KELUARGA ALLAH SEBAGAI PILAR DAN PONDASI KEBENARAN
Samuel T. Gunawan, S.Th.,SE.,M.Th.
KELUARGA ALLAH SEBAGAI PILAR DAN PONDASI KEBENARAN. “Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah (oikos theou), yakni jemaat dari Allah (ekklesia theou) yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran (stulos kai hedraióma tés aletheia)”(1 Timotius 3:15)
APAKAH KELUARGA ALLAH ITU?
Satu pertanyaan umum yang muncul adalah “apakah yang rasul Paulus maksudkan dengan istilah “keluarga Allah” dalam 1 Timotius 3:16 tersebut?”. Perlu diketahui, bahwa dalam konteks Perjanjian Baru, kata yang dipakai untuk keluarga adalah “oikos” atau “oikeioi”.
Kata “oikeioi” menunjukkan “anggota-anggota rumah tangga”, baik rumah tangga milik seseorang (1 Timotius 5:8), atau milik Allah (Galatia 6:10; Efesus 2:19). Sedangkan kata “oikos” berarti “rumah tangga, keluarga” (1 Korintus 1:16; 1 Timotius 3:3-4,15; 2 Timotius 1:16; 4:19).
Secara khusus dalam 1 Timotius 3:1-16 yang dimaksud keluarga itu adalah : dan (1) keluarga rumah tangga atau kekerabatan secara biologis (1 Timotius 3:4-5, kata Yunani yang dipakai untuk “keluarga” dalam ayat ini adalah “oikos”); dan (2) keluarga gereja atau umat Allah (1 Timotius 3:15, kata Yunani yang dipakai untuk “keluarga Allah” dalam ayat ini adalah “oikos theou”). Dengan demikian, dalam Perjanjian Baru kedua entitas inilah, yaitu keluarga gereja dan keluarga biologis, yang disebut sebagai keluarga.
Pertama-tama, rumah tangga selalu dihubungkan dengan keluarga. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan keluarga sebagai : (1) Kaum kerabat atau sanak saudara; (2) Satuan kekerabatan dasar dalam suatu masyarakat; (3) Bagian kecil dari masyarakat besar yang terdiri dari ibu bapa dan anak-anaknya.
Dengan demikian yang kita maksudkan dengan keluarga adalah persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak. Inilah yang disebut dengan “keluarga batih”, yaitu keluarga kecil atau keluarga inti. Selain keluarga batih atau keluarga inti, ada juga yang disebut “keluarga gabungan”, atau keluarga besar, yaitu persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak serta kakek, nenek, paman dan bibi, dan lain-lain. Mereka berasal dari hubungan keluarga (kekerabatan) suami maupun istri.
Selanjutnya, Rasul Paulus menjelaskan bahwa gereja adalah keluarga atau “rumah tangga Allah” (1 Timotius 3:14-15; Bandingkan Galatia 6:10; Efesus 2:19). Ketika rasul Paulus mengatakan “bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah”(1 Timotius 3:15), maka Kata Yunani “keluarga” yang dipakai disini “oikos “ sebagaimana telah djelaskan di atas.
Kata oikos yang pada dasarnya berarti rumah, juga digunakan dalam 1 Timotius 3:5, untuk penghuni rumah, artinya, rumah tangga atau keluarga. Namun yang perlu diperhatikan bahwa maksud istilah oikos adalah orang-orang yang tinggal bersama, bukan keluarga besar yang mungkin tersebar.
J. Knox Chamblin mengatakan, “Keluarga Allah adalah kependekan dari ‘Jemaat Allah yang hidup (church of the living God)’ di 1 Timotius 3:15 (bandingkan 3:5). Seperti halnya ‘jemaat’, ‘rumah tangga’ (oikos atau oikeioi) di perikop-perikop itu juga menujuk suatu kumpulan orang, bukan tempat berkumpulnya mereka”.
Jadi ketika rasul Paulus menyebut “oikos theou”, maka yang dimaksudnya adalah umat Allah atau jemaat (ekklesia) yang pada saat itu masih berkumpul di rumah-rumah, yang hidup bersama karena iman di dalam Kristus.
JEMAAT ALLAH SEBAGAI SUATU KELUARGA
Lebih lanjut, jemaat Allah ini disebut juga keluarga gereja (church family) atau keluarga Allah (God’s family) yang utama menurut Perjanjian Baru. Metafora ini menunjukkan bahwa orang-orang yang lahir baru dalam Kristus oleh Roh Kudus adalah anggota-anggota keluarga Allah. Mereka diangkat menjadi anak-anak Allah dan oleh Roh Kudus. Mereka menyebut Allah sebagai Bapa (Roma 8:14-17).
Hal ini menunjukkan suatu hubungan khusus dengan Allah dan dengan sesama anggota lainnya dalam keluargaNya. Rodney Clapp mengatakan bahwa di dalam perspektif Alkitabiah “Yesus menciptakan suatu keluarga baru, sebuah keluarga utama yang baru, suatu keluarga yang terdiri atas pengikut-pengikutNya yang kini menunjukkan kesetiaan utama di atas keluarga utama biologis mereka”.
Pemahaman tentang gereja sebagai keluarga utama nampak jelas dalam surat-surat rasul Paulus. Rasul Paulus nampaknya menganggap keluarga biologis sebagai lembaga yang penting. Tetapi menurut Paulus, jemaat sebagai keluarga Allah merupakan realitas yang jauh lebih besar.
Paulus menggunakan kata “keluarga (oikos)” bukan hanya sekedar sebagai kiasan bagi “jemaat (ekklesia)”. Menurut Paulus, orang-orang percaya lainnya pada faktanya adalah saudara dan saudari kita dalam Kristus. Keluarga inilah yang bisa bertahan saat semua lembaga lainnya di zaman ini lenyap atau terlampaui (Bandingkan 1 Korintus 7:29-31; 13:8-13).
Karena itulah maka kita dapat melihat bahwa semua nasihat rasul Paulus tentang kehidupan keluarga (secara biologis) sebagai satu unit sosial diletakkan dalam kerangka nasihat Paulus bagi jemaat (keluarga gereja). Bahasa yang dipilihnya untuk melukiskan gereja adalah bahasa keluarga. Bagi Paulus, orang-orang Kristen adalah anak-anak Allah dan sudara-saudara seiman. (contoh, Lihat 1 Tesalonika 1:4,6).
Istilah “Saudara-saudaraku” diucapkan sampai lebih dari 65 kali dalam surat-suratnya. Paulus juga menyebut anggota-anggota sebuah gereja “anak-anakku” (sebagaimana dalam 1 Korintus 4:14; Galatia 4:19). Begitu banyak dan seringnya Paulus menggunakan istilah-istilah keluarga menjadi sesuatu yang luar biasa pada zamannya.
Menurut Rodney Clapp, sapaan semacam itu bukanlah pemanis untuk memamerkan kesalehan belaka. Perlu diketahui, bahwa gereja pada masa rasul Paulus mengadakan pertemuan di rumah-rumah.
Paulus mengharapkan dan bergantung pada kesediaan orang-orang Kristen untuk membuka rumah mereka (dan, dengan demikian, keluaga biologis mereka juga) bagi sudara-saudara seiman (Bandingkan Roma 16:5; 1 Korintus 16:15; Kolose 4:15; Filemon 1:2).
Secara khusus gereja lokal adalah keluarga Allah, tempat dimana perilaku orang percaya dinilai, dikritik, dan diperbaiki. Alkitab membandingkan kehidupan rohani sama seperti kehidupan jasmani (Bandingkan 1 Petrus 2:2; 2 Petrus 3:18), dimulai dari kelahiran seorang bayi, dilanjutkan dengan pertumbuhan dan perkembangan menjadi dewasa. Demikian juga hal dengan kehidupan rohani.
