Keselamatan Tidak Bisa Hilang

 Pdt.Budi Asali, M.Div.
Keselamatan Tidak Bisa Hilang
Bisakah orang kristen kehilangan Keselamatan?
 
I) Keselamatan.
 
1)   Setiap orang membutuhkan keselamatan.
Mengapa?
 
a)   Karena setiap orang adalah orang berdosa (Roma 3:23).
Bukan cuma sekedar berdosa sedikit tetapi sangat berdosa. Misalnya perintah untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap kekuatan, segenap jiwa, mungkin sekali tidak ada yang pernah melakukan dengan sempurna. Itu berarti, ditinjau dari hukum itu saja, kita berbuat dosa setiap saat.
 
b)         Perbuatan baik tidak bisa menyelamatkan kita. Mengapa?
 
1.   Karena manusia di luar Kristus itu sama sekali tidak bisa berbuat baik.
Kita lahir sebagai orang yang berdosa, dan karena itu kita mempunyai kecenderungan untuk berbuat dosa. Ini bisa terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:
Kejadian 6:5 - “Ketika dilihat TUHAN bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, ...”.
Kejadian 8:21b - “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya”.
Illustrasi: Makhluk yang lahir sebagai monyet akan secara otomatis melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh monyet. Demikian juga makhluk yang dilahirkan sebagai orang berdosa akan secara otomatis melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh orang berdosa.
 
Sebetulnya, manusia berdosa itu bukan hanya cenderung kepada dosa, tetapi bahkan sama sekali tidak bisa berbuat baik, dan selalu berbuat dosa saja. Ini sebetulnya sudah terlihat dari Kej 6:5 di atas, tetapi lebih terlihat lagi dari Tit 1:15 yang berbunyi: “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.
 
Ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan orang yang tidak beriman adalah dosa. Jadi, tindakan-tindakan yang kelihatannya baik sekalipun (seperti menolong orang miskin, dsb) tetap dianggap dosa. Mengapa?
 
a.   Karena tindakan itu tidak dilakukan berdasarkan kasih kepada Allah / Yesus.
Yoh 14:15 - “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu”.
 
b.         Karena tindakan itu tidak dilakukan untuk memuliakan Allah.
1Kor 10:31: “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah”.
 
Suatu ‘ketaatan / perbuatan baik’, yang dilakukan oleh orang yang tidak percaya kepada Yesus, dan dilakukan bukan karena hati yang mengasihi Tuhan, dan dilakukan bukan untuk kemuliaan Allah, pada dasarnya adalah ‘ketaatan / perbuatan baik’ yang dilakukan tanpa mempedulikan Allah. Sekarang pikirkan sendiri, bisakah perbuatan demikian disebut baik?
 
2.   Kalaupun ia bisa berbuat baik, perbuatan baik itu tidak bisa menghapuskan dosa.
Bahwa dosa tidak bisa ditebus dengan perbuatan baik, dinyatakan oleh Gal 2:16,21 yang berbunyi: “(16) Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus ... (21) sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.
Illustrasi: Seseorang ditangkap polisi karena melanggar peraturan lalu lintas dan 1 minggu setelahnya harus menghadap ke pengadilan. Dalam waktu satu minggu itu ia lalu banyak berbuat baik untuk menebus dosanya. Ia menolong tetangga, memberi uang kepada pengemis, dsb. Pada waktu persidangan, ia membawa semua orang kepada siapa ia sudah melakukan kebaikan itu sebagai saksi. Pada waktu hakim bertanya: ‘Benarkah saudara melanggar peraturan lalu lintas?’, ia lalu menjawab: ‘Benar pak hakim, tetapi saya sudah banyak berbuat baik untuk menebus dosa saya. Ini saksi-saksinya’. Sekarang pikirkan sendiri, kalau hakim itu waras, apakah hakim itu akan membebaskan orang itu? Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat bahwa dalam hukum duniapun kebaikan tidak bisa menutup / menebus / menghapus dosa! Demikian juga dengan dalam hukum Tuhan / Kitab Suci!
 
2)   Yesus sudah memberikan jalan keselamatan kepada manusia berdosa itu, dengan jalan menjadi manusia, menderita dan mati di kayu salib, untuk menebus dosa-dosa manusia. Dengan itu Ia menjadi satu-satunya jalan keselamatan (Yoh 14:6  Kis 4:12  1Yoh 5:11-12).
 
3)   Kita bisa diselamatkan, karena ‘iman saja’ (Sola Fide / only faith), bukan karena ‘perbuatan baik’ atau karena ‘iman + perbuatan baik’.
Bahwa Kitab Suci memang mengajarkan bahwa perbuatan baik tidak punya andil dalam keselamatan, terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:
Gal 2:16 - “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: ‘tidak ada seorangpun yang dibenarkan’ oleh karena melakukan hukum Taurat”.
Ro 9:30-32 - “(30) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah memperoleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman. (31) Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu. (32) Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan.
Fil 3:7-9 - “(7) Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. (8) Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, (9) dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan.
 
Karena iman itu sendiri adalah pemberian Allah (Fil 1:29), maka jelas bahwa seluruh keselamatan merupakan anugerah. Dan karena itu kita percaya bukan hanya kepada SOLA FIDE (= hanya iman), tetapi juga kepada SOLA GRATIA (= hanya kasih karunia), karena kedua hal itu berhubungan sangat dekat, dan sama-sama bertentangan dengan ajaran yang mempercayai adanya andil manusia dalam memperoleh keselamatan.
 
Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.
Ro 3:24,27-28 - “(24) dan oleh kasih karunia Allah telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. ... (27) Jika demikian, apa dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! (28) Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat”.
Ro 4:2-5 - “(2) Sebab jikalau Abraham dibenarkan karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk bermegah, tetapi tidak di hadapan Allah. (3) Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? ‘Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.’ (4) Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya. (5) Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran”.
 
4)   Iman yang sejati / sungguh-sungguh memang harus diikuti oleh pertobatan dari dosa / perubahan hidup (Yak 2:17,26).
Mengapa demikian? Karena orang yang betul-betul percaya kepada Yesus, pasti menerima Roh Kudus (Yoh 7:38-39  Ef 1:13-14), dan Roh Kudus itu akan menguduskan / menyucikan hidup orang itu (Gal 5:22-23).
Kalau ada orang yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang percaya, tetapi hidupnya tidak berubah, maka itu menunjukkan bahwa ia tidak mempunyai Roh Kudus. Dan kalau ia tidak mem­punyai Roh Kudus, itu berarti ia belum percaya.
Sekalipun iman yang sejati pasti diikuti oleh adanya ketaatan / perbuatan baik / pengudusan, tetapi yang menyebabkan kita diselamatkan adalah imannya, dan sama sekali bukan perbuatan baiknya.
 
Illustrasi:
sakit -> obat -> sembuh -> olah raga / bekerja
dosa -> iman -> selamat -> taat / berbuat baik
 
Apa yang menyebabkan sembuh? Tentu saja obat, bukan olah raga / bekerja. Olah raga / bekerja hanya merupakan bukti bahwa orang itu sudah sembuh. Karena itu kalau seseorang berkata bahwa ia sudah minum obat dan sudah sembuh, tetapi ia tetap tidak bisa berolah raga / bekerja, maka pasti ada yang salah dengan obatnya.
Demikian juga dengan orang berdosa. Ia selamat karena iman, bukan karena perbuatan baik. Tetapi kalau seseorang berkata bahwa ia sudah beriman dan sudah selamat, tetapi dalam hidupnya sama sekali tidak ada perbuatan baik / ketaatan, maka pasti ada yang salah dengan imannya.
 
Juga kalau kita melihat pada garis waktu, maka akan terlihat hal-hal sebagai berikut:
a)   Sejak lahir sampai seseorang percaya kepada Yesus, ia tak bisa berbuat baik SAMA SEKALI (Ro 3:10-12  Ro 6:20).
Ro 3:10-12 - “(10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. (11) Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. (12) Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.”.
Ro 6:20 - “Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran.”.
b)   Kalau pada suatu saat ia percaya kepada Yesus, maka pada saat itu juga ia diselamatkan / mendapatkan keselamatan (Luk 19:9).
Luk 19:9 - Kata Yesus kepadanya: ‘Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham.”.
c)   Ia pasti pada saat itu juga mendapatkan Roh Kudus (Kis 2:38  Ef 1:13).
Kis 2:38 - “Jawab Petrus kepada mereka: ‘Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus.”.
Ef 1:13 - “Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikanNya itu.”.
d)   Roh Kudus itu aka mengeluarkan buah Roh (Gal 5:22-23), sehingga hidup orang itu secara sedikit demi sedikit akan dikuduskan.
 
Jadi terlihat dengan jelas bahwa imanlah, dan bukannya perbuatan baik, dan juga bukannya iman + perbuatan baik, yang menyebabkan kita diselamatkan, karena keselamatannya telah terjadi sebelum perbuatan baik itu mulai muncul.
 
Kesimpulan dari bagian ini: keselamatan hanya karena iman, dan itu betul-betul merupakan anugerah murni!
II) Keselamatan tidak bisa hilang.
 
Kalau ditanya: bisakah orang kristen kehilangan keselamatannya?, maka ajaran Reformed / Calvinisme dan Arminianisme bertentangan dalam menjawab pertanyaan ini. Ajaran Reformed / Calvinisme mengatakan bahwa keselamatan tidak bisa hilang, sedangkan Arminianisme mengatakan keselamatan bisa hilang.
 
Mengapa saya mempercayai ajaran Reformed / Calvinisme yang mengatakan keselamatan tidak bisa hilang?
 
1)   Ajaran Arminian bertentangan dengan SOLA FIDE dan SOLA GRATIA yang baru saya ajarkan di atas. Penyangkalan terhadap doktrin Perseverance of the Saints (= Ketekunan orang-orang kudus) ini menyebabkan keselamatan akhir tergantung kepada usaha dan kehendak manusia.
 
Pdt. Jusuf B. S.: “Kepastian keselamatan kita tergantung dari Allah dan kita. Allah 100 % menghendaki keselamatan kita. Ia tidak pernah berubah Ibr 13:8. Sebab itu sekarang hanya tergantung dari kita. Kalau kita sungguh-sungguh, itu berarti kita akan tumbuh, tidak tinggal kanak-kanak rohani, pasti naik, kita juga pasti tetap selamat. Jadi kepastian keselamatan itu tergantung dari kesungguhan kita dengan kata lain tergantung dari tingkat rohani kita” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 67.
Pdt. Jusuf B. S.: ‘Keselamatan itu bisa hilang tetapi orang beriman yang mau tetap selamat, tidak akan kehilangan keselamatannya” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 73.
 
Misalnya ada 2 orang beriman yang sejati, yaitu A dan B. A sungguh-sungguh berusaha untuk tetap selamat dan karena itu tetap selamat, sedangkan B tidak / kurang berusaha, sehingga akhirnya kehilangan keselamatannya.
a)   Jadi apa yang membedakan A dan B? Apa yang akhirnya menyebabkan A masuk surga sedangkan B masuk neraka? Kesungguhan A dalam memelihara keselamatannya, bukan? Jelas bahwa kebaikan si A mempunyai andil dalam keselamatannya. Dengan demikian itu bertentangan dengan dengan SOLA FIDE dan SOLA GRATIA.
b)   Kalau si A ditanya: ‘mengapa kamu selamat, B tidak?’.
‘Karena saya percaya kepada Kristus’.
‘Si B juga percaya kepada Kristus, mengapa dia tidak selamat?’
‘Karena dia tidak percaya sampai akhir’.
‘Mengapa kamu bisa percaya sampai akhir, dan B tidak?’.
‘Mungkin karena saya lebih banyak berdoa, lebih tidak duniawi, lebih cinta Tuhan, lebih sungguh-sungguh dalam berusaha, lebih tekun, dsb’.
Ini memang merupakan jawaban yang tak terhindarkan. Dengan kata lain: si A selamat dan si B tidak, karena si A lebih baik dari pada si B.
 
Memang konsekwensi seperti ini tidak akan disetujui oleh orang Arminian.
Pdt. Jusuf B. S.: “Kita menerima keselamatan dari Tuhan dengan cuma-cuma, bukan karena jasa, kebaikan, usaha atau pekerjaan kita” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 9. Dan ia lalu mengutip Ef 2:8 sebagai dasar.
Tetapi ketidak-setujuannya ini menyebabkan ia menjadi tidak konsisten dengan ajarannya di atas, yang menunjukkan bahwa orang kristen yang bisa tetap selamat adalah mereka yang mau bersungguh-sungguh dalam berusaha memelihara keselamatan mereka.
 
Bandingkan dengan kata-kata Council of Trent (Gereja Roma Katolik) yang mengutuk orang yang mempercayai ‘pembenaran oleh iman saja’ (justification by faith alone).
Council of Trent, Chapter XVI, Canon IX: “If any one saith that by faith alone the impious is justified in such wise as to mean, that nothing else is required to co-operate in order to the obtaining of the grace of justification, and that it is not in any way necessary, that he be prepared and disposed by the movement of his own will: let him he anathema” (= Jika seseorang berkata bahwa oleh iman saja orang jahat dibenarkan, dan mengartikan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang dibutuhkan untuk bekerja sama supaya mendapatkan kasih karunia pembenaran, dan bahwa tidak dibutuhkan dalam hal apapun bahwa ia disiapkan dan diatur / dicondongkan oleh gerakan kehendaknya sendiri: terkutuklah dia) - Louis Berkhof, ‘Systematic Theology’, hal 512.
Canon XXIV: “If any one saith, that the justice received is not preserved and also increased before God through good works; but that the said works are merely the fruits and signs of justification obtained, but not a cause of the increase thereof: let him he anathema” (= Jika seseorang berkata bahwa pembenaran yang diterima itu tidak dipelihara dan juga ditingkatkan di hadapan Allah melalui perbuatan baik; tetapi bahwa perbuatan baik yang disebutkan tadi semata-mata merupakan buah dan tanda / bukti dari pembenaran yang didapatkan, tetapi bukan suatu penyebab dari peningkatan itu: terkutuklah dia) - Louis Berkhof, ‘Systematic Theology’, hal 512.
Sekalipun ini sebetulnya lebih sesat dari pada kata-kata Pdt. Jusuf B. S. tadi, tetapi ini lebih konsisten dengan pandangan bahwa keselamatan bisa hilang, yang juga dianut oleh Roma Katolik. Tetapi ketidak-konsistenan pandangan Arminian dalam hal ini merupakan ‘ketidak-konsistenan yang menguntungkan’, karena dengan demikian mereka tak bisa disebut sebagai ‘SESAT’. Paling-paling saya menganggap mereka ‘berbau kesesatan’.
 
