DISELAMATKAN KARENA ANUGERAH
Samuel T. Gunawan, SE., M.Th.
DISELAMATKAN KARENA ANUGERAH. “(Efesus 2:1) Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. (2:2) Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. (2:3) Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain. (2:4) Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, (2:5) telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita -- oleh kasih karunia kamu diselamatkan – (2:6) dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga, (2:7) supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus. (2:8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (2:9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. (2:10) Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Efesus 2:1-10)
KEMATIAN ROHANI: MASALAH UTAMA MANUSIA
Rasul Paulus mengatakan bahwa “Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu” (Efesus 2:1). Inilah masalah utama manusia setelah kejatuhan, yaitu kematian sebagai akibat dari dosa. Pertanyaan pentingnya adalah mengapa Adam jatuh dalam dosa? Jawaban yang paling umum adalah bahwa Adam dan Hawa jatuh dalam dosa karena tidak taat pada Allah.
Bahkan pakar teologi seperti Charles C. Ryrie juga mengakui bahwa kejatuhan Adam dah Hawa adalah karena ketidaktaatan mereka. Ia mengatakan demikian, “Pada mulanya ujian itu untuk menyatakan apakah Adam dan Hawa akan menaati Allah atau tidak. Cara khusus yang dapat mereka buktikan ialah dengan jalan tidak memakan buah larangan, yaitu buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.
Larangan tersebut sebenarnya adalah laranan kecil saja bila dibandingkan dengan dengan begitu banyak jenis buah-buahan yang ada di taman yang boleh dimakan Adam dan Hawa untuk dinikmati. Dipihak lain, larangan tersebut merupakan perkara yang besar, sebab larangan tersebut adalah cara khusus tempat mereka menunjukan ketaatan atau ketidaktaan mereka kepada Allah”.[1]
Dalam hal tertentu saya setuju, dengan pendapat Charles C. Ryrie tersebut, sebab menurut Alkitab dosa dapat didefinisikan sebagai “pelanggaran terhadap hukum atau standar yang ditetapkan Allah” (1 Yohanes 3:4).[2] Namun, ketidaktaatan Adam dan Hawa bukanlah penyebab utama kejatuhannya, melainkan ada sesuatu yang lain yang lebih dari sekedar ketidaktaatan.
Alkitab mengatakan bahwa manusia pertama adalah mahluk ciptaan yang sempurna, dengan moral yang tak berdosa sewaktu diciptakan. Manusia memiliki kuasa dalam pengetahuan dan akal, serta memiliki kemauan dan kehendak bebas untuk mampu menentukan pilihan. Namun mereka adalah mahluk yang belum diteguhkan karena ia belum lulus ujian ataupun gagal.
Karena itu ketika menempatnya Adam di taman Eden Allah mengujinya. Alkitab mengatakan, “TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kejadian 2:15-17).
Perlu bagi manusia pertama yang belum teruji ini untuk ditempatkan dalam suatu masa pencobaan.[3] Manusia meskipun diciptakan dengan kehendak bebas, namun harus tunduk di bawah hukum Allah. Jadi Adam dan Hawa harus menentukan pilihan antara kehendak Allah dan kehendak mereka sendiri; untuk bergantung kepada Allah atau tidak bergantung; untuk memberi diri kepada Allah atau memuaskan diri sendiri.
Namun, ketidaktaatan Adam dan Hawa bukanlah penyebab kejatuhannya, melainkan ada sesuatu yang lain yang lebih dari sekedar ketidaktaatan, yaitu ketidakpercayaannya pada Tuhan. Itulah tepatnya yang dilakukan Iblis terhadap Adam dan Hawa. Iblis menanamkan keraguan-raguan tentang Allah kepada Adam dan Hawa yang membuat tidak mempercayai Allah.
Sebenarnya ketidaktaatan Adam dan Hawa terjadi karena mereka meragukan Allah. Ujian yang diberikan kepada manusia pertama berpusat pada perintah untuk tidak memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat, karena pada saat mereka memakannya mereka akan mati. Ini adalah suatu pembatasan yang sangat kecil sekali jika dibandingkan dengan luasnya pemberian Allah kepada manusia untuk boleh memakan buah dari semua pohon dalam taman Eden tersebut. Termasuk juga pohon kehidupan.
Hanya satu pohon yang buahnya dilarang di makan yaitu pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Tuhan mengatakan demikian, "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kejadian 2:17).
Namun Iblis membalikkan fakta tersebut dan berhasil menanamakan keragu-raguan untuk mempercayai Allah. Alkitab mengisahkannya demikian, “Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?" Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: "Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati." Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: "Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat." Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya.” (Kejadian 3:1-6).
Jadi dengan memakan buah larangan tersebut, Adam dan hawa meragukan Allah dan menyakini tipuan Iblis bahwa Allah telah mendustai mereka. Mereka memilih mempercayai Iblis ketimbang mempercayai Allah. Kesalahan terbesar yang pernah dilakukan yang berakibat pada kematian. Ketidakpercayaan Adam dan Hawa kepada Allah menghasilkan ketidaktaatan (pelanggaran), dan itu adalah dosa yang membawa kepada kematian rohani maupun kematian jasmani, baik pada Adam dan Hawa maupun keturunannya.
Seandainya mereka mempercayai Allah, maka tentulah mereka masih tetap menikmati kehidupan indah dan berkelimpahan dalam persekutuan dengan Tuhan di taman Eden. Dan sejarah manusia tentu saja tidaklah seperti sekarang ini.