Berawal dari kelahiran baru (regenerasi) lalu bertumbuh dan berkembang hingga menjadi dewasa rohani. Seperti seorang bayi jasmani, maka seorang bayi rohani harus dirawat, diberi susu, dipelihara, didik, dilatih, diajar, dikoreksi sampai menjadi dewasa di dalam keluarga gereja, khususnya di gereja lokal. Tujuannya adalah untuk mencapai kedewasaan rohani (Efesus 3:13-18).
Jika kita membaca seluruh Kisah Para Rasul maka kita mendapat pengertian betapa pentingnya gereja lokal bagi setiap orang yang lahir baru. Jelas sekali, bahwa sesudah menerima Tuhan, orang-orang selalu akan bergabung menjadi anggota suatu gereja lokal.
Kita juga mendapatkan bahwa tidak seorangpun yang belum diselamatkan yang berhak bergabung menjadi anggota jemaat lokal, dan tidak seorangpun yang sudah diselamatkan yang tidak mempunyai tempat tinggal (penampungan) rohani. Bahkan rasul Paulus sendiri, misionaris yang ternama itu, tetap tergabung dan mempunyai hubungan erat dengan gereja lokal Antiokhia yang mengutusnya.
FUNGSI JEMAAT SEBAGAI KELUARGA ALLAH : PILAR DAN PONDASI KEBENARAN
Paulus menulis surat 1 Timotius ini sekitar tahun 65, adalah dalam rangka memberikan petunjuk dan nasihat kepada Timotius yang berhubungan dengan pelayanan pastoral dalam jemaat di Efesus, sekaligus menguatkan Timotius dalam tugas yang digambarkan dalam 1:3-7, yaitu, menghadapi berbagai ajaran sesat.
J. Wesley Adam mengatakan “Paulus mempunyai tiga maksud ketika menulis surat ini: (1) menasihati Timotius sendiri mengenai kehidupan pribadi dan pelayanannya; (2) mendorong Timotius untuk mempertahankan kemurnian Injil dan standarnya yang kudus dari pencemaran oleh guru palsu; dan (3) memberikan pengarahan kepada Timotius mengenai berbagai urusan dan persoalan gereja di Efesus.”
Jadi salah satu tugas utama yang disampaikan Paulus kepada Timotius adalah agar ia tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang sejati dan membuktikan kesalahan ajaran palsu yang melemahkan kuasa Injil yang menyelamatkan (1 Timotius 1:3-7; 4:1-8; 6:3-5,20-21).
Tugas tersebut sangat penting sehingga Paulus harus menegaskan bahwa seandainya tidak ada halangan, maka ia memilih untuk datang langsung mengunjungi jemaat di Efesus tersebut. Menurut saya, intitesis seluruh surat 1 Timotius ini adalah “bagaimana orang percaya harus hidup sebagai keluarga Allah”, seperti yang disebutkan dalam 1 Timotius 3:15.
Rasul Paulus menyebutkan fungsi keluarga Allah (oikos theou), yaitu jemaat Allah (ekklesia theou) tersebut sebagai “tiang penopang dan dasar kebenaran” (1 Timotius 3:15). Kata Yunani “tiang penopang dan dasar kebenaran” adalah “stulos kai hedraióma tés aletheia” yang lebih tepat diterjemahkan “the pillar and pondation of the truth (pilar dan fondasi kebenaran)”.
Kata “stulos” mengandung makna kekuatan dan dukungan, sebagaimana istilah untuk fondasi (hedraióma). Dua hal itu (stulos dan hedraióma) membentuk suatu gaya bahasa untuk mengekspresikan gagasan dasar bahwa gereja harus menjadi “tempat penyimpanan yang tak tergoncangkan”.
Sedangkan kata Yunani “kebenaran” adalah “aletheia” yang berarti “apa yang sebenarnya; sesuatu yang sungguh-sungguh ada”, atau secara harfiah “kebenaran yang sesungguhnya”.
Disini rasul Paulus tidak menggunakan kata “dikaiosune” yang juga berarti kebenaran dalam pengertian tingkah laku yang benar, tetapi ia menggunakan kata “aletheia” yaitu kebenaran yang sesungguhnya. Kebenaran yang dimaksud, menurut selanjutnya di ayat 16 adalah kebenaran tentang Kristus, yang dikaitkan dengan Injil.
Perhatikanlah bahwa dalam ayat 16 ini ketika rasul Paulus mengatakan “betapa besarnya rahasia agama kita (the mystery of godliness is great, NIV)”, maka ia hendak menyampaikan isi kebenaran yang disebutkan dalam ayat 15. Yang dimaksud dengan “rahasia ibadah” ialah isi kebenaran itu yang berabad-abad lamanya dirahasiakan oleh Allah dan kini dinyatakan dalam Yesus Kristus.
Kebenaran itu disebut sebagai “rahasia ibadah”. Kata Yunani “rahasia ibadah“ dalam ayat tersebut adalah “mistèrion eusebeia (rahasia agama)”. Kata “mistèrion”, adalah kata yang sama digunakan dalam Efesus 3:3,9 yang berarti sesuatu yang dulunya ditersembunyi tetapi sekarang disingkapkan.
Sedangkan kata “eusebeia” diartikan dengan “kesalehan, ibadah, atau agama”. Jadi rahasia itu menyangkut ibadah atau agama kita, yang lebih berhubungan Kristus. Kuncinya adalah Kristus, yaitu Kristus yang menjadi manusia dan mati karena dosa-dosa kita, dibangkitkan bagi pembenaran kita, dimuliakan dan naik ke surga, diberitakan dan diimani di antara bangsa-bangsa, dan akan kembali dalam kemuliaan.
Jadi ketika rasul Paulus mengatakan “bagaimana orang Kristen sepatutnya hidup sebagai keluarga Allah” maka yang ia maksudkan adalah “orang Kristen harus hidup sesuai dengan kebenaran Kristus”.
R. Budiman menjelaskan, “Segala kebenaran yang dimiliki Kristus (Yohanes 14:6) dipecayakan kepada jemaat. Kebenaran itu terutama berintikan Injil keselamatan, tetapi juga mempunyai ruang lingkup yang lebih luas. Kebenaran itu berisi kehendak Allah di segala bidang. Jemaat Tuhan sebagai pengelola kekayaan itu (Bandingkan 2 Korintus 5:18-19) wajib menyalurkannya kepada dunia, baik Injil keselamatan maupun kehendak Allah untuk segala bidang kehidupan.
Dalam hal ini jemaat merupakan hati nurani dunia. Bila dunia menyeleweng, maka jemaat sebagai tiang penopang dan dasar kebenaran wajib bersaksi dari kehendak Allah”. Mark L Bailey mengatakan “Karena Injil adalah kebenaran maka ia harus dijaga apapun resikonya... Setiap gereja lokal memiliki kuasa untuk mendukung dan memperkuat kebenaran melalui kesaksian atas iman dan melalui kehidupan para anggotanya”.
PONDASI UTAMA : ESENSI INJIL ADALAH KEBENARAN HISTORIS DAN TEOLOGIS TENTANG KRISTUS DAN KARYANYA YANG MENYELAMATKAN MANUSIA
Sehubungan dengan salah satu tugas utama yang disampaikan Paulus kepada Timotius adalah agar ia tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang sejati dan membuktikan kesalahan ajaran palsu yang melemahkan kuasa Injil yang menyelamatkan, maka perlu bagi saya untuk memberikan intisari dari Injil Yesus Kristus itu.
