PERCAKAPAN (CONVERSATION)

Samuel T. Gunawan.
PERCAKAPAN (CONVERSATION). Yohanes 4:27 “Pada waktu itu datanglah murid-murid-Nya dan mereka heran, bahwa Ia sedang bercakap-cakap dengan seorang perempuan. Tetapi tidak seorang pun yang berkata: "Apa yang Engkau kehendaki? Atau: Apa yang Engkau percakapkan dengan dia?”
PERCAKAPAN (CONVERSATION)
Percakapan atau “conversation” adalah hal yang mendasar dalam kehidupan sehari-hari. Sepanjang hari, dengan latar belakang yang bervarisi, kita berhubungan dengan orang lain melalui percakapan yang tidak resmi. Pada awalnya kata “Conversation” mengaju pada “suatu cara hidup” Sekarang artinya adalah “salah satu jenis pembicaran atau pertukaran pikiran”. Jadi percakapan mirip dengan diskusi, tetapi juga dapat dibedakan. Dalam percakapan, kita dapat berpindah dengan mudah dari satu bentuk komunikasi kebentuk komunikasi lainnnya, dari satu topik pembicaran ke topik pembicaraan lainnya, dan dari bercakap-cakap menjadi berduskusi dan sebaliknya. Sedangkan diskusi pada umumnya lebih terfokus dan terstruktur.
PERCAKAPAN BAGAI PEDANG BERMATA DUA
Namun, percakapan juga dapat menjadi pedang bermata dua. Percakapan, baik formal maupun informal, disatu sisi bisa sangat menyenangkan, tetapi disisi lain, percakapan juga penuh dengan berbagai kemungkinan dan konsekuensi yang besar dampaknya, seperti yang pernah dikatakan oleh seseorang, “percakapan-percakapan kita ibarat bom yang dapat meledak kapan saja dan menyebabkan malapetaka”. Karena itulah Yakobus mengingtakankan demikian, “Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi” (Yakobus 3:9-10). Itu sebabnya Alkitab banyak kali mengingatkan mengingatkan kita agar menggunakan percakapan dengan penuh kehati-hatian “Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya” (Yakobus 3:2). Dan percakapan dengan penuh pengertian karena “Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya” (Amsal 18:21). Lagi pula, "Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu” (1 Petrus 3:10).
PERCAKAPAN DALAM ALKITAB
Dalam Alkitab, percakapan bukan hanya inti dari cara manusia berhubungan satu sama lain. Percakapan juga merupakan karakteristik dari cara kita belajar mengenal Allah. Perjanjian Lama memuat sejumlah percakapan antara Allah dan tokoh-tokoh kunci dalam drama Ilahi. Contohnya : Allah berbicara panjang lebar dengan Abraham (Kejadian 18:22-23), dengan Musa (Keluaran 3:1-4:17), dan dengan Yeremia (Yeremia 14:1-15:2). Meskipun lebih banyak bersifat satu arah, Allah juga bercakap-cakap dengan Ayub (Ayub 38-42). Percakapan-percakapan itu meliputi berbagai pokok persoalan. Alkitab juga memuat sejumlah besar percakapan yang secara langsung atau tidak langsung, menyingkapkan motif, sikap, dan maksud manusia; kepercayan, nilai dan ritual; permasalahan, ketakutan, dan kerinduan manusia.
