MENJALANI KEHIDUPAN DENGAN BIJAKSANA
By. Pdt. Samuel T. Gunawan, SE, M.Th
MENJALANI KEHIDUPAN DENGAN BIJAKSANA.
“Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap. Siapakah yang mengenal kekuatan murka-Mu dan takut kepada gemas-Mu? Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (Mazmur 90:10-12)
Renungan ini berhubungan dengan bagaimana kita hidup bijaksana dengan kebebasan yang Tuhan telah berikan kepada kita. Pertanyaan tentang kehidupan manusia (dan kematian tentunya), merupakan pertanyaan yang klasik dan universal sifatnya, tetap merupakan misteri yang sampai hari ini. Misteri ini tercermin dari pertanyaan-pertanyaan seperti : dari mana asalku? mengapa aku ada dan hidup? kemana aku pergi? Inilah pertanyaan yang telah berabad-abad ditanyakan manusia dan mereka berusaha mencari jawaban.
PANDANGAN MANUSIA TENTANG KEHIDUPAN
Bagaimanakah orang-orang memandang kehidupan ini ? Ada berbagai jawaban, diantaranya : “Hidup bagaikan sebuah sirkus; bagai sebuah daerah ranjau; bagai sebuah teka-teki; bagai sebuah simfoni; bagai sebuah perjalanan; dan seperti sebuah mimpi”. Yang lainnya mengatakan, “hidup ini bagaikan sebuah roda yang berputar, kadang di atas dan kadang di bawah, dan kadang hanya berputar-putar”.
Tanpa kita sadari gambaran atau metafora kita tentang hidup akan mempengaruhi kehidupan kita; menentukan harapan-harapan kita, nilai-nilai, hubungan-hubungan, sasaran-sasaran dan prioritas-prioritas kita. Contohnya : Jika kita menganggap kehidupan adalah sebuah pesta, maka nilai utama kita dalam kehidupan ini adalah bersenang-senang. Jika kita melihat hidup ini sebagai sebuah balapan maka kita akan menghargai kecepatan dan sering berada dalam ketergesa-gesaan. Jika kita memandang hidup sebagai sebuah pertandingan lari marathon, maka kita akan menghargai ketekunan. Jika kita memandang kehidupan sebagai pertempuran atau permainan, maka menang akan menjadi sangat penting bagi kita.
REALITA HIDUP MANUSIA
Selama kita hidup, ada realita-realita yang tidak boleh kita abaikan. Memperhatikan realita-realita ini dengan seksama menyebabkan kita berpikir kembali untuk menjalani hidup dengan bijaksana. Pertama, setiap hari, semua orang yang hidup bertambah usianya. Berdasarkan kronologis (urutan waktu), usia biologis manusia menurut pengalaman Pemazmur pada umumnya adalah 70 tahun dan bisa mencapai 80 tahun. Pemazmur mengatakan “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap” (Mazmur 90:10). Inilah fakta pertama dan terpenting: seiring bertambahnya usia berarti hidup biologis kita berkurang bila dilihat dalam kronologis waktu.
Kedua, menurut ilmu pengetahuan alam, yang kita kenal sebagai hukum Termodinamika II, bahwa segala sesuatu yang ada di dunia bersifat merosot atau berkurang. Contoh, batu baterai tanpa digunakan pun tenaga yang tersimpan di dalamnya akan semakin merosot. Gedung yang megah bila tidak dirawat akan menjadi lapuk dengan sendirinya. Taman bunga yang indah tanpa dirawat akan rusak dan dipenuhi semak belukar. Demikian juga dengan hidup jasmaniah manusia akan merosot, sebagaimana yang Paulus katakan dalam 2 Korintus 4:16. Berdasarkan, hukum Termodinamika II, bahwa setiap orang seiring bertambahnya usia akan mengalami kemerosotan biologis (jasmniah). Sebagian orang berusaha menyangkali penuaan ini dan berusaha mempertahankan kemudaannya yang perlahan-lahan mulai hilang. Kosmetik dan krim kecantikan walau pun penting dan bermanfaat, tidak mampu menyembunyikan keriput dan noda ketuaan. Inilah fakta kedua: siapapun tidak mampu menaham proses penuaan!
