gereja di dalam sejarahnya telah menentang ajaran-ajaran yang salah dari para penentang Trinitas. Pada berbagai abad yang telah dilewati beberapa orang telah membentuk konsep-konsep yang salah dan tidak Alkitabiah tentang Trinitas. Pandangan-pandangan keliru tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam lima pandangan utama, yaitu:
1. Triteisme. Pandangan ini menolak keesaan Allah dan percaya pada tiga Allah. Dalam sejarah gereja mula-mula, John Ascunages dan John Philoponus mengajarkan bahwa ada tiga Allah dan ketiganya berhubungan dalam asosiasi yang bebas. Kesalahan dari pengajaran ini karena meninggalkan kesatuan di antara trinitas sebagai akibatnya mereka mengajarkan tiga Allah bukan tiga pribadi dari Allah yang Esa.. Pandangan ini sama dengan Hinduisme yang memiliki dewa tiga serangkai yaitu: Brahma, Wisnu dan Syiwa, tetapi pandangan ini sama sekali berbeda dari pandangan Kristen Alkitabiah tentang Trinitas. Trinitas Kristen bukan bahwa Allah itu tiga dalam pengertian yang sama dengan pengertian keesaanNya. Allah bukanlah tiga pribadi dan pada pengertian yang sama adalah satu pribadi; juga Allah bukanlah tiga Allah dan satu Allah pada pengertian yang sama. Ajaran Trinitas Kristen mengajarkan bahwa hanya ada satu Allah yang berdistingsi dalam tiga pribadi; Ia adalah tiga pribadi dalam satu Allah.
2. Monarkianisme. Monarkianisme adalah pendahulu dari Sabellianisme. Monarkianisme mengajarkan bahwa Allah Anak hanya merupakan mode lain dari pernyataan Allah Bapa. Ada dua bentuk dari Monarkianisme, yaitu Adopsionisme dan Modalisme. Dalam bentuk adopsianistiknya, Monarkianisme yang diajarkan oleh Theodotos dari Byzantium (210 AD) memandang Yesus sebagai manusia yang diberikan kekuatan oleh Roh Kudus pada saat baptisanNya. Dalam bentuk modalistiknya, Monarkianisme mengajarkan bahwa satu Allah yang secara beragam memanifestasikan dirinya dalam tiga bentuk atau mode keberadaan (Modalisme). Di Gereja Barat, Monarkianisme yang modalistik dikenal sebagai Patri-passianisme. Nuetus dan Praxeas adalah pemimpin-pemimpin dalam gerakan ini yang mengajarkan Patripassianisme, yaitu Allah Bapa yang berinkarnasi di dalam Anak juga menderita di dalam Anak, di saat penyaliban. Di Gereja Timur, Monarkianisme yang modalistik dikenal dengan Sabellianisme.
3. Sabellianisme. Sabellius dari Ptolemais (200 AD) menyatakan bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah tiga bentuk eksistensi atau tiga manifestasi dari satu Allah. Menurut Pandangan ini, Trinitas bukan berkaitan dengan natur Allah, tetapi hanya cara Allah dalam menyatakan diriNya. Pandangan ini mengajarkan bahwa sebagai Bapa, Allah adalah Pencipta dan Pemberi Hukum; sebagai Anak, Allah adalah Penyelamat; sebagai Roh Kudus, Allah melahirkan kembali dan menguduskan. Atau dengan cara lainnya, Sebellianisme mengajarkan bahwa Allah dikenal sebagai Bapa dalam Perjanjian Lama, sebagai Anak dalam kitab-kitab Injil; dan sebagai Roh Kudus untuk zaman ini. Sabellianisme dalam setiap kasus, percaya pada satu Pribadi saja yang mewujudkan diri dengan tiga cara. Pandangan ini juga dikenal sebagai “Trinitas Ekonomi”, yaitu: satu Allah yang mewujudkan diriNya dalam jabatan-jabatan berbeda pada ekonomi (administrasi/dispensasi) yang berbeda. Di Gereja Timur, Sabellianisme juga dikenal sebagai Monarkianisme yang modalistik. Sabellius ini diikuti oleh Abelard (1079-1142 AD) yang menyatakan bahwa nama Bapa untuk menyatakan kuasa; Putra untuk menyatakan hikmat; Roh Kudus untuk menyatakan kebaikan.
4. Arianisme. Arius, seorang Penatua yang anti Trinitarian dari Alexadria mengajarkan Allah yang kekal yang esa dari Anak yang diperanakkan oleh Bapa, dan karena itu, Anak memiliki permulaan (diciptakan). Jadi Arius mengsubordinasikan Anak pada Bapa. Ia juga mengajarkan bahwa Roh Kudus adalah yang pertama diciptakan oleh Anak, karena segala sesuatu dijadikan oleh Anak. Arius beranggapan bahwa Allah Bapa adalah satu-satunya yang sama sekali tidak mempunyai permulaan. Bapa menciptakan Anak dan Roh Kudus dari ketiadaan sebagai tindakan penciptaan awal. Anak disebut Allah karena Ia datang langsung dari Allah dan sudah diberi kuasa untuk menciptakan. Arius dan ajarannya dinyatakan sesat pada konsili Nicea tahun 325 AD.
