HIDUP BERSAMA SEBAGAI KELUARGA ALLAH
Samuel T. Gunawan, S.Th.,SE.,M.Th.
“Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah (oikos theou), yakni jemaat dari Allah (ekklesia theou) yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran (stulos kai hedraióma tés aletheia)” (1 Timotius 3:15)
PROLOG: HIDUP BERSAMA SEBAGAI KELUARGA ALLAH.
“Hidup bersama sebagai keluarga Allah” merupakan tema natal yang diangkat PGI dan KWI tahun 2015 ini. Namun, bila dilihat dari prinsip hermeneutik[2] dan eksegesis,[3] maka ayat yang dirujuk dalam Kejadian 9:16 ini menurut saya tidak relevan dalam konteks “doctrine about family of God (ajaran tentang keluarga Allah)”. Atau dengan kata lain “out of context (keluar dari konteks)”. Coba diperhatikan, “Jika busur itu ada di awan, maka Aku akan melihatnya, sehingga Aku mengingat perjanjianKu yang kekal antara Allah dan segala makhluk yang hidup, segala makhluk yang ada di bumi.” Konteks keseluruhan dari ayat ini (Kejadian 9:1-17) adalah bahwa ketika hukuman air bah usai Tuhan mengadakan perjanjian dengan Nuh, keturunannya dan dengan segala mahluk hidup. Tuhan menyatakan bahwa Ia tidak akan pernah lagi membinasakan bumi dan semua mahluk hidup dengan air bah.[4] Perjanjian tersebut mempunyai tanda sebagai pengingat yaitu pelangi (qe_et),.[5] Pelangi merupakan tanda (ôt) dari Allah dan peringatan terus menerus mengenai janjiNya untuk tidak memusnahkan semua penghuni bumi dengan air bah.[6] Tanda (ôt) tersebut merupakan jaminan dari ikatan rohani yang ada yang menjamin kepastian yang tanpa akhir.[7]
Jadi, jika Kejadian 9:16 ditafsirkan dengan ketat, maka dalam rentang eksegesis manapun ayat ini sama sekali tidak ada kaitannnya dengan perihal “hidup bersama sebagai keluarga Allah”. Karena itulah saya tidak memakai ayat tersebut sebagai rujukan ketika membicarakan tentang keluarga Allah. Saya lebih memilih menggunakan ayat dari 1 Timotius 3:15 yang saya anggap lebih relevan untuk pembicaran tentang keluarga Allah, yang berbunyi demikian, “Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah (oikos theou), yakni jemaat (ekklesia) dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran” (Bandingkan : Efesus 2:19; Galatia 6:10).
APAKAH KELUARGA ALLAH ITU?
Satu pertanyaan umum yang muncul adalah “apakah yang rasul Paulus maksudkan dengan istilah “keluarga Allah” dalam 1 Timotius 3:16 tersebut?”. Perlu diketahui, bahwa dalam konteks Perjanjian Baru, kata yang dipakai untuk keluarga adalah “oikos” atau “oikeioi”. Kata “oikeioi” menunjukkan “anggota-anggota rumah tangga”, baik rumah tangga milik seseorang (1 Timotius 5:8), atau milik Allah (Galatia 6:10; Efesus 2:19). Sedangkan kata “oikos” berarti “rumah tangga, keluarga” (1 Korintus 1:16; 1 Timotius 3:3-4,15; 2 Timotius 1:16; 4:19).[8] Secara khusus dalam 1 Timotius 3:1-16 yang dimaksud keluarga itu adalah : dan (1) keluarga rumah tangga atau kekerabatan secara biologis (1 Timotius 3:4-5, kata Yunani yang dipakai untuk “keluarga” dalam ayat ini adalah “oikos”); [9] dan (2) keluarga gereja atau umat Allah (1 Timotius 3:15, kata Yunani yang dipakai untuk “keluarga Allah” dalam ayat ini adalah “oikos theou”). Dengan demikian, dalam Perjanjian Baru kedua entitas inilah, yaitu keluarga gereja dan keluarga biologis, yang disebut sebagai keluarga.
Pertama-tama, rumah tangga selalu dihubungkan dengan keluarga. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan keluarga sebagai : (1) Kaum kerabat atau sanak saudara; (2) Satuan kekerabatan dasar dalam suatu masyarakat; (3) Bagian kecil dari masyarakat besar yang terdiri dari ibu bapa dan anak-anaknya.[10] Dengan demikian yang kita maksudkan dengan keluarga adalah persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak. Inilah yang disebut dengan “keluarga batih”, yaitu keluarga kecil atau keluarga inti. Selain keluarga batih atau keluarga inti, ada juga yang disebut “keluarga gabungan”, atau keluarga besar, yaitu persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak serta kakek, nenek, paman dan bibi, dan lain-lain. Mereka berasal dari hubungan keluarga (kekerabatan) suami maupun istri.
Selanjutnya, Rasul Paulus menjelaskan bahwa gereja adalah keluarga atau “rumah tangga Allah” (1 Timotius 3:14-15; Bandingkan Galatia 6:10; Efesus 2:19). Ketika rasul Paulus mengatakan “bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah”(1 Timotius 3:15), maka Kata Yunani “keluarga” yang dipakai disini “oikos “ sebagaimana telah djelaskan di atas. Kata oikos yang pada dasarnya berarti rumah, juga digunakan dalam 1 Timotius 3,5, 12 untuk penghuni rumah, artinya, rumah tangga atau keluarga. Namun yang perlu diperhatikan bahwa maksud istilah oikos adalah orang-orang yang tinggal bersama, bukan keluarga besar yang mungkin tersebar. J. Knox Chamblin mengatakan, “Keluarga Allah adalah kependekan dari ‘Jemaat Allah yang hidup (church of the living God)’ di 1 Timotius 3:15 (bandingkan 3:5). Seperti halnya ‘jemaat’, ‘rumah tangga’ (oikos atau oikeioi) di perikop-perikop itu juga menujuk suatu kumpulan orang, bukan tempat berkumpulnya mereka”.[11] Jadi ketika rasul Paulus menyebut “oikos theou”, maka yang dimaksudnya adalah umat Allah atau jemaat (ekklesia)[12] yang pada saat itu masih berkumpul di rumah-rumah, yang hidup bersama karena iman di dalam Kristus.
JEMAAT ALLAH SEBAGAI SUATU KELUARGA
Lebih lanjut, jemaat Allah ini disebut juga keluarga gereja (church family) atau keluarga Allah (God’s family) yang utama menurut Perjanjian Baru. Metafora ini menunjukkan bahwa orang-orang yang lahir baru dalam Kristus oleh Roh Kudus adalah anggota-anggota keluarga Allah. Mereka diangkat menjadi anak-anak Allah dan oleh Roh Kudus. Mereka menyebut Allah sebagai Bapa (Roma 8:14-17). Hal ini menunjukkan suatu hubungan khusus dengan Allah dan dengan sesama anggota lainnya dalam keluargaNya. Rodney Clapp mengatakan bahwa di dalam perspektif Alkitabiah “Yesus menciptakan suatu keluarga baru, sebuah keluarga utama yang baru, suatu keluarga yang terdiri atas pengikut-pengikutNya yang kini menunjukkan kesetiaan utama di atas keluarga utama biologis mereka”.[13]
Pemahaman tentang gereja sebagai keluarga utama nampak jelas dalam surat-surat rasul Paulus. Rasul Paulus nampaknya menganggap keluarga biologis sebagai lembaga yang penting. Tetapi menurut Paulus, jemaat sebagai keluarga Allah merupakan realitas yang jauh lebih besar. Paulus menggunakan kata “keluarga (oikos)” bukan hanya sekedar sebagai kiasan bagi “jemaat (ekklesia)”. Menurut Paulus, orang-orang percaya lainnya pada faktanya adalah saudara dan saudari kita dalam Kristus. Keluarga inilah yang bisa bertahan saat semua lembaga lainnya di zaman ini lenyap atau terlampaui (Bandingkan 1 Korintus 7:29-31; 13:8-13).[14] Karena itulah maka kita dapat melihat bahwa semua nasihat rasul Paulus tentang kehidupan keluarga (secara biologis) sebagai satu unit sosial diletakkan dalam kerangka nasihat Paulus bagi jemaat (keluarga gereja). Bahasa yang dipilihnya untuk melukiskan gereja adalah bahasa keluarga. Bagi Paulus, orang-orang Kristen adalah anak-anak Allah dan sudara-saudara seiman. (contoh, Lihat 1 Tesalonika 1:4,6). Istilah “Saudara-saudaraku” diucapkan sampai lebih dari 65 kali dalam surat-suratnya. Paulus juga menyebut anggota-anggota sebuah gereja “anak-anakku” (sebagaimana dalam 1 Korintus 4:14; Galatia 4:19). Begitu banyak dan seringnya Paulus menggunakan istilah-istilah keluarga menjadi sesuatu yang luar biasa pada zamannya.[15] Menurut Rodney Clapp, sapaan semacam itu bukanlah pemanis untuk memamerkan kesalehan belaka. Perlu diketahui, bahwa gereja pada masa rasul Paulus mengadakan pertemuan di rumah-rumah. Paulus mengharapkan dan bergantung pada kesediaan orang-orang Kristen untuk membuka rumah mereka (dan, dengan demikian, keluaga biologis mereka juga) bagi sudara-saudara seiman (Bandingkan Roma 16:5; 1 Korintus 16:15; Kolose 4:15; Filemon 1:2).[16]
Secara khusus gereja lokal adalah keluarga Allah,[17] tempat dimana perilaku orang percaya dinilai, dikritik, dan diperbaiki. Alkitab membandingkan kehidupan rohani sama seperti kehidupan jasmani (Bandingkan 1 Petrus 2:2; 2 Petrus 3:18), dimulai dari kelahiran seorang bayi, dilanjutkan dengan pertumbuhan dan perkembangan menjadi dewasa. Demikian juga hal dengan kehidupan rohani. Berawal dari kelahiran baru (regenerasi) lalu bertumbuh dan berkembang hingga menjadi dewasa rohani. Seperti seorang bayi jasmani, maka seorang bayi rohani harus dirawat, diberi susu, dipelihara, didik, dilatih, diajar, dikoreksi sampai menjadi dewasa di dalam keluarga gereja, khusunya di gereja lokal. Tujuannya adalah untuk mencapai kedewasaan rohani (Efesus 3:13-18). Jika kita membaca seluruh Kisah Para Rasul maka kita mendapat pengertian betapa pentingnya gereja lokal bagi setiap orang yang lahir baru. Jelas sekali, bahwa sesudah menerima Tuhan, orang-orang selalu akan bergabung menjadi anggota suatu gereja lokal. Kita juga mendapatkan bahwa tidak seorangpun yang belum diselamatkan yang berhak bergabung menjadi anggota jemaat lokal, dan tidak seorangpun yang sudah diselamatkan yang tidak mempunyai tempat tinggal (penampungan) rohani. Bahkan rasul Paulus sendiri, misionaris yang ternama itu, tetap tergabung dan mempunyai hubungan erat dengan gereja lokal Antiokhia yang mengutusnya.
