PANDANGAN ALKITABIAH TENTANG KEJAHATAN

Samuel T. Gunawan, S.Th.,SE.,M.Th.
PANDANGAN ALKITABIAH TENTANG KEJAHATAN
PROLOG: PANDANGAN ALKITABIAH TENTANG KEJAHATAN.
Selama berabad-abad, masalah kejahatan dan penderitaan telah dipakai sebagai “senjata” dan bukti penolakan terhadap eksistensi Allah. Para skeptis seperti David Hume, H.G. Well, Bertrand Russel telah menyimpulkan berdasarkan observasi mereka mengenai kejahatan dan penderitaan bahwa Allah itu tidak ada. David Hume[1] mengungkapkan “Adakah Allah berkeinginan mencegah kejahatan, tetapi tidak mampu? Maka Ia tidak mahakuasa. Apakah Ia dapat namun, namun tidak ingin? Maka Ia jahat. Apakah Ia dapat maupun ingin: bagaimana bisa ada kejahatan?” [2]
Jauh sebelum David Hume mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut, filsuf Epicurus mengajukan pertanyaan yang sama hampir tiga ratus tahun sebelum Kristus lahir.3 Dan, orang-orang skeptis ini terus mengajukan pertanyaan yang sama ini hingga kini, hanya untuk berusaha membuktikan bahwa Tuhan itu tidak ada. Formula logis yang dipakai untuk melawan Theisme Kristen, menurut John M. Frame adalah sebagai berikut: “Premis pertama: Jika Allah Mahakuasa, Ia akan dapat mencegah kejahatan; Premis kedua: Jika Allah Mahabaik, Ia akan berkehendak untuk mencegah kejahatan; Kesimpulan: Jadi, jika Allah Mahakuasa dan Mahabaik, maka tidak akan ada kejahatan; Premis ketiga: Tetapi kejahatan ada; Kesimpulan: Oleh karena itu, tidak ada Allah yang Mahakuasa dan Mahabaik”. [3]
Selanjutnya, Frame mengamati bahwa problem kejahatan ini “merupakan keberatan terhadap Teisme Kristen yang paling serius dan paling kuat”. Bahkan menurut Frame, “Profesor Walter Kaufmann.. selalu memaksudkan problem ini sebagai argumentasinya yang kuat untuk melawan Kekristenan.. Bagi dia realita kejahatan adalah penolakan yang sempurna terhadap teisme populer”. [4]
Realita yang dapat dilihat disekitar kita tentang penderitaan, kekerasan, penindasan, perang, diskrimiasi, sakit penyakit, kematian, gempa bumi, badai, tsunami, dan lain-lain seolah-olah mendukung pendapat para skeptis tersebut. Bahkan setiap orang Kristen, mungkin pernah bertanya-tanya tentang masalah ini “mengapa Tuhan yang baik mengijinkan kejahatan?”. Karena itu adakah jawaban yang memuaskan untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut? Dan bagaimana orang Kristen menanggapinya?
Masalah kejahatan dalam relasinya dengan keberadaan Allah adalah misteri yang tidak terpecahkan secara sempurna dalam kehidupan ini. Bahkan Alkitab tidak menjawab pertanyaan ini dengan tuntas. John M. Frame menyatakan “kita tidak mungkin menemukan jawaban yang sempurna bagi semua pertanyaan-pertanyaan ini”. Selanjutnya frame mengatakan “kita dapat memberikan sejumlah jawaban dalam pengertian yang lain. Jika yang anda inginkan kekuatan untuk tetap percaya ditengah penderitaan, Alkitab dapat memberikannya, dan bahkan memberikannya sevara berlimpah. Jika anda ingin ditolong agar tetap yakin kepada Tuhan walau pun kejahatan tidak dapat dijelaskan, ya, kita dapat menolong”. Walaupun jawaban tentang hal ini sulit dan pastilah menyisakan misteri hal ini tidak membebaskan kita untuk mempelajari dan menelitinya berdasarkan Alkitab. [5]
BERBAGAI PANDANGAN MENGENAI KEJAHATAN
Masalah kejahatan dapat dipandang dalam bentuk yang paling sederhana sebagai konflik yang melibatkan tiga konsep, yaitu: kuasa Tuhan, kebaikan Tuhan, dan kehadiran kejahatan di dalam dunia. Penggunaan akal pikiran memberitahu kita bahwa ketiga hal tersebut sepertinya tidak mungkin benar pada saat yang bersamaan. Jawaban terhadap masalah kejahatan biasanya melibatkan modifikasi atau bahkan penolakan terhadap satu atau lebih dari tiga konsep yang ada, yaitu: membatasi kuasa Tuhan, membatasi kebaikan Tuhan, atau memodifikasi keberadaan kejahatan dengan menyebutnya sebagai ilusi.