Ketiga, ciri-ciri penuaan adalah kemerosotan. Berdasarkan gerontologi atau ilmu tentang lanjut usia, ada tiga bentuk kemorosotan yang akan dialami manusia. Secara kronologis, menjadi tua berarti merosotnya usia hidup. Seiring bertambahnya usia, berarti semakin berkurang kesempatan hidup, dengan kata lain, semakin dekat dengan kematian jasmaniah. Secara biologis, menjadi tua berarti merosotnya kondisi fisik dan keadaan kesehatan. Saat kita makin tua kemampuan reflek akan berkurang; lensa mata menjadi kurang elastis, penglihatan kurang tajam dan tidak dapat melihat jauh (istilah medis “presbiopa”); dan pada berbagai tingkat daya pendengaran mulai berkurang (istilah medis “presbikusis”). Secara psikologis, menjadi tua berarti merosotnya kemampuan berpikir dan mengingat (istilah medis “dimensia”)
MISTERI KEMATIAN
Sama dengan misteri kehidupan, masalah kematian juga merupakan misteri yang penuh dengan berbagai teka-teki yang membingungkan. Tidak ada seorangpun yang tahu kapan kematian itu akan datang menjemputnya. Tidak ada seorang pun yang tahu pasti berapa panjang usianya di dunia ini. Bila kita melakukan riset singkat ke kuburan, dan mencatat usia mereka yang meniggal, pastilah kita akan menemukan berbagai jenis usia, mulai dari bayi, anak kecil, remaja, pemuda, dewasa, dan orang tua yang usianya mungkin mencapai 100 tahun sesungguhnya kita tidak bisa mengukur atau menebak berapa usia seseorang. Statistik dunia memberitahukan kita bahwa setiap dua setengah detik, ada seorang manusia yang meninggal dunia. Sekali lagi, semua fakta memberikan kita teka-teki tentang misteri kematian, sekaligus memberikan tanda peringatan agar kita bersiap-siap menghadapi kematian bila datang menjemput.
Kematian merupakan misteri karena itu dalam perjalanan dan pengalaman manusia menghadapi masalah kematian muncul berbagai tafsiran yang mencoba menjawab apakah makna kematian itu, dan bagaimana pula dengan seluk beluknya. Secara umum, “mati adalah ketika jantung seseorang berhenti berdetak atau otaknya berhenti bekerja, atau berhentinya hembusan nafas seseorang, dan atau tubuhnya menjadi mayat yang kaku dan dingin”. Ini adalah definisi medis phisikal. Lalu, apakah pandangan Alkitab tentang kematian?
Pertama, mati berarti kembalinya tubuh manusia ke tanah atau debu, dan kembalinya roh manusia kepada Allah (Pengkhotbah 12:7). Bagi mereka yang ketika masih hidup di dunia ini tidak percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, roh dan jiwanya akan pergi ke Kerajaan Maut atau Neraka (Lukas 16:23). Sedangkan bagi yang percaya kepada Tuhan Yesus rohnya akan pergi ke Firdaus atau Surga (Lukas 16:22; 23:43). Jelas sekali bahwa Alkitab mengajarkan bahwa masalah kekekalan itu ditentukan 100 % oleh kedaulatan Allah dan anugerah, tanpa sedikit pun jasa dan usaha manusia. Manusia hanya menerima dengan imannya dengan iman.
Kedua, mati berarti melepaskan tempat tinggal di dunia ini (2 Koruntus 5:1; 2 Petrus1:14). Artinya tubuh yang fana ini akan ditinggalkan baik dikuburkan dalam tanah, atau dikremasikan menjadi abu. Lalu, kelak pada saat kedatangan Kristus kedua kali nanti, semua roh yang meninggal akan diberikan tubuh yang baru, dan mereka yang masih hidup tubuhnya akan diubahkan.