Intisari ini merupakan esensi dari Injil yang merupakan pondasi utama bagi kehidupan Kristen. Selanjutnya, saya juga secara ringkas menyajikan 8 pilar dan pondasi kebenaran Injil yang membedakan Kekristenan dari agama-agama lainnya.
Pemahaman mengenai hal ini juga akan mempengaruhi cara pandang kita dalam menjalani hidup Keristenan. Pilar dan pondasi kebenaran Injil adalah : (1) keselamatan kita merupakan anugerah; (2) Anugerah keselamatan diterima melalui iman; (3) Kita dibenarkan karena iman; (4) Pembenaran menghasilkan damai sejahtera; (5) Pengudusan sebagai dibuktikan pembenaran kita; (6) Iman sejati membawa kepada pertobatan; (7) Iman sejati menghasilkan perbuatan-pebuatan yang baik; (8) Perbuatan-perbuatan baik kita diperhitungkan sebagai pahala di masa yang akan datang. Perhatikan diagram berikut ini.
Lalu apakah intisari Injil itu? Berdasarkan Roma 1:16-17; 4:23-25; 1 Korintus 15:1-4; Galatia 1:12; 2 Timotius 2:8, inti dari Injil adalah sebagai berikut : bahwa Injil itu merupakan kebenaran historis dan teologis tentang Yesus Kristus dan karyaNya yang menyelamatkan manusia. Secara historis, Injil berisi kisah faktual tentang Kristus yang hadir dalam sejarah manusia.
Mulai dari kelahiranNya, kehidupanNya, kematianNya disalib, penguburan dan kebangkitanNya. Selanjutnya, peristiwa sejarah itu merupakan kebenaran teologis bahwa (1) kelahiranNya menggenapi nubuat para nabi tentangNya; (2) kehidupannya menunjukkan ketaatanNya yang sempurna pada hukum Taurat; (3) kematianNya merupakan tujuan misiNya, yaitu pendamaian bagi dosa-dosa manusia; dan (4) kebangkitanNya bagi pembenaran orang berdosa yang percaya kepadaNya.
Injil inilah yang diberitakan rasul Paulus yang mana menurut Michael S. Horton, “Paulus tidak menemukan Injil ini, tetapi secara langsung ia memperolehnya dari Kristus yang telah bangkit”. Injil itu oleh rasul Paulus disebut sebagai Injil kasih karunia. Itu merupakan nama yang diberikan kepada Injil yang diberitakan rasul Paulus (Efesus 3:1-11; 2 Timotius 2:8).
Berdasarkan pengakuan rasul Paulus dalam Galatia 2;1-9 ada dua hal yang ditekankannya tentang Injil kasih karunia yang diberitakannya, yaitu : (1) bahwa Injil kasih karunia yang diberitakannya diantara orang bukan Yahudi adalah Injil yang diterimanya langsung berdasarkan pernyataan Tuhan Yesus Kristus, dan bukan didapatkannya dari 12 rasul. (2) Bahwa rasul-rasul lain tidak menambahkan kebenaran apapun kepadanya, tetapi sebaliknya ia yang yang menambahkan sesuatu kepada mereka, yaitu keselamatan bagi bangsa-bangsa Yahudi maupun non Yahudi karena kasih karunia oleh iman dalam Kristus, bukan karena upaya untuk menaati hukum Taurat (Bandingkan: Kisah Para Rasul 13:38-39; Galatia 2:16).
Namun, hanya mengetahui kebenaran historis dan teologis tentang Injil saja tidaklah menyelamatkan. Setiap orang harus memberi dirinya percaya dan menerima Injil itu. “Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya” (Yohanes 1:12).
Jadi disini orang diselamatkan (menjadi anak-anak Allah) karena mereka percaya dan menerima Kristus (melalui pemberitaan Injil). Rasul Paulus dalam Roma 10:9-10 mengatakan, “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan”.
Untuk diselamatkan, orang harus percaya kepada Kristus (dalam hatinya). Ketika ia percaya, seketika ia dibenarkan. Dan untuk menujukkan bahwa ia benar-benar percaya maka ia harus mengakui apa yang dipercayai itu dengan mulutnya, maka ia diselamatkan. Percaya dalam hati dan mengaku dengan mulut bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat, inilah yang disebut dengan percaya dan menerimaNya.
Tetapi bagaimana mereka bisa percaya (dan menerima) Kristus jika tidak ada yang memberitahunya (memberitakan Injil). Mari kita lihat logika Rasul Paulus melalui pertanyaan retorik dalam Roma 10:11-17, demikian, “(10:11) Karena Kitab Suci berkata: "Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan." (10:12) Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya. (10:13) Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. (10:14) Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? (10:15) Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!" (10:16) Tetapi tidak semua orang telah menerima kabar baik itu. Yesaya sendiri berkata: "Tuhan, siapakah yang percaya kepada pemberitaan kami?" (10:17) Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.
Kita tahu bahwa rasul Paulus adalah rasul yang dipilih dan diurapi Tuhan untuk memberitakan Injil Yesus Kristus atau kasih karunia (Galatia 1:15; Efesus 1:4). Dibandingkan semua rasul yang lainnya, rasul Paulus adalah rasul yang paling banyak mengungkapkan isi hati Allah bagi umat Perjanjian Baru melalui surat-surat kirimannya.
Lebih dari dua pertiga Perjanjian Baru di tulis oleh Paulus. Surat-surat kepada jemaat di Galatia, Tesalonika (1 dan 2 Tesalonika), Korintus (1 dan 2 Korintus), dan jemaat di Roma adalah surat-surat Paulus yang ditulis Paulus dalam Perjalanan misi pertama, misi kedua, dan misi ketiganya.
Surat-surat kepada jemaat di Efesus, Kolose dan Filipi, serta surat pribadi kepada Filemon adalah surat-surat yang ditulis rasul Paulus dari balik penjara, saat ia di penjara karena pemberitaan tentang Injil kasih karunia (Efesus 3:1; 4:1). Sedangkan surat-surat penggembalaan di tujukan kepada Timotius (1 dan 2 Timotius) dan kepada Titus. Allah berkenan memakai rasul Paulus untuk menyingkapkan maksudNya bagi jemaat Perjanjian Baru.
Injil kasih karunia adalah pesan yang konsisten dalam pemberitaan dan pengajaran rasul Paulus.Dalam Kisah Para Rasul, Lukas mencatat demikian, “Paulus dan Barnabas tinggal beberapa waktu lamanya di situ. Mereka mengajar dengan berani, karena mereka percaya kepada Tuhan. Dan Tuhan menguatkan berita tentang kasih karunia-Nya (tô logô tês kharitos autou) dengan mengaruniakan kepada mereka kuasa untuk mengadakan tanda-tanda dan mujizat-mujizat” (Kisah Para Rasul 14:3).
Selanjutnya Lukas juga mencatat pengakuan rasul Paulus demikian, “Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah (diamarturasthai to euaggelion tês kharitos tou theou)” (Kisah Para Rasul 20:24).
Namun, rasul Paulus juga mengingatkan tentang adanya Injil lain yang berbeda dari Injil kasih karunia yang diberitakannya (Galatia 1:6-7). Terhadap hal tersebut rasul Paulus sangat marah sehingga ia menyatakan, “Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah (anathema) dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah (anathema) dia” (Galatia 1:8-9).
Kata Yunani “anathema (αναθεμα)” disini berarti “dihukum untuk binasa dan akan menerima murka Allah”. Paulus hanya dua kali menyebut anathema ini, yaitu dalam hubungannya dengan orang yang tidak mengasihi Tuhan (1 Korintus 16:22) dan orang yang memutarbalikan Injil (Galatia 1:8-9).