Sebagai akibat dari keinginan manusia mendapatkan jawaban yang pasti mengenai masalah kejahatan ini, berbagai pandangan telah ditawarkan sebagai solusi dari pertanyaan-pertanyaan diatas, antara lain sebagai berikut: [6]
Pertama, pendangan yang mendefinisikan kembali kejahatan sebagai kebaikan. Pandangan ini mengajarkan bahwa Tuhan menyebabkan semua hal terjadi, termasuk kejahatan. Karena segala sesuatu yang Tuhan lakukan itu baik, setiap peristiwa yang terjadi di bumi pada akhirnya harus menjadi baik. Pandangan ini bahkan tidak ragu-ragu memakai istilah determinisme (teologi takdir) untuk menggambarkan kenyataan bahwa Allah merupakan penyebab segala sesuatu yang terjadi, termasuk tindakan-tindakan manusia. Pandangan ini dianut oleh Gordon H. Clark, seorang penganut Calvinik ekstrim.
Kedua, pandangan yang menyimpulkan bahwa Tuhan tidak berbuat banyak untuk mengatasi kejahatan di dunia karena Ia tidak mampu. Pandangan ini mengajarkan bahwa Tuhan menciptakan sebuah dunia yang benar-benar memberikan kebebasan bagi para penghuninya. Kebebasan yang tidak akan dilanggarNya. Tuhan juga mengambil risiko besar dalam menciptakan dunia ini, sebab menurut pandangan ini, Tuhan memilih untuk tidak tahu persis apa yang akan terjadi. Tuhan tidak menetapkan berbagai kejadian yang berlangsung di bumi. Sebaliknya, segala sesuatu yang terjadi merupakan konsekuensi yang timbul dari hukum-hukum fisika dan kebebasan manusia yang Tuhan masukan ke dalam dunia ini. Tuhan akan melakukan sesuatu tentang kejahatan dan penderitaan jika Dia bisa. Namun, sistem yang telah diciptakanNya, dan masa depan yang Dia sendiri tidak dapat pastikan, membuatnya tidak dapat melakukan apa-apa. Pandangan ini juga menyimpulkan Allah ingin orang-orang benar hidup bahagia, tetapi kadang Ia tidak dapat merealisasikannya. Ada hal-hal dimana Allah memang tidak dapat mengendalikannya. Allah itu baik, tetapi Ia tidak cukup berkuasa untuk mendatangkan hal-hal yang baik yang Ia inginkan. Pendek kata, Allah itu terbatas. Pandangan ini dipegang oleh Edgar S. Brightman, profesor filsafat dari Universitas Boston, dan juga Dipegang oleh Rabbi Harold Kushner.
Ketiga, pandangan yang menyimpulkan bahwa kejahatan itu hanyalah ilusi. Pandangan ini menolak sama sekali realitas dari kejahatan. Pandangan ini berargumen bahwa masalah kejahatan, penyakit, dan kematian itu tidak nyata dan hanya merupakan ilusi dari pikiran yang fana. Pandangan ini anut oleh Marry Baker Eddy pendiri dari Christian Science.