Kita perlu memahami bahwa tidak ada dosa dan akibat-akibatnya yang akan dialami semua manusia seandainya Adam tidak berdosa. Dosa masuk ke dalam kehidupan semua manusia karena kesalahan Adam (Roma 5).
Alkitab menunjukkan fakta akibat dari dosa Adam semua manusia itu dilahirkan : (1) dengan natur yang rusak atau natur berdosa; dan (2) dengan kesalahan dari dosa Adam yang diperhitungkan kepadanya. Akibatnya semua manusia mengalami : (1) kematian rohani yang ditandai dengan terputusnya/terpisahnya hubungan dengan Allah; dan (2) kematian jasmani yang ditandai dengan terputusnya/terpisahnya hubungan tubuh dari jiwa/rohnya. Secara khusus jika keadaan manusia yang mati secara rohani (Yohanes 5:24; Roma 5:12-21; 8:6; Efesus 2:1; 1 Timotius 5:6), sekarang ini tidak berubah dalam diri manusia di sepanjang hidupnya, maka kematian kekal atau kematian yang kedua akan menyertainya (Wahyu 20:11-15). Kematian kekal dimana manusia akan dibuang ke neraka, yaitu tempat siksaan yang akhirnya membawa mereka jauh dari hadirat Allah untuk selama-lamanya (Matius10:28; 25:41; 2 Tesalonika 1:9; Ibrani 10:31; Wahyu 14:11; 20:11-15).
KEHIDUPAN BARU: JALAN KELUAR DARI KEMATIAN ROHANI
Kita melihat bahwa kematian rohani akibat dosa adalah masalah utama. Lalu bagaimanakah cara Allah menyelesaikan masalah manusia. Satu-satunya jalan adalah dengan cara mengembalikan apa yang hilang dari manusia, yaitu kehidupan. Manusia yang telah mati secara rohani perlu dihidupkan kembali melalui apa yang disebut dengan regenerasi (kelahiran kembali).[4] Namun, manusia telah mati secara rohani tidak mampu menghidupkan dirinya sendiri (Efesus 2:5). Sebab bagaimana mungkin orang mati dapat menghidupkan dirinya sendiri? Ia tidak bisa melakukannya. Disinilah doktrin kerusakan total perlu dimengerti. Manusia telah rusak total (total depravity), dimana kerusakan akibat dosa asal telah menjangkau setiap aspek natur dan kemampuan manusia: termasuk pikiran, hati nurani, kehendak, hati, emosinya dan keberadaannya secara menyeluruh (2 Korintus 4:4, 1Timotius 4:2; Roma 1:28; Efesus 4:18; Titus 1:15).[5]
Dan secara natur, tidak ada sesuatu dalam diri manusia yang membuatnya layak untuk berhadapan dengan Allah yang benar (Roma 3:10-12).[6] Jadi, manusia dalam natur lamanya yang berdosa tidak menyadari dan tidak mampu menanggapi hal-hal rohani dari Allah. Manusia tidak mampu melakukan apapun untuk mengubah natur maupun keadaan keberdosaannya (Roma 3:9-20).
Maka jelaslah bahwa manusia memerlukan suatu perubahan yang radikal dan menyeluruh yang memampukannya untuk dapat kembali melakukan hal yang benar menurut pandangan Tuhan. Perubahan yang radikal itu adalah kehidupan rohani yang disebut dengan “kelahiran baru” di dalam Kristus (Efesus 2:5).
Lalu, apakah yang dimaksud dengan kelahiran baru (regenerasi) itu? Kelahiran baru merupakan suatu perubahan radikal dari kematian rohani menjadi kehidupan rohani yang dikerjakan oleh Roh Kudus yang memampukan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa untuk dapat kembali melakukan hal yang benar menurut pandangan Tuhan.
Manusia tidak memiliki peran apapun dalam kelahiran baru ini; Sepenuhnya merupakan tindakan Allah. Sebab jika kita telah mati secara rohani, bagaimana mungkin orang mati dapat bekerjasama dengan Allah untuk menghidupkan dirinya sendiri? (Efesus 2:5). [7] Karena itu, ada beberapa natur esensial dari hidup baru yang perlu dimengerti :
1. Kelahiran baru merupakan perubahan yang terjadi secara seketika dan bersifat supernatural. kelahiran baru bukan suatu proses bertahap seperti pengudusan yang progresif, tetapi terjadi seketika. Paulus mengatakan, “ telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita - oleh kasih karunia kamu diselamatkan -” (Efesus 2:5).
Disini, kata kerja yang diterjemahkan “menghidupkan” adalah “synezoopoiesen”, memakai bentuk aorist tense yang berarti tindakan yang seketika atau sekejap. Namun, regenerasi juga merupakan perubahan yang supernatural. Kelahiran baru bukan merupakan peristiwa yang dapat dilaksanakan oleh manusia (Yohanes 3:6). Kelahiran baru sepenuhnya merupakan tindakan Allah. Secara khusus merupakan karya Roh Kudus.
2. Kelahiran baru merupakan perubahan yang radikal. Istilah radikal berasal kata Latin “radix” yang berarti “akar”, sehinga regenerasi merupakan suatu perubahan pada akar natur kita. Dengan demikian regenerasi berarti: (a) penanaman (pemberian) kehidupan rohani yang baru, karena pada dasarnya manusia telah mati secara rohani (Efesus 2:5; Kolose 2:13; Roma 8:7-8).