Kitab Kisah Para Rasul memberikan kita suatu gambaran yang cukup jelas tentang gereja lokal. Gereja yang terdapat dalam Kisah Para Rasul adalah gereja yang didirikan oleh Kristus dan merupakan contoh yang seharusnya ditiru oleh gereja-gereja yang didirikan selanjutnya. Dari Kitab Kisah Para Rasul ini kita melihat bahwa gereja lokal dalam Perjanjian Baru itu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : (1) Sebuah jemaat di lokasi atau tempat tertentu (Kisah Para Rasul 8:1); (2) Suatu perkumpulan orang-orang yang percaya akan Kristus (Kisah Para Rasul 5:14); (3) Sebuah tempat dimana diselenggarakan pengajaran dan pendidikan, termasuk disiplin (Kisah Para Rasul 11:26); (4) Suatu unit atau kesatuan tersendiri, yang memiliki wewenang hukum (Kisah Para Rasul 15:22); (5) Didirikan oleh Kristus sendiri (Kisah Para Rasul 2:47); (6) Merupakan sebagian dari Kristus sendiri (Kisah Para Rasul 5:14); (7) Sebuah wadah dimana Tuhan sendiri dan bukan manusia yang menempatkan anggotanya (Kisah Para Rasul 5:13); (8) Didisiplin oleh Kristus sendiri (Kisah Para Rasul 5:5); (9) Mempunyai struktur tertentu; ada orang-orang yang ditahbiskan untuk memegang kedudukan dengan kuasa untuk memimpin, mendisiplin dan mengawasi (Kisah Para Rasul 14:23; 20:17-28); (10) Sebuah wadah untuk aneka pelayanan (Kisah Para Rasul 13:1; 15:4); (11) Mempunyai persekutuan dengan gereja-gereja lokal lainnya, yang bersifat sukarela (Kisah Para Rasul 15:3-4); (12) Sebuah wadah yang didirikan atas dasar iman (Kisah Para Rasul 16:5); (13) Sebuah wadah yang mengutus orang untuk pelayanan (Kisah Para Rasul 13:2).[18]
FUNGSI JEMAAT SEBAGAI KELUARGA ALLAH : TIANG PENOPANG DAN DASAR KEBENARAN
Paulus menulis surat 1 Timotius ini sekitar tahun 65, adalah dalam rangka memberikan petunjuk dan bnasihat kepada Timotius yang berhubungan dengan pelayanan pastoral dalam jemaat di Efesus, sekaligus menguatkan Timotius menguatkannya dalam tugas yang digambarkan dalam 1:3-7, yaitu, menghadapi berbagai ajaran sesat. J. Wesley Adam mengatakan “Paulus mempunyai tiga maksud ketika menulis surat ini: (1) menasihati Timotius sendiri mengenai kehidupan pribadi dan pelayanannya; (2) mendorong Timotius untuk mempertahankan kemurnian Injil dan standarnya yang kudus dari pencemaran oleh guru palsu; dan (3) memberikan pengarahan kepada Timotius mengenai berbagai urusan dan persoalan gereja di Efesus.”[19] Jadi salah satu tugas utama yang disampaikan Paulus kepada Timotius adalah agar ia tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang sejati dan membuktikan kesalahan ajaran palsu yang melemahkan kuasa Injil yang menyelamatkan (1 Timotius 1:3-7; 4:1-8; 6:3-5,20-21).[20] Tugas tersebut sangat penting sehingga Paulus harus menegaskan bahwa seandainya tidak ada halangan, maka ia memilih untuk datang langsung mengunjungi jemaat di Efesus tersebut. Menurut saya, intitesis seluruh surat 1 Timotius ini adalah “bagaimana orang percaya harus hidup sebagai keluarga Allah”, seperti yang disebutkan dalam 1 Timotius 3:15.
Rasul Paulus menyebutkan fungsi keluarga Allah (oikos theou), yaitu jemaat Allah (ekklesia theou) tersebut sebagai “tiang penopang dan dasar kebenaran” (1 Timotius 3:15). Kata Yunani “tiang penopang dan dasar kebenaran” adalah “stulos kai hedraióma tés aletheia” yang lebih tepat diterjemahkan “the pillar and pondation of the truth (pilar dan fondasi kebenaran)”.[21] Kata “stulos” mengandung makna kekuatan dan dukungan, sebagaimana istilah untuk fondasi (hedraióma).[22] Dua hal itu (stulos dan hedraióma) membentuk suatu gaya bahasa untuk mengekspresikan gagasan dasar bahwa gereja harus menjadi “tempat penyimpanan yang tak tergoncangkan”.[23] Sedangkan kata Yunani “kebenaran” adalah “aletheia” yang berarti “apa yang sebenarnya; sesuatu yang sungguh-sungguh ada”, atau secara harafiah “kebenaran yang sesungguhnya”.[24] Disini rasul Paulus tidak menggunakan kata “dikaiosune” yang juga berarti kebenaran dalam pengertian tingkah laku yang benar, tetapi ia menggunakan kata “aletheia” yaitu kebenaran yang sesungguhnya. Kebenaran yang dimaksud, menurut selanjutnya di ayat 16 adalah kebenaran tentang Kristus, yang dikaitkan dengan Injil.
Perhatikanlah bahwa dalam ayat 16 ini ketika rasul Paulus mengatakan “betapa besarnya rahasia agama kita (the mystery of godliness is great, NIV)”, maka ia hendak menyampaikan isi kebenaran yang disebutkan dalam ayat 15. Yang dimaksud dengan “rahasia ibadah” ialah isi kebenaran itu yang berabad-abad lamanya dirahasiakan oleh Allah dan kini dinyatakan dalam Yesus Kristus. Kebenaran itu disebut sebagai “rahasia ibadah”. Kata Yunani “rahasia ibadah“ dalam ayat tersebut adalah “mistèrion eusebeia (rahasia agama)”. Kata “mistèrion”, adalah kata yang sama digunakan dalamEfesus 3:3,9 yang berarti sesuatu yang dulunya ditersembunyi tetapi sekarang disingkapkan. Sedangkan kata “eusebeia” diartikan dengan “kesalehan, ibadah, atau agama”. Jadi rahasia itu menyangkut ibadah atau agama kita, yang lebih berhubungan Kristus. Kuncinya adalah Kristus, Kristus yang menjadi manusia, dibangkitkan dan diterima di surga, diberitakan dan diimani di antara bangsa-bangsa, dan akan kembali dalam kemuliaan.