5. Socinianisme. Socinus, pada abad keenam belas mengajarkan pandangan yang mirip dengan Arianisme. Socinianisme mengajarkan bahwa adalah keliru untuk mempercayai Pribadi-Pribadi dari Trinitas memiliki satu hakikat yang esa. Paham ini mengajarkan bahwa hanya ada satu zat ilahi yang terdiri hanya satu Pribadi. Walau mengikuti Arius, tetapi Socinus melampaui Arianisme dalam penyangkalannya tentang pra eksistensi Anak dan menganggap Anak hanya seorang manusia. Socinus mendefinisikan Roh Kudus sebagai kebajikan atau tenaga (energi) yang mengalir (keluar) dari Allah kepada Manusia. Pandangan Socianisme ini mempengaruhi Unitarianisme Inggris dan Deisme Inggris. Kebanyakan penganut Unitarianisme bukan penganut Deisme, tetapi semua penganut Deisme mempunyai konsep Unitarian tentang Allah. Garis bidat adalah Arianisme ke Socianisme ke Unitarianisme ke Deisme. Unitarianisme Amerika adalah turunan langsung dari Unitarianisme Inggris.
AJARAN TRINITAS YANG BENAR
Secara ringkas kita menggambarkan bahwa “Allah adalah satu dalam esensi dan tiga dalam substansi”. Formula ini memang merupakan misteri dan paradoks tetapi tidak kontradiksi. Suatu kontradiksi akan muncul jika kita mengatakan bahwa “Allah adalah satu dalam esensi dan tiga dalam esensi; atau Allah adalah tiga substansi dan satu subtansi pada saat yang sama dan dalam pengertian yang sama”. Keesaan dari Allah dinyatakan sebagai esensiNya atau keberadaanNya, sedangkan keragamannya diekspresikan dalam tiga substansi atau pribadi. Berikut ini merupakan ringkasan ajaran Trinitas.
Pertama, Allah adalah satu dalam esensi. Esensial kesatuan dari Allah didasarkan pada Ulangan 6:4, “dengarlah, hai orang Isreal: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!” Kata “esa” adalah kata Ibrani “ekhad” yang berarti “gabungan kesatuan; satu kesatuan”. Pernyataan ini menekankan keunikan dan juga kesatuan dari Allah (Bandingkan Yakobus 2:19). Ini berarti bahwa ketiga Pribadi secara esensi tidak terbagi. Kesatuan dari esensi ini juga menekankan bahwa ketiga Pribadi dari Trinitas tidak berarti bertindak secara mandiri dan terpisah. Pernyataan ini penting dalam menangkal ajaran sesat Arianisme dan Socianisme yang menolak kesatuan esensi Anak dan Roh Kudus dengan Bapa.
Kedua, Allah adalah tiga dalam pribadi. Walau istilah “Pribadi” cenderung menimbulkan pemahaman keliru tentang kesatuan dalam Trinitas, tetapi kata ini terus dipertahankan karena tidak ada kata lain yang lebih mendekati kebenaran yang disingkapkan Alkitab tentang Allah Trinitas ini. Istilah “Pribadi” banyak menolong dalam menjelaskan Trinitas, karena kata itu menekankan bukan hanya suatu manifestasi tetapi juga pribadi sebagai persona (individu). Dengan menyatakan bahwa Allah adalah tiga dalam kaitan dengan pribadi hal ini menekankan bahwa (1) adanya distingsi persona dalam Keallahan; (2) setiap Pribadi memiliki esensi yang sama dengan Allah; dan (3) setiap Pribadi memiliki kepenuhan Allah. Jadi, dalam Allah tidak ada tiga pribadi bersama dan terpisah satu sama lain, tetapi hanya perbedaan pribadi diantara esensi Ilahi. Pernyataan tersebut merupkan suatu perbedaan yang penting dari Modalisme atau Sabellianisme, yang mengajarkan bahwa satu Allah hanya memanifestasikan diriNya dalam tiga cara yang berbeda.
Ketiga, setiap Pribadi memiliki relasi yang berbeda. Diantara Trinitas ada suatu relasi yang diekspresikan dalam arti subsistensi. Bapak tidak dilahirkan dan tidak berasal dari Pribadi manapun; Anak secara kekal berasal dari Bapa (Yohanes 1:18; 3:16,18; 1 Yohanes 4:9). Istilah-istilah yang digunakan untuk menjelaskan relasi diantara Trinitas adalah “generatio” dan “prosesi”. Istilah “generation” digunakan untuk menjelaskan bahwa dalam relasi Trinitas Anak secara kekal lahir dari Bapa, Roh Kudus secara kekal berasal dari Bapa dan Anak (Yohanes 14:26; 16:7). Istilah “prosesi” digunakan untuk menjelaskan relasi Trinitarian Bapa dan Anak mengutus Roh Kudus. Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa istilah-istilah ini digunakan untuk menjelaskan relasi di antara Trinitas dan tidak untuk menunjukkan bahwa salah satu pribadi lebih rendah dari pribadi-pribadi lainnya.