R. C. Sproul: Evangelicals are so called because of their commitment to the biblical and historical doctrine of justification by faith alone. Because the Reformers saw sola fide as central and essential to the biblical gospel, the term evangelical was applied to them. Modern evangelicals in great numbers embrace the sola fide of the Reformation, but have jettisoned the sola gratia that undergirded it. Packer and Johnston assert: ‘Justification by faith only’ is a truth that needs interpretation. The principle of sola fide is not rightly understood till it is seen as anchored in the broader principle of sola gratia. What is the source and status of faith? Is it the God-given means whereby the God-given justification is received, or is it a condition of justification which is left to man to fulfill? Is it a part of God’s gift of salvation, or is it man’s own contribution to salvation? Is our salvation wholly of God, or does it ultimately depend on something that we do for ourselves? Those who say the latter (as the Arminians later did) thereby deny man’s utter helplessness in sin, and affirm that a form of semi-Pelagianism is true after all. It is no wonder, then, that later Reformed theology condemned Arminianism as being in principle a return to Rome (because in effect it turned faith into a meritorious work) and a betrayal of the Reformation (because it denied the sovereignty of God in saving sinners, which was the deepest religious and theological principle of the Reformers’ thought). Arminianism was, indeed, in Reformed eyes a renunciation of New Testament Christianity in favour of New Testament Judaism; for to rely on oneself for faith is no different in principle from relying on oneself for works, and the one is as un-Christian and anti-Christian as the other. In the light of what Luther says to Erasmus, there is no doubt that he would have endorsed this judgment. I must confess that the first time I read this paragraph, I blinked. On the surface it seems to be a severe indictment of Arminianism. Indeed it could hardly be more severe than to speak of it as ‘un-Christian’ or ‘anti-Christian.’ Does this mean that Packer and Johnston believe Arminians are not Christians? Not necessarily. Every Christian has errors of some sort in his thinking. Our theological views are fallible. Any distortion in our thought, any deviation from pure, biblical categories may be loosely deemed ‘un-Christian’ or ‘anti-Christian.’ The fact that our thought contains un-Christian elements does not demand the inference that we are therefore not Christians at all. I agree with Packer and Johnston that Arminianism contains un-Christian elements in it and that their view of the relationship between faith and regeneration is fundamentally un-Christian. Is this error so egregious that it is fatal to salvation? People often ask if I believe Arminians are Christians? I usually answer, ‘Yes, barely.’ They are Christians by what we call a felicitous inconsistency. What is this inconsistency? Arminians affirm the doctrine of justification by faith alone. They agree that we have no meritorious work that counts toward our justification, that our justification rests solely on the righteousness and merit of Christ, that sola fide means justification is by Christ alone, and that we must trust not in our own works, but in Christ’s work for our salvation. In all this they differ from Rome on crucial points. Packer and Johnston note that later Reformed theology, however, condemned Arminianism as a betrayal of the Reformation and in principle as a return to Rome. They point out that Arminianism ‘in effect turned faith into a meritorious work.’ We notice that this charge is qualified by the words ‘in effect.’ Usually Arminians deny that their faith is a meritorious work. If they were to insist that faith is a meritorious work, they would be explicitly denying justification by faith alone. The Arminian acknowledges that faith is something a person does. It is a work, though not a meritorious one. Is it a good work? Certainly it is not a bad work. It is good for a person to trust in Christ and in Christ alone for his or her salvation. Since God commands us to trust in Christ, when we do so we are obeying this command. But all Christians agree that faith is something we do. God does not do the believing for us. We also agree that our justification is by faith insofar as faith is the instrumental cause of our justification. All the Arminian wants and intends to assert is that man has the ability to exercise the instrumental cause of faith without first being regenerated. This position clearly negates sola gratia, but not necessarily sola fide. Then why say that Arminianism ‘in effect’ makes faith a meritorious work? Because the good response people make to the gospel becomes the ultimate determining factor in salvation. I often ask my Arminian friends why they are Christians and other people are not. They say it is because they believe in Christ while others do not. Then I inquire why they believe and others do not? ‘Is it because you are more righteous than the person who abides in unbelief?’ They are quick to say no. ‘Is it because you are more intelligent?’ Again the reply is negative. They say that God is gracious enough to offer salvation to all who believe and that one cannot be saved without that grace. But this grace is cooperative grace. Man in his fallen state must reach out and grasp this grace by an act of the will, which is free to accept or reject this grace. Some exercise the will rightly (or righteously), while others do not. When pressed on this point, the Arminian finds it difficult to escape the conclusion that ultimately his salvation rests on some righteous act of the will he has performed. He has ‘in effect’ merited the merit of Christ, which differs only slightly from the view of Rome. [= Orang-orang ‘injili’ disebut demikian karena komitmen mereka pada doktrin Alkitabiah dan bersifat sejarah, dari ‘pembenaran oleh iman saja’. Karena para tokoh Reformasi melihat SOLA FIDE sebagai bersifat pokok dan penting / bersifat hakiki pada injil yang Alkitabiah, maka istilah ‘injili’ diterapkan kepada mereka. Orang-orang Injili modern dalam jumlah yang besar memeluk / mempercayai SOLA FIDE dari Reformasi, tetapi telah membuang SOLA GRATIA yang menopang di bawahnya. Packer dan Johnston menegaskan: ‘Pembenaran oleh iman saja’ adalah suatu kebenaran yang membutuhkan penafsiran. Prinsip dari SOLA FIDE tidak dimengerti secara benar sampai itu terlihat dijangkarkan pada prinsip yang lebih luas tentang SOLA GRATIA. Apa yang merupakan sumber dan keadaan / posisi dari iman? Apakah iman adalah cara yang Allah berikan dengan mana pembenaran yang Allah berikan diterima, atau apakah iman adalah suatu syarat pembenaran yang ditinggalkan kepada manusia untuk digenapi / dilakukan oleh manusia? Apakah iman merupakan sebagian dari pemberian keselamatan dari Allah, atau apakah iman merupakan sumbangsih manusia sendiri pada keselamatan? Apakah keselamatan kita sepenuhnya dari Allah, atau apakah iman pada akhirnya tergantung pada sesuatu yang kita lakukan bagi diri kita sendiri? Mereka yang mengatakan yang belakangan (seperti yang dilakukan oleh orang-orang Arminian yang belakangan) dengan itu menyangkal ketidak-berdayaan sama sekali dari manusia dalam dosa, dan menegaskan bahwa bagaimanapun suatu bentuk dari semi-Pelagianisme adalah benar. Maka tidaklah mengherankan bahwa theologia Reformed yang belakangan mengecam Arminianisme sebagai dalam prinsip suatu tindakan kembali pada Roma (karena sebetulnya / dalam faktanya Arminianisme mengubah iman menjadi suatu pekerjaan yang mempunyai jasa) dan suatu pengkhianatan dari Reformasi (karena Arminianisme menyangkal kedaulatan Allah dalam penyelamatan orang-orang berdosa, yang merupakan prinsip agamawi dan theologis yang terdalam dari pemikiran tokoh-tokoh Reformasi). Di mata orang-orang Reformed, Arminianisme memang adalah suatu penolakan / penyangkalan dari kekristenan Perjanjian Baru dan suatu dukungan kepada Yudaisme Perjanjian Baru; karena bersandar pada diri sendiri untuk iman secara prinsip tak berbeda dari bersandar kepada diri sendiri untuk perbuatan baik, dan yang satu sama tidak Kristen dan anti Kristennya seperti yang lain. Dalam terang dari apa yang Luther katakan kepada Erasmus, disana tidak ada keraguan bahwa ia akan sudah mengesahkan / menyokong penghakiman / penilaian ini. Saya harus mengakui bahwa pertama kali saya membaca paragraf ini, saya mengedipkan mata. Di permukaan ini kelihatannya merupakan suatu tuduhan serius terhadap Arminianisme. Memang hampir tak bisa lebih keras dari pada berbicara tentang Arminianisme sebagai ‘tidak Kristen’ atau ‘Anti Kristen’. Apakah ini berarti bahwa Packer dan Johnston mempercayai bahwa orang-orang Arminian bukanlah orang-orang Kristen? Tidak harus demikian. Setiap orang Kristen mempunyai kesalahan-kesalahan dari jenis tertentu dalam pemikirannya. Pandangan-pandangan theologis kita bisa salah. Distorsi apapun dalam pemikiran kita, penyimpangan apapun dari kategori-kategori yang murni dan Alkitabiah bisa secara longgar dianggap sebagai ‘tidak Kristen’ atau ‘anti Kristen’. Fakta bahwa pemikiran theologis kita mengandung elemen-elemen yang tidak Kristen tidaklah menuntut kesimpulan bahwa karena itu kita bukanlah orang-orang Kristen sama sekali. Saya setuju dengan Packer dan Johnston bahwa Arminianisme mengandung elemen-elemen yang tidak Kristen di dalamnya dan bahwa pandangan mereka tentang hubungan antara iman dan kelahiran baru secara dasari tidak Kristen. Apakah kesalahan ini begitu menyolok sehingga itu merupakan sesuatu yang fatal terhadap keselamatan? Orang-orang sering bertanya apakah saya percaya bahwa orang-orang Arminian adalah orang-orang Kristen? Saya biasanya menjawab, ‘Ya, hampir tidak’. Mereka adalah orang-orang Kristen oleh apa yang kami sebut suatu ketidak-konsistenan yang menguntungkan. Ketidak-konsistenan apa ini? Arminianisme menegaskan doktrin pembenaran oleh iman saja. Mereka setuju bahwa kita tidak mempunyai perbuatan / pekerjaan yang berjasa yang diperhitungkan pada pembenaran kita, bahwa pembenaran kita bersandar semata-mata pada kebenaran dan jasa dari Kristus, bahwa SOLA FIDE (iman saja) berarti pembenaran adalah oleh Kristus saja, dan bahwa kita harus percaya bukan kepada pekerjaan / perbuatan baik kita sendiri, tetapi kepada pekerjaan Kristus untuk keselamatan kita. Dalam semua ini mereka berbeda dari Roma pada pokok-pokok yang penting. Tetapi Packer dan Johnston memperhatikan bahwa theologia Reformed yang belakangan mengecam Arminianisme sebagai suatu pengkhianatan terhadap Reformasi dan secara prinsip sebagai suatu tindakan kembali kepada Roma. Mereka menunjukkan bahwa Arminianisme ‘sebetulnya / dalam faktanya mengubah iman menjadi suatu pekerjaan / perbuatan baik yang mempunyai jasa’. Kami memperhatikan bahwa tuduhan ini disyaratkan oleh kata-kata ‘sebetulnya / dalam faktanya’. Biasanya orang-orang Arminian menyangkal bahwa iman mereka adalah suatu pekerjaan / perbuatan baik yang mempunyai jasa. Seandainya mereka berkeras bahwa iman adalah suatu pekerjaan / perbuatan baik yang mempunyai jasa, mereka secara explicit menyangkal pembenaran oleh iman saja. Orang-orang Arminian mengakui bahwa iman adalah sesuatu yang seseorang lakukan. Itu adalah suatu pekerjaan / perbuatan, sekalipun bukan suatu pekerjaan / perbuatan yang mempunyai jasa. Apakah itu suatu pekerjaan baik? Pasti itu bukanlah suatu pekerjaan yang buruk / jahat. Adalah baik bagi seseorang untuk percaya kepada Kristus dan kepada Kristus saja untuk keselamatannya. Karena Allah memerintahkan kita untuk percaya kepada Kristus, pada waktu kita melakukannya kita sedang mentaati perintah ini. Tetapi semua orang Kristen setuju bahwa iman adalah sesuatu yang kita lakukan. Allah tidak melakukan tindakan percaya itu untuk kita. Kita juga setuju bahwa pembenaran kita adalah oleh iman sejauh iman adalah penyebab yang bersifat alat dari pembenaran kita. Semua yang orang-orang Arminian inginkan dan maksudkan untuk tegaskan adalah bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk melaksanakan penyebab yang bersifat alat dari iman tanpa harus dilahir-barukan lebih dulu. Posisi ini secara jelas meniadakan SOLA GRATIA, tetapi tidak harus meniadakan SOLA FIDE. Lalu mengapa mengatakan bahwa Arminianisme ‘sebetulnya / dalam faktanya’ membuat iman suatu pekerjaan yang mempunyai jasa? Karena tanggapan yang baik yang dibuat oleh orang-orang kepada injil menjadi faktor penentu akhir dalam keselamatan. Saya sering bertanya kepada teman-teman Arminian saya mengapa mereka adalah orang-orang Kristen dan orang-orang lain tidak. Mereka mengatakan bahwa itu disebabkan karena mereka percaya kepada Kristus sedangkan orang-orang lain tidak. Lalu saya bertanya mengapa mereka percaya dan orang-orang lain tidak? ‘Apakah itu disebabkan karena kamu lebih benar dari pada orang yang tinggal dalam ketidak-percayaan?’ Mereka dengan cepat menjawab ‘tidak’. ‘Apakah itu disebabkan karena kamu lebih pandai?’ Lagi-lagi jawabannya adalah ‘tidak’. Mereka mengatakan bahwa Allah itu cukup murah hati untuk menawarkan keselamatan kepada semua orang yang percaya dan bahwa seseorang tidak bisa diselamatkan tanpa kasih karunia itu. Tetapi kasih karunia ini adalah kasih karunia yang bersifat kerja sama. Manusia dalam keadaannya yang sudah jatuh harus menjangkau dan memegang kasih karunia ini oleh suatu tindakan dari kehendak, yang bebas untuk menerima atau menolak kasih karunia ini. Sebagian menggunakan kehendak dengan benar, sedangkan yang lain tidak. Pada waktu ditekan pada titik ini, orang-orang Arminian mendapati bahwa sukar untuk lolos dari kesimpulan bahwa pada akhirnya keselamatannya berdasar / bersandar pada suatu tindakan benar dari kehendak yang telah ia lakukan. Ia ‘sebetulnya / dalam faktanya’ mengambil jasa Kristus yang hanya sedikit berbeda dengan pandangan dari Roma.] - ‘Willing to Believe’, hal 24-26.
Catatan: kalau dalam kutipan ini dikatakan ‘Roma’ maksudnya adalah ‘Gereja Roma Katolik’.
 