Jadi ketika rasul Paulus mengatakan “bagaimana orang Kristen sepatutnya hidup sebagai keluarga Allah” maka yang ia maksudkan adalah sesuai dengan kebenaran Kristus. R. Sudarmo menjelaskan, “Segala kebenaran yang dimiliki Kristus (Yohanes 14:6) dipecayakan kepada jemaat. Kebenarn itu terutama beritikan Injil keselamatan, tetapi juga mempunyai ruang lingkup yang lebih luas. Kebenaran itu berisi kehendak Allah di segala bidang. Jemaat Tuhan sebagai pengelola kekayaan itu (Bandingkan 2 Korintus 5:18-19) wajib menyalurkannya kepada dunia, baik Injil keselamatan maupun kehendak Allah untuk segala bidang kehidupan. Dalam hal ini jemaat merupakan hati nurani dunia. Bila dunia menyeleweng, maka jemaat sebagai tiang penopang dan dasar kebenaran wajib bersaksi dari kehendak Allah”.[25] Mark L Bailey mengatakan “Karena Injil adalah kebenaran maka ia harus dijaga apapun resikonya... Setiap gereja lokal memiliki kuasa untuk mendukung dan memperkuat kebenaran melalui kesaksian atas iman dan melalui kehidupan para anggotanya”.[26]
BACA JUGA: KESELAMATAN HANYA OLEH IMAN FONDASI GOLGOTA
Sehubungan dengan salah satu tugas utama yang disampaikan Paulus kepada Timotius adalah agar ia tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang sejati dan membuktikan kesalahan ajaran palsu yang melemahkan kuasa Injil yang menyelamatkan (1 Timotius 1:3-7; 4:1-8; 6:3-5,20-21), maka perlu bagi saya untuk memberikan garis besar dari Injil Yesus Kristus itu. Intisari ini merupakan pilar dan pondasi kebenaran Injil yang membedakan Kekristenan dari agama-agama lainnya dan juga akan mempengaruhi cara pandang kita dalam menjalani hidup keristenan.[27] Pilar dan pondasi kebenaran Injil itu adalah : (1) Inti berita Injil adalah kabar baik yang berisi kebenaran historis dan kebenaran teologis tentang Kristus dan karyaNya yang menyelamatkan; (2) keselamatan semata-mata adalah anugerah; (3) keselamatan itu hanya diterima melalui iman; (4) iman sejati menghasilkan pertobatan; (5) kita dibenarkan karena iman; (6) pembenaran kita dibuktikan oleh kekudusan hidup; (7) iman sejati menghasilkan perbuatan-pebuatan yang baik; (8) perbuatan baik diperhitungkan sebagai pahala di masa yang akan datang.
Sehubungan dengan salah satu tugas utama yang disampaikan Paulus kepada Timotius adalah agar ia tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang sejati dan membuktikan kesalahan ajaran palsu yang melemahkan kuasa Injil yang menyelamatkan (1 Timotius 1:3-7; 4:1-8; 6:3-5,20-21), maka perlu bagi saya untuk memberikan garis besar dari Injil Yesus Kristus itu. Intisari ini merupakan pilar dan pondasi kebenaran Injil yang membedakan Kekristenan dari agama-agama lainnya dan juga akan mempengaruhi cara pandang kita dalam menjalani hidup keristenan.[27] Pilar dan pondasi kebenaran Injil itu adalah : (1) Inti berita Injil adalah kabar baik yang berisi kebenaran historis dan kebenaran teologis tentang Kristus dan karyaNya yang menyelamatkan; (2) keselamatan semata-mata adalah anugerah; (3) keselamatan itu hanya diterima melalui iman; (4) iman sejati menghasilkan pertobatan; (5) kita dibenarkan karena iman; (6) pembenaran kita dibuktikan oleh kekudusan hidup; (7) iman sejati menghasilkan perbuatan-pebuatan yang baik; (8) perbuatan baik diperhitungkan sebagai pahala di masa yang akan datang.
PILAR DAN PONDASI 1 : INTI BERITA INJIL ADALAH KABAR BAIK YANG BERISI KEBENARAN HISTORIS DAN KEBENARAN TEOLOGIS TENTANG KRISTUS DAN KARYANYA YANG MENYELAMATKAN
Berdasarkan Roma 1:16-17; 4:23-25; 1 Korintus 15:1-4; Galatia 1:12; 2 Timotius 2:8, Injil inti dari Injil adalah sebagai berikut : bahwa Injil itu merupakan kebenaran historis dan kebenaran teologis. Secara historis, Injil berisi kisah faktual tentang Kristus yang hadir dalam sejarah manusia. Mulai dari kelahiranNya, kehidupanNya, kematianNya disalib, penguburan dan kebangkitanNya. Selanjutnya, peristiwa sejarah itu merupakan kebenaran teologis bahwa (1) kelahiranNya menggenapi nubuat para nabi tentangNya; (2) kehidupannya menunjukkan ketaatanNya yang sempurna pada hukum Taurat; (3) kematianNya merupakan tujuan misiNya, yaitu pendamaian bagi dosa-dosa manusia; dan (4) kebangkitanNya bagi pembenaran orang berdosa yang percaya kepadaNya. Injil inilah yang diberitakan rasul Paulus yang mana menurut Michael S. Horton, “Paulus tidak menemukan Injil ini, tetapi secara langsung ia memperolehnya dari Kristus yang telah bangkit”.[28]
Injil itu oleh rasul Paulus disebut sebagai Injil kasih karunia. Itu merupakan nama yang diberikan kepada Injil yang diberitakan rasul Paulus (Efesus 3:1-11; 2 Timotius 2:8). Berdasarkan pengakuan rasul Paulus dalam Galatia 2;1-9 ada dua hal yang ditekankannya tentang Injil kasih karunia yang diberitakannya, yaitu : (1) bahwa Injil kasih karunia yang diberitakannya diantara orang bukan Yahudi adalah Injil yang diterimanya langsung berdasarkan pernyataan Tuhan Yesus Kristus, dan bukan didapatkannya dari 12 rasul. (2) Bahwa rasul-rasul lain tidak menambahkan kebenaran apapun kepadanya, tetapi sebaliknya ia yang yang menambahkan sesuatu kepada mereka, yaitu keselamatan bagi bangsa-bangsa Yahudi apun non Yahudi karena kasih karunia oleh iman dalam Kristus, bukan karena upaya untuk menaati hukum Taurat (Bandingkan: Kisah Para Rasul 13:38-39; Galatia 2:16).
Injil kasih karunia adalah pesan yang konsisten dalam pemberitaan dan pengajaran rasul Paulus.[29] Dalam Kisah Para Rasul, Lukas mencatat demikian, “Paulus dan Barnabas tinggal beberapa waktu lamanya di situ. Mereka mengajar dengan berani, karena mereka percaya kepada Tuhan. Dan Tuhan menguatkan berita tentang kasih karunia-Nya (tô logô tês kharitos autou) dengan mengaruniakan kepada mereka kuasa untuk mengadakan tanda-tanda dan mujizat-mujizat” (Kisah Para Rasul 14:3). Selanjutnya Lukas juga mencatat pengakuan rasul Paulus demikian, “Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah (diamarturasthai to euaggelion tês kharitos tou theou)” (Kisah Para Rasul 20:24).
Jelaslah bahwa rasul Paulus adalah rasul yang dipilih dan diurapi Tuhan untuk memberitakan Injil kasih karunia (Galatia 1:15; Efesus 1:4). Dibandingkan semua rasul yang lainnya, rasul Paulus adalah rasul yang paling banyak mengungkapkan isi hati Allah bagi umat Perjanjian Baru melalui surat-surat kirimannya. Lebih dari dua pertiga Perjanjian Baru di tulis oleh Paulus. Surat-surat kepada jemaat di Galatia, Tesalonika (1 dan 2 Tesalonika), Korintus (1 dan 2 Korintus), dan jemaat di Roma adalah surat-surat Paulus yang ditulis Paulus dalam Perjalanan misi pertama, misi kedua, dan misi ketiganya. Surat-surat kepada jemaat di Efesus, Kolose dan Filipi, serta surat pribadi kepada Filemon adalah surat-surat yang ditulis rasul Paulus dari balik penjara, saat ia di penjara karena pemberitaan tentang Injil kasih karunia (Efesus 3:1; 4:1). Sedangkan surat-surat penggembalaan di tujukan kepada Timotius (1 dan 2 Timotius) dan kepada Titus. Allah berkenan memakai rasul Paulus untuk menyingkapkan maksudNya bagi jemaat Perjanjian Baru.