Kepada mereka yang memberitakan Injil yang lain dari yang telah diberitakan Paulus sebagaimana yang dinyatakan oleh Kristus kepadanya, rasul Paulus menegaskan bahwa hukuman (anathema) Allah ada pada orang tersebut.
PILAR DAN PONDASI 1 : KESELAMATAN MERUPAKAN ANUGERAH
Kata “kasih karunia” (sinonim dengan kata “anugerah”) pada dasarnya memiliki makna yang sama dalam bahasa Ibrani dan Yunani. Kata Ibrani “חן - khen” yang diterjemahkan dengan “kasih karunia” dipakai dalam pengertian perbuatan seorang atasan yang menunjukkan kepada bawahannya kasih karunia, padahal sebenarnya bawahan itu tidak layak menerimanya. K
asih karunia adalah pemberian Allah kepada manusia padahal manusia tidak pantas untuk menerimanya. Donald Gutrie menjelaskan istilah anugerah sebagai “kemurahan Allah yang tidak pantas diterima oleh orang yang layak dihukum.” Henry C. Thiessen menyatakan bahwa “Kasih karunia Allah merupakan kebaikan Allah yang ditujukan kepada orang-orang yang sebenarnya tidak layak menerima kebaikan itu”.
Keselamatan seluruhnya hanyalah oleh anugerah. Alkitab menyatakan fakta mengenai manusia yang berdosa, moralnya yang rusak total secara alamiah, dan keadaannya yang digelapkan, diperbudak, serta terasing. Terhadap hal ini Alkitab secara teguh berpegang pada doktrin tentang dosa serta keasalah asali dan keadaan manusia yang terhilang (Roma 3:9-24). Keselamatan itu semata-mata adalah anugerah Allah, yang artinya, tidak ada sedikitpun melibatkan jasa dan usaha manusia.
Pernyataan rasul Paulus yang tegas dalam Efesus 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.
Kita tidak mempercayai keselamatan karena perbuatan-perbuatan baik ataupun karena iman ditambah perbuatan baik, tetapi hanya karena anugerah oleh iman. R.C. Sproul menyatakan, “deklarasi utama dari reformasi adalah sola gratia, yaitu keselamatan hanya merupakan anugerah Allah semata-mata”.
Anugerah adalah kemurahan (perlakuan istimewa) yang tidak layak kita diterima, tidak diupayakan, dan tidak diterima karena jasa. Istilah “anugerah” disebut juga kasih karunia (grace) adalah pemberian Allah yang tidak selayaknya diberikan kepada kita karena kita memang tidak layak untuk menerimanya.
Jadi, seseorang masuk surga bukan karena kebaikan, kepatuhan, ataupun jasa-jasanya melainkan karena ia telah menerima anugerah hidup kekal dalam Kristus. Anugerah hidup kekal itu dapat dimiliki hanya karena keberadaannya “dalam Kristus”.
Frase “dalam Krisus” adalah terjemahan Yunani “en Christō” yang muncul sekitar tujuh puluh kali di dalam surat-surat rasul Paulus, dan dua kali dalam surat Petrus (1 Petrus 3:16; 5:14). Misalnya, rasul Paulus mengatakan, “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus (en Christō), ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2 Korintus 5:17); “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus (en Christō) Yesus” (Roma 8:1); “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus (en Christō) telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam surga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya” (Efesus 1:3-4); “Tetapi sekarang di dalam Kristus (en Christō) Yesus kamu, yang dahulu ‘jauh’, sudah menjadi ‘dekat’ oleh darah Kristus” (Efesus 2:13). Karena hal itulah dengan rendah hati dengan senang hati kita mengakui bahwa keselamatan dari permulaan sampai selesai berasal dari Allah, bahwa itu adalah anugerah Allah, dan bahwa segala kemuliaan haruslah ditujukan kepada Allah.
PILAR DAN PONDASI 2 : ANUGERAH KESELAMATAN DITERIMA MELALUI IMAN
Perhatikanlah bahwa pernyataan klasik “tê gar khariti este sesôsmenoi dia tês pisteôs” yang diterjemahkan “Sebab adalah karena kasih karunia kamu telah diselamatkan melalui iman”, menunjukkan bahwa kita menerima anugerah Allah itu hanya dengan percaya kepada Yesus Kristus. Rasul Petrus dengan tegas mengatakan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul 4:12).
Banyak ayat dalam Alkitab menegaskan bahwa tanggung jawab manusia untuk diselamatkan hanya percaya (Yohanes 1:12; 3:16,18,36; 5;24; 11:25-26; 12:44; 20:31; Kisah Para Rasul 16:31; 1 Yohanes 5:13, dan lainnya). Sewaktu kepala penjara di Filipi bertanya, “Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat supaya aku selamat?”. Dijawab oleh Paulus dan Silas tanpa ragu-ragu, ”Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat” (Kisah Para Rasul 16:30; bandingkan Yohanes 3:16). Jadi iman adalah satu-satunya jalan, melalui mana manusia beroleh keselamatan.
Tetapi, “apakah percaya itu?” Iman yang dimaksud oleh Yohanes dalam Injilnya adalah “aktivitas yang membawa manusia menjadi satu dengan Kristus”, dan ini diterima pada saat lahir baru (regenerasi). Kata benda Yunani “πιστις-pistis” digunakan 243 kali dan selalu diterjemahkan dengan “iman (faith)”. Kata kerja “πιστευω-pisteuô” muncul sebanyak 246 kali dan selalu diterjemahkan dengan “percaya (believe).
Pada saat kata “iman” dan “percaya” digunakan muncul dalam Perjanjian Baru pada umumnya merupakan terjemahan dari kata pistis dan pisteuô tersebut. Penekanan yang diberikan kepada iman dan percaya harus dilihat dengan latar belakang karya penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus. Gagasan bahwa Allah mengutus AnakNya menjadi Juruselamat dunia merupakan inti Perjanjian Baru.
Yesus Kristus melakukan karya penyelamatan manusia melalui kematianNya yang mendamaikan manusia dengan Allah di salibNya. Dan iman ialah sikap yang didalamnya seseorang melepaskan andalan pada segala usahanya sendiri untuk mendapatkan keselamatan, baik berupa kebajikan, kebaikan susila atau apa saja, kemudian sepenuhnya mengandalkan Yesus Kristus, dan mengharap hanya dari Dia segala sesuatu yang dimaksud oleh “keselamatan”. Iman yang menyelamatkan itu sendiri adalah pemberian Allah (Filipi 1:29), karena itu jelaslah bahwa seluruh keselamatan merupakan anugerah.
PILAR DAN PONDASI 3 : KITA DIBENARKAN KARENA IMAN
Rasul Paulus memberikan pernyataan yang tegas dalam Roma 5:1-2, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah”. Kata “dibenarkan” berasal dari kata Yunani “dikaiothentes“.
Kata dasar “dikaioo” memiliki baik aspek negatif maupun aspek positif. (1) Secara negatif hal itu berarti mengangkat dosa orang percaya; (2) Secara positif hal itu berarti menganugerahkan kebenaran Kristus atas orang percaya (Roma 3:24,28; 5:9; Galatia2:16).
Atau seperti kata Charles F. Beker, bahwa pembenaran : (1) dilihat dari aspek negatif berarti penghapusan terhadap hukuman atas dosa. Pembenaran bukan menyatakan seseorang tidak bersalah; pembenaran menyatakan bahwa tuntutan hukum telah dipenuhi sehingga si pendosa yang percaya pada Kristus kini bebas dari hukuman (Roma 8:1); dan (2) dilihat dari aspek positif pembenaran berarti pemulihan ke dalam keadaan berkenan kepada Allah.