Sekarang perhatikan beberapa kutipan dari para ahli theologia Reformed di bawah ini:
 
Herman Hoeksema: “Hence, according to them, it is abundantly plain that perseverance and the final salvation depend on man” (= Karena itu, menurut mereka, adalah sangat jelas bahwa ketekunan dan keselamatan akhir tergantung kepada manusia) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 551-552.
 
Louis Berkhof: “The denial of the doctrine of perseverance virtually makes the salvation of man dependent on the human will rather than on the grace of God. This consideration will, of course, have no effect on those who share the Pelagian conception of salvation as autosoteric - and their number are great - but certainly ought to cause those to pause who glory in being saved by grace” (= Penyangkalan terhadap doktrin ketekunan sebenarnya membuat keselamatan manusia tergantung pada kehendak manusia dan bukannya pada kasih karunia Allah. Tentu saja pertimbangan ini tidak mempunyai pengaruh pada mereka yang mempunyai konsep Pelagianisme tentang keselamatan sebagai penyelamatan diri sendiri - dan jumlah mereka banyak - tetapi pasti pertimbangan ini harus menyebabkan mereka, yang bermegah dalam keselamatan karena kasih karunia, untuk berhenti sejenak) - ‘Systematic Theology’, hal 549.
 
Loraine Boettner: “Arminianism denies this doctrine of Perseverance, because it is a system, not of pure grace, but of grace and works; and in any such system the person must prove himself at least partially worthy” (= Arminianisme menyangkal doktrin ketekunan ini, karena Arminian merupakan suatu sistim bukan hanya dari kasih karunia murni, tetapi dari kasih karunia dan perbuatan baik; dan dalam sistim seperti itu seseorang harus membuktikan bahwa dirinya sedikitnya layak sebagian / mempunyai kelayakan sebagian) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 187.
 
Dan kalau memang keselamatan akhir tergantung manusia itu sendiri, maka itu menyebabkan orang kristen berada dalam posisi yang sangat genting / berbahaya.
Louis Berkhof: “The idea is that, after man is brought to a state of grace by the operation of the Holy Spirit alone, or by the joint operation of the Holy Spirit and the will of man, it rests solely with man to continue in faith or to forsake the faith, just as he sees fit. This renders the cause of man very precarious and makes it impossible for him to attain to the blessed assurance of faith. Consequently, it is of the utmost importance to maintain the doctrine of perseverance. In the words of Hovey, ‘It may be a source of great comfort and power, - an incentive to gratitude, a motive to self-sacrifice, and a pillar of fire in the hour of danger.’” [= Gagasannya (dari orang Arminian) adalah, setelah seorang manusia dibawa ke suatu keadaan kasih karunia oleh pekerjaan Roh Kudus saja, atau oleh kerja sama dari Roh Kudus dan kehendak manusia, sekarang semata-mata terserah kepada orang itu untuk terus dalam iman atau untuk meninggalkan iman, seperti yang ia anggap baik. Ini membuat perkara manusia ini sangat genting / berbahaya, dan membuat mustahil baginya untuk mencapai keyakinan iman / keselamatan. Karena itu, mempertahankan doktrin ketekunan merupakan sesuatu yang terpenting. Dalam kata-kata dari Hovey: ‘Doktrin itu bisa menjadi sumber dari penghiburan dan kuasa, - suatu dorongan kepada rasa syukur, suatu motivasi kepada pengorbanan diri sendiri, dan suatu tiang api pada saat bahaya’.] - ‘Systematic Theology’, hal 549.
 
Loraine Boettner mengutip kata-kata Luther: “we ourselves are so feeble, that if the matter were left in our hands, very few, or rather none, would be saved; but Satan would overcome us all” (= kita sendiri adalah begitu lemah, sehingga seandainya persoalannya diletakkan dalam tangan kita, sangat sedikit, atau sama sekali tidak ada, yang akan diselamatkan; tetapi Setan akan mengalahkan kita semua) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 187.
Bdk. Yes 1:9 - “Seandainya TUHAN semesta alam tidak meninggalkan pada kita sedikit orang yang terlepas, kita sudah menjadi seperti Sodom, dan sama seperti Gomora”.
Calvin (tentang Yes 1:9): as if he had said, Be not deceived by flatteries; you would be in the same condition that Sodom and Gomorrah now are, were it not that God, in compassion on you, has preserved a remnant. This agrees with the words of Jeremiah, It is of the Lord’s mercies that we are not consumed. (Lamentations 3:22.) [= seakan-akan Ia telah berkata, ‘Jangan ditipu oleh bujukan-bujukan; kamu akan ada dalam keadaan yang sama dengan keadaan Sodom dan Gomora sekarang, seandainya bukan karena Allah, dalam belas kasihan kepadamu, tidak memelihara / melindungi / menjaga suatu sisa. Ini sesuai dengan kata-kata Yeremia, ‘Adalah dari belas kasihan Tuhan bahwa kita tidak dihabiskan’ (Ratapan 3:22).].
Rat 3:22 - “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmatNya”.
KJV: It is of the LORD’S mercies that we are not consumed, because his compassions fail not (= Adalah dari / karena belas kasihan TUHAN sehingga kita tidak dihabiskan, karena belas kasihanNya tidak gagal).
Mat 24:22 - “Dan sekiranya waktunya tidak dipersingkat, maka dari segala yang hidup tidak akan ada yang selamat; akan tetapi oleh karena orang-orang pilihan waktu itu akan dipersingkat”.
 
Loraine Boettner: “If Arminianism were true, Christians would still be in very dangerous positions, with their eternal destiny suspended upon the probability that their weak, creaturely wills would continue to choose right. ... His assurance is based largely on self-confidence. Others have failed, but he is confident that he will not fail. But what a delusion is this when apllied to the spiritual realm! What a pity that any one who is at all acquainted with his own tendency to sin should base his assurance of salvation upon such grounds! His system places the cause of his perseverance, not in the hands of an all-powerful, never-changing God, but in the hands of weak sinful man” (= Seandainya Arminianisme benar, orang-orang Kristen tetap ada dalam posisi yang sangat berbahaya, dengan nasib / tujuan kekal digantungkan pada kemungkinan dimana kehendak mereka yang lemah dan bersifat makhluk ciptaan, akan terus memilih yang benar. ... Keyakinanannya secara umum didasarkan pada keyakinan terhadap diri sendiri. Orang-orang lain telah gagal, tetapi ia yakin bahwa ia tidak akan gagal. Tetapi kalau ini diterapkan terhadap dunia rohani, itu betul-betul merupakan khayalan / tipuan. Betul-betul menyedihkan bahwa ada orang yang mengenal kecenderungannya sendiri ke dalam dosa, mendasarkan keyakinan keselamatannya pada dasar seperti itu! Sistimnya meletakkan  persoalan ketekunannya, bukan dalam tangan Allah yang maha kuasa dan tak pernah berubah, tetapi dalam tangan orang berdosa yang lemah) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 193-194.
 
2)   Kitab Suci berulangkali menjanjikan bahwa orang yang percaya kepada Yesus mendapatkan hidup kekal (Yoh 3:16,36  Yoh 6:47 dsb).
Yang ingin saya tekankan di sini adalah kata ‘kekal’, yang berarti terus menerus tanpa ada akhirnya. Kalau orang kristen yang sejati, yang sudah betul-betul diselamatkan bisa jatuh dalam dosa sedemikian rupa sehingga tersesat, murtad dan akhirnya terhilang, maka sebetulnya pada saat ia percaya kepada Yesus, ia bukannya diberi hidup kekal, tetapi hidup bersyarat. Apa syaratnya? Syaratnya adalah jangan sesat / murtad. Kalau memang ini keadaannya, maka keadaan orang kristen sejati itu sama seperti keadaan Adam sebelum jatuh ke dalam dosa. Ia mempunyai hidup, tetapi bukan hidup kekal, melainkan hidup bersyarat. Apa syaratnya? Tidak makan buah terlarang.
Tetapi tidak ada bagian Kitab Suci manapun yang mengatakan: percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan mendapat hidup bersyarat. Itu bukan ajaran Kitab Suci, dan dengan demikian ajaran Arminian tidak sesuai dengan Kitab Suci. Kitab Suci mengajarkan: yang percaya kepada Yesus mendapatkan hidup kekal. Karena itu tidak ada apapun yang bisa membuat mereka kehilangan hidup tersebut.
 
Louis Berkhof: “According to Scripture the believer is already in this life in possession of salvation and eternal life, John 3:36; 5:24; 6:54. Can we proceed on the assumption that eternal life will not be everlasting?” (= Menurut Kitab Suci orang percaya dalam hidup ini sudah mempunyai keselamatan dan hidup yang kekal, Yoh 3:36; 5:24; 6:54. Bisakah kita meneruskan pada anggapan bahwa hidup yang kekal tidak akan bersifat kekal?) - ‘Systematic Theology’, hal 548.
 
R. L. Dabney: “The principle then implanted, is a never-dying principle. In every believer an eternal spiritual life is begun. If all did not persevere in holiness, there would be some in whom there was a true spiritual life, but not everlasting. The promise would not be true” (= Prinsip yang ditanamkan pada saat itu, adalah prinsip yang tidak pernah mati. Dalam setiap orang percaya, suatu kehidupan rohani yang kekal dimulai. Jika semua tidak bertekun dalam kekudusan, maka ada sebagian dari mereka dalam siapa ada kehidupan rohani yang benar, tetapi tidak kekal. Maka janji itu tidak benar) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 692-693.
 
Keberatan:
1Yoh 3:15 - “Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya”.
Ayat ini menunjukkan bahwa orang bisa kehilangan hidup yang kekal, yang tadinya telah ia miliki.
 
Jawaban saya:
Ayat ini berbicara dari sudut pandang manusia. Kalau kita melihat seseorang mengaku percaya kepada Kristus, maka kita menganggap orang itu sudah mendapat hidup yang kekal. Tetapi pada waktu kita melihat orang itu tidak mempunyai kasih, dan bahkan membenci saudaranya, maka kita tahu bahwa ia bukan orang kristen yang sejati, dan lalu dikatakan bahwa ‘ia tidak tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya’. Tetapi fakta sebenarnya adalah: ia tidak pernah betul-betul percaya, dan tidak pernah betul-betul mendapatkan hidup yang kekal.
 
Perlu ditambahkan komentar Matthew Henry tentang bagian ini.
Matthew Henry: “‘... he who hates his brother hath not eternal life abiding in him," v. 15. Or, he abideth in death, as it is expressed, v. 14” (= ‘... ia yang membenci saudaranya tidak tetap memiliki hidup yang kekal dalam dirinya,’ ay 15. Atau, ia tetap ada di dalam maut, sebagaimana dinyatakan, ay 14).
 
1Yoh 3:14-15: “(14) Kita tahu, bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara kita. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut. (15) Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya.
 
Jadi, ‘tidak tetap memiliki hidup yang kekal’ (ay 15b) adalah sama dengan ‘tetap di dalam maut’ (ay 14b), yang menunjukkan kalau orang itu tidak pernah selamat!!
 
3)   Arminianisme merupakan penghinaan terhadap penebusan dan pembenaran kita.
Satu-satunya dasar mengapa kita bisa dibenarkan adalah penebusan oleh Yesus Kristus dan kebenaranNya yang diberlakukan bagi kita. Kalau ada orang yang betul-betul percaya kepada Yesus Kristus sehingga diampuni dan dibenarkan, tanpa peduli bagaimana kejahatannya dahulu, dan lalu menjadi tidak benar lagi dan masuk ke dalam penghukuman, maka hal itu pasti merupakan suatu penghinaan terhadap penebusan maupun kehidupan yang benar dari Yesus Kristus.
 
R. L. Dabney: “As all Christians agree, the sole ground of the acceptance of believers is the justifying righteousness of Jesus Christ. ... this ground of justification, this atonement for sin, this motive for the bestowal of divine love, is perfect. Christians atonement surmounts the demerit of all possible sin or ingratitude. His righteousness is a complete price to purchase the sinner’s pardon and acceptance. See Heb. 9:12; 10:12 and 14; Jno. 5:24. ... Can one who has been fully justified in Christ, whose sins have been all blotted out, irrespective of their heinousness, by the perfect and efficacious price paid by Jesus Christ, become again unjustified, and fall under condemnation without a dishonour done to Christ’s righteousness?” (= Sebagaimana disetujui oleh semua orang kristen, satu-satunya dasar dari penerimaan orang-orang percaya adalah kebenaran yang membenarkan dari Yesus Kristus. ... dasar dari pembenaran ini, penebusan dosa ini, motivasi untuk pemberian kasih ilahi ini, adalah sempurna. Penebusan orang-orang Kristen mengatasi kesalahan dari semua dosa atau rasa tidak tahu terima kasih yang memungkinkan. KebenaranNya merupakan harga yang lengkap / sempurna untuk membeli pengampunan dosa dan penerimaan orang-orang berdosa. Lihat Ibr 9:12; 10:12 dan 14; Yoh 5:24. ... Bisakah seseorang yang telah sepenuhnya dibenarkan dalam Kristus, yang dosa-dosanya telah dihapuskan, terlepas dari kejahatan mereka, oleh harga yang sempurna dan manjur yang dibayar oleh Yesus Kristus, lalu menjadi tidak benar lagi, dan jatuh di bawah penghukuman, tanpa dilakukan suatu penghinaan terhadap kebenaran Kristus?) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 691.
 