PILAR DAN PONDASI 2 : KESELAMATAN SEMATA-MATA ADALAH ANUGERAH
Pernyataan rasul Paulus yang tegas dalam Efesus 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. Kita tidak mempercayai keselamatan karena perbuatan-perbuatan baik ataupun karena iman ditambah perbuatan baik, tetapi hanya karena anugerah oleh iman. R.C. Sproul menyatakan, “deklarasi utama dari reformasi adalah sola gratia,[30] yaitu keselamatan hanya merupakan anugerah Allah semata-mata”.[31]
Kata “kasih karunia” (sinonim dengan kata “anugerah”) pada dasarnya memiliki makna yang sama dalam bahasa Ibrani dan Yunani. Kata Ibrani “חן - khen” yang diterjemahkan dengan “kasih karunia” dipakai dalam pengertian perbuatan seorang atasan yang menunjukkan kepada bawahannya kasih karunia, padahal sebenarnya bawahan itu tidak layak menerimanya.[32] Kasih karunia adalah pemberian Allah kepada manusia padahal manusia tidak pantas untuk menerimanya. Donald Gutrie menjelaskan istilah anugerah sebagai “kemurahan Allah yang tidak pantas diterima oleh orang yang layak dihukum.”[33] Henry C. Thiessen menyatakan bahwa “Kasih karunia Allah merupakan kebaikan Allah yang ditujukan kepada orang-orang yang sebenarnya tidak layak menerima kebaikan itu”.[34] Kata ini misalnya digunakan dalam Kejadian 6:8, “Tetapi Nuh mendapat kasih karunia (khen) di mata TUHAN”. Keluaran 33:17, “Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Juga hal yang telah kaukatakan ini akan Kulakukan, karena engkau telah mendapat kasih karunia di hadapanKu dan Aku mengenal engkau” (Bandingkan juga (Keluaran 33:12,13,16,19).
Kata Yunani “χαρις - kharis” adalah kata benda yang biasa dipakai untuk menerjemahkan kata Ibrani “khen”. Kata “kharis” yang secara umum berarti “kasih karunia, anugerah, atau kemurahan hati”.[35] Menurut Kevin J. Conner, definisi kasih karunia muncul dari kebiasaan Yunani, yaitu ketika orang-orang Yunani ingin memberikan hadiah dari kemurahan hati yang murni, tanpa berpikir akan imbalan, maka kata yang mereka gunakan untuk pemberian itu adalah “kharis” atau “kasih karunia”.[36] Secara khusus dalam Perjanjian Baru, kata kasih karunia atau anugerah ini dihubungkan dengan keselamatan dari Allah bagi manusia di dalam Kristus,[37] yaitu kemurahan Allah yang diberikan kepada orang berdosa yang tidak layak menerimanya.[38] Misalnya, Petrus dalam sidang pertama di Yerusalem mengatakan “Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia (kharitos) Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga” (Kisah Para Rasul 15:11). Paulus mengatakan dalam Efesus 2:5-7 “telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita -- oleh kasih karunia (khariti) kamu diselamatkan -- dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga, supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karuniaNya (kharitos autou) yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikanNya terhadap kita dalam Kristus Yesus. Kepada Titus, Paulus juga menuliskan “Karena kasih karunia (kharis) Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata” (Titus 2:11).
PILAR DAN PONDASI 3 : KESELAMATAN ITU DITERIMA MELALUI IMAN
Perhatikanlah bahwa pernyataan klasik “tê gar khariti este sesôsmenoi dia tês pisteôs” yang diterjemahkan “Sebab adalah karena kasih karunia kamu telah diselamatkan melalui iman”, menunjukkan bahwa kita menerima anugerah Allah itu hanya dengan percaya kepada Yesus Kristus. Rasul Petrus dengan tegas mengatakan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul 4:12). Banyak ayat dalam Alkitab menegaskan bahwa tanggung jawab manusia untuk diselamatkan hanya percaya (Yohanes 1:12; 3:16,18,36; 5;24; 11:25-26; 12:44; 20:31; Kisah Para Rasul 16:31; 1 Yohanes 5:13, dan lainnya). Sewaktu kepala penjara di Filipi bertanya, “Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat supaya aku selamat?”. Dijawab oleh Paulus dan Silas tanpa ragu-ragu, ”Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat” (Kisah Para Rasul 16:30; bandingkan Yohanes 3:16). Jadi iman adalah satu-satunya jalan, melalui mana manusia beroleh keselamatan.
Tetapi, “apakah percaya itu?” Iman yang dimaksud oleh Yohanes dalam Injilnya adalah “aktivitas yang membawa manusia menjadi satu dengan Kristus”, dan ini diterima pada saat lahir baru (regenerasi). Kata benda Yunani “πιστις-pistis” digunakan 243 kali dan selalu diterjemahkan dengan “iman (faith)”.[39] Kata kerja “πιστευω-pisteuô” muncul sebanyak 246 kali dan selalu diterjemahkan dengan “percaya (believe). Pada saat kata “iman” dan “percaya” digunakan muncul dalam Perjanjian Baru pada umumnya merupakan terjemahan dari kata pistis dan pisteuô tersebut.
Charles F. Beker menyebutkan beberapa pengertian yang di dalamnya iman digunakan, yaitu: (1) Dalam arti luas, iman adalah keyakinan benar. Kita mempercayai hal yang kita anggap benar; (2) Iman adalah hal menaruh kepercayaan. Kata dalam bahasa Yunani untuk iman berarti diyakinkan bahwa sesuatu atau seseorang dapat dipercaya. Keabsahan subjektif dalam menilai keyakinan memiliki tiga tingkat, yaitu: pendapat, kepercayaan, dan pengetahuan. Pendapat merupakan penilaian secara sadar yang tidak memadai baik secara subjektif maupun objektif. Kepercayaan memadai secara subjektif, tetapi diakui tidak memadai secara subjektif. Sedangkan pengetahuan memadai secara subjektif maupun objektif; (3) Iman adalah keyakinan yang lebih kuat daripada pendapat tetapi lebih lemah daripada pengetahuan; Iman didasarkan pada pengetahuan. Kita tidak mungkin mempercayai hal yang tidak kita ketahui. Iman harus mempunyai objek. Kita tidak dapat beriman terhadap hal-hal yang tidak ada dengan kata lain hal yang tidak ada tidak dapat menjadi objek iman (Bandingkan Roma 10:14).[40]
Penekanan yang diberikan kepada iman dan percaya harus dilihat dengan latar belakang karya penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus. Gagasan bahwa Allah mengutus AnakNya menjadi Juruselamat dunia merupakan inti Perjanjian Baru. Yesus Kristus melakukan karya penyelamatan manusia melalui kematianNya yang mendamaikan manusia dengan Allah di salibNya. Iman ialah sikap yang didalamnya seseorang melepaskan andalan pada segala usahanya sendiri untuk mendapatkan keselamatan, baik berupa kebajikan, kebaikan susila atau apa saja, kemudian sepenuhnya mengandalkan Yesus Kristus, dan mengharap hanya dari Dia segala sesuatu yang dimaksud oleh “keselamatan”. Iman yang menyelamatkan itu sendiri adalah pemberian Allah (Filipi 1:29), karena itu jelaslah bahwa seluruh keselamatan merupakan anugerah.
PILAR DAN PONDASI 4 : IMAN SEJATI MENGHASILKAN PERTOBATAN
Telah disebutkan di atas, bahwa satu-satunya syarat bagi penerimaan keselamatan adalah iman kepada Kristus. Iman kepada Kristus inilah yang membuat orang yang tidak percaya berbalik kepada Allah dan meninggalkan dosa-dosanya. Dengan demikian kepercayaan yang benar tentu diikuti oleh pertobatan, tetapi bukan iman yang mengikuti pertobatan. Pada saat seseorang dilahirkan baru (regenerasi) maka ia dimampukan percaya kepada Kristus untuk keselamatannya dan kemudian bertobat dari dosa-dosanya. Seseorang dapat memberi respon di dalam iman dan pertobatan hanya setelah Tuhan memberikan kehidupan baru (regenerasi) kepadanya. Iman dan pertobatan ini merupakan dua sisi dari perpalingan (convertion). Beriman berarti berpaling kepada Kristus untuk mengampuni dosa-dosa dan bertobat merupakan suatu keputusan sadar untuk berpaling dan meninggalkan dosa-dosa. Jenis iman ini mengakui bahwa seseorang tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dan pada saat yang sama mengakui hanya Kristus yang dapat melakukannya (Yohanes 6:44). Pakar teologi Charles C. Ryrie dan Paul Enns menyatakan bahwa iman yang menyelamatkan melibatkan tiga hal yaitu : intelektual, yang menyebabkan pengenalan yang sesungguhnya dan positif terhadap kebenaran Injil dan pribadi Kristus; emosional, yaitu suatu kesungguhan bahwa kita membutuhkan Juruselamat untuk membebaskan dari hukuman dosa; dan kehendak, yaitu keyakinan bahwa hanya Kristus saja yang mampu menyelamatkan kita tanpa mengikutsertakan apapun untuk keselamatan kekal kita.[41] Ketiga segi ini dapat dibedakan, tetapi merupakan suatu kesatuan saat iman yang menyelamatkan terjadi.