Pembenaran berarti tindakan Allah yang menyatakan orang percaya benar dalam kapasitasNya sebagai Allah yang berkuasa, bukan berdasarkan keadaan bagaimanapun dari orang percaya, atau oleh apapun yang telah dicapai oleh orang percaya itu, tetapi semata-mata oleh iman pada diri dan karya Kristus.
Pembenaran adalah tindakan yudisial yang menempatkan orang percaya pada posisi dimana Ia diperlakukan seakan-akan ia memang secara pribadi benar. Pembenaran bukan mengakibatkan dihasilkannya kebenaran manusia, tetapi kebenaran Allah bagi semua orang yang percaya (Roma 3:22).
Inilah fakta kebenaran dalam Perjanjian Baru, kebenaran yang timbul dari iman dan bukan perbuatan. Artinya, kita tidak dibenarkan karena kita bermoral dan berbuat baik; juga bukan karena kita melakukan disiplin rohani setiap hari, seperti membaca Alkitab dan berdoa.
Kita dibenarkan bukan karena kita merasa orang benar. Pembenaran tidak berhubungan dengan kelakukan (tingkah laku) kita yang benar, tetapi menjadi pribadi yang benar. Kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Yesus Kristus hanya karena pengorbanan Yesus yang menjadikan kita demikian.
Bagaimana kita menerima pembenaran ini? Kita menerimaNya melalui karya Kristus di kayu salib. Kristus yang tidak berdosa dibuatNya menjadi dosa karena kita supaya kita dibenarkan di dalam Dia. Jika kita mempercayai ini, iman kita diperhitungkan sebagai kebenaran. Sebab jika kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan dan kebaikan-kebaikan kita maka kita tidak memerlukan iman (Roma 4:5; Efesus 2:8-9).
Kita membutuhkan iman untuk mempercayai dan mengakui bahwa kebenaran kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Kristus. Ajaran tentang pembenaran berdasarkan anugerah dan iman ini merupakan ajaran yang sangat penting dalam Kekristenan karena ajaran ini membedakan Kekristenan dari agama lain yang menekankan keselamatan berdasarkan perbuatan.
Mengenai pembenaran ini Charles F. Beker mengatakan, “Karena itu kami menyimpulkan dengan yang ditunjukkan Paulus bahwa pembenaran dihadapan Allah adalah tindakan Ilahi yang di dalamnya Allah menyatakan bahwa seseorang sepenuhnya bebas dan dipulihkan berkenan kepadaNya oleh iman saja, tanpa pekerjaan atau usaha apapun dari manusia, atas dasar iman kepada kematian Kristus, dan bahwa keseluruhan pelaksanan tersebut seutuhnya disebabkan oleh anugerah Allah... Di dalam Kristus kita dijadikan orang benar Allah (2 Korintus 5:21)”.
PILAR DAN PONDASI 4 : PEMBENARAN MENGHASILKAN DAMAI SEJAHTERA
Roma pasal 5:1 merupakan titik awal yang benar dalam mempelajari Roma seluruh pasal 5. Di Roma 5: 1 ini, rasul Paulus mengawali ajarannya tentang perhitungan dosa Adam kepada semua manusia (universalitas dosa) dan perhitungan kebenaran Kristus kepada semua orang yang percaya. Disini rasul Paulus katakan, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus”.
Secara gamblang ayat ini menjelaskan bahwa damai sejahtera (Yunani, eirena; KJV, Peace) atau perdamaian kita dengan Allah merupakan akibat dari pembenaran (dikaioo) yang diterima melalui iman (pesteo). Pembenaran (dikaioo) merupakan salah satu aspek dari pendamaian (Yunani, katallage).
Jadi, karena Kristus telah mendamaikan dunia maka segala rintangan telah disingkirkan sehingga manusia dimungkinkan untuk selamat. Namun pendamaian ini tidak secara otomatis mengakibatkan seseorang itu selamat. Untuk mengalami perdamaian (atau keadaan damai sejahtera dengan Allah), maka masing-masing orang harus menanggapi karya Kristus tersebut dengan iman sehingga dapat menikmati manfaat pribadi dari pendamaian itu (bandingkan 2 Korintus 5:18-20).
Arti pendamaian dalam 2 Korintus 5:18-20 jelas menunjukkan pendamaian searah dan pendamaian dua arah. Dimana pendamaian searah bersifat universal itu telah menyelesaikan dosa Adam yang bersifat universal. Sedangkan pendamaian dua arah dikaitkan dengan penyelesaian dosa pribadi atau dosa aktual masing-masing orang secara pribadi ketika ia dengan iman menerima berita Injil dan percaya kepada Kristus. Teks di Roma 5:10-11 tersebut sejajar dengan pengertian ini, demikian juga Kolose 1:21 dikaitkan dengan kesejajaran ini.
Jadi, ketika rasul Paulus dalam Roma 5:10 mengatakan”Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian AnakNya”, maka kalimat ini mengacu pada pendamaian universal, bahwa sebelum seseorang menerima Kristus, ia telah didamaikan (satu arah) dengan Allah melalui kematian Kristus di kayu salib. Artinya, mereka tidak lagi berada dalam dosa universal warisan Adam. Dan ketika rasul Paulus mengatakan “lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidupNya!” maka kalimat itu mengacu pada pendamaian dua arah dan bersifat pribadi, bahwa setelah seseorang menerima Kristus ia pasti selamat.
Jadi, melalui kematianNya, Kristus telah mendamaikan manusia dengan Allah (Roma 5:1; Efesus 2:16-18; 2 Korintus 5:18-21). Inilah kebutuhan yang utama dan mendasar dari manusia berdosa, yaitu damai sejahtera dengan Allah. Selanjutnya, Kristus memberikan damai sejahtera dihati orang-orang yang percaya kepadaNya.
Damai sejahtera yang diberikan bersifat kekal, tidak dapat dirampas dan tidak dipengaruhi oleh situasi apapun yang datang dari luar (Matius 11:28-30; Yohanes 14:27; Filipi 4:7). Lebih luas lagi, akibat damai sejahtera ini, manusia bisa hidup damai satu dengan yang lainnya (Roma 12:18). Karena itu, damai sejahtera itu harus aktif, dikembangkan dan dibagikan pada sesama (Efesus 4:3; Ibrani 12:14).
Catatan : istilah “pendamaian” dan “perdamaian (damai sejahtera)” adalah dua istilah yang berbeda. Kebingungan mengenai kedua istilah ini muncul apabila tidak memahami teks asli Alkitab. Kata “diperdamaikan” dan “pendamaian” dalam Roma 5:10-11 berasal dari kata dasar yang sama dengan kata “mendamaikan, pendamaian, didamaikan” yang disebutkan dalam 2 Korintus 5:18-20. Kata dasar yang dipakai disini adalah kata Yunani “allasso” yang berarti “mengubah”, dari kata dasar “allaso ini kemudian muncul kata “katallasso” dalam Roma 5:10-11 dan kata “apokatallasso” dalam Kolose 1:20. Jadi dalam teks Roma 5:10-11 tersebut kata “diperdamaikan” lebih tepat diterjemahkan dengan “didamaikan”, sama seperti dalam 2 Korintus 5:18-20.
Dengan demikian pengertian pendamaian dalam Roma 5:10-11 ini sejajar dengan pengertian pendamaian dalam 2 Korintus 5:18-20. Sedangkan kata “damai sejahtera” dalam Roma pasal 5:1 sejajar artinya dengan kata “perdamaian (eirena)”, yang berbeda dengan kata “pendamaian (Kattalaso)” dalam Roma 5:10-11.