Illustrasi: ada orang berhutang kepada saudara. Saya membayar hutang orang itu seluruhnya, sehingga saudara lalu menganggap hutang itu lunas. Tahu-tahu, entah apa yang dilakukan oleh orang itu, saudara kembali menganggapnya masih berhutang kepada saudara. Dengan tindakan ini, saudara menghina pembayaran yang sudah saya lakukan!
Dalam illustrasi ini, saudara bisa menjawab: belum tentu. Karena bagaimana kalau orang itu berhutang lagi? Bukankah boleh ia dianggap kembali sebagai orang yang berhutang? Memang ya. Tetapi dalam dunia rohani, tidak bisa diterapkan seperti itu, karena pada saat Yesus Kristus membayar hutang kita, Ia membayar semuanya, bahkan dosa-dosa yang akan datang. Dan karena itu kalau kita tahu-tahu dianggap sebagai orang yang berhutang / tidak benar, itu merupakan penghinaan terhadap penebusan yang Ia lakukan.
 
4)   Arminianisme merupakan penghinaan terhadap pekerjaan Roh Kudus dalam diri / hati kita.
Roh Kudus diberikan kepada setiap orang yang percaya, dan tujuan pemberian ini adalah supaya Roh Kudus itu membimbing, menolong, menopang, menguatkan, menghibur, menegur, dan sebagainya. Dengan kata lain, Roh Kudus menggantikan peranan Yesus terhadap murid-muridNya selama Ia masih hidup di dunia ini. Kalau kita ternyata bisa tersesat / murtad dan lalu kehilangan keselamatannya, maka itu berarti Roh Kudus tidak becus dalam melakukan tugasNya.
 
Louis Berkhof mengutip kata-kata Dabney: “It is a low and unworthy estimate of the wisdom of the Holy Spirit and of His work in the heart, to suppose that He will begin the work now, and presently desert it; that the vital spark of heavenly birth is an ‘ignis fatuus’, burning for a short season, and then expiring in utter darkness; that the spiritual life communicated in the new birth, is a sort of spasmodic or galvanic vitality, giving the outward appearance of life in the dead soul, and then dying” (= Kita menilai hikmat dari Roh Kudus dan dari pekerjaanNya dalam hati sebagai rendah dan tak berharga, jika kita menganggap bahwa  Ia mau mulai bekerja sekarang, dan dalam waktu singkat meninggalkannya; sehingga percikan api yang vital dari kelahiran surgawi adalah suatu ‘ignis fatuus’, menyala untuk waktu yang singkat, dan lalu mati dalam kegelapan total; sehingga kehidupan rohani yang diberikan dalam kelahiran baru, adalah suatu kehidupan yang bersifat sementara atau seperti arus listrik dari batere, memberikan penampilan lahiriah dari kehidupan dalam jiwa yang mati, dan lalu sekarat / mati) - ‘Systematic Theology’, hal 547.
 
5)   Orang percaya tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.
Ro 6:14 - “Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia”.
 
Loraine Boettner: “Paul teaches that believers are not under law, but under grace, and that since they are not under the law they cannot be condemned for having violated the law. ‘Ye are not under law but under grace,’ Rom. 6:14. Further sin cannot possibly cause their downfall, for they are under a system of grace and are not treated according to their deserts. ... The one who attempts to earn even the smallest part of his salvation by works becomes ‘a debtor to do the whole law’ (that is, to render perfect obedience in his own strength and thus earn his salvation), Gal. 5:3. We are here dealing with two radically different systems of salvation, two systems which, in fact, are diametrically opposed to each other. ... Hence if any Christian fell away, it would be because God had withdrawn His grace and changed His method of procedure - or, in other words, because He had put the person back under a system of law [= Paulus mengajar bahwa orang-orang percaya tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia, dan karena mereka tidak berada di bawah hukum Taurat mereka tidak bisa dihukum karena melanggar hukum Taurat. ‘kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia’, Ro 6:14. Dosa-dosa selanjutnya tidak mungkin bisa menyebabkan kejatuhan mereka, karena mereka ada di bawah sistim dari kasih karunia dan tidak diperlakukan sesuai dengan yang mereka layak dapatkan. ... Seseorang yang berusaha untuk mendapatkan bahkan bagian terkecil dari keselamatannya menjadi ‘seorang yang berhutang untuk melakukan seluruh hukum Taurat’ (yaitu, memberikan ketaatan yang sempurna dengan kekuatannya sendiri dan dengan demikian layak mendapatkan keselamatannya), Gal 5:3. Di sini kita menangani 2 sistim keselamatan yang sangat berbeda, 2 sistim yang dalam faktanya bertentangan satu sama lain. ... Jadi, jika orang Kristen manapun jatuh / murtad, itu disebabkan karena Allah telah menarik kasih karuniaNya dan mengubah metode prosedurNya - atau, dengan kata lain, karena Ia telah meletakkan orang itu kembali di bawah sistim dari hukum Taurat] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 184,185.
 
Bdk. Mat 11:28-30 - “(28) Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. (29) Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. (30) Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan bebanKupun ringan.’”. Bdk. 1Yoh 5:4a - ‘Perintah-perintahNya itu tidak berat’.
Calvin mengatakan bahwa sebetulnya, yang diundang di sini bukanlah seadanya orang yang letih lesu dan berbeban berat, tetapi orang yang letih lesu dan berbeban berat karena dosa. Ia berusaha untuk hidup suci, membuang dosa, dsb, tetapi ia tidak mampu. Ini menyebabkan ia tidak yakin akan keselamatannya dan ia takut terhadap murka Allah, dan ini yang menyebabkan ia merasakan beban yang berat. Contoh yang menyolok tentang orang seperti ini adalah Martin Luther sebelum pertobatannya. Yesus mengundang orang seperti ini untuk datang kepadaNya. Dan Ia menjanjikan kelegaan / ketenangan, kuk yang enak, dan beban yang ringan. Apakah kalau kita ikut Kristus bebannya betul-betul ringan? Saya yakin tidak. Tetapi tetap disebut ‘ringan’ dalam perbandingan dengan orang di luar Kristus. Yang di dalam Kristus mengusahakan ketaatan dengan keyakinan bahwa dirinya sudah selamat, yang di luar Kristus mengusahakan ketaatan supaya selamat. Itu yang membedakan sehingga yang pertama merasakan bebannya ringan, yang kedua merasakan bebannya berat.
Kalau kita menerima ajaran Arminian, bahwa orang kristen yang sejati bisa kehilangan keselamatannya, maka janji Yesus ini harus dibuang. Beban orang kristen sama beratnya dengan beban orang yang non kristen, karena sama-sama tidak yakin nanti akan selamat atau tidak!
 
6)   Arminianisme ini bertentangan dengan Ro 8:28 dan 1Kor 10:13.
Ro 8:28 - “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”.
1Kor 10:13 - “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya”. Bdk. 2Pet 2:9a - “maka nyata, bahwa Tuhan tahu menyelamatkan orang-orang saleh dari pencobaan”.
 
Dalam kedua janji di atas ini, yang saya yakin hanya berlaku untuk orang kristen yang sejati, Allah berjanji untuk:
a)   Memberikan yang baik bagi orang percaya.
b)   Membatasi pencobaan sehingga tidak lebih dari kekuatan orang percaya. Dan dalam 2Pet 2:9a dikatakan bahwa Tuhan tahu bagaimana caranya menyelamatkan orang saleh / orang kristen dari pencobaan.
2Pet 2:9a - “maka nyata, bahwa Tuhan tahu menyelamatkan orang-orang saleh dari pencobaan.
Kalau memang ada orang kristen yang sejati yang sudah diselamatkan yang bisa murtad dan lalu terhilang selama-lamanya, maka perlu dipertanyakan:
1.   Mengapa Allah tidak memanggil ia pulang pada waktu ia ada dalam keadaan selamat? Bukankah itu lebih baik baginya dari pada dibiarkan hidup tetapi lalu murtad dan binasa?
2.   Mengapa Allah tidak membatasi pencobaan yang dialami orang tersebut? Dan mengapa Allah tidak tahu / tidak bisa menyelamatkan orang kristen dari pencobaan?
Apakah 1Kor 10:13, dan juga Ro 8:28, tidak berlaku bagi orang itu?
 
Pdt. Jusuf B. S.: “Tentu Allah membatasi setan dalam usahanya ini, supaya jangan manusia dicobai lebih dari kemampuannya (1Kor 10:13), kalau tidak, semua manusia akan binasa” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 19.
Kelihatannya ia menganggap bahwa 1Kor 10:13 ini berlaku untuk semua orang. Allah membatasi pencobaan (secara umum), karena kalau tidak, maka semua manusia akan binasa. Dengan dibatasi, maka sebagian manusia saja yang binasa. Berarti pada orang-orang itu pencobaan terlalu berat. Lalu mengapa ada yang dijaga sehingga pencobaannya tidak terlalu berat dan ada yang dibiarkan dicobai secara terlalu berat?
 
Saya berpendapat bahwa baik Ro 8:28, maupun 1Kor 10:13, hanya berlaku untuk orang kristen yang sejati, dan kedua ayat itu menjamin bahwa orang kristen sejati tidak mungkin kehilangan keselamatannya!
 
Sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan adalah bahwa 1Kor 10:13 ini diberikan persis setelah 1Kor 10:12 - “Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!”.
Jadi, setelah ada peringatan untuk berhati-hati, ada jaminan bahwa Tuhan akan menolong sehingga kita tidak mungkin jatuh, dalam arti ‘terhilang’!
 
7)   Dasar dari keselamatan kita adalah kasih yang tidak berubah dari Allah.
Yer 31:3 - “Dari jauh TUHAN menampakkan diri kepadanya: Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setiaKu kepadamu”.
 
R. L. Dabney: “The sovereign and unmerited love is the cause of the believer’s effectual calling, Jer. 31:3; Rom. 8:30. Now, as the cause is unchangeable, the effect is unchangeable. ... When He first bestowed that grace, He knew that the sinner on whom He bestowed it was totally depraved, and wholly and only hateful in himself to the divine holiness; and therefore no new instance of ingratitude or unfaithfulness, of which the sinner may become guilty after his conversion, can be any provocation to God, to change His mind, and wholly withdraw His sustaining grace. God knew all this ingratitude before. He will chastise it, by temporarily withdrawing His Holy Spirit, or His providential mercies; but if He had not intended from the first to bear with it, and to forgive it in Christ, He would not have called the sinner by His grace at first” (= Kasih yang berdaulat dan tidak layak kita dapatkan, adalah penyebab dari panggilan effektif terhadap orang percaya, Yer 31:3; Ro 8:30. Sekarang, karena penyebabnya tidak bisa berubah, maka akibatnya juga tidak bisa berubah. ... Pada saat Ia pertama kalinya memberikan kasih karunia itu, Ia sudah tahu bahwa orang berdosa, kepada siapa Ia memberikan kasih karunia itu, adalah bejad secara total dan hanya membangkitkan kebencian dalam dirinya terhadap kekudusan ilahi; dan karena itu tidak ada contoh baru dari rasa tidak tahu terima kasih atau ketidak-setiaan, tentang mana orang berdosa itu bisa menjadi bersalah setelah pertobatan, bisa menjadi sesuatu yang membuat Allah menjadi marah, mengubah pikiranNya, dan menarik kembali kasih karuniaNya sepenuhnya. Allah tahu tentang semua rasa tidak tahu terima kasih ini sebelumnya. Ia akan menghajarnya, dengan secara sementara menarik Roh KudusNya, atau belas kasihan providensiaNya; tetapi seandainya Ia dari semula tidak bermaksud untuk menganggung semua itu dengan sabar, dan mengampuninya dalam Kristus, maka Ia tidak akan memanggil orang berdosa itu dengan kasih karuniaNya dari semula) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 690,691.
 
Kata-kata Dabney ini mungkin agak membingungkan bagi orang yang tidak terbiasa dengan bahasa Theologia. Karena itu akan saya ulangi dengan kata-kata saya sendiri sebagai berikut: Yang menyebabkan Allah memanggil kita adalah kasih Allah. Kasih Allah ini tidak bisa berubah. Karena itu panggilanNya juga tidak berubah. Pada saat Allah mau menyelamatkan seseorang, Allah sudah tahu bahwa orang itu adalah orang yang bejat secara total, sehingga yang bisa dilakukan orang itu selalu adalah hal-hal yang menjengkelkan Dia, karena semua manusia memang seperti itu. Karena itu, pada saat orang itu menjadi orang kristen, tidak ada dosa apapun yang mengejutkan Allah, yang lalu menyebabkan Allah membatalkan keselamatan orang itu. Kalau dari semula Ia memang tidak bermaksud untuk terus menanggung dengan sabar dosa-dosa orang itu dan mengampuninya melalui darah Kristus, maka dari semula Ia juga tidak akan memanggil / menyelamatkan orang itu.
 
Yer 31:3 - “Dari jauh TUHAN menampakkan diri kepadanya: Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setiaKu kepadamu.
 
Yes 54:10 - Sebab biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setiaKu tidak akan beranjak dari padamu dan perjanjian damaiKu tidak akan bergoyang, firman TUHAN, yang mengasihani engkau..
 