Ketiga, mati berarti berakhirnya hidup di dunia yang hanya sekali, dan siap menghadapi pengadilan Allah (Ibrani 9:27). Ini juga merupakan penolakan terhadap konsep reinkarnasi yang percaya bahwa sejarah manusia merupakan lingkaran (sirkular). Sesungguhnya sejarah manusia itu adalah garis lurus (linear). Penghakiman akhir yang dilakukan Allah bukan di dasarkan atas perbuatan seseorang melainkan berdasarkan iman seseorang kepada Kristus. Sedangkan bagi yang sudah beriman akan menghadapi pengadilan untuk pertanggungjawaban atas semua karunia yang sudah dititipkan kepadanya untuk digunakan dalam konteks Kerajaan Surga (Bandingkan Yohanes 3:18; Wahyu 20:11-15).
Secara saintifik dan teknologi modern, tidak ada obat penyembuh bagi kematian. Yang ada hanyalah usaha untuk menunda kematian fisikal khususnya dari sakit penyakit. Sedangkan kematian rohani (spiritual) hanya dapat disembuhkan dengan satu-satunya cara, yaitu beriman kepada Tuhan Yesus Kristus (Yohanes 3:16; 5:24; 11:25), sebab : kematian Yesus adalah kehendak Allah demi kasihNya kepada manusia berdosa (Matius 26:39; Ibrani 2:9); dan kematian Kristus telah membayar hukuman yang harus kita bayar (Efesus 5:2; 1 Petrus 2:24). Sesungguhnya waktu kematian sudah ditentukan oleh Tuhan. Ketika kematian datang menjemput kita yang mati dalam Kristus akan bersama-sama dengan Dia untuk selama-lamanya. (Ibrani 9:27). Sebelum Yesus datang kedua kalinya, kematian fisik akan berlaku bagi orang percaya maupun tidak. Pada hari kiamat nanti, bagi yang belum mati, tubuhnya akan diubahkan dari yang alamiah menjadi yang rohaniah (1 Korintus 15:51,52; 1 Tesalonika 4:16,17).
HIDUP BIJAKSANA DAN MENENTUKAN PRIORITAS
Pemazmur, setelah mengetahui betapa singkatnya hidup ini, memohon kepada Tuhan, “ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (Mazmur 90:12). Setiap orang cepat atau lambat pasti akan mati. Dan, tidak ada satu orangpun yang akan tahu kapan, dimana dan bagaimana ia akan mati. Kematian bisa terjadi sewaktu-waktu dalam hidup kita, setelah itu kita akan mempertanggung jawabkan perbuatan kita kepada Tuhan. Karena itu hidup kita harus dimanfaatkan secara maksimal dan dijalani dengan bijaksana. Mengingat waktu kita yang terbatas maka penting menjalani hidup dengan mengutamakan hal-hal yang menjadi prioritas (Efesus 5:15-17). Karena kehidupan di bumi bersifat sementara jika dibandingkan dengan kekekalan, maka selagi kita hidup di dunia ini kita perlu memfokuskan pada hal-hal yang akan kita bawa dalam kekekalan nanti setelah kita meninggal, yaitu :
Pertama, keselamatan kita sebagai anugerah yang diberikan Allah dalam Kristus, yang kita terima dan jalani dengan iman (Efesus 2:8). Saat seseorang mendapatkan anugerah hidup kekal seketika itu juga ia diselamatkan dan memiliki hidup kekal (Yohanes 3:16; 14:6; Kisah Para Rasul 4:10-12). Keselamatan itu semata-mata adalah anugerah Allah, yang artinya, tidak ada sedikitpun melibatkan jasa dan usaha manusia (Efesus 2:8-9). Pernyataan rasul Paulus yang tegas dalam Efesus 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. Kita tidak mempercayai keselamatan karena perbuatan-perbuatan baik ataupun karena iman ditambah perbuatan baik, tetapi hanya karena anugerah oleh iman. R.C. Sproul menyatakan, “deklarasi utama dari reformasi adalah sola gratia, yaitu keselamatan hanya merupakan anugerah Allah semata-mata” (Sproul, R.C., 1997. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 263). Anugerah adalah kemurahan (perlakuan istimewa) yang tidak layak kita diterima, tidak diupayakan, dan tidak diterima karena jasa. Istilah “anugerah” disebut juga kasih karunia (grace) adalah pemberian Allah yang tidak selayaknya diberikan kepada kita karena kita memang tidak layak untuk menerimanya. Jadi, seseorang masuk surga bukan karena kebaikan, kepatuhan, ataupun jasa-jasanya melainkan karena ia telah menerima anugerah hidup kekal dalam Kristus. Anugerah hidup kekal itu dapat dimiliki hanya karena keberadaannya “dalam Kristus”.