Manusia yang telah mati secara rohani tidak mungkin dapat bekerjasama dengan Allah untuk menghidupkan dirinya sendiri, karena regenerasi merupakan tindakan Allah dan manusia hanya menerimanya; (b) perubahan yang total yaitu perubahan mempengaruhi seluruh keberadaan kepribadian, yaitu pikiran, hati nurani, kehendak, emosi. Alkitab menyebutnya sebagai pemberian “hati yang baru” (Yehezkiel 36:26).
Hati menurut Alkitab adalahh inti rohani dari satu pribadi, pusat dari seluruh aktivitas; sumber yang darinya mengalir semua pengalaman mental dan spiritual, berpikir, merasakan, menghendaki, mempercayai, dan sebagainya (Bandingkan dengan Matius 15:18-19).
3. Kelahiran baru memampukan manusia untuk percaya dan bertobat. Pada saat seseorang dilahirkan baru maka ia dimampukan percaya kepada Kristus untuk keselamatannya dan bertobat dari dosa-dosanya. Seseorang dapat memberi respon di dalam iman dan pertobatan hanya setelah Tuhan memberikan kehidupan yang baru kepadanya.
Iman dan perrtobatan disebut dengan istilah perpalingan (convertion). Beriman berarti berpaling kepada Kristus untuk mengampuni dosa-dosa dan bertobat merupakan suatu keputusan sadar untuk berpaling dari dosa-dosa dan. Jenis iman ini mengakui bahwa seseorang tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dan pada saat yang sama mengakui hanya Kristus yang dapat melakukannya (Yohanes 6:44).
4. Kelahiran baru mengakibatkan perubahan atau transformasi. Kelahiran baru oleh Roh Kudus mengakibatkan perubahan. Kelahiran baru ini tidak disadari atau tidak dirasakan saat terjadi, tetapi dapat diamati lewat kepekaan baru terhadap hal-hal rohani, arah hidup yang baru, serta kemampuan untuk hidup benar dan menaati Allah.
Perubahan ini meskipun tidak disadari, menghasilkan hati (kardia) yang diubahkan yang memimpin kepada karakter yang diubahkan dan kemudian menghasilkan hidup yang diubahkan (2 Korintus 5:17).
KELAHIRAN BARU: HIDUP KEKAL DALAM KRISTUS
Alkitab mengatakan “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16).
Kata “binasa” dalam ayat ini adalah “apolêtai” yang berarti “hilang, terbuang, menjadi kebinasaan, dan kematian”. Kata “binasa” disini tidak hanya menunjuk pada kematian jasmani, tetapi pada perpisahan kekal dengan Allah dan pada hukuman kekal di neraka.
Sedangkan frase Yunani “tidak binasa” dalam ayat ini adalah “mê apolêtai” yang berarti “tidak menjadi binasa”. Frase Yunani “beroleh hidup yang kekal” dalam Yohanes 3:16 adalah “all ekhê zôên aiônion”. Kata “ekhê” berarti “mempunyai” atau “memiliki” dan kata “zôên” berasal dari kata “zôê” berarti “hidup yang baru” atau “hidup yang telah diperbaharui”. Sedangkan kata “aiônion” menujukkan “keabadian” atau “ketiadaan akhir”.
Jadi menurut Yohanes 3:16, Allah memberikan AnakNya yang tunggal, Kristus itu bukan hanya supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, tetapi untuk menyelamatkan dan memberikan hidup kekal kepada mereka. Allah memberikan (mengorbankan) AnakNya yang tunggal dan mati di kayu salib, dengan tujuan untuk mengaruniakan hidup kekal (zôên) kepada manusia sebagai kontras dari kebinasaan (apolêtai).
Bagi kita, hidup itu bukan hanya “kronos”, yaitu saat hidup di dunia ini di masa kini, tetapi juga “aiônios” yaitu di masa depan di dalam kekekalan. Alkitab mengatakan “... tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Roma 6:23). Dan lagi, “... Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup. Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal” (1 Yohanes 5:11-13).
Lalu apakah yang dimaksud dengan hidup kekal itu? Hidup kekal adalah konsep kunci dari Injil Yohanes. Konsep ini bukan hanya menunjuk suatu keberadaan tanpa akhir, tetapi lebih mengarah kepada perubahan mutu kehidupan yang datang melalui “persatuan dengan Kristus (union with Chraist)”.
Hidup kekal bukan hanya mengacu pada keabadian melainkan juga pada kualitas kehidupan, yaitu kehidupan yang membebaskan manusia dari kuasa dosa dan Iblis, serta meniadakan yang duniawi dalam kehidupan manusia supaya dapat mengenal Allah dengan benar. Dengan demikian hidup kekal dapat didefinisikan sebagai “suatu jenis kehidupan ilahi yang dianugerahkan Allah pada saat seseorang lahir baru dan percaya kepada Kristus”.
Perlu diketahui bahwa ada dua istilah Yunani yang digunakan untuk kata “hidup”, yaitu “bios” dan “zoe”. Kata Yunani “bios” digunakan untuk menunjukkan bentuk kehidupan yang dimiliki setiap orang, yaitu kehidupan biologi yang dipertahankan dengan makanan, udara, dan air, tetapi pada akhirnya berakhir dengan kematian.