8)   Allah itu setia.
2Tim 2:12-13 - “(12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
1Kor 1:8-9 - “(8) Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus. (9) Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan AnakNya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia”.
Ro 11:29 - Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilanNya”.
Fil 1:6 - Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus”.
R. L. Dabney: “the Apostle says, Phil. 1:6, that from the first day of their conversion till now, his prayers for his Philippian converts had always been offered in joy, because he was confident that the Redeemer, who had begun the blessed work in them, by their regeneration, faith, and repentance, would continue that work of sanctification, till it was perfected at the second coming of Jesus Christ, in the resurrection of their bodies, and their complete glorification” (= sang Rasul berkata, Fil 1:6, bahwa dari hari pertama dari pertobatan mereka sampai sekarang, doa-doanya untuk petobat-petobat Filipi selalu dinaikkan dengan sukacita, karena ia yakin bahwa sang Penebus, yang telah memulai pekerjaan yang baik di dalam mereka, oleh kelahiran baru, iman dan pertobatan mereka, akan meneruskan pekerjaan pengudusan itu, sampai itu disempurnakan pada kedatangan Yesus Kristus yang keduakalinya, dalam kebangkitan tubuh mereka, dan pemuliaan mereka yang sempurna) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 688.
Dabney lalu menambahkan: “This work was begun in them by God, not by their own free choice, independent of grace; for that choice always would have been, most freely and heartily, to choose sin. It must have been begun by God from deliberate design; for God worketh all things after the counsel of His own will. That design and purpose of mercy was not founded on anything good in them, but on God’s unchangeable mercy; and therefore it would not be changed by any of their faults, but the unchanging God would carry it out to perfection” (= Pekerjaan ini dimulai di dalam mereka oleh Allah, bukan oleh pemilihan bebas mereka sendiri, tak tergantung dari kasih karunia; karena pilihan itu, dengan sangat bebas dan sungguh-sungguh / antusias, selalu akan memilih dosa. Itu harus dimulai oleh Allah dari perencanaan yang disengaja; karena Allah mengerjakan segala hal sesuai dengan rencana dari kehendakNya sendiri. Rencana belas kasihan tidak didasarkan pada apapun yang baik dalam diri mereka, tetapi pada belas kasihan Allah yang tidak berubah; dan karena itu, itu tidak akan diubah oleh kesalahan apapun dari mereka, tetapi Allah yang tidak berubah itu akan melaksanakannya sampai pada kesempurnaan) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 688.
1Tes 5:24 - Ia yang memanggil kamu adalah setia, Ia juga akan menggenapinya”.
2Tes 3:3 - Tetapi Tuhan adalah setia. Ia akan menguatkan hatimu dan memelihara kamu terhadap yang jahat”.
 
John Owen tentang Yer 32:40: “The security hereof depends not on anything in ourselves. All that is in us is to be used as a means of the accomplishment of this promise; but the event or issue depends absolutely on the faithfulness of God. And the whole certainty and stability of the covenant depends on the efficacy of the grace administered in it to preserve men from all such sins as would disannul it” (= Kepastian / keamanan ini tidak tergantung pada apapun dalam diri kita sendiri. Semua yang ada dalam kita digunakan sebagai cara / jalan untuk mencapai janji ini; tetapi peristiwa atau hasilnya tergantung secara mutlak pada kesetiaan Allah. Dan seluruh kepastian dan kestabilan dari perjanjian tergantung pada kemujaraban dari kasih karunia yang diberikan di dalamnya untuk menjaga manusia dari semua dosa-dosa yang bisa membatalkannya) - ‘The Works of John Owen’, vol 6, hal 338.
Yer 32:40 - “Aku akan mengikat perjanjian kekal dengan mereka, bahwa Aku tidak akan membelakangi mereka, melainkan akan berbuat baik kepada mereka; Aku akan menaruh takut kepadaKu ke dalam hati mereka, supaya mereka jangan menjauh dari padaKu”.
 
Loraine Boettner mengutip kata-kata Martin Luther:
“God’s decree of predestination is firm and certain; and the necessary resulting from it is, in like manner, immovable, and cannot but take place. For we ourselves are so feeble, that if the matter were left in our hands, very few, or rather none, would be saved; but Satan would overcome us all (= Ketetapan Allah tentang Predestinasi adalah teguh dan pasti; dan karena itu tidak berubah, dan tidak bisa tidak terjadi. Karena kita sendiri adalah begitu lemah, sehingga kalau persoalannya diletakkan dalam tangan kita, sangat sedikit, bahkan tidak ada, yang akan selamat; tetapi Setan akan mengalahkan kita semua) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 187.
 
Bdk. Yes 1:9 - Seandainya TUHAN semesta alam tidak meninggalkan pada kita sedikit orang yang terlepas, kita sudah menjadi seperti Sodom, dan sama seperti Gomora”.
 
9)   Allah berkuasa menjaga anak-anakNya.
Yoh 10:27-29 - “(27) Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, (28) dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu. (29) BapaKu, yang memberikan mereka kepadaKu, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa.
Mengapa dalam ayat ini Yesus menjamin bahwa mereka pasti tidak akan binasa selama-lamanya? Karena orang percaya ada dalam tangan Yesus yang maha kuasa, sehingga tidak ada yang bisa merebut dari tanganNya. Seakan-akan itu belum cukup, Ia menambahkan lagi, tangan Bapa, pencipta langit dan bumi. Dengan dua tangan yang maha kuasa seperti itu menggenggam kita, maka tidak seorangpun (termasuk setan) bisa merebut kita dari tangan Mereka.
 
Selain itu, bagian ini ada dalam kontext yang menunjukkan Yesus sebagai Gembala yang baik.
Yoh 10:11 - Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya”.
Kalau ada domba yang sampai hilang, maka yang salah adalah gembalanya. Sama seperti kalau seorang penjaga anak kecil, kehilangan anak yang dijaganya. Yang disalahkan tidak mungkin anak itu; yang disalahkan pasti penjaganya. Demikian juga dalam hal domba. Domba memang bodoh dan tidak mempunyai alat pembelaan diri. Dan karena itu ia membutuhkan gembala yang menjaganya dengan gada dan tongkat (Maz 23:4) dan yang memimpinnya ke air yang tenang dan padang yang berumput hijau (Maz 23:2). Kalau ada domba yang sangat nakal, kadang-kadang gembala mematahkan satu kakinya, dan lalu membalutnya. Selama kaki itu belum sembuh, domba itu akan selalu dekat dengan si gembala, dan diberi makan dari tangan gembala. Nanti kalau kakinya sudah sembuh, ia akan menjadi ‘domba teladan’. Karena itu kalau sampai seorang gembala kehilangan domba, bukan dombanya yang salah, tetapi gembala itu yang salah. Kecuali saudara berani mengatakan bahwa Yesus adalah Gembala yang bodoh / ceroboh, janganlah percaya bahwa orang kristen sejati bisa murtad dan kehilangan keselamatannya!
 
Bandingkan juga dengan Yeh 34:1-16 - “(1) Lalu datanglah firman TUHAN kepadaku: (2) ‘Hai anak manusia, bernubuatlah melawan gembala-gembala Israel, bernubuatlah dan katakanlah kepada mereka, kepada gembala-gembala itu: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Celakalah gembala-gembala Israel, yang menggembalakan dirinya sendiri! Bukankah domba-domba yang seharusnya digembalakan oleh gembala-gembala itu? (3) Kamu menikmati susunya, dari bulunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih, tetapi domba-domba itu sendiri tidak kamu gembalakan. (4) Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman. (5) Dengan demikian mereka berserak, oleh karena gembala tidak ada, dan mereka menjadi makanan bagi segala binatang di hutan. Domba-dombaKu berserak (6) dan tersesat di semua gunung dan di semua bukit yang tinggi; ya, di seluruh tanah itu domba-dombaKu berserak, tanpa seorangpun yang memperhatikan atau yang mencarinya. (7) Oleh sebab itu, hai gembala-gembala, dengarlah firman TUHAN: (8) Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, sesungguhnya oleh karena domba-dombaKu menjadi mangsa dan menjadi makanan bagi segala binatang di hutan, lantaran yang menggembalakannya tidak ada, oleh sebab gembala-gembalaKu tidak memperhatikan domba-dombaKu, melainkan mereka itu menggembalakan dirinya sendiri, tetapi domba-dombaKu tidak digembalakannya - (9) oleh karena itu, hai gembala-gembala, dengarlah firman TUHAN: (10) Beginilah firman Tuhan ALLAH: Aku sendiri akan menjadi lawan gembala-gembala itu dan Aku akan menuntut kembali domba-dombaKu dari mereka dan akan memberhentikan mereka menggembalakan domba-dombaKu. Gembala-gembala itu tidak akan terus lagi menggembalakan dirinya sendiri; Aku akan melepaskan domba-dombaKu dari mulut mereka, sehingga tidak terus lagi menjadi makanannya. (11) Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH: Dengan sesungguhnya Aku sendiri akan memperhatikan domba-dombaKu dan akan mencarinya. (12) Seperti seorang gembala mencari dombanya pada waktu domba itu tercerai dari kawanan dombanya, begitulah Aku akan mencari domba-dombaKu dan Aku akan menyelamatkan mereka dari segala tempat, ke mana mereka diserahkan pada hari berkabut dan hari kegelapan. (13) Aku akan membawa mereka keluar dari tengah bangsa-bangsa dan mengumpulkan mereka dari negeri-negeri dan membawa mereka ke tanahnya; Aku akan menggembalakan mereka di atas gunung-gunung Israel, di alur-alur sungainya dan di semua tempat kediaman orang di tanah itu. (14) Di padang rumput yang baik akan Kugembalakan mereka dan di atas gunung-gunung Israel yang tinggi di situlah tempat penggembalaannya; di sana di tempat penggembalaan yang baik mereka akan berbaring dan rumput yang subur menjadi makanannya di atas gunung-gunung Israel. (15) Aku sendiri akan menggembalakan domba-dombaKu dan Aku akan membiarkan mereka berbaring, demikianlah firman Tuhan ALLAH. (16) Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya”.
 
Jelas bahwa dalam text di atas ini Allah mengkontraskan diriNya sendiri dengan gembala-gembala yang brengsek. Para gembala yang brengsek itu, salah satu cirinya adalah ‘tidak mencari domba-domba yang terhilang / tersesat’ (ay 4-6), sedangkan Allah sebagai Gembala yang baik justru sebaliknya, yaitu mencari domba-domba yang hilang / tersesat, menyelamatkan mereka dari segala tempat dan membawa mereka pulang (ay 11-12,16)!
 
Kalau orang kristen yang sejati bisa kehilangan iman, itu menjadikan Allah / Yesus sebagai gembala yang sama brengseknya dengan gembala-gembala yang Allah kecam dalam Yeh 34 ini!
 
10)            Kristus berdoa syafaat untuk umatNya (Yoh 17:20,24  Ibr 7:25  Luk 22:31-32) dan Bapa selalu mendengarkan doaNya (Yoh 11:42).
Yoh 17:20,24 - “(20) Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepadaKu oleh pemberitaan mereka; ... (24) Ya Bapa, Aku mau supaya, di manapun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepadaKu, agar mereka memandang kemuliaanKu yang telah Engkau berikan kepadaKu, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan”.
Ibr 7:25 - “Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka”.
Luk 22:31-32 - “(31) Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, (32) tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu.’”.
 
Yoh 11:42 - “Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakannya, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.’”.
 
11)            Adanya Roh Kudus sebagai meterai dan jaminan bagi kita.
2Kor 1:22 - memeteraikan tanda milikNya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita”.
2Kor 5:5 - “Tetapi Allahlah yang justru mempersiapkan kita untuk hal itu dan yang mengaruniakan Roh, kepada kita sebagai jaminan segala sesuatu yang telah disediakan bagi kita”.
Ef 1:13-14 - “(13) Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikanNya itu. (14) Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaanNya”.
Salah satu fungsi dari ‘meterai’ adalah menjamin keamanan. Dan ‘jaminan’ bisa diartikan sebagai ‘uang muka’ atau ‘tanggungan’. Kalau Roh Kudus menjadi meterai dan jaminan, maka itu memastikan bahwa keselamatan kita tidak bisa hilang.
Catatan: kata ‘penebusan’ biasanya berarti pembebasan dari kutuk / hukuman, dan pemulihan diri kita sehingga kembali diperkenan oleh Allah. Tetapi kadang-kadang kata ‘penebusan’ ini menunjuk pada pembebasan total dari segala kejahatan, yang terjadi pada kedatangan Kristus yang keduakalinya. Arti kedua ini digunakan misalnya dalam:
a)   Luk 21:28 - “Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu [NIV: ‘redemption’ (= penebusan)] sudah dekat.’”.
b)   Ro 8:23 - “Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan [NIV: ‘redemption’ (= penebusan)] tubuh kita”.
c)   Ef 4:30 - “Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan [NIV: ‘redemption’ (= penebusan)].
Dan Hodge mengatakan, bahwa dalam Ef 1:14, arti kedua inilah yang harus diambil.
Charles Hodge: “The word redemption, in its Christian sense, sometimes means that deliverance from the curse of the law and restoration to the favour of God, of which believers are in this life the subjects. Sometimes it refers to that final deliverance from all evil, which is to take a place at the second advent of Christ. ...There can be no doubt that it here refers to this final deliverance” (= Kata ‘penebusan’, dalam arti Kristen, kadang-kadang berarti pembebasan dari kutuk dari hukum Taurat dan pemulihannya sehingga kembali diperkenan oleh Allah, tentang mana orang-orang percaya dalam hidup ini adalah subyeknya. Kadang-kadang kata itu menunjuk pada pembebasan terakhir dari segala kejahatan, yang akan terjadi pada kedatangan Kristus yang keduakalinya. ... Tidak diragukan bahwa di sini kata itu menunjuk pada pembebasan akhir ini) - ‘Ephesians’, hal 5-6.
 