Keempat, Ketiga Pribadi setara dalam kekekalan dan otoritas. Meskipun istilah “generatio” dan “prosesi” dapat digunakan dalam hubungan dengan fungsi di antara Trinitas, adalah penting untuk menyadari bahwa ketiga Pribadi adalah secara dalam kekekalan dan otoritas. Bapa diakui sebagai kekal dan berotoritas paling tinggi (1 Korintus 8:6); Anak juga diakui setara dengan Bapa dalam segala hal (Yohanes 5:21-23); Demikian juga Roh Kudus diakui setara dengan Bapa dan Anak (Matius 12:31)
DASAR-DASAR AJARAN TRINITAS DALAM PERJANJIAN LAMA
Teks-teks Perjanjian Lama berikut ini memang tidak tuntas dalam menjelaskan Trinitas tetapi mengindikasikan konsep Trinitas di dalam Perjanjian Lama.
1. Penggunaan kata “esa” dalam Ulangan 6:4 menunjukkan Trinitas. “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN (YHWH) itu Allah kita (Eloheynu), TUHAN (YHWH) itu esa!” (Ulangan 6:4). Kata “esa” yang digunakan disini dalam bahasa Ibraninya adalah “ekhad” yang menunjuk kepada “satu kesatuan yang mengandung makna kejamakan; dan bukan satu yang mutlak”. Kata “ekhad” ini sering berarti “satu gabungan (a compound one)”, bukan “satu yang mutlak (an absolute one)”. Berikut ini contoh-contoh dari penggunaan kata “ekhad”. Kejadian 1:5, “Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama (yom ekhad)”. Gabungan dari petang dan pagi membentuk satu (ekhad) hari. Kejadian 2:24, Adam dan Hawa menjadi satu (ekhad) daging. “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kejadian 2:24). Bilangan 13:23, “Ketika mereka sampai ke lembah Eskol, dipotong merekalah di sana suatu cabang dengan setandan buah anggurnya, lalu berdualah mereka menggandarnya; juga mereka membawa beberapa buah delima dan buah ara”. Frase “Setandan buah anggur”, atau “satu (ekhad) tandan buah anggur” berati satu tandan buah anggur yang pasti terdiri dari banyak buah anggur.
Catatan: Perlu diketahui bahwa ada sebuah kata lain dalam bahasa Ibrani yang berarti “satu yang mutlak (an absolute one)” atau “satu-satunya”. Kata itu adalah “yakhid”. Contoh penggunaan kata “yakhid” ini dapat dilihat dalam Kejadian 22:2,16 - “FirmanNya: “Ambillah anakmu yang tunggal (yakhid) itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” ... kataNya: “Aku bersumpah demi diriKu sendiri - demikianlah firman TUHAN - : Karena engkau telah berbuat demikian, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal (yakhid) kepadaKu”. Jika Musa ingin menekankan tentang “kesatuan yang mutlak” dari Allah dan bukannya “kesatuan gabungan” (a compound unity), maka pastilah ia akan menggunakan kata “yakhid”dan bukannya “ekhad” untuk kata esa dalam Ulangan 6:4 tersebut. Kenyataannya, Musa menggunakan kata “ekhad” dalam ayat tersebut, hal ini pasti menunjukkan bahwa Allah itu tidak satu secara mutlak, tetapi ada kejamakan dalam diri Allah. Ini bukan menyatakan bahwa Allah itu tiga, melainkan hendak menyatakan Allah itu satu yang unik!
2. Penggunaan kata Ibrani “אלהים - Elohim” untuk Allah (Kej 1:1 dan ayat lainnya) dalam bentuk jamak merupakan indikasi pertama tentang Trinitas dalam Perjanjian Lama. Kata “Elohim” adalah bentuk jamak dari kata benda untuk Allah orang Israel. Kata “Elohim” ini mempunyai bentuk tunggal yaitu “אלוה - Eloah” yang digunakan antara lain dalam Ulangan 32:15-17; Mazmur 19:32; dan Habakuk 3:3. Tetapi dalam Perjanjian Lama kata “Eloah” hanya digunakan sebanyak 250 kali, sedangkan kata “Elohim” sekitar 2500 kali. Penggunaan kata bentuk jamak yang jauh lebih banyak ini menunjukkan adanya “kejamakan dalam diri Allah”. Jika memang Allah itu esa secara mutlak, mengapa tidak digunakan kata Eloah secara konsisten? Dan mengapa justru menggunakan “Elohim” jauh lebih banyak dari Eloah? Dengan demikian penggunaan kata Elohim untuk menyebut nama Allah mengindikasikan adanya Trinitas. Jadi, Alkitab menggunakan kata “Eloah” untuk menyatakan keesaan Allah dalam esensiNya, dan “Elohim” untuk menyatakan kejamakan Allah dalam pribadiNya.