PILAR DAN PONDASI 5 :PENGUDUSAN SEBAGAI BUKTI PEMBENARAN KITA
Artinya, kita yang benar-benar telah diselamatkan (dibenarkan) tentulah akan menunjukkan buah dari kehidupan yang kudus. Charles C. Ryrie menyatakan, “Pembenaran dibuktikan oleh kesucian hidup orang... Pembenaran dihadapan pengadilan Allah ditunjukkan dengan kesucian hidup di dunia ini dihadapan pengadilan di dunia. Inilah yang dimaksud Yakobus ketika Ia menuliskan bahwa kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan kita (Yakobus 2:24). Iman yang tidak menghasilkan buah yang baik bukanlah iman yang sejati”.
Perhatikan kata-kata rasul Paulus, “Sebab siapa yang telah mati (harafiah: dibenarkan), ia telah bebas dari dosa” (Roma 6:7). Jadi disini rasul Paulus jelas menghubungkan kematian Kristus dengan penghukuman sifat dosa yang dimiliki orang percaya (Baca: Roma 6:1-14). Artinya, kita telah dibebaskan dari dosa, sehingga dosa tidak lagi menguasai kita. Kita diikutsertakan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitanNya.
Hal inilah yang sesungguhnya menghasilkan pemindahan kekuasaan kehidupan lama kepada kekuasaan kehidupan baru. Kematian terhadap dosa bukanlah sesuatu yang abstrak dan sekedar harapan, melainkan kenyataan, karena Kristus telah mati bagi dosa dan kita diikutsertakan dengan Dia dalam kematianNya itu.
Jadi pembenaran akan terlihat dalam kehidupan yang kudus dan iman yang tidak mengasilkan kehidupan yang kudus bukanlah iman sejati. Dengan demikian, ajaran tentang kasih karunia yang sejati harus dihubungan dengan kehidupan yang kudus. Kevin J. Conner mengatakan, “Dalam pembenaran kita dinyatakan benar sementara di dalam penyucian kita menjadi benar.
Pembenaran adalah apa yang telah Allah lakukan bagi kita, sementara penyucian adalah apa yang Allah lakukan di dalam kita. Pembenaran menempatkan kita di dalam hubungan yang benar dengan Allah, sementara penyucian adalah buah atau bukti dari hubungan tersebut... Pembenaran menyatakan kita benar secara hukum. Penyucian menjadikan kita benar secara pengalaman.”
Alkitab menunjukkan dua aspek pengudusan yang dihubungkan dengan waktu pengudusan, yaitu :
(1) Pengudusan posisi, yang disebut juga pengudusan judikal yang terjadi secara seketika pada saat kelahiran kembali oleh Roh Kudus (1 Korintus 1:2; 6:11; Ibrani 2:11). Pengudusan ini merupakan pekerjaan objektif Allah, bukan merupakan pengalaman subjektif orang percaya. Dalam hal ini kekudusan Kristus diperhitungkan kepada seseorang pada saat ia percaya. Ia disebut kudus karena telah dipisahkan dengan cara ditempatkan di dalam Kristus. Kedudukannya tersebut adalah kedududkan yang sempurna di hadapan Allah. Kristus telah menjadi pengudusan baginya (1 Korintus 1:30; Ibrani 10:10).
(2) Pengudusan pengalaman, yang disebut juga pengudusan progresif dan merupakan suatu proses yang terjadi terus menerus. Pengudusan progresif ini berhubungan dengan tingkah laku karena itu disebut juga aspek subjektif dari pengudusan. Jadi pengudusan dapat dilihat sebagai seketika dan juga sebagai proses. Itulah sebabnya orang percaya, setelah dikuduskan (seketika) harus hidup dalam kehidupan yang kudus setiap hari (Roma 6:19,22; 1 Tesalonika 4:7; 5:23; 1 Timotius 2:15; Ibrani 10:14; 12:14; 2 Petrus 3:18).
Namun, pengudusan akhir dan lengkap, yang merupakan pengudusan penyempurnaan bagi orang percaya akan terjadi pada saat Yesus Kristus datang kembali. Pada saat itu segala ketidaksempurnaan kita dan kehadiran dosa dihapuskan dari hidup orang percaya (1 Tesalonika 3:13; 5:23,24; Ibrani 6:1,2).
Penting untuk memperhatikan bahwa pengudusan bukan berarti harus tanpa dosa. Sama seperti pembenaran bukan berarti orang percaya harus benar dalam semua yang dilakukannya, demikian juga pengudusan bukan berarti orang percaya harus suci dalam semua yang dilakukannya.
Paulus menulis surat kepada orang-orang Korintus sebagai orang-orang kudus, namun jika seseorang membaca surat tersebut ia akan terkejut melihat betapa berdosanya orang-orang kudus tersebut.
Kenyataan ini kelihatannya seperti kontradiksi, tetapi sebenanya tidak demikian apabila kita memperhatikan dua aspek berbeda dari pengudusan seperti yang disebutkan di atas, yaitu pengudusan seketika dan pengudusan sebagai proses yang terjadi terus menerus. Seseorang yang percaya kepada Kristus dikuduskan oleh darah Kristus (Yohanes 1:7) dan firman (Yohanes 17:17) dengan iman (Kisah 26:18), mengakibatkan perubahan pada pikiran yang terlihat dalam sikap dan perbuatan baik.
PILAR DAN PONDASI 6 : IMAN SEJATI MEMBAWA KEPADA PERTOBATAN
Telah disebutkan di atas, bahwa satu-satunya syarat bagi penerimaan keselamatan adalah iman kepada Kristus. Iman kepada Kristus inilah yang membuat orang yang tidak percaya berbalik kepada Allah dan meninggalkan dosa-dosanya. Dengan demikian kepercayaan yang benar tentu diikuti oleh pertobatan, tetapi bukan iman yang mengikuti pertobatan.
Dengan kata lain, iman menghasilkan pertobatan! Pada saat seseorang dilahirkan baru (regenerasi) maka ia dimampukan percaya kepada Kristus untuk keselamatannya dan kemudian bertobat dari dosa-dosanya. Seseorang dapat memberi respon di dalam iman dan pertobatan hanya setelah Tuhan memberikan kehidupan baru (regenerasi) kepadanya.
Beriman berarti berpaling kepada Kristus untuk mengampuni dosa-dosa, dan bertobat merupakan suatu keputusan sadar untuk berpaling dan meninggalkan dosa-dosa. Jenis iman ini mengakui bahwa seseorang tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dan pada saat yang sama mengakui hanya Kristus yang dapat melakukannya (Yohanes 6:44).
Pakar teologi Charles C. Ryrie dan Paul Enns menyatakan bahwa iman yang menyelamatkan melibatkan tiga hal yaitu : (1) intelektual, yang menyebabkan pengenalan yang sesungguhnya dan positif terhadap kebenaran Injil dan pribadi Kristus; (2) emosional, yaitu suatu kesungguhan bahwa kita membutuhkan Juruselamat untuk membebaskan dari hukuman dosa; dan (3) kehendak, yaitu keyakinan bahwa hanya Kristus saja yang mampu menyelamatkan kita tanpa mengikutsertakan apapun untuk keselamatan kekal kita. Ketiga segi ini dapat dibedakan, tetapi merupakan suatu kesatuan saat iman menyelamatkan terjadi.
Namun beberapa orang bersikeras menyatakan bahwa pertobatan mendahului iman, mereka mengatakan bahwa manusia harus bertobat sebelum dia beriman kepada Kristus, karena pertobatan itulah yang akan membuat mereka memiliki hubungan yang benar dengan Kristus.