R. L. Dabney: “The use of a seal is to ratify a covenant, and make the fulfilment of it certain to both parties. An ‘earnest’ (avrrabwn) is a small portion of the thing covenanted, given in advance, as a pledge of the certain intention to bestow the whole, at the promised time. ... Unless the final perseverance of believers is certain, it could be no pledge nor seal” [= Kegunaan dari suatu meterai adalah untuk mengesahkan perjanjian, dan membuat penggenapannya pasti bagi kedua pihak. Suatu ‘jaminan / uang muka’ (avrrabwn) adalah sebagian kecil dari hal yang dijanjikan, diberikan di muka, sebagai jaminan dari maksud tertentu untuk memberikan seluruhnya, pada saat yang dijanjikan. ... Kecuali ketekunan akhir dari orang-orang percaya merupakan sesuatu yang pasti, tidak bisa ada jaminan atau meterai] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 692.
 
Charles Hodge: “The Holy Spirit is itself ‘the earnest,’ i.e. at once the foretaste and pledge of redemption. ... So certain, therefore, as the Spirit dwells in us, so certain is our final salvation” (= Roh Kudus sendiri adalah ‘jaminan’, yaitu sekaligus merupakan cicipan dan jaminan / janji tentang penebusan. ... Karena itu, sepasti seperti Roh Kudus tinggal di dalam kita, demikianlah pastinya keselamatan akhir kita) - ‘I & II Corinthians’, hal  401.
 
12)            Tuhan berjanji bahwa tidak ada apapun yang bisa memisahkan kita dari kasih Kristus atau dari kasih Allah dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.
Ro 8:35-39 - “(35) Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? (36) Seperti ada tertulis: ‘Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan.’ (37) Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. (38) Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, (39) baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita”.
 
a)   Ay 35 mengatakan ‘kasih Kristus’ bukan ‘kasih Allah’ karena kasih Allah tidak bisa dicari di luar Kristus. ‘Kasih Kristus’ ini bukan menunjuk kepada ‘kasih kita kepada Kristus’, tetapi menunjuk kepada ‘kasih Kristus kepada kita’.
 
b)   Ay 35b berbicara tentang ‘penindasan, kesesakan, penganiayaan, kelaparan, ketelanjangan, bahaya, atau pedang’. Ini merupakan contoh hal-hal yang sering kita anggap sebagai bukti bahwa kita ditinggal / tidak dipedulikan oleh Allah. Tetapi Paulus mengatakan bahwa hal-hal ini tidak akan memisahkan kita dari kasih Kristus.
Kata ‘memisahkan’ dalam ay 35 itu, dalam bahasa Yunaninya adalah KHORISEI, yang sebetulnya berarti ‘menceraikan’, seperti dalam Mat 19:6  1Kor 7:10,11,15.
Dalam Perjanjian Lama, Allah menceraikan Israel karena perzinahan rohani / penyembahan berhala yang mereka lakukan (Yer 3:8). Tetapi dalam Perjanjian Baru, Allah tidak mungkin melakukan hal itu terhadap kita. Bandingkan dengan 2Tim 2:13 - “jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya”.
Dalam hidup suami - istri, hal-hal dalam ay 35b itu bisa menyebabkan perceraian; seperti berita di koran beberapa waktu yang lalu yang menyatakan bahwa karena krisis moneter, maka banyak pasangan muda yang bercerai. Tetapi ay 35 ini menjamin bahwa Allah tidak akan menceraikan kita!
 
c)   Ay 38-39: hal-hal lain yang juga tidak bisa memisahkan / menceraikan kita dari Allah (Catatan: kata ‘memisahkan’ dalam ay 39 menggunakan kata Yunani yang sama dengan dalam ay 35):
1.   ‘Maut’.
Ini menunjukkan bahwa kematian tidak bisa memisahkan kita dari Allah!
2.   ‘Hidup’.
Kalau ajaran Arminian benar, bahwa orang bisa murtad sehingga kehilangan keselamatannya, maka itu berarti bahwa ‘hidup’ bisa memisahkan kita dari Allah! Tetapi di sini Paulus mengatakan bahwa bukan hanya ‘maut’, tetapi juga ‘hidup’, tidak bisa memisahkan kita dari Allah.
3.   ‘Malaikat-malaikat’.
Ada yang menganggap bahwa ini menunjuk kepada malaikat yang baik, tetapi ada yang berpendapat bahwa ini menunjuk kepada malaikat yang jahat / setan. Kalau menunjuk pada malaikat yang baik, maka ini suatu hyperbole (= gaya bahasa yang melebih-lebihkan), sama seperti dalam Gal 1:8, karena malaikat yang baik tidak mungkin berusaha memisahkan kita dari Allah.
4.   ‘Pemerintah-pemerintah’.
Ada yang menafsirkan bahwa ini menunjuk kepada setan, mungkin karena dalam Ef 6:12 kata itu menunjuk kepada setan. Tetapi bisa juga ini menunjuk kepada pemerintah manusia. Pemerintah bisa berubah sikap dari pro kristen / netral menjadi anti kristen (seperti dalam Kel 1:8-dst). Tetapi inipun tidak bisa memisahkan kita dari Allah.
5.   ‘Baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang’.
Bagian ini salah terjemahan, dan kesalahan penterjemahan ini menyebabkan bagian ini seolah-olah merupakan keterangan dari ‘pemerintah-pemerintah’, padahal sebetulnya bukan.
NASB: ‘nor things present, nor things to come’ (= tidak hal-hal sekarang, tidak hal-hal yang akan datang).
Jadi, bagian ini sebetulnya berdiri sendiri (terpisah dari ‘pemerintah-pemerintah’), dan menunjukkan bahwa ‘waktu’ tidak bisa memisahkan kita dari Allah. Dengan berlalunya waktu, maka godaan memang berubah, tetapi semua ini tetap tidak bisa memisahkan kita dari Allah. Ini jelas menunjukkan bahwa Kitab Suci mengajarkan adanya jaminan keselamatan (sekali selamat pasti tetap selamat). Lagi-lagi terlihat, bahwa seandainya ajaran Arminian benar, bahwa orang kristen bisa murtad dan kehilangan keselamatannya, maka itu berarti bahwa ‘hal-hal yang akan datang’ ini harus dibuang dari ay 38-39.
Calvin: “The meaning then is, - that we ought not to fear, lest the continuance of evils, however long, should obliterate the faith of adoption. This declaration is clearly against the schoolmen, who idly talk and say, that no one is certain of final perseverance, except through the gift of special revelation, which they make to be very rare. By such a dogma the whole faith is destroyed, which is certainly nothing, except it extends to death and beyond death. But we, on the contrary, ought to feel confident, that he who has begun in us a good work, will carry it on until the day of the Lord Jesus” (= Jadi artinya adalah, - bahwa kita tidak boleh takut, bahwa dengan berlanjutnya kejahatan, betapapun lamanya, akan bisa menghapuskan iman adopsi. Pernyataan ini jelas menentang para ahli theologia, yang berbicara dan mengatakan tanpa dasar, bahwa tidak seorangpun yang pasti akan ketekunan akhir, kecuali melalui karunia wahyu khusus, yang mereka katakan sebagai jarang terjadi. Dengan dogma seperti itu seluruh iman dihancurkan, dan memang iman itu kosong kecuali iman itu diperluas sampai pada kematian dan bahkan melampaui kematian. Tetapi sebaliknya kita harus merasa yakin bahwa Ia yang memulai pekerjaan yang baik di dalam kita, akan meneruskannya sampai hari Tuhan Yesus). Bdk. Fil 1:6.
6.   ‘Kuasa-kuasa’.
Sama seperti ‘pemerintah-pemerintah’, kata ini bisa menunjuk pada kuasa setan ataupun manusia.
7.   ‘Baik yang ada di atas, maupun yang ada di bawah’.
Bagian ini juga salah terjemahan, dan menyebabkan bagian ini seolah-olah menerangkan ‘kuasa-kuasa’, padahal seharusnya tidak.
NASB: ‘nor height, nor depth’ (= tidak ketinggian, tidak kedalaman).
Macam-macam penafsiran:
a.   ‘Height’ / ‘ketinggian’ menunjuk pada keadaan yang enak / mulia; sedangkan ‘depth’ / ‘kedalaman’ menunjuk pada keadaan hina / tidak enak.
b.   Surga maupun neraka. Kalau diartikan seperti ini, mungkin ini merupakan hyperbole (= gaya bahasa yang melebih-lebihkan), karena orang beriman kepada Kristus tidak mungkin masuk neraka. Jadi artinya adalah: seandainya orang beriman bisa masuk neraka, itu tetap tidak akan memisahkan dia dari kasih Allah dalam Kristus Yesus Tuhan kita!
c.   Apapun yang ada di surga maupun di bumi.
8.   ‘Makhluk lain’.
NASB: ‘nor any other created thing’ (= tidak benda ciptaan lain yang manapun juga).
NIV: ‘nor anything else in all creation’ (= tidak suatu benda apapun dalam seluruh ciptaan).
Lit: ‘nor any other creature’ (= tidak makhluk ciptaan lain yang manapun juga).
 
Semua ini memberikan ketidakmungkinan yang mutlak bagi seorang kristen untuk terpisah dari Allah / kasih Allah dalam Kristus Yesus!
 
13)            Dari adanya janji-janji Allah:
 
a)   Dalam Perjanjian Lama:
1.   1Sam 12:22 - Sebab TUHAN tidak akan membuang umatNya, sebab namaNya yang besar. Bukankah TUHAN telah berkenan untuk membuat kamu menjadi umatNya?”.
2.   Maz 89:31-38 - “(31) Jika anak-anaknya meninggalkan TauratKu dan mereka tidak hidup menurut hukumKu, (32) jika ketetapanKu mereka langgar dan tidak berpegang pada perintah-perintahKu, (33) maka Aku akan membalas pelanggaran mereka dengan gada, dan kesalahan mereka dengan pukulan-pukulan. (34) Tetapi kasih setiaKu tidak akan Kujauhkan dari padanya dan Aku tidak akan berlaku curang dalam hal kesetiaanKu. (35) Aku tidak akan melanggar perjanjianKu, dan apa yang keluar dari bibirKu tidak akan Kuubah. (36) Sekali Aku bersumpah demi kekudusanKu, tentulah Aku tidak akan berbohong kepada Daud: (37) Anak cucunya akan ada untuk selama-lamanya, dan takhtanya seperti matahari di depan mataKu, (38) seperti bulan yang ada selama-lamanya, suatu saksi yang setia di awan-awan.’ Sela”.
Catatan: kata-kata ini dijanjikan oleh Tuhan kepada Daud (Maz 89:21  bdk. 2Sam 7:12-16).
3.   Yes 43:1-5 - “(1) Tetapi sekarang, beginilah firman TUHAN yang menciptakan engkau, hai Yakub, yang membentuk engkau, hai Israel: ‘Janganlah takut, sebab Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaanKu. (2) Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau. (3) Sebab Akulah TUHAN, Allahmu, Yang Mahakudus, Allah Israel, Juruselamatmu. Aku menebus engkau dengan Mesir, dan memberikan Etiopia dan Syeba sebagai gantimu. (4) Oleh karena engkau berharga di mataKu dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau, maka Aku memberikan manusia sebagai gantimu, dan bangsa-bangsa sebagai ganti nyawamu. (5) Janganlah takut, sebab Aku ini menyertai engkau, Aku akan mendatangkan anak cucumu dari timur, dan Aku akan menghimpun engkau dari barat”.
4.   Yes 54:9-10 - “(9) Keadaan ini bagiKu seperti pada zaman Nuh: seperti Aku telah bersumpah kepadanya bahwa air bah tidak akan meliputi bumi lagi, demikianlah Aku telah bersumpah bahwa Aku tidak akan murka terhadap engkau dan tidak akan menghardik engkau lagi. (10) Sebab biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setiaKu tidak akan beranjak dari padamu dan perjanjian damaiKu tidak akan bergoyang, firman TUHAN, yang mengasihani engkau”.
5.   Yes 59:21 - Adapun Aku, inilah perjanjianKu dengan mereka, firman TUHAN: RohKu yang menghinggapi engkau dan firmanKu yang Kutaruh dalam mulutmu tidak akan meninggalkan mulutmu dan mulut keturunanmu dan mulut keturunan mereka, dari sekarang sampai selama-lamanya, firman TUHAN”.
6.   Yer 32:38-40 - “(38) Maka mereka akan menjadi umatKu dan Aku akan menjadi Allah mereka. (39) Aku akan memberi mereka satu hati dan satu tingkah langkah, sehingga mereka takut kepadaKu sepanjang masa untuk kebaikan mereka dan anak-anak mereka yang datang kemudian. (40) Aku akan mengikat perjanjian kekal dengan mereka, bahwa Aku tidak akan membelakangi mereka, melainkan akan berbuat baik kepada mereka; Aku akan menaruh takut kepadaKu ke dalam hati mereka, supaya mereka jangan menjauh dari padaKu.
7.   Yeh 36:25-27 - “(25) Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu; dari segala kenajisanmu dan dari semua berhala-berhalamu Aku akan mentahirkan kamu. (26) Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. (27) RohKu akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapanKu dan tetap berpegang pada peraturan-peraturanKu dan melakukannya.
8.   Dan 11:32 - “Dan orang-orang yang berlaku fasik terhadap Perjanjian akan dibujuknya sampai murtad dengan kata-kata licin; tetapi umat yang mengenal Allahnya akan tetap kuat dan akan bertindak”.
9.   Hos 2:18-19 - “(18) Aku akan menjadikan engkau isteriKu untuk selama-lamanya dan Aku akan menjadikan engkau isteriKu dalam keadilan dan kebenaran, dalam kasih setia dan kasih sayang. (19) Aku akan menjadikan engkau isteriKu dalam kesetiaan, sehingga engkau akan mengenal TUHAN”.
 