3. Penggunaan kata bentuk jamak untuk Allah atau dalam relasinya dengan Allah. “Berfirmanlah Allah (bentuk tunggal) : ‘Baiklah Kita (bentuk jamak) menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita (bentuk jamak), supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” (Kejadian 1:26). “Berfirmanlah TUHAN Allah: ‘Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita (jamak), tahu tentang yang baik dan yang jahat; ...” (Kejadian 3:23a). “Baiklah Kita (jamak) turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing” (Kejadian 11:7). Sebagian penafsir Alkitab mengatakan bahwa pada waktu Allah menggunakan kata “Kita” dalam Kejadian 1:26, maka saat itu Ia sedang berbicara kepada para malaikat. Jadi bukan menunjukkan “kejamakan dalam diri Allah”. Tetapi ini mustahil, sebab jika dalam Kejadian 1:26 diartikan bahwa “Kita” itu menunjuk kepada “Allah dan para malaikat”, maka haruslah disimpulkan bahwa: manusia juga diciptakan menurut gambar dan rupa malaikat; Allah mengajak para malaikat untuk bersama-sama menciptakan manusia, sehingga kalau Allah adalah pencipta, maka malaikat adalah rekan pencipta. Pandangan Kristen menganggap pemakaian kata “Kita” menunjukkan bahwa pribadi-pribadi dalam Allah Tritunggal itu berbicara satu dengan yang lain, dan ini menunjukkan adanya “kejamakan tertentu dalam diri Allah”.
4. Beberapa ayat dalam Kitab Suci menyatakan adanya distingsi persona dalam Keallahan, yang membedakan Allah yang satu dengan Allah yan lainnya. “Takhtamu kepunyaan Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaanmu adalah tongkat kebenaran... sebab itu Allah, Allahmu, telah mengurapi engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutumu” (Mazmur 45:7-8). Karena dalam ayat ini Alkitab Indonesia kurang tepat terjemahannya, mari kita lihat terjemahan NASB di bawah ini. “Thy throne, O God, is forever and ever ... Therefore God, Thy God has anointed Thee” (TahtaMu, Ya Allah, kekal selama-lamanya. ... Karena itu, Allah, AllahMu telah mengurapi Engkau). Ibrani 1:8-9 mengutip ayat ini, “Tetapi tentang Anak Ia berkata: "Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran. Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, Allah-Mu telah mengurapi Engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutu-Mu. Selanjutnya dikatakan, “Kemudian TUHAN menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari TUHAN, dari langit” (Kejadian 19:24). Tuhan (YHWH), yang saat itu ada di bumi, menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari Tuhan (YHWH), dari langit. Jadi kelihatannya ada dua Tuhan (YHWH), satu di bumi, satu di langit.
4. Penampilan dari Malaikat TUHAN (Kejadian 16:2-13 22:11,16 31:11,13 48:15,16 Keluaran 3:2,4,5 Hakim-hakim 13:20-22). Istilah “Malaikat TUHAN” ini juga menunjukkan bahwa “Malaikat TUHAN” (the Angel of the LORD) ini tidak sama dengan Allah. Tetapi, sekalipun dalam bagian-bagian tertentu Malaikat TUHAN itu disebut sebagai Malaikat TUHAN, dalam bagian-bagian lain Ia juga disebut sebagai Allah / TUHAN sendiri. Sebagai contoh, dalam Kej 16:7,9,10,11, disebut sebagai Malaikat TUHAN; tetapi dalam Kejadian 16:13 disebut sebagai TUHAN sendiri. Contoh lainnya, dalam Kejadian 22:11a, disebut sebagai “Malaikat TUHAN”; tetapi dalam Kejadian 22:11b-12, disebut sebagai “Tuhan” atau “Allah” sendiri. Sekalipun dalam ayat 11 disebut sebagai “Malaikat TUHAN”, tetapi dalam ayat 11b disebut “Tuhan” oleh Abraham. Dan dalam ayat 15, “Malaikat TUHAN” itu berseru, tetapi dalam ayat 16 dikatakan “firman TUHAN”. Lalu dalam ayat 16 Malaikat TUHAN itu bersumpah demi diriNya sendiri. Seorang malaikat biasa akan bersumpah demi nama Tuhan, bukan demi dirinya sendiri atau menggunakan namanya sendiri (bandingkan: Daniel 12:7; Ibrani 6:13,16-17; Wahyu 10:5-6). Jadi jelas bahwa Malaikat TUHAN itu adalah Tuhan / Allah sendiri. Juga, dalam Keluaran 23:20-23, malaikat TUHAN ini mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa. Dari kata-kata “namaKu ada di dalam dia”, kita menganggap bahwa malaikat ini adalah Malaikat Perjanjian, yaitu Yesus Kristus sendiri. Semua ini menunjukkan bahwa Malaikat TUHAN itu adalah Allah atau TUHAN sendiri.
5. Seruan rangkap tiga (trisagion) dalam doa dan berkat keimaman Harun mengindikasikan Trinitas. Penggunaan nama “TUHAN” (YHWH) tiga kali berturut-turut dalam Bilangan 6:24-26 dan sebutan “kudus” bagi Allah tiga kali berturut-turut dalam Yesaya 6:3 dan Wahyu 4:8. Tidakkah mengherankan bahwa ayat-ayat itu menyebutkan “TUHAN” dan “kudus” sebanyak tiga kali? Mengapa tidak lima kali, atau tujuh kali? Jelas karena ada hubungannya dengan Allah Trinitas!