Sanggahan saya ialah, bahwa mengatakan bahwa manusia harus bertobat sebelum dia beriman kepada Kristus dengan alasan bahwa pertobatan itulah yang menuntun manusia sehingga memiliki iman yang sejati adalah sebuah pernyataan yang tidak logis, bahkan tidak Alkitabiah.
Mengapa? Sebab jika seseorang harus bertobat dulu sebelum ia percaya kepada Kristus maka pertobatanlah yang menyelamatkan orang itu dan bukan iman kepada Kristus. Ini bertentangan dengan ajaran yang jelas dalam Perjanjian Baru yang menyatakan bahwa “kita diselamatkan karena anugerah oleh iman” dan bukan karena “jasa atau perbuatan baik apapun” (Bandingkan Efesus 2:8-9).
Alkitab mengindikasikan bahwa pertobatan tidaklah menghasilkan iman melainkan merupakan bukti dari adanya iman yang sejati. Jadi pertobatan bukanlah sebab dari iman melainkan akibat (hasil) dari iman sejati.
Lagi pula, kata “pertobatan” dalam bahasa Inggris adalah “repentence” merupakan terjemahan dari kata Yunani “metanoia” dan “metanoo” muncul dalam Perjanjian baru kurang lebih 58 kali dan diterjemahkan dengan kata “bertobat” (misalnya, Matius 4:17; Kisah Para Rasul 3:19; Wahyu 3:19).
Menarik untuk diperhatikan bahwa dalam seluruh surat yang ditulis rasul Paulus, hanya ada lima rujukan bagi kata metanoia (pertobatan), yaitu dalam Roma 2:4; 2 Korintus 7:9,10; 12:21; dan 2 Timotius 2:5. Terlihat dalam surat-surat tersebut tidak ada satu rujukan mengenai kata pertobatan yang dihubungkan dengan iman untuk menerima keselamatan dari orang-orang yang belum mengenal Kristus.
Justru semua kata pertobatan dalam surat-surat Paulus tersebut dihubungkan dengan orang yang sudah percaya kepada Kristus. Sementara itu, pemunculan 53 kali lainnya dari kata pertobatan dalam Perjanjian Baru terutama berurusan dengan bangsa Israel, umat Allah.
Dimana Israel sebagai umat perjanjian, telah tersesat jauh dari Allah dan diminta untuk kembali kepada Allah, dalam pengertian bertobat. Fakta ini menunjukkan bahwa penggunaan terbanyak kata pertobatan tersebut bukan merujuk kepada cara untuk diselamatkan tetapi kepada pemulihan kembali terhadap mereka yang telah berada dalam hubungan perjanjian (covenant) dengan Allah.
Dengan kata lain, berita tentang pertobatan (metanoia) tidak ditujukan kepada orang yang belum mengenal Allah, melainkan kepada orang-orang Yahudi yang sudah mengenal Allah, tetapi belum menerima Kristus. Sedangkan kepada orang-orang non Yahudi yang sama sekali belum mengenal Allah tidak dituntut pertobatan (metanoia) sebagai syarat keselamatan, melainkan hanya percaya kepada Kristus sebagai syarat keselamatan.
Sebab, seperti kata Paul Enns, “bagaimana orang bisa bertobat jika mereka tidak percaya?” Jadi, iman kepada Kristus inilah yang membuat orang yang tidak percaya berbalik kepada Allah dan meninggalkan dosa-dosanya. Teolog Indonesia R. Soedarmo menyatakan, “kepercayaan yang benar tentu diikuti oleh tobat”.
PILAR DAN PONDASI 7 : IMAN SEJATI MENGHASILKAN PERBUATAN-PEBUATAN BAIK
Tuhan Yesus mengatakan, “Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu” (Matius 5:14b-15).
Hal ini dikatakannya untuk menegaskan kepada para muridNya fungsi mereka sebagai terang. Melalui perbuatan-perbuatan baik orang-orang yang tidak percaya akan melihat terang Kristus di dalam kita. Itulah sebabnya Yesus menegaskan, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16).
Kata Yunani “kalá erga” menunjuk kepada perbuatan baik dalam pengertian moral, kualitas dan manfaat. Perbuatan baik adalah cermin dari kualitas hidup seseorang. Kehidupan yang baru dalam Kristus dimaksudkan untuk menghasilkan perbuatan baik yang bermanfaat bagi kehidupan.
Pernyataan klasik tentang keselamatan hanya “karena kasih karunia oleh iman”, langsung diikuti oleh pernyataan ini “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Efesus 2:10).
Frase Yunani “pekerjaan baik” dalam ayat ini adalah “ergois agathois” diterjemahkan “perbuatan-perbuatan yang baik”. Kata “agathois” berasal dari kata “agathos” yaitu kata Yunani biasa untuk menerangkan gagasan yang “baik” sebagai kualitas jasmani atau moral. Kata ini dapat berarti “baik, mulia, patut, yang terhormat, dan mengagumkan”.
Jadi perbuatan baik (agothos) dapat didefinisikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam Allah seperti yang dinyatakan dalam Yohanes 321. Perbuatan-perbuatan itu bisa juga dikategorikan sebagai pekerjaan iman (1 Tesalonoka 1:3).
Namun harus diingat, sekalipun iman yang sejati pasti diikuti oleh adanya perbuatan baik, pengudusan dan ketaatan tetapi yang menyebabkan kita diselamatkan adalah iman, dan sama sekali bukan perbuatan-perbuatan baik itu.
Lawan dari perbuatan baik (agathos) adalah perbuatan tidak baik (phaulos), yaitu perbuatan-perbuatan yang tidak ada harganya dihadapan Tuhan. Perbuatan-perbuatan semacam itu bisa juga disebut perbuatan-perbuatan yang mati atau perbuatan kedagingan. Bahaya menghasilkan perbuatan kedagingan adalah kesia-siaan (1 Korintus 15:58), kehampaan (1 Timotius 6:20; 2 Timotius 2:16), dan tidak berguna (Galatia 4:9; Titus 3:9; Yakobus 1:26).
Perbuatan-perbuatan jahat tidak memenuhi standar, dan karena itu dikarakterisasi sebagai kayu, jerami, dan limbah kayu, benda-benda yang kecil nilainya maupun kegunaannya. Itulah perbuatan-perbuatan semacam itu dihasilkan oleh tenaga kedagingan, terlepas dari kuasa Roh. Menurut George E. Ledd, cara hidup yang tak boleh dikompromikan oleh orang-orang percaya dikemukakan dalam beberapa daftar tentang perbuatan jahat (Roma 1:29-32; 1 Korintus 3:5-11; 6:9; 2 Korintus 12:20; Galatia 5:19-21; Efesus 4:31; 5:3-4; Kolose 3:5-9).
Dosa-dosa ini terdiri dari lima kelompok, yaitu : (1) Dosa-dosa seksual : percabulan, kecemaran, hawa nafsu, perzinahan, sodomi, dan homoseksual; (2) Dosa mementingkan diri sendiri : ketamakan dan keserakahan; (3) Dosa perkataan : gosip, fitnah, perkatan kotor, perkataan sia-sia, kelakar dan mengumpat; (4) Dosa sikap dan hubungan pribadi : Permusuhan, pertikaian, kegeraman, iri hati, percekcokan, bidat, dan dengki; (5) Dosa kemabukan : mabuk, pesta pora, maupun penyembahan berhala.
Kristus berkata, “Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik” (Matius 7:17-18).
Ketika kita diselamatkan, Allah mengubah kita dari orang berdosa menjadi orang benar, dari orang jahat menjadi orang kudus, dari musuh Allah menjadi anak-anak Allah. Ia memberi kita hidup yang kekal yang menghasilkan buah-buah yang baik dan memuliakanNya. Hidup baru dalam Kristus adalah akar sedang perbuatan-perbuatan baik adalah buah-buahnya. Karena terang menurut rasul Paulus “hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran” (Efesus 5:9).