Namun beberapa orang bersikeras menyatakan bahwa pertobatan mendahului iman, mereka mengatakan bahwa manusia harus bertobat sebelum dia beriman kepada Kristus, karena pertobatan itulah yang akan membuat mereka memiliki hubungan yang benar dengan Kristus. Sanggahan saya ialah, bahwa mengatakan bahwa manusia harus bertobat sebelum dia beriman kepada Kristus dengan alasan bahwa pertobatan itulah yang menuntun manusia sehingga memiliki iman yang sejati adalah sebuah pernyataan yang tidak logis, bahkan tidak Alkitabiah. Mengapa? (1) Sebab jika seseorang harus bertobat dulu sebelum ia percaya kepada Kristus maka pertobatanlah yang menyelamatkan orang itu dan bukan iman kepada Kristus. Ini bertentangan dengan ajaran yang jelas dalam Perjanjian Baru yang menyatakan bahwa “kita diselamatkan karena anugerah oleh iman” dan bukan karena “jasa atau perbuatan baik apapun” (Bandingkan Efesus 2:8-9); (2) Alkitab mengindikasikan bahwa pertobatan tidaklah menghasilkan iman melainkan merupakan bukti dari adanya iman yang sejati. Jadi pertobatan bukanlah sebab dari iman melainkan akibat (hasil) dari iman sejati.
Lagi pula, kata “pertobatan” dalam bahasa Inggris adalah “repentence” merupakan terjemahan dari kata Yunani “metanoia” dan “metanoo” muncul dalam Perjanjian baru kurang lebih 58 kali dan diterjemahkan dengan kata “bertobat” (misalnya, Matius 4:17; Kisah Para Rasul 3:19; Wahyu 3:19). Menarik untuk diperhatikan bahwa dalam seluruh surat yang ditulis rasul Paulus, hanya ada lima rujukan bagi kata metanoia (pertobatan), yaitu dalam Roma 2:4; 2 Korintus 7:9,10; 12:21; dan 2 Timotius 2:5. Terlihat dalam surat-surat tersebut tidak ada satu rujukan mengenai kata pertobatan yang dihubungkan dengan iman untuk menerima keselamatan dari orang-orang yang belum mengenal Kristus. Justru semua kata pertobatan dalam surat-surat Paulus tersebut dihubungkan dengan orang yang sudah percaya kepada Kristus. Sementara itu, pemunculan 53 kali lainnya dari kata pertobatan dalam Perjanjian Baru terutama berurusan dengan bangsa Israel, umat Allah. Dimana Israel sebagai umat perjanjian, telah tersesat jauh dari Allah dan diminta untuk kembali kepada Allah, dalam pengertian bertobat. Fakta ini menunjukkan bahwa penggunaan terbanyak kata pertobatan tersebut bukan merujuk kepada cara untuk diselamatkan tetapi kepada pemulihan kembali terhadap mereka yang telah berada dalam hubungan perjanjian (covenant) dengan Allah.
Dengan kata lain, berita tentang pertobatan (metanoia) tidak ditujukan kepada orang yang belum mengenal Allah, melainkan kepada orang-orang Yahudi yang sudah mengenal Allah, tetapi belum menerima Kristus. Sedangkan kepada orang-orang non Yahudi yang sama sekali belum mengenal Allah tidak dituntut pertobatan (metanoia) sebagai syarat keselamatan, melainkan hanya percaya kepada Kristus sebagai syarat keselamatan. Sebab, seperti kata Paul Enns, “bagaimana orang bisa bertobat jika mereka tidak percaya?”[42] Jadi, iman kepada Kristus inilah yang membuat orang yang tidak percaya berbalik kepada Allah dan meninggalkan dosa-dosanya. Teolog Indonesia R. Soedarmo menyatakan, “kepercayaan yang benar tentu diikuti oleh tobat”.[43]
PILAR DAN PONDASI 5 : KITA DIBENARKAN KARENA IMAN
Rasul Paulus memberikan pernyataan yang tegas dalam Roma 5:1-2, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah”.[44] Inilah fakta kebenaran dalam Perjanjian Baru, kebenaran yang timbul dari iman dan bukan perbuatan. Artinya, kita tidak dibenarkan karena kita bermoral dan berbuat baik; juga bukan karena kita melakukan disiplin rohani setiap hari, seperti membaca Alkitab dan berdoa. Kita dibenarkan bukan karena kita merasa orang benar. Pembenaran tidak berhubungan dengan kelakukan (tingkah laku) kita yang benar, tetapi menjadi pribadi yang benar. Kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Yesus Kristus hanya karena pengorbanan Yesus yang menjadikan kita demikian.
Bagaimana kita menerima pembenaran ini? Kita menerimaNya melalui karya Kristus di kayu salib. Kristus yang tidak berdosa dibuatNya menjadi dosa karena kita supaya kita dibenarkan di dalam Dia. Jika kita mempercayai ini, iman kita diperhitungkan sebagai kebenaran. Sebab jika kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan dan kebaikan-kebaikan kita maka kita tidak memerlukan iman (Roma 4:5; Efesus 2:8-9). Kita membutuhkan iman untuk mempercayai dan mengakui bahwa kebenaran kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Kristus. Ajaran tentang pembenaran berdasarkan anugerah dan iman ini merupakan ajaran yang sangat penting dalam Kekristenan karena ajaran ini membedakan Kekristenan dari agama lain yang menekankan keselamatan berdasarkan perbuatan. Mengenai pembenaran ini Charles F. Beker mengatakan, “Karena itu kami menyimpulkan dengan yang ditunjukkan Paulus bahwa pembenaran dihadapan Allah adalah tindakan Ilahi yang di dalamnya Allah menyatakan bahwa seseorang sepenuhnya bebas dan dipulihkan berkenan kepadaNya oleh iman saja, tanpa pekerjaan atau usaha apapun dari manusia, atas dasar iman kepada kematian Kristus, dan bahwa keseluruhan pelaksanan tersebut seutuhnya disebabkan oleh anugerah Allah... Di dalam Kristus kita dijadikan orang benar Allah (2 Korintus 5:21).”[45]
PILAR DAN PONDASI 6 : PEMBENARAN KITA DIBUKTIKAN OLEH KEKUDUSAN HIDUP
Artinya, kita yang benar-benar telah diselamatkan (dibenarkan) tentulah akan menunjukkan buah dari kehidupan yang kudus. Charles C. Ryrie menyatakan, “Pembenaran dibuktikan oleh kesucian hidup orang... Pembenaran dihadapan pengadilan Allah ditunjukkan dengan kesucian hidup di dunia ini dihadapan pengadilan di dunia. Inilah yang dimaksud Yakobus ketika Ia menuliskan bahwa kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan kita (Yakobus 2:24). Iman yang tidak menghasilkan buah yang baik bukanlah iman yang sejati”.[46] Perhatikan kata-kata rasul Paulus, “Sebab siapa yang telah mati (harafiah: dibenarkan), ia telah bebas dari dosa” (Roma 6:7). Jadi disini rasul Paulus jelas menghubungkan kematian Kristus dengan penghukuman sifat dosa yang dimiliki orang percaya (Baca: Roma 6:1-14). Artinya, kita telah dibebaskan dari dosa, sehingga dosa tidak lagi menguasai kita. Kita diikutsertakan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitanNya. Hal inilah yang sesungguhnya menghasilkan pemindahan kekuasaan kehidupan lama kepada kekuasaan kehidupan baru. Kematian terhadap dosa bukanlah sesuatu yang abstrak dan sekedar harapan, melainkan kenyataan, karena Kristus telah mati bagi dosa dan kita diikutsertakan dengan Dia dalam kematianNya itu.
Jadi pembenaran akan terlihat dalam kehidupan yang kudus dan iman yang tidak mengasilkan kehidupan yang kudus bukanlah iman sejati. Dengan demikian, ajaran tentang kasih karunia yang sejati harus dihubungan dengan kehidupan yang kudus. Kevin J. Conner mengatakan, “Dalam pembenaran kita dinyatakan benar sementara di dalam penyucian kita menjadi benar. Pembenaran adalah apa yang telah Allah lakukan bagi kita, sementara penyucian adalah apa yang Allah lakukan di dalam kita. Pembenaran menempatkan kita di dalam hubungan yang benar dengan Allah, sementara penyucian adalah buah atau bukti dari hubungan tersebut... Pembenaran menyatakan kita benar secara hukum. Penyucian menjadikan kita benar secara pengalaman.”[47]
PILAR DAN PONDASI 7 : IMAN SEJATI MENGHASILKAN PERBUATAN-PEBUATAN YANG BAIK
Tuhan Yesus mengatakan, “Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu” (Matius 5:14b-15). Hal ini dikatakannya untuk menegaskan kepada para muridNya fungsi mereka sebagai terang. Melalui perbuatan-perbuatan baik orang-orang yang tidak percaya akan melihat terang Kristus di dalam kita. Itulah sebabnya Yesus menegaskan, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16). Kata Yunani “kalá erga” menunjuk kepada perbuatan baik dalam pengertian moral, kualitas dan manfaat. Perbuatan baik adalah cermin dari kualitas hidup seseorang. Kehidupan yang baru dalam Kristus dimaksudkan untuk menghasilkan perbuatan baik yang bermanfaat bagi kehidupan.