DASAR-DASAR AJARAN TRINITAS DALAM PERJANJIAN BARU
Perjanjian Baru memberikan pernyataan yang lebih jelas tentang pribadi-pribadi yang berbeda dalam diri Allah. Berikut secara ringkas bagian-bagian Perjanjian Baru dimana Trinitas diajarkan.
1. Perjanjian Baru menunjukkan ketiga pribadi Allah itu dengan lebih jelas, dan juga menyetarakan Mereka (Yohanes 5:31,32,37). Yohanes 5:31 menunjukkan Yesus sebagai “saksi”, dan Yohanes 5:32,37a menunjukkan Bapa sebagai “saksi yang lain”, dimana untuk kata-kata “yang lain” digunakan kata bahasa Yunani “allos”. Ada dua kata Yunani yang berarti “yang lain”, yaitu “allos” dan “heteros”. Tetapi kedua kata ini ada bedanya. Kata “allos” menunjuk pada “yang lain” dari jenis yang sama; Sedangkan “heteros” menunjuk pada “yang lain” dari jenis yang berbeda. Sebagai contoh, saya mempunyai satu botol minuman Sprite. Jika saya menginginkan satu botol Sprite “yang lain”, yang sama dengan yang ada pada saya ini, maka saya akan menggunakan kata “allos”. Seandainya saya menghendaki minuman “yang lain”, misalnya Fanta, maka saya harus menggunakan “heteros”, bukan “allos”. Jadi pada waktu Yesus disebut sebagai saksi, dan Bapa sebagai Saksi yang lain, dan kata “yang lain” itu menggunakan allos, maka itu menunjukkan bahwa Yesus mempunyai kualitas atau jenis yang sama dengan Bapa, dan ini membuktikan bahwa Yesus adalah Allah! Hal yang sama terjadi antara Yesus dan Roh Kudus. Yesus disebut “Pengantara” atau “Parakletos” (1 Yohanes 2:1), dan Roh Kudus disebut “Penolong” atau “Parakletos” yang lain (Yohanes 14:16). Janji Tuhan Yesus untuk mengirin seorang Penolong (Parakletos) “yang lain” disini berarti seorang yang lain dari Pribadi Trinitas. Di sini untuk kata-kata “yang lain” juga digunakan “allos”, yang menunjukkan bahwa Yesus dan Roh Kudus mempunyai jenis atau kualitas yang sama. Dengan demikian Bapa, Anak, dan Roh Kudus mempunyai jenis atau kualitas yang sama, dan semua ini bisa digunakan untuk mendukung doktrin Trinitas. Memang di sini tidak terlihat kesatuan dari pribadi-pribadi itu, tetapi ini dengan mudah bisa didapatkan dari ayat-ayat yang menunjukkan keesaan Allah, seperti Ulangan 6:4; Markus 12:32; Yohanes 17:3 1Timotius 2:5 Yakobus 2:19 1 Korintus 8:4).
2. Perjanjian Baru menunjukkan ketiga pribadi Allah itu disebut dalam satu bagian Kitab Suci. Pada peristiwa baptisan Kristus (Matius 3:16-17); Pada peristiwa Amana Agung (Matius 28:19); Penjelasan Paulus tentang Kharismata atau karunia-karunia Roh (1 Korintus 12:4-6); Berkat Rasuli (2 Korintus 13:13); Tentang kesatuan tubuh Kristus (Efesus 4:4-6); dan pernyataan Petrus (1 Petrus 1:2). Perlu diperhatikan dalam ayat-ayat di atas ini adalah bahwa urut-urutannya tidak selalu Bapa sebagai yang pertama disebutkan, Anak sebagai yang kedua, dan Roh Kudus sebagai yang ketiga. Urut-urutan dbolak-balik, dan ini menunjukkan kesetaraan Mereka. Kalau Bapa memang lebih tinggi dari Anak, maka adalah mustahil bahwa Yesus kadang-kadang ditulis lebih dulu dari Bapa, dan kalau Roh Kudus hanya sekedar merupakan ‘tenaga aktif Allah’, maka juga merupakan sesuatu yang mustahil bahwa “tenaga aktif Allah” itu ditulis lebih dulu dari Allahnya sendiri. Dalam kasus-kasus tertentu, tiga nama yang diletakkan berjajar bisa menunjukkan bahwa mereka setingkat. Misalnya kalau dikatakan ada konferensi tingkat tinggi tiga negara, maka kalau negara yang satu mengirimkan kepala negara, maka pasti kedua negara yang lain juga demikian. Kalau negara yang satu mengirim menteri luar negeri, maka pasti kedua negara yang lain juga demikian. Jadi, kadang-kadang penyejajaran tiga nama memang bisa menunjukkan bahwa tiga orang itu setingkat. Itu tergantung dari konteksnya; dan karena itu harus dipertanyakan: dalam situasi dan keadaan apa ketiga pribadi itu disebutkan bersama-sama? Dalam ayat-ayat di atas, Bapa, Anak, dan Roh Kudus disebutkan dalam konteks yang sakral, seperti formula baptisan (Matius 28:19), berkat kepada gereja Korintus (2 Korintus 13:13), baptisan Yesus (Matius 3:16-17), dsb. Karena itu ayat-ayat itu bisa dipakai sebagai dasar untuk menunjukkan bahwa Bapa, Anak, dan Roh Kudus itu setingkat.