Keempat, pandangan yang mengajarkan bahwa Tuhan begitu berkuasa sehingga jika orang-orang cukup beriman, Tuhan akan melindungi mereka dari berbagai akibat hidup di dalam dunia yang jatuh dalam dosa. Kemakmuran materi dan kesehatan fisik tersedia bagi setiap orang percaya. Pandangan ini dipegang oleh para penganut teologi kemakmuran atau Injil Kemakmuran.
Kelima, pandangan yang berpagang pada keyakinan bahwa Tuhan benar-benar memerintah dari tahtaNya di surga. Dia juga tidak senang melihat penderitaan anak-anakNya. Meskipun demikian, Tuhan begitu berkuasa sehingga Dia dapat bekerja melalui sistem dunia yang sudah jatuh dalam dosa itu untuk mengenapi tujuan-tujuanNya. Menurut pandangan ini, suatu hari kelak Tuhan akan menghancurkan kejahatan untuk selama-lamanya. Tetapi sampai hal itu terjadi, Dia terus memimpin jalanNya sejarah menuju akhir yang sudah ditetapkanNya. Pandangan ini adalah pandangan tradisional yang dianut oleh banyak kaum Injili.
PEMIKIRAN DASAR MENGENAI KEJAHATAN
Sebelum lebih jauh membahas tentang kejahatan dan pandangan Alkitab mengenai hal ini, perlu diperhatikan empat pemikiran mendasar mengenai kejahatan sebagai berikut: [7]
Pertama, kejahatan dapat didefinisikan sebagai absennya atau ketiadaan dari sesuatu yang baik. kejahatan merupakan kerusakan atau devisiasi (penyimpangan) dari apa yang sebenarnya. kejahatan ada sebagai kerusakan dari sesuatu yang baik.
Kedua, kejahatan tidak memiliki esensi dari dirinya sendiri. Kejahatan tidak eksis secara sendirinya, ia ada di dalam sesuatu dan bukan di dalam dirinya sendiri. Misalnya, lubang itu riil, tapi hanya ada dalam sesuatu yang lain. Kita bisa katakan tidak adanya tanah sebagai sebuah lubang, tapi lubang tidak bisa dipisahkan dari tanah. Misalnya, Kelapukan pada pohon terjadi karena adanya pohon. Tidak ada kelapukan jika tidak ada pohon. Kebusukan pada gigi hanya dapat terjadi selama gigi itu ada.
Ketiga, kejahatan itu adalah sesuatu yang aktual, bukan ilusi. Walaupun kejahatan itu tidak eksis dari dirinya sendiri, tidak berarti bahwa kejahatan itu adalah sesuatu yang abstrak atau hanya khayalan belaka. Kejahatan itu nyata, dapat dilihat, dan dialami.
Keempat, kejahatan dapat dikategorikan dalam dua bentuk, yaitu kejahatan moral dan kejahatan natural. Kejahatan moral adalah kejahatan yang dilakukan oleh agen atau pelaku-pelaku moral yang bebas. Contoh dari kejahatan moral ini adalah perang, kriminalitas, diskriminasi, perbudakan, pembantaian, dan lain-lain. Kejahatan natural adalah kejahatan yang tidak melibatka kehendak dan tindakan manusia tetapi merupakan aspek alam yang bekerja melawan manusia. Contoh dari kejahatan natural ini adalah badai, tsunami, gempa bumi, banjir, gunung meletus, dan lain-lain.
RINGKASAN PANDANGAN ALKITABIAH TENTANG KEJAHATAN
Sekedar mengingatkan kembali, tentu saja keterbatasan jawaban kita sama dengan keterbatasan dari pernyataan Kitab Suci. Kita harus berhati-hati untuk tidak melakukan kesalahan dengan cara menafsirkan bagian-bagian tertentu dari Alkitab apabila hal itu tidak didukung oleh pernyataan Alkitab. Tidaklah bijaksana memasukan atau memaksakan pendapat dari luar Alkitab dengan bukti Alkitabiah yang tidak dapat dijamin kebenarannya. Kadang-kadang hal ini didorong oleh keinginan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak dijawab oleh Alkitab. Karena itu saat mempelajari tanggapan Alkitab tentang kejahatan ini, kita perlu memperhatikan fakta-fakta sebagai berikut.