Sedangkan kata zoe digunakan untuk menunjukkan kehidupan rohani, yaitu jenis kehidupan yang diberikan dan ditanamkan Allah yang bersifat kekal ketika seseorang lahir baru atau regenerasi (2 Korintus 5:17). Kedua jenis hidup ini berbeda satu dengan lainnya. Bios bersifat sementara dan fana, sedangkan zoe bersifat permanen dan kekal. Bios bersifat berpusat pada diri sendiri, sedangkan zoe berpusat pada Allah dan pada orang lain.
Kata “zoe” muncul sebanyak tiga puluh tiga kali dalam Injil Yohanes. Sedangkan kata “zôên aiônion” disebutkan sebanyak tujuh belas kali. Penulis Injil Yohanes secara eksplisit menunjukkan dua pengertian dari memiliki hidup yang kekal, yaitu :
(1) Kehidupan pada masa yang akan datang, yaitu dibangkitkan untuk hidup kekal pada akhir zaman (Yohanes 6:40,54; 6:39,44; 11:24;12:,25,48);
(2) Kehidupan sekarang yang tersedia untuk setiap orang yang percaya kepada Yesus (Yohanes 3:16; 5:24; 10:10). Pengertian ini sama seperti yang diyakini Leon Moris, seorang pakar teologi Perjanjian Baru yang mengakui bahwa pada dasarnya Yohanes memakai kata “zôên aiônion” dengan maksud untuk menunjukkan “kehidupan yang berlangsung pada masa yang akan datang.
Kehidupan yang oleh orang lain dinanti-nantikan untuk zaman yang akan datang, oleh Yohanes dibicarakan sebagai kehidupan yang sudah ada sekarang ini. Sekarang ini juga orang beriman mengalami hidup kekal itu.
Tidak perlu mereka menanti sampai mereka mati dulu untuk bisa mengenal hidup menurut arti yang paling mendalam. ... Yohanes berbicara tentang mereka yang akan dibangkitkan Yesus pada akhir zaman (Yohanes 6:39-40,44,54).
Akan tetapi pemikiran utama Yohanes adalah bahwa hidup kekal itu sudah dimiliki sekarang ini oleh orang-orang yang datang kepada Kristus”.[8] Dengan demikian ada dua aspek dari kehidupan kekal itu, yaitu masa sekarang dan masa depan.
Artinya, hidup kekal yang diterima pada masa depan merupakan kelanjutan dari kehidupan kekal yang diterima dan dialami di masa sekarang, seperti yang dikatakan Yesus, “... Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?” (Yohanes 11:25-26).
KELAHIRAN BARU KITA TERIMA KARENA KARYA PENDAMAIAN KRISTUS
Kekristenan terutama bukan sebuah filsafat agama, pandangan hidup, sekumpulan kepercayaan dan kebiasaan. Kekristenan adalah seorang Pribadi, dan pengalaman keselamatan adalah mengalami pribadi Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Kebenaran inti dari Kekistenan ini merupakan hal yang paling signifikan bagi doktrin Alkitab yang sehat dan bagi kehidupan Kristen yang sejati.
Hal itulah yang melindungi kita dari ajaran yang keliru dan membuat kehidupan kita terkait pada Kristus, mengidentifikasikan diri kepada Kristus, bergantung kepada Kristus, dan berpusat kepada Kristus serta menghormati Kristus. Dia akan menjadi segala-galanya dalam pengalaman kita dan dalam kehidupan kita.
Yesus Kristus merupakan sentralitas dalam Kekristenan sebagaimana yang dinyatakan oleh Michael Eaton, “Kekristenan adalah Kristus! Iman Kristen bukan sebuah buku, Ia bukan sebuah filosofi. Ia bukan sebuah pengalaman. Ia bukan sebuah program tindakan. Iman Kristen terutama dan pertama-tama adalah tentang seorang Pribadi, Tuhan kita Yesus Kristus, Anak Allah”.[9]
Yesus Kristus sendiri adalah inti dari keselamatan itu. Keselamatan adalah Kristus, dan mengalami keselamatan berarti mengalami Kristus. Kristus adalah keselamatan kita dan memberikan diriNya bagi kita sebagai keselamatan kita. Di Dalam Kristus kita menerima kepenuhan Allah. Dia adalah kehidupan, kekuatan, damai sejahtera, dan sukacita kita. Dia adalah hikmat, kebenaran, pengudusan, dan penebusan kita. Dia lah hidup kekal bagi kita (1 Yohanes 5:12).
Semua keberadaanNya menjadi milik kita pada saat kita menerimaNya dengan iman. Alkitab mengatakan, “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya” (Yohanes 1:12). Dan lagi, “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkanNya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Roma 8:32).