3. Dalam Matius 28:19 dikatakan “dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus”. Secara khusus, frase Yunani yang tertulis di Matius 28:19 yaitu “baptizontes autous eis to onoma tou patros kai tou uiou kai tou agiou pneumatos” yang diterjemahkan menjadi “baptislah mereka dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus”, dimana hal yang menarik adalah bahwa sekalipun di sini disebutkan tiga buah nama yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus, tetapi kata kata Yunani “eis to onomo” yang diterjemahkan “dalam nama” adalah nominatif singular (bentuk tunggal, bukan bentuk jamak)! Dalam bahasa Inggris diterjemahkan name (bentuk tunggal), bukan names (bentuk jamak). Karena itu ayat ini bukan hanya menunjukkan bahwa ketiga Pribadi itu setara, tetapi juga menunjukkan bahwa ketiga Pribadi itu adalah satu atau esa.
4. Penyataan Perjanjian Baru lainnya yang menunjukkan Trinitas. Perjanjian Lama menyebut TUHAN (YHWH) sebagai Penebus dan Juruselamat (Mazmur 19:15; 78:35; Yesaya 43:3,11,14; 47:4; 49:7,26 ; 60:16), maka dalam Perjanjian Baru, Anak Allah / Yesuslah yang disebut demikian (Matius 1:21 Lukas 1:76-79; 2:11; Yohanes 4:42; Galatia 3:13; 4:5; Titus 2:13). Perjanjian Lama mengatakan bahwa TUHAN (YHWH) tinggal di antara bangsa Israel dan di dalam hati orang-orang yang takut akan Dia (Mazmur 74:2; 135:21; Yesaya 8:18; 57:15; Yehezkiel 43:7,9; Yoel 3:17,21; Zakharia 2:10-11), maka dalam Perjanjian Baru dikatakan bahwa Roh Kuduslah yang mendiami Gereja / orang percaya (Kisah Para Rasul 2:4; Roma 8:9,11; 1 Korintus 3:16; Galatia 4:6; Ef 2:22; Yakobus 4:5). Perjanjian Baru memberikan pernyataan yang jelas tentang Allah yang mengutus AnakNya ke dalam dunia (Yohanes 3:16; Galatia 4:4; Ibrani 1:6; 1 Yohanes 4:9), dan tentang Bapa dan Anak yang mengutus Roh Kudus (Yohanes 14:26; 15:26; 16:7; Galatia 4:6). Perjanjian Baru memperlihatkan bahwa Bapa berbicara kepada Anak (Markus 1:11) dan Anak berbicara kepada Bapa (Matius 11:25-26; 26:39; Yohanes 11:41; 12:27) dan Roh Kudus berdoa kepada Allah dalam hati orang percaya (Roma 8:26).
MISTERI TRINITAS
Mereka yang menyangkali Trinitas kadang-kadang tidak setuju dengan penggunaan istilah-istilah tertentu yang kelihatannya mengimplikasikan bahwa Kristus itu lebih rendah dari Bapa, yang kalau itu benar, maka itu akan menyangkali Trinitas. Beberapa istilah problematik akan di bahas di sini.
1. Arti dari kata “dilahirkan”. Istilah “dilahirkan” di gunakan di dalam beberapa pengertian sehubungan dengan Kristus. Pertama, berdasarkan Matius 1:20, dinyatakan dengan jelas bahwa Kristus dilahirkan dalam kemanusiaan-Nya bukan dalam keilahian-Nya. Kristus adalah Allah dari sejak kekekalan (Mikha 5:2), tetapi di Bethlehem Ia mengambil natur tambahan, yaitu natur manusia. Roh kudus berperan dalam kandungan Maria untuk menjamin ketidakberdosaan kemanusiaan Kristus. Dengan referensi pada kemanusiaan Kristus maka istilah dilahirkan itu digunakan; kata itu tidak akan pernah digunakan dengan referensi pada keilahian-Nya. Dilahirkan tidak berkaitan dengan keberadaan Yesus sebagai anak Allah. Dalam ruang dan waktu, Yesus mendeklarasikan diri sebagai anak Allah. (Mazmur 2:7; Kisah Para Rasul 13:32-33; Roma 1:4). Ayat-ayat ini semua menekankan bahwa keberadaan Yesus sebagai anak Allah dikukuhkan dan diverifikasi oleh kebangkitan. Jadi, kebangkitanNya tidak menjadikan Ia anak Allah. Yesus adalah anak Allah sejak kekekalan. Jadi, Mazmur 2:7 dan Kisah Para Rasul 13:33 menekankan bahwa dilahirkan menunjuk pada deklarasi publik tentang Kristus sebagai anak Allah (tetapi bukan asal mula dari Kristus sebagai anak Allah).