Fakta 1. Untuk dapat membedakan antara kejahatan dan kebaikan seseorang perlu memiliki titik acuan atau tolok ukur yang tak terbatas, yang benar-benar baik dan sempurna. Tidak ada apapun di alam semesta yang dapat memenuhi kriteria tersebut, kecuali Allah. Karena itu, titik acuan yang tak terbatas untuk membedakan kebaikan dari kejahatan dapat ditemukan hanya di dalam Pribadi Allah, karena hanya Allah sendiri yang dapat memenuhi kriteria atau definisi “benar-benar baik atau baik secara absolut (mutlak). Dua fakta dari Alkitab berikut ini menegaskan hal ini. Pertama, adalah bahwa Allah sepenuhnya benar. Paulus menegaskan “...Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis: "Supaya Engkau ternyata benar dalam segala firman-Mu, dan menang, jika Engkau dihakimi." (Roma 3:4) Kedua, keadaan natur manusia yang berdosa dan patut mendapatkan hukuman Allah. Paulus menegaskan “seperti ada tertulis: "Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak” (Roma 3:10-12). Keadaan ini disebut dengan kerusakan total (total depravity).
Fakta 2. Tuhan memiliki kontrol atas dunia dan alam semesta ini. Sejarah dunia dan alam semesta bergerak menurut rencana atau ketetapan Tuhan yang berdaulat. Dunia dan alam semesta tidak bekerja secara kebetulan. Westminster Confession menyatakan “Allah, Sang Pencipta Agung segala sesuatu, menopang, mengarahkan, mengatur, dan memerintah semua ciptaan, tindakan, dan perihal, dari yang terbesar, hingga yang terkecil, dengan providensinya yang paling bijaksana dan kudus, seturut prapengetahuanNya yang sempurna, dan keputusan kehendakNya yang bebas dan tidak berubah, untuk memuji kemuliaan kebijaksanaan, kuasa, keadilan, kebaikan, dan kasih setiaNya”.[8] Orang Kristen Kristen menyakini bahwa Tuhan memiliki suatu rencana yang mencakup segala sesuatu yang terjadi, dan bahwa Dia saat ini sedang berkarya mewujudkan rencananya tersebut. Rencana Tuhan ini kita disebut juga ketetapan Tuhan (Devine decree). Tuhan mempunyai satu ketetapan utama (Devine decree) yang terdiri dari bagian-bagian ketetapan (the decrees of God) yang mengikutsertakan segala sesuatu yang terjadi sebagaimana dikatakan oleh Paul Enns “Rencana berdaulat Allah adalah rencana tunggal yang menurutsertakan segala sesuatu. Jika Allah Mahakuasa Ia pasti mempunyai rencana maha arif yang mencakup segala sesuatu... Sebagai Arsitek Agung, Allah telah membentangkan cetak biru (blue print) untuk segala sesuatu yang terjadi. Ia mempunyai rencana utama, dan Ia membuatNya sesuai dengan kehendakNya sendiri”. [9]