Ketika Kristus mengatakan kepada murid-muridNya , “sama seperti Bapa telah mengutus Aku,..” (Yohanes 2O:21), kita langsung teringat pada kata “misi”. Istilah “misi” atau “mission (Inggris)” berasal dari kata Latin “missio” yang berarti “mengutus”, hampir sama dengan kata dalam bahasa Yunani “apostello”, yang artinya “mengutus”.[10]
Kata “apostello” muncul sebanyak 135 kali dalam seluruh Perjanjian Baru, di mana sebanyak 123 kali digunakan dalam Kitab Injil dan Kisah Para rasul.[11] George W. Peter, seorang pakar misiologi mengatakan, “kata kerja ‘apostello’ mengandung arti pengutusan seorang duta dengan satu tugas khusus. Karenanya kata itu dipakai untuk misi dari anak Allah, dan untuk rasul-rasulNya.”[12]
Sebagai Anak, Kristus telah diutus oleh Bapa ke dalam dunia dengan satu tugas khusus, karena itu Ia disebut dengan sebutan “Rasul” (Apostle). Penulis Kitab Ibrani dengan jelas mengatakan demikian, “Sebab itu, hai saudara-saudara yang kudus, yang mendapat bagian dalam panggilan sorgawi, pandanglah kepada Rasul dan Imam Besar yang kita akui, yaitu Yesus” (Ibrani 3:1).
Jadi, Allah telah mengutus Kristus ke dalam dunia melalui inkarnasiNya untuk melaksanakan tugas khusus, yaitu misi pendamaian. Injil Yohanes menyebut Yesus dengan gelar “Anak Domba Allah” (Yohanes 1:29,36). Pada sebutan pertama, gelar ini diperjelas dengan keterangan tambahan “yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29). Gelar itu memberitahukan kita betapa pentingnya misi Yesus itu.
W. Hall Harris mengatakan, “Bahwa misi itu berkaitan dengan pendamaian sangat sejalan dengan penghapusan dosa dan juga dengan pernyataan-pernyataan lain di bagian selanjutnya dalam Injil Yohanes : ‘Sebab Allah mengutus AnakNya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkanNya oleh Dia’ (Yohanes 3:17); dan ‘kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kau katakan, tetapi sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia’ (Yohanes 4:42)”.[13]
Millard J. Erickson menjelaskan tentang maksud pengutusan Yesus ke dalam dunia ini demikian, “Yesus cukup menyadari bahwa Ia diutus oleh Bapa, dan bahwa Ia harus melakukan pekerjaan Sang Bapa. Dia menyatakan dalam Yohanes 10:36 bahwa Bapa telah mengutusNya ke dalam dunia ini.
Dalam Yohanes 3:38 Yesus mengatakan, ‘Sebab Aku telah turun dari surga bukan untuk melakukan kehendakKu, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku’. Rasul Yohanes juga dengan jelas menghubungkan pengutusan oleh Bapa dengan karya penebusan dan pendamaian Anak, ‘Sebab Allah mengutus AnakNya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia’ (Yohanes 3:17).
Jelas bahwa maksud kedatangan Kristus adalah untuk mengadakan pendamaian, dan Allah Bapa ikut terlibat dalam karya tersebut. Yang dimaksud dengan menekankan bahwa kedatangan Anak adalah karena diutus oleh Bapa ialah untuk menjelaskan bahwa karya Anak tidaklah terlepas dari, atau tidak bertentangan dengan, apa yang dilakukan Bapa.”[14]
Misi itu telah selesai dikerjakan Kristus, karena dunia telah didamaikan dengan Allah oleh Kristus melalui kematianNya (2 Korintus 5:15-20). Kapan misi itu selesai? Ketika disalib sebelum mati Yesus berkata “sudah selesai” (Yohanes 19:30).
Kata “sudah selesai” adalah kata Yunani “τετελεσται - tetelestai” ini berasal dari kata kerja τελεω – teleô, artinya "mencapai tujuan akhir, menyelesaikan, menjadi sempurna”. Kata ini menyatakan keberhasilan akhir dari sebuah tindakan.
Paul Enns menyatakan, “Karya Kristus sesuai dengan tujuanNya datang ke dunia, digenapkan dalam Yohanes 19:30. Setelah enam jam di atas kayu salib Yesus berseru ‘sudah selesai!’ (Yunani: Tetelestai). Yesus tidak mengatakan ‘saya telah selesai!’, tetapi ‘sudah selesai!’. Ia telah menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Bapa kepadaNya; karya keselamatan telah diselesaikan.
Tensa bentuk lampau dari kata kerja ‘tetelestai’ dapat diterjemahkan ‘hal itu akan tetap selesai’, artinya pekerjaan itu untuk selamanya selesai dan akibat dari selesainya pekerjaan itu terus berlaku”.[15] Ditempat lain, Paul Enns mengatakan, “bagaimana Kristus mencapai pendamaian? Melalui kematianNya (Roma 5:10). Karena Kristus adalah Allah, kematianNya tak ternilai hargaNya, menyediakan pendamaian bagi dunia. Hal ini signifikan karena kematian Kristus menjadikan dunia bisa diselamatkan”.[16]
Walau makna pendamaian yang dilakukan oleh Kristus dalam kematianNya di kayu salib tersebut tidaklah dapat ditangkap dalam satu atau dua kalimat atau pernyataan, namun makna dasarnya dapat dan harus dipusatkan pada beberapa gagasan yang sangat mendasar, yaitu : pengorbanan, pengantaraan, pencurahan darah, peredaan murka (propisiasi), penghapusan kesalahan (ekspiasi), korban pengganti (substitusi), penebusan, pengampunan (amnesti), dan pembenaran (jastifikasi). Semua sudah selesai Yesus lakukan.