2. Arti dari frase “Anak Sulung”. Mereka yang menyangkal keilahian Kristus seringkali melakukannya dengan menunjuk pada istilah “Anak Sulung”, mengartikan bahwa apabila istilah itu berkaitan dengan Kristus maka harus berimplikasi Ia memiliki permulaan dalam waktu. Namun demikian, baik studi leksikal dari kata itu demikian juga studi kontekstual dari penggunaan kata itu memberikan solusi yang berbeda akan arti anak sulung. Dalam budaya Perjanjian Lama penekanan utama adalah pada status anak tertua. Ia menikmati dua bagian dari warisan (Ulangan 21:17), hak-hak yang lebih dari anggota keluarga lain (Kejadian 27:1-4, 35-37), perlakuan khusus (Kejadian 43:33), dan penghormatan dari yang lain (Kejadian 37:22). Secara figuratif, kata itu menunjuk pada prioritas atau supremasi (Keluaran 4:22; Yeremia 31:9) dan digunakan untuk Kristus. Di Kolose 1:18 di mana Kristus disebut sebagai anak sulung memberikan arti yang jelas: sebagai yang sulung, Kristus adalah kepala dari Gereja dan paling tinggi dari segalanya. Di Ibrani 1:6 supremasi Kristus sebagai yang sulung tampak dalam hal malaikat-malaikat menyembah Dia. Hanya Allah yang disembah. Mazmur 89:28 mungkin satu dari penjelasan yang paling jelas dari istilah yang “sulung”. Ini adalah sebuah contoh dari puisi sintetik dalam bahasa Ibrani dimana baris kedua menjelaskan yang pertama. Dalam Mazmur Mesianik ini Allah meneguhkan bahwa Mesias akan menjadi yang sulung, yaitu raja yang tertinggi di bumi ini. Yang sulung dijelaskan memerintah atas para raja di seluruh dunia. Baik dari studi bahasa dan eksegesis adalah jelas bahwa yang sulung berfokus pada keutamaan status dari Yesus sebagai Mesias.
3. Arti dari frase “Anak Tunggal”. Istilah anak tunggal (Yunani monogenes) (lihat: Yohanes 1:14, 18; 3:16; 1 Yohanes 4:9) tidak berarti titik awal dalam waktu tetapi bahwa Yesus adalah Anak Tunggal Allah yang “unik”, “hanya satu-satunya dan tidak ada yang lain sejenis Dia”, “satu-satunya contoh dari kategorinya”. Anak tunggal “digunakan untuk menandai keunikan Yesus di atas semua keberadaan di dunia dan di surga”. Di Kejadian 22:2, 12, 16 mencerminkan konsep dari “hanya, berharga” sebagaimana Ishak dipandang oleh ayahnya, Abraham. Rasul Yohanes menjabarkan kemuliaan yang terpancar dalam keunikan Putra Allah, tidak ada siapapun yang memancarkan kemuliaan Allah (Yohanes 1:14); lebih dari itu, Anak “menjelaskan” Bapa, di mana tidak ada siapapun, kecuali Putra Allah yang dapat menjelaskan Bapa. Putra Allah yang unik, yang Allah utus ke dunia; hidup kekal disediakan hanya melalui Putra Allah yang unik (Yohanes 3:16). Dalam mempelajari bagian itu adalah jelas bahwa Anak Tunggal tidak berarti menjadi berada, tetapi mengekspresikan keunikan dari pribadi itu. Kristus adalah unik sebagai anak Allah, yang diutus oleh Bapa dari surga.
PENUTUP: PENTINGNYA MENGERTI AJARAN TRINITAS
Pertama, Allah orang Kristen adalah Allah yang hanya mau dikenal dan disembah sebagai Bapa, Putra dan Roh Kudus. Allah memang esa, tetapi mengenak keesaanNya saja tidaklah menyelamatkan. Seluruh rencana keselamatan Allah hanya daat dipahami dan diimani dalam hubungan dengan keunikan diri Allah, penyingkapan diriNya yang progresif, rencana dan cara kerjaNya. Allah ingin kita mempercayai dan mengimani Dia bukan hanya sebagai Allah yang esa, yang mengingatkan dan mengajarkan jalan keselamatan dan kehidupan yang diperkenanNya, tetapi ia menginginkan kita mengenalNya sebagaimana Dia ada, yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus dengan keunikanNya masing-masing. Alkitab menegaskan bahwa bahwa Allah tidak mungkin dapat dikenali diluar dari apa yang Dia sendiri singkapkan (Matius 16:17; Bandingkan Yohanes 14:6; 15:16).