Kedua, hasil pekerjaan kita yang merupakan buah iman dan ketaatan kita kepada Kristus. Orang-orang percaya suatu akan dihakimi di tahta pengadilan Kristus. Tahta pengadilan Kristus ini disebut “Bema Kristus” (2 Korintus 5:10). Pada saat itu semua harus mempertanggungjawabkan pekerjaan mereka sewaktu hidup di dunia sejak mereka percaya kepada Kristus. Pekerjaan yang berharga dan tidak berharga akan dibedakan, pekerjaan ini adalah pekerjaan yang dibuat selama hidup kekristenan mereka. Apakah pekerjaan itu dibangun diatas emas, perak, batu, permata, kayu, rumput kering atau jerami, semuanya akan teruji (1 Korintus 3:10-15). Hasil dari penghakiman ini bukanlah penghukuman tetapi pemberian pahala diantaranya berupa pujian dan mahkota. Pahala-pahala lainnya yang disebutkan Alkitab adalah pahala kesetiaan (Matius 25:21-23), pahala nabi dan orang benar (Matius 10:41,42), pahala hamba Allah dan orang kudus (Wahyu 11:18) dan mahkota emas (Wahyu 4:4;3:11). Jadi, di dalam Kekristenan dikenal apa yang disebut dengan pahala. Namun pemberian pahala bukan untuk menentukan apakah orang-orang percaya akan masuk surga atau neraka, dengan kata lain pahala bukan untuk keselamatan karena keselamatan itu semata-mata anugerah (Efesus 2:8). Pahala dihubungkan dengan tanggung jawab dalam Kekristenan yaitu penilaian atas kehidupan dan pelayanan orang percaya di hari pemahkotaan. Paulus mengingatkan, “Demikianlah setiap orang di antara kita (semua orang percaya yang sudah diselamatkan) akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah” (Roma 14:12). Inilah tujuan hidup dan pelayanan Kristen, yaitu memperoleh pahala dan mahkota pada hari pemahkotaan di Tahta Pengadilan Kristus (1 Korintus 9:24-27).
SETELAH DISELAMATKAN MELAKUKAN PEKERJAAN-PEKERJAAN YANG BAIK UNTUK MEMULIAKAN ALLAH
Salah satu cara hidup yang diminta oleh Allah setelah kita diselamatkan adalah dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik. Pernyataan klasik tentang keselamatan hanya “karena kasih karunia oleh iman” adalah frase Yunani “tê gar khariti este sesôsmenoi dia tês pisteôs” yang diterjemahkan “Sebab adalah karena kasih karunia kamu telah diselamatkan melalui iman”, langsung diikuti oleh pernyataan ini “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Efesus 2:10). Frase Yunani “pekerjaan baik” dalam ayat ini adalah “ergois agathois” diterjemahkan “perbuatan-perbuatan yang baik”. Kata “agathois” berasal dari kata “agathos” yaitu kata Yunani biasa untuk menerangkan gagasan yg “baik” sebagai kualitas jasmani atau moral. Kata ini dapat berarti “baik, mulia, patut, yang terhormat, dan mengagumkan”. Jadi, pelayanan kita untuk Allah dilakukan karena rasa terima kasih kita untuk kasih karuniaNya, bukan sebagai upaya untuk menggantikan kasih karunia dengan pekerjaan atau perbuatan-perbuatan yang baik. Perhatikan apa yang Paulus katakan mengenai dirinya sendiri, “Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku” (1 Korintus 15:10). Rasul Paulus yang telah mengatakan bahwa ia diselamatkan hanya karena kasih karunia yang tidak sepatutnya ia terima, namun ia tidak duduk dan bermalas-malasan, melainkan melayani Tuhan dan bekerja dengan giat bagi Allah.