PILAR DAN PONDASI 8 : PERBUATAN-PERBUATAN BAIK DIPERHITUNGKAN SEBAGAI PAHALA DI MASA YANG AKAN DATANG.
Di dalam Kekristenan dikenal apa yang disebut dengan pahala. Namun pemberian pahala bukan untuk menentukan apakah orang-orang percaya akan masuk surga atau neraka, dengan kata lain pahala bukan untuk keselamatan karena keselamatan itu semata-mata anugerah (Efesus 2:8).
R.C. Sproul mengatakan demikian, “Meskipun perbuatan-perbuatan baik kita tidak menghasilkan keselamatan, tetapi hal itu merupakan dasar bagi janji Allah untuk memberi upah kepada kita di surga. Masuknya kita ke kerajaan Allah hanya berdasarkan iman. Upah kita di dalam kekekalan adalah sesuai dengan perbuatan-perbuatan baik kita”.
Sementara itu Mark L. Bailey mengatakan, “Masalah utama pada Tahta Pengadilan Kristus bukanlah apak kita orang-orang percaya atau bukan, atau apakah kita akan masuk surga atau tidak. Faktanya adalah, siapapun yang harus menghadap Tahta Pengadilan Kristus sudah berada di surga.
Pengampunan sudah digenapkan selamanya melalui penebusan, dan pendamaian dengan Allah yang Mahakudus sudah dijamin... Karena itu apapun yang dinilai di hadapan Tahta Pengadilan Kristus bukanlah masalah dosa dan hubungannya dengan hukuman kekal. Tujuannya adalah untuk menentukan apakah karya orang-orang percaya itu berharga atau tidak berharga dimataNya. Itulah kebenaran hakiki dalam pemberian upah atas karya masing-masing”.
Pahala dihubungkan dengan tanggung jawab dalam Kekristenan yaitu penilaian atas kehidupan dan pelayanan orang percaya di hari pemahkotaan. Paulus mengingatkan, “Demikianlah setiap orang di antara kita (semua orang percaya yang sudah diselamatkan) akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah” (Roma 14:12).
Inilah tujuan hidup dan pelayanan Kristen, yaitu memperoleh pahala dan mahkota pada hari pemahkotaan di Tahta Pengadilan Kristus. Karena itu Paulus mengingatkan, “Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi. Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak” (1 Korintus 9:24-27).
Jadi perbuatan baik yang dilakukan oleh orang-orang percaya adalah : (1) buah dari pertobatnnya; (2) sebagai ucapan syukur atau keselamatan yang telah diterimanya; dan (3) untul mendapatkan pahala (upah) di hari pemahkotaan kelak. Hari pemahkotaan akan dilaksanakan di Tahta Pengadilan Kristus (Judgment seat of Christ) disebut “Bema Kristus” (2 Korintus 5:10). Ini merupakan peristiwa besar pertama yang terjadi di surga setelah gereja diangkat. Pada saat itu semua harus mempertanggungjawabkan pekerjaan mereka sewaktu hidup di dunia sejak mereka percaya kepada Kristus. Pekerjaan yang berharga dan tidak berharga akan dibedakan, pekerjaan ini adalah pekerjaan yang dibuat selama hidup kekristenan mereka. Apakah pekerjaan itu dibangun diatas emas, perak, batu, permata, kayu, rumput kering atau jerami, semuanya akan teruji (1 Korintus 3:10-15).
Hasil dari penghakiman ini bukanlah penghukuman tetapi pemberian pahala diantaranya berupa pujian dan mahkota. Pahala-pahala lainnya yang disebutkan Alkitab adalah pahala kesetiaan (Matius 25:21-23), pahala nabi dan orang benar (Matius 10:41,42), pahala hamba Allah dan orang kudus (Wahyu 11:18) dan mahkota emas (Wahyu 4:4;3:11).
KELUARGA ALLAH SEBAGAI PILAR DAN PONDASI KEBENARAN
DAFTAR PUSTAKA
Banks, Robert & R. Paul Stevens., 2012. The Complete Book of Everyday Christianity. Terjemahan Penerbit Kalam Hidup : Bandung.
Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta.
Boice, James M., 2011. Dasar-dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Budiman, R., 1991. Tafsiran Alkitab: Surat-surat Pastoral I, II Timotius dan Titus. Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta.
Carson, D.A., 2009. Kesalahan-Kesalahan Eksegetis. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Chamblin, J. Knox., 2006. Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribadi. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Conner, Kevin J., 2004. The Fondation of Christian Doctrine. Terjemahan, Pernerbit Gandum Mas: Malang.
Cornish, Rick., 2007. Five Minute Theologian. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1 & 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Enns, Paul., 2000. Approaching God. Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Interaksara: Batam.
Evans, Tony, 2005. Sungguh-sungguh Diselamatkan, terjemahan, Penerbit Gospel Press: Batam.
Erickson J. Millard., 2003. Teologi Kristen, Jilid 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Fee, Gordon D., 2008. New Testament Exegesis. Edisi Ketiga. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Ferguson, B. Sinclair, David F. Wright, J.I. Packer., 2008. New Dictionary Of Theology. Jilid 1 & 2, terjemahaan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House: Grand Rapids, Michigan.
Grudem, Wayne., 2009. Christian Beliefs. Terjemahan, Penerbit Metanonia Publising: Jakarta.
Gunawan, Samuel., 2014. Kharismatik Yang Kukenal dan Kuyakini. Penerbit Bintang Fajar Ministries: Palangka Raya.
Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 1, 2 & 3. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1,2 & 3, Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.
Guthrie, Donald., 2009. Pengantar Perjanjian Baru. Jilid 1, 2 & 3 Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Horton, Michael S.. 2011. The Gospel Driven Life. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Iverson, Dick., 1994. Kebenaran Masa Kini. Terjemahan, Penerbit Harvest Publication House: Jakarta.
Hoekema, Anthony A., 2010. Diselamatkan Oleh Anugerah, Penerbit Momentum : Jakarta.
Howard Clark, ed. 2010. The Learning Bible Contemporary English Version. Dicetak dan diterbitkan Lembaga Alkitab Indonesia : Jakarta.
Ladd, Geoge Eldon, 1999. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1 & 2, terjemahan Penerbit Kalam Hidup : Bandung.
Morris, Leon., 2006. Teologi Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 1, 2 & 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.
Peter, George W., 2006. A Biblical Theology of Missions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Ridderbos, Herman., 2004. Paul: An Outline of His Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Ryken, Leland, James C. Wilhoit, Tremper Longman III, editor., 2002. Kamus Gambaran Alkitab. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Sandison, George & Staff., 2013. Bible Answers for 1000 Difficult Questions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Scahnabal, Echhard J., 2010. Rasul Paulus Sang Misionaris: Perjalanan, Stategi dan Metode Misi Rasul Paulus. Terj, Penerbit ANDI: Yogyakarta.
Sproul, R.C., 1997. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Stuart, Douglas & Gordon D. Fee., 2011. Hermeneutik: Menafsirkan Firman Tuhan Dengan Tepat. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang.
___________., 2011. Hermeneutika: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Thiessen, Henry C., 1992. Teologi Sistematika, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Tim Pustaka Phoenix., 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru. Penerbit Pustaka Phoenix : Jakarta.
Tchividjian, Tullian., 2013. Yesus Ditambah Nihil Sama Dengan Segalanya. Terjemahan, penerbit Light Publising: Jakarta.
Zuck, Roy B, editor., 2010. A Biblical of Theology The Old Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.