Fakta 3. Tuhan berdaulat dalam melaksanakan kehendakNya. Kedaulatan Allah dinyatakan bukan saja dalam kehendakNya tetapi juga didalam kemahakuasaanNya, atau dalam kuasa untuk melakukan kehendakNya. Allah Mahakuasa sehingga sanggup melakukan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya (Daniel 4-35). Ada dua aspek dari kehendak Allah yaitu: Kehendak Allah yang mengarahkan (efektif) dan kehendak Allah yang mengizinkan (permisif). Beberapa hal dimana Allah terlihat sebagai penggerak yang secara aktif menjadikan semua peristiwa, yaitu: menciptakan (Yesaya 45:18); mengontrol alam semesta (Daniel 4:35); menetapkan penguasa (Daniel 2:21); memilih orang untuk diselamatkan (Efesus 1:4). Beberapa hal menunjukkan kehendak Allah yang mengizinkan, yaitu: Allah mengizinkan kejatuhan, dosa dan kejahatan, tetapi Ia bukan pencipta dosa dan kejahatan (Yakobus 1:13). Perbuatan-perbuatan dosa dan kejahatan tidak akan menggagalkan rencanaNya; Dia tetap dapat bekerja bahkan melalui sistem dunia yang sudah jatuh dalam dosa itu untuk mengenapi tujuan-tujuanNya. Jadi, dalam hal kehendak Allah yang permisif itu pun, Allah mengarahkan semuanya bagi kemuliaan-Nya (Matius 18:7; Kisah 2:23). [10]
Fakta 4. Allah tidak memaksa orang melakukan hal yang tidak diinginkan orang itu. Ketetapan Allah yang berdaulat itu tidak menghancurkan kebebasan (freedom) seseorang atau hubungan sebab akibat, sebaliknya penetapan oleh Allah ini merupakan dasar bagi keberlangsungan hal ini. Fakta bahwa Allah memberikan kebebasan memilih kepada manusia memperlihatkan bahwa rencana (ketetapan) Allah memiliki potensi untuk menghasilkan kejahatan, tetapi asal-usul kejahatan sebenarnya datang dari manusia yang mengarahkan keinginannya menjauh dari Allah dan menuju kepada keinginannya sendiri. Dengan kata lain sebagaimana yang ditegaskan oleh Norman Gleiser dan Jeff Amanu “Allah menciptkan fakta kebebasan, manusia melakukan tindakan bebas tersebut; ciptaan membuatnya menjadi aktual”. Manusia bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya (baca Kejadian pasal 1-3).[11]
Fakta 5. Saat Tuhan menciptakan, semua yang diciptakannya itu baik, bahkan sungguh amat baik (Kejadian 1:12,18,21,25,31). Tidak ada dosa, tidak ada kejahatan, tidak ada rasa sakit, dan tidak ada kematian. Salah satu hal baik yang diciptakan Tuhan adalah bahwa mahkluk ciptaanNya memiliki kebebasan untuk memilih yang baik. Agar mereka benar-benar memiliki pilihan, Allah harus mengijinkan sesuatu yang berbeda dengan yang baik supaya bisa ada pilihan. Karena itu Allah mengijinkan para malaikat dan manusia untuk memilih yang baik atau yang tidak baik (jahat). Fakta bahwa manusia yang menggunakan pilihan bebas yang diberikan Allah untuk memberontak terhadap Tuhan tidak mengejutkanNya. Tuhan tidak menciptakan kejahatan, namun Dia mengijinkan kejahatan. Jikalau Tuhan tidak mengijinkan kejahatan, manusia dan malaikat melayani Tuhan sebagai keharusan dan bukan karena pilihan. Tuhan mengijinkan kemungkinan terjadinya kejahatan supaya kita bisa betul-betul memilih mau menyembah Tuhan atau tidak. Jika tidak pernah menderita dan mengalami yang jahat, dapatkah kita betul-betul mengetahui betapa indahnya surga? Tuhan tidak menciptakan kejahatan, Dia mengijinkannya. Jikalau Tuhan tidak mengijinkan kejahatan, kita akan menyembah Dia secara terpaksa dan bukan karena kita memilih dengan kemauan sendiri.