b)         Dalam Perjanjian Baru:
1.   Mat 12:20 - “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskanNya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkanNya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang”.
Inilah sikap dari Tuhan Yesus terhadap anakNya yang mundur dari Dia atau jatuh ke dalam dosa. Ia bukannya justru membuang mereka, tetapi menolong mereka.
2.   Mat 24:22-24 - “(22) Dan sekiranya waktunya tidak dipersingkat, maka dari segala yang hidup tidak akan ada yang selamat; akan tetapi oleh karena orang-orang pilihan waktu itu akan dipersingkat. (23) Pada waktu itu jika orang berkata kepada kamu: Lihat, Mesias ada di sini, atau Mesias ada di sana, jangan kamu percaya. (24) Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga.
Kata-kata ‘sekiranya mungkin’ jelas menunjukkan bahwa penyesatan terhadap orang pilihan itu tidak mungkin terjadi.
3.   Yoh 4:13-14 - “(13) Jawab Yesus kepadanya: ‘Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, (14) tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.’”.
4.   Yoh 6:39-40 - “(39) Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikanNya kepadaKu jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. (40) Sebab inilah kehendak BapaKu, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.’”.
Mula-mula Yesus menyatakan doktrin ini secara negatif, dimana Ia mengatakan bahwa Bapa menghendaki supaya orang yang sudah diberikanNya kepada Yesus tidak ada yang hilang (ay 39). Lalu Yesus menyatakan doktrin ini secara positif, dimana Ia mengatakan bahwa Bapa menghendaki supaya setiap orang yang percaya kepada Yesus beroleh hidup yang kekal dan dibangkit­kan pada akhir zaman (ay 40).
5.   Yoh 11:25-26 - “(25) Jawab Yesus: ‘Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, (26) dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepadaKu, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?’”.
6.   Yoh 13:1 - Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saatNya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-muridNya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya.
7.   Yoh 14:16 - “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.
Dalam jaman Perjanjian Baru, Roh Kudus diberikan kepada orang kristen bukan untuk sementara waktu, tetapi untuk selama-lamanya. Ini menjamin bahwa kita tidak akan kehilangan keselamatan kita.
8.   Ro 5:8-10 - “(8) Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. (9) Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darahNya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah. (10) Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian AnakNya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidupNya!”.
Loraine Boettner: “Here the very point stressed is that our standing with God is not based on our deserts. It was ‘while we were enemies’ that we were brought into spiritual life through sovereign grace; and if He has done the greater, will He not do the lesser?” (= Di sini hal yang ditekankan adalah bahwa kedudukan kita dengan Allah tidaklah didasarkan pada kelayakan kita. Adalah pada saat ‘ketika kita masih seteru’ kita dibawa ke dalam kehidupan rohani melalui kasih karunia yang berdaulat; dan jika Ia telah melakukan yang lebih besar, tidakkah Ia akan melakukan yang lebih kecil?) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 185.
9.   Ro 8:29-30 - “(29) Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya.
Text ini menunjukkan adanya suatu rantai yang tidak terputuskan. Semua orang yang ditentukan untuk selamat, akan dipanggil oleh Allah, dan mereka yang dipanggil ini akan dibenarkan, dan mereka yang dibenarkan ini akan dimuliakan. Tidak ada yang kancrit / kehilangan keselamatannya!
10. Ro 14:4 - “Siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi hamba orang lain? Entahkah ia berdiri, entahkah ia jatuh, itu adalah urusan tuannya sendiri. Tetapi ia akan tetap berdiri, karena Tuhan berkuasa menjaga dia terus berdiri.
11. 2Kor 2:14a - Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenanganNya”.
Kalau orang kristen sejati bisa murtad, dan terhilang, maka kata ‘selalu’ dalam ayat di atas, harus diganti dengan ‘kadang-kadang’, atau ‘sering’, atau ‘biasanya’.
12. 2Kor 4:8-9,14 - “(8) Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; (9) kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa. ... (14) Karena kami tahu, bahwa Ia, yang telah membangkitkan Tuhan Yesus, akan membangkitkan kami juga bersama-sama dengan Yesus. Dan Ia akan menghadapkan kami bersama-sama dengan kamu kepada diriNya”.
Dalam penderitaan bagaimanapun, Paulus tetap yakin akan keselamatannya.
13. 2Tim 1:12 - “Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakanNya kepadaku hingga pada hari Tuhan.
14. 2Tim 4:18 - Dan Tuhan akan melepaskan aku dari setiap usaha yang jahat. Dia akan menyelamatkan aku, sehingga aku masuk ke dalam KerajaanNya di sorga. BagiNyalah kemuliaan selama-lamanya! Amin”.
15.Ibr 6:19-20 - “(19) Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, (20) di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya”.
16. Ibr 10:38-39 - “(38) Tetapi orangKu yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.’ (39) Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup.
17. Ibr 12:2 - Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah”. Bagian yang digaris-bawahi itu salah terjemahan; bandingkan dengan terjemahan KJV di bawah ini.
KJV: ‘Looking unto Jesus the author and finisher of our faith (= Memandang kepada Yesus, pencipta dan penyempurna dari iman kita).
Yesus disebut sebagai author / pencipta, dan finisher / penyempurna / penyelesai dari iman kita. Mungkinkah Ia disebut demikian, kalau Ia membiarkan iman kita berhenti di tengah jalan, sehingga kita murtad dan binasa?
18. Ibr 12:9-10 - “(9) Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? (10) Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusanNya.
Kalau kita berbuat dosa, maka Bapa akan menghajar kita demi kebaikan kita. Tujuannya apa? Supaya kita beroleh bagian dalam kekudusanNya. Kalau Allah tidak berhasil melakukan hal itu, Ia bukanlah seorang Bapa yang baik.
19. Ibr 13:5b - “Karena Allah telah berfirman: ‘Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.’”.
Janji ini berlaku hanya untuk orang kristen yang sejati. Bagaimana janji ini bisa tergenapi, kalau ada orang kristen sejati yang murtad dan lalu binasa?
20. 1Pet 1:5 - “Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir”.
21. 1Pet 5:10 - “Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaanNya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya”.
22. 1Yoh 3:9 - “Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah”.
23. 1Yoh 5:18 - “Kita tahu, bahwa setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa; tetapi Dia yang lahir dari Allah melindunginya, dan si jahat tidak dapat menjamahnya.
24. 2Yoh 9 - “Setiap orang yang tidak tinggal di dalam ajaran Kristus, tetapi yang melangkah keluar dari situ, tidak memiliki Allah. Barangsiapa tinggal di dalam ajaran itu, ia memiliki Bapa maupun Anak”.
25. Yudas 24 - “Bagi Dia, yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung dan yang membawa kamu dengan tak bernoda dan penuh kegembiraan di hadapan kemuliaanNya”.
 
III) Serangan dari Arminianisme dengan jawabannya.
 
1)   Nama bisa dihapus dari kitab kehidupan.
Pdt. Jusuf B. S.: “Buku kehidupan adalah catatan dari orang-orang percaya yang masuk Surga, termasuk segala pahalanya, yang ditulis Allah. Buku ini tidak berbentuk seperti buku catatan kita, juga bukan seperti disket-disket komputer, tetapi jauh lebih canggih yaitu suatu catatan dengan cara Illahi yang sempurna, tidak bisa salah / hilang dan betul-betul tercatat dengan rapi, teliti, langkah (?) dan betul” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 55.
Pdt. Jusuf B. S.: “Di mana terdapat buku ini? Terletak di hadapan hadirat Tuhan, itu berarti ada di dalam Surga” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 56.
Kelihatannya dia percaya bahwa betul-betul ada catatan seperti itu, sekalipun bentuknya tidak ia ketahui. Pertanyaannya: apakah Allah membutuhkan catatan dalam bentuk apapun?
 
Pdt. Jusuf B. S.: “Buku Kehidupan bukanlah catatan dari nama-nama orang yang pernah lahir dan hidup di dunia. Tetapi setiap orang yang percaya, yang mengakui nama Yesus, ia selamat dan menjadi putra Allah, baru namanya ditulis di dalam buku hayat” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 60.
 
Pdt. Jusuf B. S.: “Nama di dalam Buku Kehidupan masih dapat dihapus! Selama kita hidup di dunia ini, masih dapat terjadi perubahan. Bukan satu kali selamat tetap selamat. Sebab itu Tuhan menyuruh kita memelihara keselamatan itu dengan hati-hati” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal  63.
 
Pdt. Jusuf B. S.: “Dalam Kel 32:33 nama-nama orang Israel akan dihapus dari dalam Buku Kehidupan oleh sebab dosa-dosanya. Tuhan tidak akan mengancam atau menindak dengan sesuatu dusta atau omong kosong. Sebab itu penghapusan nama dari Buku Kehidupan itu ada, bisa terjadi! Musa memintakan ampun sehingga hal itu ditunda” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal  64.
 
Dan tentang Wah 3:5, ia berkata sebagai berikut: “Juga di sini Tuhan menjanjikan pada orang yang menang bahwa namanya akan jadi permanen di dalam Buku Kehidupan, sebab mereka menang. Tetapi orang-orang yang selalu jatuh bangun dalam dosa itu dalam bahaya. Kalau mereka terus menuruti daging dan hidup dalam dosa sampai mati, maka namanya yang sudah tertulis di dalam Buku Kehidupan akan terhapus dari dalamnya dan itu berarti tidak masuk dalam Kerajaan Surga” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 65.
 
Jawaban saya:
 
a)   Memang benar bahwa kitab kehidupan mencatat nama-nama orang yang percaya kepada Yesus dan diselamatkan (Luk 10:20  Fil 4:3  Wah 20:12,15  Wah 21:27).
Karena itu jangan puas / bersukacita kalau nama saudara sekedar tercatat di gereja, bahkan tercatat sebagai orang yang menduduki jabatan tertentu dalam gereja / donatur gereja. Ini tidak menjamin keselamatan saudara! Tetapi kalau saudara percaya kepada Yesus dengan sungguh-sungguh, maka nama saudara tercatat dalam kitab kehidupan, dan itu yang menjamin keselamatan saudara!
 
b)   Penulisan nama dalam kitab kehidupan sudah dilakukan sejak dunia belum dijadikan!
Kalau kitab kehidupan itu mencatat nama-nama orang-orang yang percaya kepada Yesus, maka logikanya kita juga harus beranggapan bahwa penulisan nama terjadi pada saat seseorang percaya kepada Yesus (seperti yang diajarkan oleh Pdt. Jusuf B. S. di atas).
Tetapi ternyata tidak demikian! Kitab Suci mengajar bahwa Tuhan bukannya baru menuliskan nama seseorang di dalam kitab itu pada waktu orang itu bertobat / percaya kepada Yesus! Nama seseorang sudah tertulis atau tidak tertulis dalam kitab kehidupan sejak dunia belum dijadikan.
Ini bisa terlihat dalam 2 ayat Kitab Suci yaitu Wah 13:8 dan Wah 17:8.
1.   Wah 17:8 - “Dan mereka yang diam di bumi, yaitu mereka yang tidak tertulis di dalam kitab kehidupan sejak dunia dijadikan, akan heran, apabila ....”.
2.   Wah 13:8 - “Dan semua orang yang diam di atas bumi akan menyembahnya, yaitu setiap orang yang namanya tidak tertulis sejak dunia dijadikan di dalam kitab kehidupan dari Anak Domba, yang telah disembelih”.
Hal yang perlu kita ketahui tentang Wah 13:8 ini adalah bahwa dalam bahasa Yunaninya, kata-kata ‘sejak dunia dijadikan’ mempunyai 2 kemungkinan:
a.         Dihubungkan dengan ‘penulisan dalam kitab kehidupan’.
Ini sesuai dengan terjemahan Kitab Suci Indonesia, dan juga RSV, NASB, dan ASV. Kalau dipilih arti ini, maka Wah 13:8 ini menjadi seperti Wah 17:8.
b.         Dihubungkan dengan ‘penyembelihan Anak Domba’.
Ini sesuai dengan KJV yang menterjemahkan: “... whose names are not written in the book of life of the Lamb slain from the foundation of the world” (= ... yang namanya tidak tertulis dalam kitab kehidupan dari Anak Domba yang disembelih sejak dunia dijadikan).
NIV dan NKJV menterjemahkan seperti KJV.
William Barclay (lebih-lebih orang-orang Reformed) memilih pandangan yang pertama, dengan berkata: “We have in these two translations two equally precious truths. But, if we must choose, we must choose the first, because there is no doubt that is the way in which John uses the phrase when he repeats it in Revelation 17:8” (= Dalam kedua terjemahan ini kita mempunyai dua kebenaran yang sama berharga. Tetapi, jika kita harus memilih, kita harus memilih yang pertama, karena tidak ada keraguan bahwa demikianlah Yohanes menggunakan ungkapan itu ketika ia mengulanginya dalam Wahyu 17:8) - hal 96.
Catatan: perlu diingat bahwa andaikatapun yang benar dari dua kemungkinan ini adalah yang kemungkinan yang kedua, tetap ada Wah 17:8 yang jelas-jelas berbicara bahwa tertulisnya / tidak tertulisnya nama dalam kitab kehidupan itu sudah dilakukan sejak dunia dijadikan!
 
Memang kalau kita melihat Wah 13:8 dan Wah 17:8 di atas, kita melihat bahwa kedua ayat itu berbicara tentang orang yang namanya tidak tertulis dalam kitab kehidupan sejak dunia dijadikan. Tetapi bahwa orang-orang tertentu namanya tidak tertulis dalam kitab kehidupan sejak dunia belum dijadikan, secara implicit / tidak langsung menunjukkan sebaliknya, yaitu bahwa orang yang namanya ada dalam kitab kehidupan, juga sudah tercatat sejak dunia belum dijadikan.
 