Dalam Perjanjian Baru kita sering menemukan Yesus bercakap-cakap dengan murid-muridnya ketika mereka sedang makan bersama atau ketika mereka sedang bepergian dari satu tempat k tempat lainnya. Kadang-kadang pihak luar memulai diskusi tentang beberapa topik penting (Matius 19:1-12); Kadang-kadang satu atau dua orang mulai memulai percakapan (Matius 20:20-27); Kadang Yesus sendiri yang memulia percakapan (Matius 16:13:28). Dan dalam nas bacaan kita dalam Yohanes 4, kita melihat bagiamana Yesus bercakap-cakap dengan seorang perempuan Samaria, yang pada akhirnya membuat perempuan itu percaya kepadaNya. Setelah kematianNya, kita melihat bagaimana Ysesu bergabung dengan dua orang murid yang sedang dalam perjalanan ke Emaus. Mereka memperbincangkan berbagai peristiwa yann menjadi “trending topic” dalam minggu itu. Namun, baru kemudian mereka sadar betapa hati mereka berkobar-kobar ketika Ia “berbicara” dengan mereka dan menerangkan Kitab Suci kepada mereka (Lukas 24:13-32).
Dalam kehidupan jemaat yang mula-mula, percakapan tetap memainkan peran penting. Satu-satnya kisah tentang pertemuan jemaat yang mula-mula mempelihatkan bagaimana Paulus memulai dengan dialog panjang dengan jemaat, baru kemudian berbincang-bincang dengan mereka setelah makan bersama (Kisah Para Rasul 20:7,11). Pada masa itu, baik khotbah maupun Perjamuan Tuhan mengandung karaketer percakapan yang kuat. Namun pola itu kemudian lenyap pada abd-abad selanjutnya ketika gereja-gereja menjadi lebih besar dan para pendeta menjadi suatu golongan tersendiri. Paulus juga melatih orang-orang seperti Timotius, Titus, Friskila dan Akwila untuk pelayanan penginjilan. Pelatihan itu sebagian besar dilakukan sambil bekerja dan berbincang dengan mereka dalam pelbagai perjalanannya, bukan melalui kelas-kelas formal dalam suatu lembaga pendidikan.
PERNTINGNYA PERCAKAPAN
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas kita melihat percakapan sebagai sesuatu yang penting, bahkan sangat fundamental bagi kehidupan sosial. Pentingnya percakapan menurut profesor Robert Branks dari Fuller Theological Seminary antara lain sebagai berikut : (1) untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan guna membantu kita mencari lokasi atau melakukan kegiatan sehari-hari; (2) untuk menjalin hubungan dengan orang-orang lain agar dapat memahami jati diri mereka dan perilaku mereka; (3) untuk menyelesaikan masalah-masalah yang menurut kita sulit dihadapi sendirian; (4) untuk menikmati kebersamaan dengan orang lain dan menikmati waktu yang menyenangkan dalam suatu pembicaraan; (5) untuk menentukan bagaimana cara kita memahami dunia, komitmen, dan prioritas kita.
Tidak hanya itu, percakapan juga penting dalam bidang pembelajaran dan pengajaran. Namun, nampaknya karena percakapan telah menjadi sesuatu hal yang lazim maka nailai pentinnya telah seringkali terlupakan, terutama dalam bidang pembelajaran atau pengajaran. KIta jarang menganggap percakapan sebagai sesuatu yang memiliki nilai pendidikan. Kita menganggap bahwa pembelajaran yang serius atau penting hanya dapat terjadi dalam suasana pembelajaran yang formal atau dalam suatu lembaga pemdidikan. Bahkan kita lupa, bahwa bayi pun mulai mengenal dan bekerjasama dengan orang lain melalui percakapan. Juga banyak orang dewasa mendapatkan wawasan mengenai pekerjaan, masalah sosial dan isu politik justru dari ercakpan dengan keluarga, rekan kerja, dan teman-teman mereka.
TINGKATAN PERCAKAPAN
Percakapan dengan orang yang belum dikenal berbeda dengan percakapan dengan dengan seseorang yang baru dikenal beberapa minggu, dan berbeda juga percakapan dengan seseorang yang dikenal bertahun-tahun. Artinya di dalam percakapan ada tingkatan tertentu, yaitu : tingkat permulaan, tingkat tukar informasi, tingkat tukar penilaian, hingga tingkat tukar perspektif keyakinan.