Dan karena pendamaian itu sudah selesai Yesus kerjakan maka berita pendamaian itu harus disampaikan kepada dunia oleh orang-orang percaya melalui pemberitaan Injil dengan panggilan “berilah dirimu didamaikan dengan Allah” (2 Korintus 5:20), dan “percayalah kepada Yesus Kristus maka engkau akan selamat” (Kisah Para Rasul 16:31).
KESELAMATAN MERUPAKAN PEMBERIAN ANUGERAH
Dari sini kita dapat melihat dengan jelas bahwa keselamatan kita seluruhnya hanyalah oleh anugerah. Karena Alkitab menyatakan fakta mengenai manusia yang berdosa, moralnya yang rusak total secara alamiah, dan keadaannya yang digelapkan, diperbudak, serta terasing, dan tidak mampu menyelamatkan dirinya sendiri. Terhadap hal ini Alkitab secara teguh berpegang pada doktrin tentang dosa serta keasalah asali dan keadaan manusia yang terhilang (Roma 3:9-24).
Jadi keselamatan itu semata-mata adalah anugerah Allah, yang artinya, tidak ada sedikitpun melibatkan jasa dan usaha manusia, sebagaimana yang dikatakan rasul Paulus dengan tegas dalam Efesus 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. Dengan keyakinan yang jelas dan tegas Alkitab mengajarkan kita untuk tidak mempercayai keselamatan karena perbuatan-perbuatan baik ataupun karena iman ditambah perbuatan baik, tetapi hanya karena anugerah oleh iman.
R.C. Sproul menyatakan, “deklarasi utama dari reformasi adalah sola gratia, yaitu keselamatan hanya merupakan anugerah Allah semata-mata”.[17] Apakah itu anugerah? Anugerah adalah kemurahan (perlakuan istimewa) yang tidak layak kita diterima, tidak diupayakan, dan tidak diterima karena jasa. Istilah “anugerah” disebut juga kasih karunia (grace) adalah pemberian Allah yang tidak selayaknya diberikan kepada kita karena kita memang tidak layak untuk menerimanya.
Seseorang masuk surga bukan karena kebaikan, kepatuhan, ataupun jasa-jasanya melainkan karena ia telah menerima anugerah hidup kekal dalam Kristus. Anugerah hidup kekal itu dapat dimiliki hanya karena keberadaannya “dalam Kristus”.
Frase “dalam Kristus” adalah terjemahan Yunani “en Christō” yang muncul sekitar tujuh puluh kali di dalam surat-surat rasul Paulus, dan dua kali dalam surat Petrus (1 Petrus 3:16; 5:14). Misalnya, rasul Paulus mengatakan, “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus (en Christō), ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2 Korintus 5:17); “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus (en Christō) Yesus” (Roma 8:1); “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus (en Christō) telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam surga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya” (Efesus 1:3-4); “Tetapi sekarang di dalam Kristus (en Christō) Yesus kamu, yang dahulu ‘jauh’, sudah menjadi ‘dekat’ oleh darah Kristus” (Efesus 2:13); “supaya hati mereka terhibur dan mereka bersatu dalam kasih, sehingga mereka memperoleh segala kekayaan dan keyakinan pengertian, dan mengenal rahasia Allah, yaitu Kristus, sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan” (Kolose 2:2-3).
Keberadaan kita di dalam Kristus ini disebut juga sebagai “kesatuan dengan Kristus (union with Christ)”. Hal ini pertama kali terjadi secara aktual pada saat kita mengalami regenerasi oleh Roh Kudus. Kesatuan pada saat regenerasi ini bukan sekedar awal dari keselamatan, tetapi kesatuan ini juga mendukung, mengisi, dan menyempurnakan keseluruhan proses keselamatan. Sehingga tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa kesatuan dengan Kristus itu sebagai sentral dari keselamatan.
John Murray dengan tepat menyatakan, “Tidak ada yang lebih setral atau mendasar selain dipersatukan dan dipersekutukan dengan Kristus... Kesatuan dengan Kristus sungguh-sungguh merupakan kebenaran sentral dari seluruh doktrin keselamatan...”[18] Karena hal itulah dengan rendah hati dengan senang hati kita mengakui bahwa keselamatan dari permulaan sampai selesai berasal dari Allah, bahwa itu adalah anugerah Allah, dan bahwa segala kemuliaan haruslah ditujukan kepada Allah.
Menurut Charles C. Ryrie, dalam Septaguita maupun dalam Perjanjian Baru, kata kerja Yunani “sozo” dan kata-kata yang sama asalnya “soter” dan “soteria” biasanya merupakan terjemahan dari kata Ibrani Perjanjian Lama “yasha”. Kata “yasha” ini berarti “kebebasan dari sesuatu yang mengikat atau membatasi, dan kemudian berarti pembebasan, pelepasan, atau memberikan keluasan dan kelapangan kepada sesuatu.