Fakta 6. Kemerosotan terjadi setelah kejatuhan, dimana manusia (Adam dan Hawa) menggunakan kehendak bebas yang diberikan oleh Allah untuk memilih tidak taat kepada Allah (kejadian 3). Setelah Adam dan Hawa membuat kejahatan menjadi aktual pada saat pertama kalinya di Taman Eden, sejak saat itu natur dosa telah diwariskan kepada semua manusia (Roma 5:12; 1 Korintus 15:22), dan akibat natur dosa itulah kita sekarang ini terus menggunakan kehendak bebas itu untuk membuat kejahatan itu menjadi aktual (Markus 7:20-23). Bahkan kejahatan natural seperti gempa bumi, badai, banjir dan hal-hal lainnya yang serupa, berakar dari penyalahgunaan kehendak bebas manusia. Saat ini kita hidup dalam dunia yang telah jatuh dan karena itu, rentan terhadap bencana alam yang tidak akan terjadi jika manusia tidak meberontak melawan Allah pada mulanya (Roma 8:20-22). Taman Eden tidak memiliki bencana alam, penderitaan atau kematian sampai setelah Adam dan Hawa berdosa (baca Kejadian pasal 1-3). Bencana, penderitaan dan kematian ini akan terus terjadi hingga Tuhan mengakhiri kejahatan untuk selama-lamanya saat Ia mengkremasi langit dan bumi yang sudah usang ini dan menggantikannya dengan langit dan bumi yang baru (Wahyu 21:4).
Fakta 7. Tetap ada pengharapan bagi manusia ditengah-tengah dunia yang telah jatuh dan penuh kejahatan ini. Dunia yang telah jatuh saat ini bukanlah dunia yang terbaik bagi orang-orang percaya. Allah masih belum selesai dalam melaksanakan rencana atau ketetapannya, jadi Ia masih berurusan dengan dunia dan kejahatan. Kejahatan suatu saat akan berakhir sesuai dengan ketetapan Tuhan. Hanya karena kejahatan belum dihancurkan sekarang ini tidak berarti bahwa kejahatan tidak akan pernah dihancurkan. Alkitab menjelaskan, akan datang satu hari ketika Tuhan akan mengakhiri kejahatan untuk selama-lamanya. Wahyu 19 menjelaskan Yesus akan datang kembali suatu hari untuk memusnahkan semua musuh Tuhan dan untuk mendirikan pemerintahanNya yang adil dan benar di bumi.[12] Mengapa Allah tidak melakukannya saat ini, penundaan ini sebenarnya adalah perwujudan dari anugerahNya. Rasul Petrus berkata “Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat” (2 Petrus 3:9). Selanjutnya Rasul Petrus mempertegas bahwa suatu saat langit dan bumi yang usang ini akan dikremasi oleh Allah “Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap” (2 Petrus 3:10), dan segera digantikan dengan langit dan bumi yang baru (Wahyu 21:1), dimana “maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu” (Wahyu 21:4). Sampai hal tersebut terlaksana, Tuhan terus memimpin dan mengontrol jalannya sejarah menuju akhir yang telah ditetapkanNya (wahyu 12). Dia melindungi dan menyelamatkan orang-orang percaya. Meskipun demikian seperti yang ditunjukkan oleh kitab Ayub, kadang-kadang Tuhan mengijinkan kita melalui berbagai bentuk penderitaan. Perhatikanlah Ayub dalam Ayub 1-2, dimana Iblis ingin menghancurkan Ayub, dan Tuhan mengijinkan Iblis berbuat apa saja, kecuali membunuh Ayub. Tuhan mengijinkan ini untuk membuktikan kepada Iblis bahwa Ayub adalah orang benar karena dia mencintai Tuhan, bukan karena Tuhan telah memberkati dia dengan berlimpah. Tuhan berdaulat dan mengontrol segala sesuatu yang terjadi. Iblis tidak dapat berbuat apa-apa kecuali mendapatkan “ijin” dari Tuhan. Bahkan masa-masa seperti yang dialami Ayub, bagi orang percaya menjadi sarana yang membawa kemuliaan bagiNya.