Telah disebutkan diatas, menurut Paulus dalam Efesus 2:8 bahwa kita tidak diselamatkan karena perbuatan-perbuatan. Tetapi menurut Yakobus, iman tanpa perbuatan adalah mati. Apakah Yakobus bertentangan dengan Paulus? Jawabannya tidak, karena Paulus dan Yakobus menggunakan kata “ergon” atau perbuatan/pekerjaan dengan pengertian yang berbeda. Ketika Paulus menyebut diselamatkan bukan karena perbuatan atau pekerjaan maka yang dimaksud adalah menunjuk kepada keinginan seseorang untuk memperoleh perkenan dan keselamatan melalui usaha menanati hukum taurat dengan kekuatan sendiri dan bukan melalui iman pada anugerah Tuhan. Sedangkan ketika Yakobus menggunakan kata perbuatan (ergon, bentuk tunggal dari erga yang berarti perbuatan atau pekerjaan) menunjuk kepada perbuatan-perbuatan yang bersumber dari iman sejati dan kehidupan yang telah diselamatkan. Kata “ergon” dalam Yakobus menunjuk kepada kualitas dasar dari kehidupan seseorang yang dinyatakaan dengan perilakunya. Tindakan atau perbuatan seseorang mencerminkan fakta bahwa iman sejati ada di dalam perbuatan-perbuatan itu. Dengan demikian hubungan antara iman dan perbuatan adalah bahwa setelah diselamatkan kita harus aktif mengerjakan keselamatan itu didalam kehidupan kita dengan perbuatan-perbuatan yang kita lakukan atau hal-hal yang kita kerjakan. (Filipi 2:12-13; Efesus 2:10, agatha). Perbuatan-perbuatan itu merupakan tanda apakah iman kita itu benar-benar hidup (Yakobus 2:14-17) dan tanda ketaatan iman kepada Allah, yang berbeda dengan setan yang percaya pada Allah tetapi tidak taat (Yakobus 2:18-20).
BAGIAMAN HIDUP BAGI ALLAH DAN MEMULIAKANNYA?
Namun, kenyataannya banyak orang Kristen gagal untuk hidup bagi Allah. Mengapa? Beberapa orang Kristen telah berusaha untuk hidup bagi Allah dengan kekuatan mereka sendiri. Ini mustahil! Sebab kehidupan Kristen tidak hanya sulit untuk dijalani bahkan mustahil dijalani dengan kekuatan kita sendiri. Seberapapun besarnya kemampuan kita untuk hidup bagi Allah dengan mematuhi disiplin rohani, atau mematuhi hukum Taurat, itu tidak akan pernah cukup. Sebagai contoh, tidak lama setelah orang Israel mengatakan kepada Tuhan “Segala yang difirmankan TUHAN akan kami lakukan’. Lalu Musa pun menyampaikan jawab bangsa itu kepada TUHAN” (Keluaran 19:8), segera setelah itu mereka melanggar perintah pertama dan kedua dari Sepuluh Perintah (Keluaran 20:1-18). Mereka membuat patung anak lembu emas di kaki gunung sinai untuk disembah (Keluaran 32).
Setiap orang pastilah menginginkan sesuatu yang baik dalam hidupnya, tetapi kenyataannya ia justru banyak melakukan yang tidak baik. Beberapa orang menyesali dosanya dan bertekad untuk bertobat dari perbuatan-perbuatan yang salah, tetapi berulangkali mereka gagal untuk keluar dari kesalahannya. Setiap usaha manusia untuk keluar dari dosa dan kesalahannya tidaklah pernah berhasil. Semakin manusia berusaha, pada kenyataannya semakin jatuh dalam dosa. Semakin mau hidup suci, semakin berbuat dosa. Artinya, semakin gigih seseorang merusaha menaati perintah Allah dan berusaha hidup bagiNya dengan kemampuannya sendiri, mereka tidak akan mampu. Jadi, bagaimanakah caranya supaya kita bisa hidup bagi Allah dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan berkenan kepadaNya? Ada tiga cara, yaitu : (1) Mengijinkan Kristus hidup melalui kita (Galatia 2:19); (2) Hidup di dalam kekuatan kasih karunia (2 Korintus 1:12).