Sedangkan kata “sozo” (dan kata-kata yang sama asalnya “soter” dan “soteria”) berhubungan dengan perawatan, kesembuhan, pertolongan, penyelamatan, penebusan atau kesejahteraan, yang dihubungkan dengan pemeliharaan dari bahaya, penyakit, ataupun kematian (Matius 9:22, Kisah Para Rasul 27:20,31-34; Ibrani 5:7).[19] Untuk pemakaian Kristen yang penuh, berarti penyelamatan dari kematian kekal dan pemberian hidup yang kekal kepada seseorang (Roma 5:9; Ibrani 7:25).[20]
Jadi keselamatan itu adalah transformasi radikal atau perubahan menyeluruh yang ditandai oleh tiga tingkatan keselamatan, yaitu :
(1) Keselamatan masa lalu (posesif). Seseorang yang percaya kepada kristus, telah menerima pengampunan dosa dan dibebaskan dari dosa masa lalu, yaitu : dosa pertalian, dosa warisan dan dosa pribadi. Alkitab menyatakan bahwa Kristus telah melakukan pekerjaan penebusan dan menggenapinya di kayu salib. Semua jenis dosa telah ditanggung oleh Kristus (Efesus 2:1-8; Titus 3:5);
(2) Keselamatan masa kini (progresif). Keselamatam masa kini adalah tingkatan yang menyangkut semua orang percaya. Mereka diselamatkan dari kuasa dosa, dikuduskan dan dipelihara (Ibrani 7:25). Mereka yang ada di dalam Kristus dibebaskan dari hukum dosa dan hukum maut (Roma 8:1-3). Keselamatam ini juga mencakup kepastian dan jaminan pemeliharaan Allah terus penerus (progresif) dalam kehidupan orang percaya selama mereka tinggal di dalam dunia ini;
(3) Keselamatan masa depan (prospektif). Hal ini terjadi pada saat Kristus memberikan kepada kita penyelamatan seutuhnya bersama Dia. Ia akan menyelamatkan kita dari dunia yang penuh dengan dosa, penderitaan dan air mata ini serta menyelamatkan kita dari murka Allah yang akan datang atas dunia, dimana kita akan bersama-sama dengan Dia di sorga selama-lamanya (Roma 5:9,10). Inilah wujud lengkap dari keselamatan yang kekal.
Alkitab memberitahu kita bahwa sebagai orang Kristen, kita telah diselamatkan dari hukuman dosa, dan kita telah diselamatkan dari kuasa dosa; tapi kita baru diselamatkan dari kehadiran dosa sepenuhnya suatu hari nanti, ketika Yesus datang kembali.
KIta benar-benar diselamatkan tetapi belum sepenuhnya diselamatkan. Tapi kepenihan pengharapan kita menginjinkan kita untuk memiliki pengharapan yang penuh dan yakin sekarang akan semua yang akan datang kepada kita pada akhirnya.
Bagi orang Kristen, yang terbaik (sempurna) belum datang). Jadi melalui kematian Kristus di kayu salib, Ia tidak hanya menyelamatkan dari masa lalu dan untuk masa depan; ia juga menyelamatkan kita di masa kini. Menyelamatkan kita dari ketakutan kita, dari ketidakamanan kita, dari hawa nafsu kita, dari ketamakan kita, dari keegoisan kita, dari kesombongan kita, dan lain-lain.
Kebanyak orang Kristen tahu cukup baik, bahwa Kristus telah menyelamatkan kita dari hukuman dosa, dan kebanyakan kita mengetahui dengan baik bahwa suatu hari kelak Yesus akan menyelamatkan kita dari kehadiran dosa, tetapi di antara waktu-waktu itulah kita kesulitan mengerti bahwa Kristus juga menyelamatkan kita di dalam kehidupan yang kita jalani di masa kini. (Kolose 1:13-23).
Singkatnya, “Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu” (Kolose 3:11). Kristus adalah segalanya, dan semua yang kita butuhkan ada di dalam Dia. Dia bukan hanya satu-satunya jalan melainkan segalanya bagi kita. DISELAMATKAN KARENA ANUGERAH
Arrington, French L., 2004. Doktrin Kristen Perspektif Pentakosta. Terjemahan, diterbitkan oleh Departmen Media BPS Gereja Bethel Indonesia : Jakarta.
Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta.
Berkhof, Louis., 2011. Teologi Sistematika: Doktrin Kristus. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Calvin, John.,2000. Institutio: Pengajaran Agama Kristen. Terjemahan, Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.
Conner J. Kevin., 2004. A Practical Guide to Christian Bilief. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Conner, Kevin J. & Ken Malmin., 2004. Interpreting The Scriptures. Terjemahan Penerbit Gandum Mas : Malang.
Cornish, Rick., 2007. Lima Menit Teologi. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Daun, Paulus., 1994. Bidat Kristen dari masa Ke Masa. Penerbit Yayasan Daun Family : Manado.
Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1 & 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Enns, Paul., 2000. Approaching God. Jilid 2 Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Erickson J. Millard., 2003. Teologi Kristen, Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Fances, Eddy., 2005. Murid Kristus. Penerbit Yayasan Sinar Nusantara : Jakarta.
Ferguson, B. Sinclair, David F. Wright, J.I. Packer., 1988. New Dictionary Of Theology. Jilid 1 & 2, diterjemahkan (2008), Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House: Grand Rapids, Michigan.
Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 3. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.
Horton, Michael S., 2011. The Gospel Driven Life. Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Ladd, Geoge Eldon, 1999. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 2, terjemahan Penerbit Kalam Hidup : Bandung.
Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta.
Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.
Poespoprodjo W dan EK. T. Gilarso, 1999. Logika Ilmu Menalar. Penerbit Pustaka Grafika: Bandung.
Milne, Bruce., 1993. Mengenali Kebenaran. Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.