EPILOG
Berdasarkan fakta-fakta diatas kita menolak pendapat logis yang keliru para skeptis yang mengatakan “Jika Allah Mahakuasa, Ia akan dapat mencegah kejahatan. Jika Allah Mahabaik, Ia akan berkehendak untuk mencegah kejahatan. Jadi, jika Allah Mahakuasa dan Mahabaik, maka tidak akan ada kejahatan. Tetapi kejahatan ada. Oleh karena itu, tidak ada Allah yang Mahakuasa dan Mahabaik”.
Sebaliknya, Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa keberadaan kejahatan di dunia terlihat sinkron dengan eksistensi Allah yang Mahakuasa dan Mahabaik. Berdasarkan fakta-fakta Alkitabiah yang telah dipaparkan diatas dapat dismpulkan secara logis bahwa “jika Allah mahabaik, Ia akan mengalahkan kejahatan. Jika Allah mahakuasa, Ia dapat mengalahkan kejahatan. Maka, karena kejahatan masih belum dikalahkan, natur dari kemahkuasaan dan kebaikan dari Allah adalah jaminan bahwa kejahatan pada akhirnya akan dikalahkan”. [13]
Suatu saat di masa depan, Kristus akan kembali, melucuti kuasa si jahat, dan menghakimi semua manusia untuk segala perbuatannya selama di bumi (Matius 25:31-46; Wahyu 20:11-15). Keadilan dan kebaikan akan mutlak menang. Mereka masuk dalam kekekalan tanpa mengakui keberadaan Allah, dan tidak mengakui mempercayai Yesus Kristus sebagai jalan keselamatan akan mengerti seberapa efektifnya Allah telah berurusan dengan masalah kejahatan, tetapi saat itu terjadi mereka telah binasa di neraka untuk selama-lamanya. Alkitab menegaskan “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua" (Wahyu 20:8).
Berbahagialah kita yang dipilih Allah berdasarkan anugerahNya, walaupun untuk beberapa saat kita menderita sekarang ini di dunia. Karena kita mengingat surga tersedia bagi “mereka yang namanya tertulis di dalam kitab kehidupan Anak Domba itu” (Wahyu 20:27).
DAFTAR REFERENSI
Daftar referensi berikut ini adalah buku terpilih oleh penulis dengan pertimbangan bahwa buku-buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kecuali buku Wayne Grudem, Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Berdasarkan pertimbangan diatas tidaklah sulit untuk mendapatkan buku-buku tersebut di toko buku Kristen atau penerbit buku. Selanjutnya, di dalam buku-buku tersebut terdapat referensi lanjutan sesuai dengan rujukan para penulis buku tersebut. Tanda astrik (*) dianjurkan untuk bacaan awal, selanjutnya tanda astrik (** dan ***) dianjurkan sebagai bacaan lebih lanjut. Daftar referensi ini mencantumkan tahun percetakan buku dalam edisi terjemahan Indonesia, bukan tahun penerbitannya.
Boice, James M., 2011. Fondations Of The Christian Faith: A Comprehensive And Readable Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.***
Conner, Kevin J., 2004. The Fondation of Christian Doctrine. Terjemahan, Pernerbit Gandum Mas: Malang. *
Cornish, Rick., 2007. Five Minute Theologian. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.*
Cornish, Rick., 2007. Five Minute Apologist. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.**
Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, 2 jilid. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.**
Enns, Paul., 2000. Approaching God, 2 jilid. Terjemahan, Penerbit Interaksara : Batam. *
Erickson J. Millard., 2003. Christian theology. 3 Jilid. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.***
Ferguson, B. Sinclair, David F. Wright, J.I. Packer., 2009. New Dictionary Of Theology. jilid 2, terjemahkan, Penerbit Literatur SAAT : Malang. ***
Frame, John M., 2010. Apologetics To The Glory Of God: An Introduction. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.***
Geisler, Norman & David Geisler., 2010. Conversational Evangelism. Terjemahan, Yayasan Gloria: Yogyakarta.**
Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House : Grand Rapids, Michigan.***
Grudem, Wayne., 2009. Christian Beliefs. Terjemahan, Penerbit Metanonia Publising: Jakarta. *
Lewis, C.S., 2006. Mere Christianity. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.*
Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. 2 Jilid, Terjemahan, Penerbit Andi Offset : Yoyakarta.***
Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang. **
Strobel, Lee., 2005. The Case For Faith. Terjemahkan, Penerbit Gospel Press : Batam.*
Tabb, Mark, ed., 2011. Theology. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta.*
Tabb, Mark, ed., 2011. Worldview. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta.**
Tidball, Derek J., 1995. Skillful Shepherds. Terjemahan, Yayasan Penerbit Gandum Mas: Malang. **
Thiessen, Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.**
Williamson, G.I., 2012. Westminster Confession Of Faith. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.***
Zacharias, Ravi, ed., 2006. Who Made God? Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.**
[1] David Hume (1711-1776 M) adalah seorang skeptis yang berasal dari skotlandia. Ia menolak Alkitab dan supranatural (mujizat-mujizat).