Pernyataan klasik tentang keselamatan hanya “karena kasih karunia oleh iman”, langsung diikuti oleh pernyataan ini “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Efesus 2:10). Frase Yunani “pekerjaan baik” dalam ayat ini adalah “ergois agathois” diterjemahkan “perbuatan-perbuatan yang baik”. Kata “agathois” berasal dari kata “agathos” yaitu kata Yunani biasa untuk menerangkan gagasan yang “baik” sebagai kualitas jasmani atau moral. Kata ini dapat berarti “baik, mulia, patut, yang terhormat, dan mengagumkan”. Jadi perbuatan baik (agothos) dapat didefinisikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam Allah seperti yang dinyatakan dalam Yohanes 321. Perbuatan-perbuatan itu bisa juga dikategorikan sebagai pekerjaan iman (1 Tesalonoka 1:3). Namun harus diingat, sekalipun iman yang sejati pasti diikuti oleh adanya perbuatan baik, pengudusan dan ketaatan tetapi yang menyebabkan kita diselamatkan adalah iman, dan sama sekali bukan perbuatan-perbuatan baik itu.
Lawan dari perbuatan baik (agathos) adalah perbuatan tidak baik (phaulos), yaitu perbuatan-perbuatan yang tidak ada harganya dihadapan Tuhan. Perbuatan-perbuatan semacam itu bisa juga disebut perbuatan-perbuatan yang mati atau perbuatan kedagingan. Bahaya menghasilkan perbuatan kedagingan adalah kesia-siaan (1 Korintus 15:58), kehampaan (1 Timotius 6:20; 2 Timotius 2:16), dan tidak berguna (Galatia 4:9; Titus 3:9; Yakobus 1:26). Perbuatan-perbuatan jahat tidak memenuhi standar, dan karena itu dikarakterisasi sebagai kayu, jerami, dan limbah kayu, benda-benda yang kecil nilainya maupun kegunaannya. Itulah perbuatan-perbuatan semacam itu dihasilkan oleh tenaga kedagingan, terlepas dari kuasa Roh. Menurut George E. Ledd, cara hidup yang tak boleh dikompromikan oleh orang-orang percaya dikemukakan dalam beberapa daftar tentang perbuatan jahat (Roma 1:29-32; 1 Korintus 3:5-11; 6:9; 2 Korintus 12:20; Galatia 5:19-21; Efesus 4:31; 5:3-4; Kolose 3:5-9). Dosa-dosa ini terdiri dari lima kelompok, yaitu : (1) Dosa-dosa seksual : percabulan, kecemaran, hawa nafsu, perzinahan, sodomi, dan homoseksual; (2) Dosa mementingkan diri sendiri : ketamakan dan keserakahan; (3) Dosa perkataan : gosip, fitnah, perkatan kotor, perkataan sia-sia, kelakar dan mengumpat; (4) Dosa sikap dan hubungan pribadi : Permusuhan, pertikaian, kegeraman, iri hati, percekcokan, bidat, dan dengki; (5) Dosa kemabukan : mabuk, pesta pora, maupun penyembahan berhala. [48]
Kristus berkata, “Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik” (Matius 7:17-18). Ketika kita diselamatkan, Allah mengubah kita dari orang berdosa menjadi orang benar, dari orang jahat menjadi orang kudus, dari musuh Allah menjadi anak-anak Allah. Ia memberi kita hidup yang kekal yang menghasilkan buah-buah yang baik dan memuliakanNya. Hidup baru dalam Kristus adalah akar sedang perbuatan-perbuatan baik adalah buah-buahnya. Karena terang menurut rasul Paulus “hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran” (Efesus 5:9).
PILAR DAN PONDASI 8 : PERBUATAN BAIK DIPERHITUNGKAN SEBAGAI PAHALA DI MASA YANG AKAN DATANG
Di dalam Kekristenan dikenal apa yang disebut dengan pahala. Namun pemberian pahala bukan untuk menentukan apakah orang-orang percaya akan masuk surga atau neraka, dengan kata lain pahala bukan untuk keselamatan karena keselamatan itu semata-mata anugerah (Efesus 2:8). R.C. Sproul mengatakan demikian, “Meskipun perbuatan-perbuatan baik kita tidak menghasilkan keselamatan, tetapi hal itu merupakan dasar bagi janji Allah untuk memberi upah kepada kita di surga. Masuknya kita ke kerajaan Allah hanya berdasarkan iman. Upah kita di dalam kekekalan adalah sesuai dengan perbuatan-perbuatan baik kita”.[49] Sementara itu Mark L. Bailey mengatakan, “Masalah utama pada Tahta Pengadilan Kristus bukanlah apak kita orang-orang percaya atau bukan, atau apakah kita akan masuk surga atau tidak. Faktanya adalah, siapapun yang harus menghadap Tahta Pengadilan Kristus sudah berada di surga. Pengampunan sudah digenapkan selamanya melalui penebusan, dan pendamaian dengan Allah yang Mahakudus sudah dijamin... Karena itu apapun yang dinilai di hadapan Tahta Pengadilan Kristus bukanlah masalah dosa dan hubungannya dengan hukuman kekal. Tujuannya adalah untuk menentukan apakah karya orang-orang percaya itu berharga atau tidak berharga dimataNya. Itulah kebenaran hakiki dalam pemberian upah atas karya masing-masing”.[50]
Pahala dihubungkan dengan tanggung jawab dalam Kekristenan yaitu penilaian atas kehidupan dan pelayanan orang percaya di hari pemahkotaan. Paulus mengingatkan, “Demikianlah setiap orang di antara kita (semua orang percaya yang sudah diselamatkan) akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah” (Roma 14:12). Inilah tujuan hidup dan pelayanan Kristen, yaitu memperoleh pahala dan mahkota pada hari pemahkotaan di Tahta Pengadilan Kristus.[51] Karena itu Paulus mengingatkan, “Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi. Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak” (1 Korintus 9:24-27).
Tahta Pengadilan Kristus (Judgment seat of Christ) disebut “Bema Kristus” (2 Korintus 5:10) adalah peristiwa besar pertama yang terjadi di surga setelah gereja diangkat. Pada saat itu semua harus mempertanggungjawabkan pekerjaan mereka sewaktu hidup di dunia sejak mereka percaya kepada Kristus.[52] Pekerjaan yang berharga dan tidak berharga akan dibedakan, pekerjaan ini adalah pekerjaan yang dibuat selama hidup kekristenan mereka. Apakah pekerjaan itu dibangun diatas emas, perak, batu, permata, kayu, rumput kering atau jerami, semuanya akan teruji (1 Korintus 3:10-15). Hasil dari penghakiman ini bukanlah penghukuman tetapi pemberian pahala diantaranya berupa pujian dan mahkota. Pahala-pahala lainnya yang disebutkan Alkitab adalah pahala kesetiaan (Matius 25:21-23), pahala nabi dan orang benar (Matius 10:41,42), pahala hamba Allah dan orang kudus (Wahyu 11:18) dan mahkota emas (Wahyu 4:4;3:11).
Dengan demikian pengadilan ini tidak berhubungan dengan keselamatan, dalam pengertian penentuan masuk surga atau neraka, karena mereka yang diadili adalah orang-orang yang sudah diselamatkan. Tim LaHaya mengatakan, “Penghakiman ini bukan bertujuan untuk menentukan apakh kita akan diselamatkan atau tidak, juga bukan merupakan penghakiman atas dosa-dosa yang dilakukan sebelum kita diselamatkan karena dosa-dosa itu teah dihakimi Allah di Kalvari ketika Kristus mati bagi dosa-dosa itu dan diampuni saat kita mengakuinya (1 Yohanes 1:9). Sebaliknya, penghakiman itu adalah untuk menentukan upah yang akan kita terima atas pelayanan yang setia setelah diselamatkan.”[53] Pengadilan ini adalah penilaian atas kehidupan dan pelayanan orang percaya dalam rangka pemberian pahala dan mahkota. Meskipun sama-sama diangkat pada hari pengangkatan saat Kristus datang diangkasa menjemput GerejaNya, namun pada waktu pengangkatan gereja ini, kualitas rohani setiap orang berbeda-beda (1 Korintus 3:12-14). Pengupahan disesuaikan dengan catatan jejak (track record) kehidupan dan pelayanan yang dilakukan selama hidup Keristenannya di bumi. Itu sebabnya Paulus mengingatkan dirinya sendiri untuk waspada dengan berkata, “Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak” (1 Korintus 9:27). Ditolak disini bukan berarti kehilangan keselamatan, karena keselamatan itu bersifat pasti. Namun yang dimaksud disini adalah kaitannya dengan mendapat pahala dan mahkota ataukah tidak.