Pertama, mengijinkan Kristus hidup melalui kita. Inilah kebenaran penting yang telah diabaikan oleh banyak orang Kristen adalah pernyataan bahwa “kita hanya bisa hidup bagi Allah apabila kita terlebih dahulu mengijinkan Kristus hidup melalui kita” (Galatia 2:19). Karena itu, rahasia kekuatan kehidupan Kristen adalah, “Kristus yang hidup melalui kita!” Bukan kita yang hidup bagi Yesus, tetapi Yesus hidup melalui kita. Rasul Paulus mengatakan, “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku. Aku tidak menolak kasih karunia Allah. Sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus” (Galatia 2:20-21; Bandingkan 2 Korintus 4:10-11).
Kedua, hidup di dalam kekuatan kasih karunia (2 Korintus 1:12). Ketika kita berfokus terhadap apa yang harus kita lakukan dengan kemampuan kita sendiri, kita menempatkan diri kita di bawah legalisme. Dan ini adalah sebuah kebodohan! Tetapi, ketika kita berfokus pada apa yang Kristus telah lakukan, kita berjalan dalam kekuatan supranatural kasih karunia. Kasih karunia memberitahu kita apa yang sudah Kristus genapkan dan selesai kerjakan di kayu salib bagi kita. Perhatikan kecaman Paulus kepada jemaat di Galatia yang ingin kembali kepada legalisme hukum Taurat, “Hai orang-orang Galatia yang bodoh, siapakah yang telah mempesona kamu? Bukankah Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan terang di depanmu? Hanya ini yang hendak kuketahui dari pada kamu: Adakah kamu telah menerima Roh karena melakukan hukum Taurat atau karena percaya kepada pemberitaan Injil? Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging? Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia! Jadi bagaimana sekarang, apakah Ia yang menganugerahkan Roh kepada kamu dengan berlimpah-limpah dan yang melakukan mujizat di antara kamu, berbuat demikian karena kamu melakukan hukum Taurat atau karena kamu percaya kepada pemberitaan Injil?” (Galatia 3:1-5).
Kata Yunani “bodoh” adalah “anoētos” yang berarti “tidak terpelajar; atau tidak berpengertian”. Kata ini digunakan sebanyak 6 kali dalam Perjanjian Baru Yunani (Galatia 3:1,3; bandingkan Lukas 24:25; Roma 1:14; 1 Timotius 6:9; Titus 3:3). Kata Yunani “mempesona” adalah “baskainō” yang berarti “menyihir, mempengaruhi, menipu”. Kata ini digunakan hanya 1 kali dalam Perjanjian Baru. Perhatikanlah, bahwa jika dibandingkan dengan jemaat Galatia ada satu jemaat yang paling paling bermasalah, yaitu jemaat di Korintus. Jemaat Korintus ini bermasalah baik secara doktrinal, kurangnya moralitas, hubungan seksual di antara anggota keluarga (insert), hubungan dengan persembahan berhala dan sebagainya. Sekalipun demikian, Paulus tidak pernah menyebut jemaat Korintus ini sebagai “orang-orang yang bodoh”. Reaksi Paulus ini menunjukkan bahwa ia begitu tidak senang terhadap legalisme hukum Taurat bagi keselamatan yang diajarkan dalam jemaat di Galatia. Sebab bagi pakar hukum Taurat yang telah diubahkan oleh Kristus ini jelaslah bahwa “Kamu tahu, bahwa tidak seorang pun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kami pun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: "tidak ada seorang pun yang dibenarkan" oleh karena melakukan hukum Taurat” (Galatia 2:16)
Karena itu, rasul Paulus melarang orang Kristen menjauh dari kasih karunia Allah dengan menasehati, “Jagalah supaya jangan ada seorang pun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang” (Ibrani12:15), tetapi justru Paulus memerintahkan orang Kristen agar “... jadilah kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus” (2 Timotius 2:1; Bandingkan Ibrani 13:9), dan bahwa “... Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah” (Roma 5:2). Kasih karunia itu memapukan kita bekerja lebih keras, seperti yang dikatakan Rasul Paulus, “Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku” (1 Korintus 15:10). Senada dengan Paulus, rasul Petrus memberikan nasehat yang penting dan sangat berharga ketika berkata “Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bagi-Nya kemuliaan, sekarang dan sampai selama-lamanya” (2 Petrus 3:18). Kata Yunani yang diterjemahkan dengan “bertumbuhlah” adalah “auksanete”, merupakan bentuk kata kerja aktif imperatif atau kata kerja bentuk perintah. Kata “auksanete” ini berasal dari kata “auksano” yang berarti “tumbuh, bertambah, berkembang, dan bertambah besar”. Disini Petrus menasihati untuk bertumbuh dalam pengertian akan kasih karunia karena makin baik pengertian kita akan kasih karunia, makin baik kita akan menjalani hidup sebagai orang percaya. Cara untuk bertumbuh dalam pengertian akan kasih karunia berarti bertumbuh dalam pengetahuan akan Yesus Kristus, sebab kasih karunia bukanlah suatu konsep yang abstrak, tetapi suatu Pribadi. Kata Yunani yang diterjemahkan dengan “pengenalan” adalah “gnosis” yang berarti “pengetahuan yang sebenarnya”. Dengan demikian, cara kita bertumbuh dalam kasih karunia adalah dengan mengenal Yesus Kristus melalui persekutuan yang akrab dengan Dia, karena makin baik kita mengenal Yesus, makin banyak kita mengalami kasih karuniaNya.
Ringkasnya, waktu dan kesempatan yang kita punya dalam hidup ini sangat terbatas, karena itu manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Jangan menunda apa yang bisa dilakukan sekarang. Percaya kepada Yesus, meninggalkan hidup jahat dan berdosa, pergi ke gereja beribadah dan melayani Tuhan, menggunakan bakat, talenta, kemampuan, ketrampilan, studi dan pekerjaan kita untuk kebaikan kita, sesama, dan bagi kemuliaan Tuhan. Mulailah mengasihi Tuhan dan menyatakan kasih sayang pada orang-orang yang terdekat kita. Ingat, orang-orang yang ada di sekitar kita, anak, isteri, suami, orang tua, teman-teman kita suatu akan mati dan kita pun akan mati. Karena itu, kasihi dan hargailah mereka selagi masih bisa. Lakukan sekarang sebab kita tidak tahu apakah masih ada kesempatan hari esok untuk kita. Melalui renungan Natal ini, mari kita memeriksa hidup kita, memastikan bahwa prioritas kita sudah benar, dan apa yang kita lakukan merupakan investasi yang akan bersama kita dalam kekekalan bersama Kristus di Surga. Akhir, saya mengucapkan selamat merayakan natal tahun 2014, dalam anugerahNya senantiasa. JBU
REFERENSI
Davids, Peter H., 2000. Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Baru. Terjemahan, Diterbitkan Departemen Literatur SAAT: Malang.
Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, 2 Jilid. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, jilid 1 & 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Gunawan, Samuel., 2014. Kharismatik Yang Kukenal dan Kuyakini. Penerbit Bintang Fajar Ministries: Palangka Raya.
Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini 1. Cetakan 11, Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1, 2 & 3, Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.
Gutrie, Donald., 2009. Pengantar Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Hoekema, Anthony A., 2010. Diselamatkan Oleh Anugerah Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Murray, John., 1999. Penggenapan dan Penerapan Penebusan. Terjemahan Penerbit Momentum : Jakarta.
Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary, volume 1. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.
Prince, Derek., 2005. Iman Yang Olehnya Kita Hidup. Terjemahan, Penerbit Derek Princ Ministries Indonesia: Jakarta.
Ridderbos, Herman., 2004. Paul: An Outline of His Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Ryken, Leland, James C. Wilhoit, Tremper Longman III, editor., 2002. Kamus Gambaran Alkitab.Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1 & 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Scahnabal, Echhard J., 2010. Rasul Paulus Sang Misionaris: Perjalanan, Stategi dan Metode Misi Rasul Paulus. Terj, Penerbit ANDI: Yogyakarta.
Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Swindoll, Charles R., 1999. The Grace Awakening. Terjemahan, Penerbit Interaksara: Batam.
Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
|