Morris, Leon., 2006. Teologi Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Murray, John., 1999. Penerapan dan Penggenapan Penebusan. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Peter, George W., 2006. A Biblical Theology of Missions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Ridderbos, Herman., Paul: An Outline of His Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1 & 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Sandison, George & Staff., 2013. Bible Answers for 1000 Difficult Questions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Scharf, Greg., 2013. Khotbah Yang Transformatif. Terjemahan, Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Susabda, Yakub B., 2010. Mengenal dan Bergaul Dengan Allah. Penerbit Andi Offset: Yoyakarta.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Tabb, Mark, ed., 2011. Mari Berpikir Tentang Teologi: Apa Yang Kita Yakini. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta.
Tchividjian, Tullian., 2014. Jesus Plus Nathing Is Everithing. Terjemahan, Penerbit Light Publising: Jakarta.
Thiessen, Henry C., 1992. Teologi Sistematika, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Wolf, Herbert., 2004. Pengenalan Pentateukh. Terjemahan, penerbit Gandum Mas : Malang.
Yancey, Philip, 1997. Bukan Yesus Yang Saya Kenal. Terjemahan, Penerbit Profesional Books : Jakarta.
Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
[1] Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta, 274.
[2] Istilah dosa secara etimologis, berasal dari kata Ibrani “chatta” yang muncul sebanyak 580 kali dalam Perjanjian Lama, yang artinya “gagal mencapai sasaran yang dituju” (Hakim-hakim 2:16). Perjanjian Baru menggunakan kata Yunani “hamartia” untuk dosa, yang berarti “tidak mencapai sasaran yang tepat”. Kata ini digunakan sebanyak 227 kali dan lebih menekankan pada seluruh kejahatan yang diakibatkan oleh intelek, dan etika manusia (Kisah Para Rasul 2:28). Dari kata “hamartia” ini kita mengenal istilah “hamartiologi” yang dalam teologi Kristen berarti “ajaran alkitabiah tentang dosa”.
[3] Kata pencobaan berarti mencoba, menguji, dan membuktikan.
[4] Kata Yunani “palingensia” muncul dalam Matius 19:28 dengan kata penciptaan kembali dan dalam Titus 3:5 diterjemahkan dengan kata kelahiran kembali. Kata ini berkaitan dengan pribadi seseorang dan juga alam semesta serta bersifat eskatologis. Kata Yunani yang berhubungan dengan perubahan dan dilahirkan oleh Roh Kudus adalah “anothen” dan “gennao” yang berarti memperanakkan atau melahirkan kembali (Yohanes 3:3-8; Galatia 4:9). Beberapa sebutan yang menyimbolkan regenerasi antara lain : (1) Hati yang baru (Yehezkiel 36:26). (2) Ciptaan baru (2 Korintus 5:17). (3) Sunat hati (Roma 2:29; Kolose 2:11). (4) Batin yang diubah (Roma 7:22; 2 Korintus 4:16).
[5] Penjelasan lebih lanjut tentang kerusakan total ini dapat dilihat dalam: Ridderbos, Herman., Paul: An Outline of His Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal. 112-124; Ryrie, Charles C., Basic Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit Andi Offset : Yoyakarta, hal. 296-297-300; Hoekema, Anthony A., Created in God’s Image. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal, 183-197.
[6] Yang dimaksud dengan kerusakan total bukanlah berarti (1) bahwa setiap orang telah menunjukkan kerusakannya secara keseluruhan dalam perbuatan, (2) bahwa orang berdosa tidak lagi memiliki hati nurani dan dorongan alamiah untuk berhubungan dengan Allah, (3) bahwa orang berdosa akan selalu menuruti setiap bentuk dosa, dan (4) bahwa orang berdosa tidak lagi mampu melakukan hal-hal yang baik dalam pandangan Allah maupun manusia.
[7] Penjelasan lebih lanjt dapat dilihat dalam : Hoekema, Anthony A., 2010. Diselamatkan Oleh Anugerah. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal, 121-142.
[8] Morris, Leon., 2006. Teologi Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal 370-371.
[9] Eaton, Michael., 2008. Jesus Of The Gospel. Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta, hal. 9.
[10] Enos, I. Nyoman,. 2012. Penuntun Praktis Misiologi Modern. Penerbit Kalam Hidup: Bandung, hal. 23.
[11] Selain kata “apostello”, kata Yunani lainnya “pempo” juga diterjemahkan dengan “mengutus” muncul sebanyak 80 kali dalam Perjanjian Baru. Kedua kata ini dipakai untuk Kristus dan juga untuk para rasul. Ada perbedaan sedikit dalam penekanan dan kedalaman. Kata “pempo” lebih menekankan tindaan mengutus dan mengekpresikan hubungan antara pengutusan dengan yang diutus. Kata “apostello” selain mengandung gagasan tentang pengutusan yang berwibawa dengan satu misi, istilah ini juga mencakup maksud yang pasti dalam pengutusan tersebut (Peter, George W., 2006. A Biblical Theology of Missions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal. 302-303).
[12] Peter, George W., A Biblical Theology of Missions, hal. 303.
[13] Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal. 219.
[14] Erickson J. Millard., Teologi Kristen, Jilid 2,, hal. 484.
[15] Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 167.
[16] Enns, Paul., 2000. Approaching God. Jilid 2 Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 124.
[17] Sproul, R.C., 1997. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 263.
[18] Murray, John., 1999. Penerapan dan Penggenapan Penebusan. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal 203.
[19] Ryrie, Charles C., Teologi Dasar. Jilid 2, hal. 18-19.
[20] Ibid, hal. 19.