Tuhan menghargai kualitas hidup dan pelayanan setiap orang percaya. Kemuliaan orang yang berprestasi secara rohani akan lebih bersinar daripada dari pada mereka yang kirang berprestasi dan hanya mencari pujian manusia. Ada hamba Tuhan yang mungkin sewaktu hidup di dunia tidak dihargai dan tidak dihormati, namun di surga hamba Tuhan yang sungguh-sungguh akan mendapat kemuliaan lebih sebagai pahala. Rasul Paulus menggambarkan perbedaan kemuliaan antara oang percaya di surga kelak, “Kemuliaan matahari lain dari pada kemuliaan bulan, dan kemuliaan bulan lain dari pada kemuliaan bintang-bintang, dan kemuliaan bintang yang satu berbeda dengan kemuliaan bintang yang lain” (1 Korintus 15:41). Karena kesalehan, ketaatan dan kehidupan rohani orang percaya itu penting dihubungkan dengan pemberian pahala pada hari pemahkotaan di Tahta Pengadilan Kristus kelak, maka orang percaya perlu mengejar prestasi rohani dan perkenan Tuhan bukan pujian dari manusia.
REFERENSI
Banks, Robert & R. Paul Stevens., 2012. The Complete Book of Everyday Christianity. Terjemahan Penerbit Kalam Hidup : Bandung.
Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta.
Boice, James M., 2011. Dasar-dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Budiman, R., 1991. Tafsiran Alkitab: Surat-surat Pastoral I, II Timotius dan Titus. Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta.
Carson, D.A., 2009. Kesalahan-Kesalahan Eksegetis. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Chamblin, J. Knox., 2006. Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribadi. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Conner, Kevin J., 2004. The Fondation of Christian Doctrine. Terjemahan, Pernerbit Gandum Mas: Malang.
Cornish, Rick., 2007. Five Minute Theologian. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1 & 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Enns, Paul., 2000. Approaching God. Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Interaksara: Batam.
Evans, Tony, 2005. Sungguh-sungguh Diselamatkan, terjemahan, Penerbit Gospel Press: Batam.
Erickson J. Millard., 2003. Teologi Kristen, Jilid 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Fee, Gordon D., 2008. New Testament Exegesis. Edisi Ketiga. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Ferguson, B. Sinclair, David F. Wright, J.I. Packer., 2008. New Dictionary Of Theology. Jilid 1 & 2, terjemahaan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House: Grand Rapids, Michigan.
Grudem, Wayne., 2009. Christian Beliefs. Terjemahan, Penerbit Metanonia Publising: Jakarta.
Gunawan, Samuel., 2014. Kharismatik Yang Kukenal dan Kuyakini. Penerbit Bintang Fajar Ministries: Palangka Raya.
Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 1, 2 & 3. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1,2 & 3, Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.
Guthrie, Donald., 2009. Pengantar Perjanjian Baru. Jilid 1, 2 & 3 Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Horton, Michael S.. 2011. The Gospel Driven Life. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Iverson, Dick., 1994. Kebenaran Masa Kini. Terjemahan, Penerbit Harvest Publication House: Jakarta.
Hoekema, Anthony A., 2010. Diselamatkan Oleh Anugerah, Penerbit Momentum : Jakarta.
Howard Clark, ed. 2010. The Learning Bible Contemporary English Version. Dicetak dan diterbitkan Lembaga Alkitab Indonesia : Jakarta.
Ladd, Geoge Eldon, 1999. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1 & 2, terjemahan Penerbit Kalam Hidup : Bandung.
Morris, Leon., 2006. Teologi Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Nggadas, Deky Hidnas Yan., 2013. Paradigma Eksegetis Penting dan Harus. Penerbit Indie Publising: Depok.
Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 1, 2 & 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.
Peter, George W., 2006. A Biblical Theology of Missions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Ridderbos, Herman., 2004. Paul: An Outline of His Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Ryken, Leland, James C. Wilhoit, Tremper Longman III, editor., 2002. Kamus Gambaran Alkitab. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Sandison, George & Staff., 2013. Bible Answers for 1000 Difficult Questions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Scahnabal, Echhard J., 2010. Rasul Paulus Sang Misionaris: Perjalanan, Stategi dan Metode Misi Rasul Paulus. Terj, Penerbit ANDI: Yogyakarta.
Sproul, R.C., 1997. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Stuart, Douglas & Gordon D. Fee., 2011. Hermeneutik: Menafsirkan Firman Tuhan Dengan Tepat. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang.
___________., 2011. Hermeneutika: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Thiessen, Henry C., 1992. Teologi Sistematika, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Tim Pustaka Phoenix., 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru. Penerbit Pustaka Phoenix : Jakarta.
Tchividjian, Tullian., 2013. Yesus Ditambah Nihil Sama Dengan Segalanya. Terjemahan, penerbit Light Publising: Jakarta.
Zuck, Roy B, editor., 2010. A Biblical of Theology The Old Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang
[2]Secara etimologis kata “hermeneutika” yang dalam bahasa Inggris adalah “hermeneutics” berasal dari kata Yunani “hermeneutikos” yang berasal dari akar kata “hermeneuo” yang artinya menginterpretasikan, menjelaskan, menterjemahkan atau menafsirkan. Definisi yang paling sederhana berbunyi “hermeneutika adalah ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip penafsiran Alkitab”. (lihat: Susanto, Hasan., 2011. Hermeneutika: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal 3-11).
[3]Istilah “eksegesis” berasal dari kata bahasa Yunani “eksegeomai” yang secara harafiah berarti “menggali keluar” atau “memimpin keluar (to lead out)” (Bandingkan Yohanes. 1:18; Kisah Para Rasul 10:8; 15:12, 14; 21:19). Kevin J. Conner menjelaskan “Ilmu ini (eksegesis) meliputi penerapan dari peraturan-peraturan hermeneutik. Sementara hermeneutika memberi kita alat-alat, eksegesis mengacu pada penggunaan yang sesungguhnya dari alat-alat tersebut; hermeneutik menyediakan prinsip-prinsip penafsiran, sementara eksegesis adalah proses penafsiran”. (Conner, Kevin J & Ken Malmin., 1983. Interprenting The Scripture. Edisi Indonesia dengan judul Hermeneuka, Terjemahan 2004. Penerbit Gandum Mas: Malang, hal. 13).
[4]Zuck, Roy B, editor., 2010. A Biblical of Theology The Old Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal. 52.
[5]Kata Ibrani untuk pelangi adalah “qe_et”, merupakan kata yang sama digunakan untuk busur sebagai senjata militer. Gagasan yang tersirat di dalam Kejadian 9 ini adalah bahwa Allah telah mengambil senjata yang telah digunaanNya untuk menghakimi mahluk ciptaanNya dan menggantungkannya di langit. (Ryken, Leland, James C. Wilhoit, Tremper Longman III, editor., 2002. Kamus Gambaran Alkitab. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta, hal. 816).
[6]Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal. 20.
[7]Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 1. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang, hal. 56-57.
[8]Chamblin, J. Knox., 2006. Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribadi. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal. 229.
[9]Istilah lainnya yang digunakan Perjanjian Baru untuk keluarga biologis adalah kata Yunani “patria”, yang berarti “keluarga dari sudut pandang relasi historis, seperti garis keturunan”. Dalam pengunaannya, kata “patria” ini lebih menekankan asal-usul keluarga dan lebih menunjukkan kepada bapak leluhur suatu keluarga. Kata “patria” disebutkan hanya 3 kali dalam Perjanjian Baru. Kata ini digunakan dalam Lukas 2:4, dimana disebutkan bahwa Yusuf berasal dari keluarga dan keturunan (patria) Daud, yaitu garis keturunannya secara biologis. Kisah Para Rasul 3:25 juga menggunakan istilah ini untuk menerjemahkan janji Allah kepada Abraham. Dijanjikan bahwa semua bangsa (patria) di muka bumi akan diberkati. Paulus di dalam Efesus mengatakan, “Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapa, yang dari pada-Nya semua turunan (patria) yang di dalam sorga dan di atas bumi menerima namanya” (Efesus 3:14-15).
[10]Tim Pustaka Phoenix., 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru. Penerbit Pustaka Phoenix : Jakarta, hal 437.
[11]Chamblin, J. Knox.,. Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribadi,, hal. 229.