1. Percakapan tingkat permulaan. Percakapan jenis ini bertujuan sekedar menjajaki kesamaan ketertarikan pada suatu tema percakapan. Apabila percakapan berjalan dengan lancar karena memiliki banyak kesamaan ketertarikan, maka percakapan akan berlanjut pada tingkat tukar informasi.
2. Percakapan tingkat tukar informasi. Percakapan ini terjadi karena mulai ada kebutuhan akan informasi yang dimiliki orang lain. Apabila percakapan berjalan lancar dan informasi yang dibutuhakan sudah didapat, maka percakapan dapat dilanjutkan pada tingkat tukar penilaian.
3. Percakapan tingkat tukar penilaian. Percakapan ini terjadi karena sudah saling mempercayai. Percakapan saling terbuka tanpa mencurigai, sehingga isi percakapan mulia menjurus ke arah penilaian terhadap segala hal, atau beberapa hal.termasuk persoalan hidup yang sedang dihadapi. Apabila percakapan tingkat ini lancar, yang mana penilaian satu sama lain dapat diterima oleh masing-masing dan tidak menimbulkan konflik, maka percakapan akan berlanjut ke tingkatan tukar perspektif keyakinan.
4. Percakapan tingkat tukar perspektif keyakinan. Percakapan pada tingkat ini terjadi karena perasakan satu keyakinan atau sebaliknya beda keyakinan, tetapi ada kerinduan untuk menjadi satu keyakinan. Jadi isi percakapan tidak lagi berorientasi hal-hal duniawi melainkan kebutuhan rohani / spritual.
RUMITNYA PERCAKAPAN
Walaupun percakapan merupakan kegiatan sederhana tetapi sangat penting, namun percakapan sebenarnya adalah suatu proses yang cuup rumit. Alasan dari rumitnya percakapan antara lain :
1. Tidak semua pola percakapan itu sama. Hal ini disebabkan kenyatan bahwa percakapan ditentukan oleh kebiasaan tidak tertulis atau peraturan-peraturan yang secara khusus berlaku dalam latar belakang tempat percakapan itu berlangsung. Percakapan dapat dilakukan secara formal maupun informal, santun maupun terus terang, bebas maupun terarah. Apa yang dibicarakan dan bagaimana berbicara dengan seorang teman berbeda dengan cara dengan klien atau bos. Percakapan dalam sebuah pesta berbeda dengan percakapan saat makan siang ketika membicarakan bisnis, atau makan malam dengan keluarga di rumah. Percakapan dengan tatap muka berbeda dengan sikap hormat yang ditunjukkan saat bercakap-cakap melalui telepon atau webcam.
2. Perempuan dan laki-laki cenderung bercakap-cakap dengan cara yang berbeda. Beberapa dari perbedaan itu dapat disebitkan disini antara lain : Laki-laki cenderung membahas hal-hal yang abstrak, sedangkan perempuan menyukai hal yang lebih nyata; Perempuan cenderung berdiskusi supaya dapat mempedalam hubungan dengan orang lain, sedangkan laki-laki cenderung mengekpresikan sudut pandang mereka; Laki-laki cenderung berkutat pada gagasan yang kuat sedangkan perempuan lebih berfokus pada perasaan mereka; Perempuan cenderung mendengar dan mengajukan pertanyaan lebih baik, sedangkan laki-laki lebih suka menjawan dan memotong percakapan orang lain, khususnya percakan perempuan. Perbedaan lainnya adalah laki-laki lebih bersifat analis, sedangkan perempuan lebih intuitif. Jika laki-laki mulai menggunakan analisanya, maka perempuan akan segera menggunakan intusinya. laki-laki cenderung melihat segala sesuatu dari dari jauh, bersifat global, luas dan menyeluruh; sedangkan perempuan lebih cenderung melihat dari dekat dan secara detail. Inilah yang menyebabkan perempuan lebih teliti dari laki-laki; tetapi lebih sempit wawasannya dari laki-laki.