[2] Erickson J. Millard., 2003. Christian theology. 3 Jilid. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal 658; Ronald Rhodes., 2006. Pertanyaan-Pertanyaan Sulit Mengenai Kejahatan, dalam Who Made God? Editor Ravi Zakharia, Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya: Bandung, hal

[3] Tabb, Mark, ed., 2011. Theology. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria: Yogyakarta, hal 102.

[4] Frame, John M., 2010. Apologetics To The Glory of God: An Introduction. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta, hal 192.

[5] Ibid.195.

[6] Pandangan-pandangan tersebut dikompilasi dari sumber-sumber berikut: Erickson J. Millard., 2003. Christian theology. 3 Jilid. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal 601-677; Ronald Rhodes., 2006. Pertanyaan-Pertanyaan Sulit Mengenai Kejahatan, dalam Who Made God? Editor Ravi Zakharia, Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya: Bandung, hal 32; Tabb, Mark, ed., 2011. Theology. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria: Yogyakarta, hal 108-110.

[7] Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat dalam : Ronald Rhodes., 2006. Pertanyaan-Pertanyaan Sulit Mengenai Kejahatan, dalam Who Made God? Editor Ravi Zakharia, Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya: Bandung, hal 32; Tidball, Derek J., 1995. Skillful Shepherds. Terjemahan, Yayasan Penerbit Gandum Mas: Malang, hal 323-344.

[8] Williamson, G.I., 2012. Westminster Confession Of Faith. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta, hal 71.

[9] Paul Enns, 2002., Approacing God, Jilid 1, terjemahan, Interaksara: Batam, hal 84.

[10] Thiessen, Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D. Doerksen, terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal 152-155.

[11] Untuk penjelasan lebih lanjut tentang Allah, kehendak bebas, dan kejahatan dapat dilihat: Norman I. Gleiser & J.Y. Amanu, 2009. Evil, dalam New Dictionary of Theology. Jilid 2, Terjemahan, Literatur SAAT: Malang, Hal 80-82

[12] Penulis adalah penganut paham premileialisme-pretribulasional. Pramilenialisme adalah pandangan bahwa Kedatangan Kristus yang Kedua Kalinya akan terjadi sebelum Kerajaan Seribu Tahun, dan bahwa pemerintahan Kerajaan Seribu Tahun berlangsung selama 1.000 tahun secara harafiah. Agar dapat memahami dan menafsirkan ayat-ayat Firman Tuhan yang berhubungan dengan akhir zaman, ada dua hal yang perlu dimengerti dengan jelas: (1) metode yang benar untuk menafsirkan Alkitab, dan (2) perbedaan antara Israel (orang-orang Yahudi) dan Gereja (kumpulan orang-orang percaya dalam Yesus Kristus).

[13] Norman I. Gleiser & J.Y. Amanu, 2009. Evil, dalam New Dictionary of Theology. Jilid 2, Terjemahan, Literatur SAAT: Malang, hal 81.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url