Kedua, iman kepada Allah Trinitas adalah salah satu keunikan iman Kristen yang membedakannya dari iman semua agama-agama lain. Tanpa pengenalan akan Ketrinitasan Allah, perbedaan antara iman Kristen dengan iman agama-agama lain akan menjadi kabur. Demi membangun jembatan komunikasi dan semangat kesatuan serta toleransi, kita tidak boleh mengorbankan ajaran essensial Allah Trinitas ini hanya supaya kita bisa diterima oleh pemeluk kepercayaan agama-agama lainnya. Alkitab menegaskan bahwa diluar kepercayaan kepada Allah Trinitas tidak ada keselamatan (1 Yohanes 4:2-3).
Ketiga, pengenalan Allah Trinitas bukanlah pengenalan rasional tetapi pengenalan iman yang lahir dari kebenaran Alkitab. Penalaran manusia tidak dapat memahami Trinitas dengan tuntas, demikian pula logika tidak dapat menjelaskannya dengan tuntas. Tetapi karena Alkitab menyatakannya maka kita menerimanya. Doktrin Trinitas menjelaskan batas pemikiran kita yang terbatas. Doktrin Trinitas menuntut kita untuk setia pada wahyu Ilahi yang menyatakan bahwa dalam satu pengertian Allah adalah esa dan dalam pengertian lainnya Dia adalah tiga.
Ringkasnya, (1) doktrin Trinitas meneguhkan kesatuan Allah di dalam tiga pribadi. (2) doktrin Trinitas bukan merupakan suatu kontradiksi melainkan paradoksi: Allah memiliki satu Esensi dan tiga Pribadi. (3) Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) meneguhkan baik Keesaan Allah dan Keilahian dari Bapa, Anak, dan Roh Kudus. (4), ketiga Pribadi di dalam Trinitas dibedakan melalui karya yang dilakukan oleh Bapa, Anak, dan Roh Kudus. (5) Doktrin Trinitas memberikan batasan kepada spekulasi manusia tentang natur Allah.
DAFTAR REFERENSI YANG DIANJURKAN:
Akers N. Jhon, J.H. Amstrong & J.D. Woodbrige, ed., 2002. This We Believe Terjemahan, Penerbit Gospel Press : Batam.
Archer, Gleason, L., 2009. Encyclopedia Of Bible Difficulties. Terjemahan, Penebit Gandum Mas : Malang.
Arrington, French L., 2004. Christian Doctrine A Pentacostal Perspective. Terjemahan, Penerbit Andi Offset Yogyakarta
Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta.
Berkhof, Louis., 2011. Systematic Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Boice, James M., 2011. Fondations Of The Christian Faith: A Comprehensive And Readable Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta
Boersema, Jan, Henk Venema & Yoel Indrasmoro., 2015. Berteologi Abab XXI. Penerbit Lieteratur Perkantas: Jakarta.
Conner, Kevin J., 2004. The Fondation of Christian Doctrine. Terjemahan, Pernerbit Gandum Mas: Malang.
Cornish, Rick., 2007. Five Minute Theologian. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Cornish, Rick., 2007. Five Minute Apologist. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Daun, Paulus., 1994. Bidat-Bidat Kristen dari Masa ke Masa. Yayasan Daun Family : Manado.
Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, jilid 1 & 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Erickson J. Millard., 2003. Christian theology. Jilid 1 & 2. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Frame, John M., 2010. Apologetics To The Glory Of God: An Introduction. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House : Grand Rapids, Michigan.
Grudem, Wayne., 2009. Christian Beliefs. Terjemahan, Penerbit Metanonia Publising: Jakarta.
Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.
Hughes, Robert Don., 2011. History, Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta.
Kennedy, D. James., 2000. Why I Believe. Terjemahan, Penerbit Interaksara : Batam.
Letham, Robert., 2011. The Holy Trinity: In Scripture, History, Theology, and Worship. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Lewis, C.S., 2006. Mere Christianity. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Matindas, B.E., 2010. Meruntuhkan Benteng Ateisme Modern, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Milne, Bruce., 1993. Knowing The Truth : A Handbook of Christian Belief. Terjemahan (1993). Penerbit BPK : Jakarta.
Mounce, William D., 2011. Basics of Biblical Greek, edisi 3. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid 1 dan 2, Terjemahan, Penerbit Andi Offset : Yoyakarta.
Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Sproul, R.C., 2008. Defending Your Faith: An Introduction To Apologetics. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Strobel, Lee., 2002. The Case For Christ. Terjemahan, Penerbit Gospel Press : Batam.
Susabda, Yakub B., 2010. Mengenal dan Bergaul Dengan Allah. Penerbit Andi Offset: Yoyakarta.
Tabb, Mark, ed., 2011. Theology. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta.
Tabb, Mark, ed., 2011. Worldview. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta.
Thiessen, Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Tong, Stephen., 2012. Allah Tritunggal. Edisi Revisi, Penerbit Momentum : Jakarta.
Van Til, Cornelius., 2010. An Introduction to Systematic Theolog: Prolegomena and the Doctrine of Revelation, Scripture, and God. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Williamson, G.I., 2012. Westminster Confession Of Faith. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Zacharias, Ravi & Norman Geisler., 2009. Who Made God. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Zacharias, Ravi., 2006. Jesus Among Other Gods. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.