3. Setiap budaya juga mempunyai aturan-aturan tersendiri dalam bercakap-cakap. Orang barat dengan orang timur berbicara dengan gaya dan cara yang berbeda. Orang barat pada umumnya berbicara lebih keras dan lebih terbuka, sementara orang timur lebih halus dan bersifat tertutup, terutama dalam hal-hal tertentu yang dianggap tabu untuk dibicarakan. Bahkan antara daerah juga terdapat perbedaan-perbadaan dalam cara percakapan, misalnya orang Batak yang berbicara dengan intonasi suara yang agak keras (mohon dikereksi jika saya keliru), berbeda dengan orang jawa yang berbicara dengan suara lebih halus.
PENUTUP
Pada masa ini, percakapan sedang berada dalam masa-masa yang sulit karena paling sedikit tiga alasan : (1) Kesibukan yang semakin meningkat dalam kehidupan masyarakat modern. Pada umumnya waktu kita untuk orang lain lebih sedikit, baik untuk berinteraksi, bercakap-cakap dan bersantai semakin berkurang. (2) Induvidualisme (mementingkan diri sendiri) dan pengkotak-kotakan (berdasarkan kelompok, golongan, ras atau status sosial) yang terjadi dalam masyarakat. (3) Pengaruh negatif teknologi informasi dan komunikasi. Seperti televisi, Komputer, dan HP yang mengalihkan fokus dari manusia ke perangkat teknologi.
Namun, terlepas dari kerumitan dan perbedaan budaya dan tatacaranya, percakapan adalah pola kumunikasi yang paling spontan, paling serbaguna, dan paling terbuka. KIta bercakap-cakap dengan pasangan, anak, kerabat, teman, sahabat, dengan tentangga, dengan sesama pengguna angkuat umum, rekan kerja, para pedangang, dengan orang-orang di warung makan, dengan orang-orang yang tidak kita kenal, bahkan kadang-kadang kita bercakap-cakap dengan diri kita sendiri. Kita bercakap-cakap secara empat mata atau dalam kelompok kecil, dalam percakapan santai atau percakapan terencana. Kita membahas masalah-masalah sepele atau masalah-masalah penting, baik yang sifatnya pribadi maupun sosial. Karena itu agar percakapan tetap menjadi hal yang penting dan bermanfaat maka : (1) Jangan terkurung dalam pola pemikiran yang sempit, sebaliknya perluas wawasan berpikir; (2) lebih berorientasi kepada manusia ketimbang benda-benda; (3) Tidak terlalu berlebihan dalam kata-kata; (4) Hindari fokus pada diri sendiri.
Akhir, marilah kita memperhatikan nasihat firman Tuhan melalui Rasul Paulus berikut ini yang berhubungan dengan perkataan atau percakapan :
Efesus 4:21-32:
“(4:21) Karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus, (4:22) yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, (4:23) supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, (4:24) dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. (4:25) Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota. (4:26) Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu (4:27) dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis. (4:28) Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan. (4:29) Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia. (4:30) Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan. (4:31) Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. (4:32) Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu”.
Efesus 5:3-6:
“(5:3) Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut saja pun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus. (5:4) Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sembrono -- karena hal-hal ini tidak pantas -- tetapi sebaliknya ucapkanlah syukur. (5:5) Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah. (5:6) Janganlah kamu disesatkan orang dengan kata-kata yang hampa, karena hal-hal yang demikian mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka”.
Kolose 3:1-10:
“(3:1) Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. (3:2) Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. (3:3) Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah. (3:4) Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamu pun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan. (3:5) Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, (3:6) semuanya itu mendatangkan murka Allah [atas orang-orang durhaka]. (3:7) Dahulu kamu juga melakukan hal-hal itu ketika kamu hidup di dalamnya. (3:8) Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. (3:9) Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, (3:10) dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya”.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url