[12]Kata Yunani “jemaat” adalah “ekklesia” berasal dari dua kata, yaitu “ek” yang berarti “keluar” dan “kaleo” yang berarti “memanggil”. Dengan demikian “ekklesia” berarti orang-orang yang dipanggil Allah dari dunia, untuk kemudian menjadi umatNya, itulah gereja. Tetapi menurut kebudayaan Yunani, ekklesia itu merupakan suatu pertemuan sosial-politik, bukannya suatu persekutuan orang-orang yang beragama. Sampai pada zaman Yesus ada istilah lain lagi yang biasa dipakai yaitu “synagogue”, merupakan pertemuan pada hari sabat bagi orang-orang Yahudi. Kemudian dalam perkembangan Kekristenan dalam zaman Perjanjian Baru, mereka menggunakan istilah ekklesia dalam arti baru yang sekaligus melepaskan diri dari pengaruh kebudayaan Yunani dan menolak penggunaan istilah synagogue. Jadi, gereja atau ekklesia ialah kumpulan orang-orang yang percaya Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, yang telah dipanggil keluar dari dunia dan menjadi umat Allah. Kata ekklesia ini dipakai 3 kali dalam Injil Matius (Matius 16:18;18:18) dan banyak sekali digunakan dalam Kisah Para Rasul dan Surat-surat Kiriman. Kata ini dipilih oleh umat Kristen mula-mula untuk menyatakan secara khusus identitas orang yang percaya. Orang-orang ini kemudian mengelompokkan diri menjadi satu kesatuan dalam jemaat lokal di Korintus, Galatia, Roma, Efesus dan sebagainya.
[13]Banks, Robert & R. Paul Stevens., 2012. The Complete Book of Everyday Christianity. Terjemahan Penerbit Kalam Hidup : Bandung, hal. 212-213).
[14]Chamblin, J. Knox.,. hal. 230.
[15]Banks, Robert & R. Paul Stevens., The Complete Book of Everyday Christianity, hal213-214.
[16]Ibid, hal. 214.
[17]Gereja itu bersifat unik dan paradoks. Gereja itu unik sehingga disebutkan dengan berbagai lukisan seperti : Bangunan Allah, Ladang Allah, Bait Allah, Pengantin Kristus, dan Tubuh Kristus. Gereja itu bersifat paradoks karena memiliki dua sisi yang berbeda tetapi menyatu dan tak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Di satu sisi gereja itu bersifat tidak kelihatan (Invisible), tetapi di lain sisi gereja itu nyata (visible). Gereja yang tidak kelihatan itu disebut gereja yang bersifat universal sedangkan gereja yang kelihatan disebut gereja lokal. Di dalam seluruh Perjanjian Baru kata “gereja” atau “jemaat” tercatat sebanyak 114 kali. Ayat-ayat itu kurang lebih 90 % berbicara mengenai gereja lokal, yaitu jemaat yang dapat dilihat dengan mata. Bila kita mengatakan bahwa Allah tidak berminat akan gereja lokal, itu berarti kita sedang meremehkan apa yang digariskan oleh Tuhan sendiri mengenai hal ini.
[18]Iverson, Dick., 1994. Kebenaran Masa Kini. Terjemahan, Penerbit Harvest Publication House: Jakarta, hal. 18-19.
[19]Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal. 2018.
[20]Ibid.
[21]Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I. Penerbit Literatur SAAT : Malang, hal. 1114.
[22]Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal. 405.
[23]Ibid.
[24]Susanto, Hasan., Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid II, hal. 44.
[25]Budiman, R., 1991. Tafsiran Alkitab: Surat-surat Pastoral I, II Timotius dan Titus. Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta, hal. 33.
[26]Zuck, Roy B, editor., A Biblical of Theology The New Testament, hal. 406.
[27]Kata Injil berasal dari kata Yunani "euaggelion" artinya “kabar baik” . Kata Yunani "ευαγγελιον - euaggelion" dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan "Gospel" yaitu “Good News (Kabar Baik). Ketika Alkitab menyebutkan frase “memberitakan Injil", maka yang dimaksudkan adalah memberitakan Kabar Baik, kabar baik tentang Kristus dan karyaNya bagi keselamatan manusia.
[28]Horton, Michael S, The Gospel Driven Life, hal. 88.
[29]Kata Injil (euaggelion) digunakan sebanyak 56 kali oleh rasul Paulus, sedangkan kata kerjanya euangelizomai digunakan sebanyak 19 kali oleh Paulus.
[30]Sebagai seorang penganut seteriologis calvinis moderat saya sangat menjunjung tinggi slogan para Reformator tentang Sola Gracia, Sola Fide, Sola Scriptura, dan Sola Deo Gloria (Artinya: Hanya Anugerah, Hanya Iman, Hanya Alkitab, Dan Segala Kemuliaan Hanya Bagi Allah).
[31]Sproul, R.C., 1997. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 263.
[32] Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta, hal. 526
[33]Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 2, Terjemahan, Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta, hal. 248.
[34]Thiessen, Henry C., 1992. Teologi Sistematika. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal. 132.
[35]Conner, Kevin J., A Practical Guide to Christian Bilief, hal. 567; Guthrie, Donald., Teologi Perjanjian Baru. Jilid 2. Hal. 240.
[36]Ibid, hal 569.
[37]Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang, hal. 240.
[38]Evans, Tony, 2005. Sungguh-sungguh Diselamatkan. Terjemahan, Penerbit Gospel Press: Batam, hal. 110.
[39]Sebagai pengecualiaan empat bagian berikut dalam Alkitab Bahasa Indonesia tidak menterjemahkan kata Yunani Pistis dengan “iman”, tetapi dengan “bukti” (Kisah Para Rasul 17:31), “percayai” (2 Tesalonika 2:13); “setia” (Titus 2:10), dan “percaya” (Ibrani 10:39).
[40]Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta, hal. 544-550.
[41]Lihat: Ryrie, Charles C., Teologi Dasar. Jilid 2, hal. 86-88; Enns, Paul., Approaching God. Jilid 2, hal. 94-95.
[42]Enns, Paul., 2000. Approaching God. Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Interaksara: Batam, hal. 100.
[43]Soedarmo, R., 2000. Ikhtisar Dogmatika. Cetakan ke-11. Penerbit BPK : Jakarta, hal. 208. (R. Soedarmo adalah teolog pertama Indonesia yang menulis buku dogmatika Kristen dalam bahasa Indonesia. Dalam buku Ihktisar Dogmatika yang ditulisnya menempatkan iman mendahului pertobatan, dan regenerasi mendahului iman).
[44]Kata “dibenarkan” berasal dari kata Yunani “dikaiothentes“. Kata dasar “dikaioo” memiliki baik aspek negatif maupun aspek positif. (1) Secara negatif hal itu berarti mengangkat dosa orang percaya; (2) Secara positif hal itu berarti menganugerahkan kebenaran Kristus atas orang percaya (Roma 3:24,28; 5:9; Galatia2:16).[44] Atau seperti kata Charles F. Beker, bahwa pembenaran : (1) dilihat dari aspek negatif berarti penghapusan terhadap hukuman atas dosa. Pembenaran bukan menyatakan seseorang tidak bersalah; pembenaran menyatakan bahwa tuntutan hukum telah dipenuhi sehingga si pendosa yang percaya pada Kristus kini bebas dari hukuman (Roma 8:1); dan (2) dilihat dari aspek positif pembenaran berarti pemulihan ke dalam keadaan berkenan kepada Allah. Pembenaran berarti tindakan Allah yang menyatakan orang percaya benar dalam kapasitasNya sebagai Allah yang berkuasa, bukan berdasarkan keadaan bagaimanapun dari orang percaya, atau oleh apapun yang telah dicapai oleh orang percaya itu, tetapi semata-mata oleh iman pada diri dan karya Kristus. Pembenaran adalah tindakan yudisial yang menempatkan orang percaya pada posisi dimana Ia diperlakukan seakan-akan ia memang secara pribadi benar. Pembenaran bukan mengakibatkan dihasilkannya kebenaran manusia, tetapi kebenaran Allah bagi semua orang yang percaya (Roma 3:22). (lihat: Beker, Charles. F., A Dispensasional Theology, hal. 578).
[45]Beker, Charles. F., A Dispensasional Theology, hal. 578.
[46]Ryrie, Charles C., Teologi Dasar, hal. 48.
[47]Conner, Kevin J., 2004. A Practical Guide to Christian Bilief. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal. 705.
[48]Ladd, Geoge Eldon, 1999. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 2, terjemahan Penerbit Kalam Hidup : Bandung, hal. 312.
[49]Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang, hal. 256.
[50]Bailey, Mark L, artikel “Tahta Penghakiman Kristus” dalam Ryrie, Charles C, ed., Countdown to Armageddon, hal. 101.
[51]Disini saya berpegang pada pendirian eskatologis premilenialisme pretribulasional.
[52]Lihat Penjelasan Ryrie, Charles C., Teologi Dasar. Jilid 2, hal. 353-355..
[53]Lahaye, Tim., 2005. Memahami Nubuatan Alkitab Bagi Diri Anda. Terjemahan, Penerbit Gospel Press : Batam, hal. 156.