Bahwa nama seseorang sudah tertulis atau tidak tertulis dalam kitab kehidupan sebelum dunia dijadikan, jelas menunjukkan bahwa selamat atau tidaknya seseorang sudah ditentukan sejak dunia belum dijadikan. Inilah Predestinasi!
 
Calvin (tentang Maz 69:29): “the book of life being nothing else than the eternal purpose of God, by which he has predestinated his own people to salvation” (= kitab kehidupan bukan lain dari pada rencana kekal Allah, dengan mana Ia telah mempredestinasikan umatNya kepada keselamatan) - hal 73.
Calvin (tentang Kel 32:32): “By ‘the book,’ in which God is said to have written His elect, must be understood, metaphorically, His decree” (= Dengan kata ‘kitab’, dalam mana dikatakan Allah telah menuliskan orang-orang pilihanNya, harus dimengerti, secara simbolis, ketetapanNya) - hal 361-362.
Calvin (tentang Luk 10:20): “As it was the design of Christ to withdraw his disciples from a transitory joy, that they might glory in eternal life, he leads them to its origin and source, which is, that they were chosen by God and adopted as his children. ... The metaphorical expression, ‘your names are written in heaven,’ means, that they were acknowledged by God as His children and heirs, as if they had been inscribed in a register” (= Karena tujuan Kristus adalah untuk menarik murid-muridNya dari sukacita yang fana / tidak kekal, supaya mereka bisa bermegah dalam kehidupan yang kekal, Ia memimpin mereka kepada asal usul dan sumber dari keselamatan itu, yaitu bahwa mereka telah dipilih oleh Allah dan diadopsi menjadi anak-anakNya. ... Ungkapan yang bersifat simbolis ‘namamu tertulis di surga’ berarti bahwa mereka diakui oleh Allah sebagai anak-anak dan pewaris-pewarisNya, seakan-akan mereka telah dituliskan dalam sebuah daftar / catatan) - hal 34-35.
B. B. Warfield: “Book of life ..., which is certainly a symbol of Divine appointment to eternal life revealed in and realized through Christ” (= Kitab kehidupan ..., yang merupakan simbol dari penetapan pada kehidupan kekal yang dinyatakan dalam Kristus dan diwujudkan melalui Kristus) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 306.
John Owen: “This book of life is no other but the roll of God’s elect, immutable designation of them unto grace and glory” (= Kitab Kehidupan ini bukan lain dari daftar nama orang-orang pilihan Allah, penandaan yang kekal terhadap mereka kepada kasih karunia dan kemuliaan) - ‘Hebrews’, vol 7, hal 341.
 
Dengan mengatakan bahwa kitab kehidupan ini adalah suatu simbol, kelihatannya baik Calvin maupun Warfield tidak mempercayai bahwa kitab seperti itu betul-betul ada. Ini cuma suatu simbol yang menunjukkan bahwa orang-orang pilihan itu sudah tertentu dan mereka pasti akan selamat. Tidak mungkin terjadi kesalahan dalam hal ini, karena Allah itu maha tahu dan tidak mungkin salah.
 
c)         Penghapusan nama dari kitab kehidupan.
Maz 69:29 - “Biarlah mereka dihapuskan dari kitab kehidupan, janganlah mereka tercatat bersama-sama dengan orang-orang yang benar!”.
Kel 32:31-33 - “(31) Lalu kembalilah Musa menghadap TUHAN dan berkata: ‘Ah, bangsa ini telah berbuat dosa besar, sebab mereka telah membuat allah emas bagi mereka. (32) Tetapi sekarang, kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu - dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis.’ (33) Tetapi TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Siapa yang berdosa kepadaKu, nama orang itulah yang akan Kuhapuskan dari dalam kitabKu”.
Ayat-ayat di atas ini tidak boleh diartikan bahwa nama memang bisa dihapus dari kitab kehidupan. Alasannya:
 
1.   Predestinasi / rencana Allah tidak mungkin gagal (Ayub 42:2  Yes 14:24,26-27).
 
2.   Kita tidak boleh menafsirkan Maz 69:29 dan Kel 32:32-33 itu sehingga bertentangan dengan Wah 3:5 - “Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan BapaKu dan di hadapan para malaikatNya”.
 
John Stott (hal 97,98) mengatakan bahwa kata-kata ‘tidak akan menghapus’ dalam bahasa Yunaninya menggunakan ‘double negatives’ (2 x kata ‘tidak’), dan ini menunjukkan suatu penekanan bahwa Kristus tidak akan menghapus nama mereka dari kitab kehidupan.
 
Tetapi orang Arminian akan berkata: ‘Itu janji bagi orang kristen yang menang. Tetapi orang kristen yang kalah, namanya akan dihapuskan dari kitab kehidupan’.
Pdt. Jusuf B. S.: “Juga di sini (dalam Wah 3:5) Tuhan menjanjikan pada orang yang menang bahwa namanya akan jadi permanen di dalam Buku Kehidupan, sebab mereka menang. Tetapi orang-orang yang selalu jatuh bangun dalam dosa itu dalam bahaya. Kalau mereka terus menuruti daging dan hidup dalam dosa sampai mati, maka namanya yang sudah tertulis di dalam Buku Kehidupan akan terhapus dari dalamnya dan itu berarti tidak masuk dalam Kerajaan Surga” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 65.
 
Saya menjawab argumentasi ini dengan 2 pertanyaan:
a.   Orang kristen mana yang tidak jatuh bangun dalam dosa? Jatuh bangun dalam dosa itu pasti terjadi pada diri orang kristen manapun, termasuk Paulus (Ro 7:15-19 bdk. 1Yoh 1:10). Ini berbeda dengan ‘terus menuruti daging dan hidup dalam dosa sampai mati’ yang jelas menunjukkan bahwa orangnya adalah orang kristen KTP.
b.   Apakah orang kristen yang sejati bisa kalah? Jelas tidak mungkin. Bandingkan dengan:
·         Ro 8:35-37 - “(35) Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? (36) Seperti ada tertulis: ‘Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan.’ (37) Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.
Ini masih ditambahi lagi dengan Ro 8:38-39 yang menjamin bahwa tidak ada apapun yang bisa memisahkan kita (orang kristen) dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.
·         Wah 17:14 - “Mereka akan berperang melawan Anak Domba. Tetapi Anak Domba akan mengalahkan mereka, karena Ia adalah Tuan di atas segala tuan dan Raja di atas segala raja. Mereka bersama-sama dengan Dia juga akan menang, yaitu mereka yang terpanggil, yang telah dipilih dan yang setia.’”.
Catatan: kata-kata ‘juga akan menang’ (yang saya cetak miring) sebetulnya tidak ada, tetapi secara implicit itu ada.
·         1Kor 15:57 - “Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita”.
·         2Kor 2:14a - “Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenanganNya.
Kalau orang kristen sejati tidak mungkin kalah, maka jelas bahwa Wah 3:5 itu berlaku untuk setiap orang kristen dan dengan demikian penghapusan nama dari kitab kehidupan itu tidak mungkin terjadi.
 
Sekarang mari kita membahas lebih teliti kedua text tersebut di atas.
 
Text pertama: Maz 69:29 - “Biarlah mereka dihapuskan dari kitab kehidupan, janganlah mereka tercatat bersama-sama dengan orang-orang yang benar!”.
 
Beberapa penafsir seperti Adam Clarke, Albert Barnes, dan Keil & Delitzsch, menafsirkan bahwa ayat ini artinya adalah bahwa Daud berdoa supaya mereka dibunuh, dan tidak mendapat kehidupan yang panjang yang dijanjikan Allah kepada pengikut-pengikutNya.
 
Calvin mengatakan bahwa kata-kata ini disesuaikan dengan kapasitas pengertian manusia.
Spurgeon menafsirkan bahwa penghapusan nama dari kitab kehidupan menunjukkan bahwa nama itu tidak pernah dituliskan dalam kitab kehidupan itu.
C. H. Spurgeon: “the inner meaning of being blotted out from the book of life is to have it made evident that the name was never written there at all. Man in his imperfect copy of God’s book of life will have to make many emendations, both of insertion and erasure; but, as before the Lord, the record is for ever fixed and unalterable” (= arti di dalam dari penghapusan dari kitab kehidupan adalah untuk membuatnya jelas bahwa nama itu tidak pernah dituliskan di sana sama sekali. Manusia dalam copynya yang tidak sempurna dari kitab kehidupan Allah akan harus membuat banyak koreksi / perubahan, baik tentang pemasukan dan penghapusan; tetapi di hadapan Tuhan, catatan itu tetap / tertentu dan tidak bisa berubah selama-lamanya) - ‘The Treasury of David’, vol 2, hal 184.
 
Matthew Poole mengatakan (hal 110) bahwa nama seseorang dikatakan ditulis dalam kitab kehidupan, atau dihapuskan dari kitab kehidupan, sesuai dengan kelihatannya dari jalan kehidupan mereka. Tetapi bahwa penghapusan nama tidak bisa diartikan secara hurufiah, terlihat dengan jelas dari bagian akhir dari Maz 69:29 itu.
Psalm 69:28 (KJV): ‘Let them be blotted out of the book of the living, and not be written with the righteous’ (= Biarlah mereka dihapuskan dari kitab kehidupan, dan tidak ditulis dengan orang benar).
Catatan: Kata Ibraninya bisa diartikan ‘menulis’ atau ‘mencatat’.
Kata-kata Poole ini perlu diperhatikan. Memang Maz 69:29 itu mengidentikkan ‘penghapusan nama’ dan ‘tidak dituliskannya nama’.
 
W. S. Plumer: “To ‘be blotted out of this book’ is the same thing as not to ‘be written with the righteous’. The clauses are parallel” (= Dihapuskan dari kitab ini adalah sama dengan tidak ditulis dengan orang benar. Kedua kalimat itu paralel) - ‘The Psalms’, hal 684.
 
Pulpit Commentary memberikan penafsiran yang berbeda / bertentangan. Ia berkata: “‘And not be written with the righteous;’ i.e. not remain written in the book side by side with the names of the righteous” (= ‘Dan tidak ditulis dengan orang benar’; artinya tidak tetap tertulis dalam kitab itu bersama-sama dengan nama-nama orang benar) - hal  55.
Tetapi kata ‘remain’ (= tetap) ini sebetulnya tidak ada dalam ayat itu, dan karena itu penafsiran ini tidak bisa diterima!
 
Text kedua: Kel 32:31-33 - “(31) Lalu kembalilah Musa menghadap TUHAN dan berkata: ‘Ah, bangsa ini telah berbuat dosa besar, sebab mereka telah membuat allah emas bagi mereka. (32) Tetapi sekarang, kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu - dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis.’ (33) Tetapi TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Siapa yang berdosa kepadaKu, nama orang itulah yang akan Kuhapuskan dari dalam kitabKu”.
 
Adam Clarke mengatakan bahwa kitab itu merupakan catatan dari orang-orang Israel. Yang namanya dihapus adalah orang-orang yang tidak diperkenankan untuk masuk ke Kanaan.
 
Pulpit Commentary mengatakan (hal 343) bahwa ada yang mengartikan bahwa kata-kata Musa dalam Kel 32:32 ini hanya sekedar berarti ‘Bunuhlah aku’. Jadi, kitab itu hanya diartikan sebagai kitab yang mencatat nama-nama orang-orang yang masih hidup, dan tak berhubungan dengan keselamatan. Tetapi Pulpit Commentary sendiri lebih setuju bahwa itu juga berhubungan dengan keselamatan.
 
Sama seperti dalam tafsirannya tentang Maz 69:29 di atas Calvin (hal 361-362) menganggap bahwa istilah ‘penghapusan nama’ dipakai untuk menyesuaikan dengan pengertian manusia (semacam bahasa antropomorphis). Tentu kita tidak bisa mengartikan bahwa bisa terjadi perubahan dalam rencana kekal Allah. Istilah ‘penghapusan nama’ itu hanya untuk menunjukkan bahwa Tuhan akhirnya menyatakan bahwa orang-orang reprobate, yang untuk sementara kelihatannya terhitung bersama-sama dengan orang-orang pilihan, sebetulnya sama sekali tidak termasuk di dalamnya.
Calvin: “In these words God adapt Himself to the comprehension of the human mind, when He says, ‘Him will I blot out;’ for hypocrites make such false profession of His name, that they are not accounted aliens, until God openly renounces them: and hence their manifest rejection is called erasure” (= Dalam kata-kata ini Allah menyesuaikan diriNya sendiri dengan pengertian pikiran manusia, pada saat Ia berkata ‘Aku tidak akan menghapuskannya’; karena orang-orang munafik membuat pengakuan palsu tentang namaNya supaya mereka tidak dianggap sebagai orang asing / non kristen, sampai Allah secara terbuka menyangkal mereka sebagai anak: dan karena itu penolakan yang nyata ini disebut penghapusan) - hal 362.
Juga dalam Kel 32:33 itu, mungkin sekali Tuhan menggunakan kata-kata itu untuk menyesuaikan dengan kata-kata Musa dalam Kel 32:32.
 
Kesimpulan: Kitab kehidupan hanya merupakan simbol dari predestinasi. Penghapusan nama dari kitab kehidupan tidak benar-benar ada. Istilah itu digunakan hanya karena Allah menyesuaikan diri dengan pengertian manusia yang terbatas, sehingga Ia menggambarkan tindakanNya seperti tindakan manusia yang mencatat, menghapus dan sebagainya. Orang yang ‘dihapus namanya’ adalah orang kristen KTP, yang sebetulnya tidak pernah tercatat di dalam kitab kehidupan itu. Bagi orang percaya / pilihan, namanya sudah ada dalam kitab kehidupan sejak dunia belum dijadikan dan tidak mungkin akan dihapuskan.
 
2)   Kitab Suci mengatakan bahwa orang benar yang berbalik ke dalam dosa akan binasa.
Yeh 3:20 - “Jikalau seorang yang benar berbalik dari kebenarannya dan ia berbuat curang, dan Aku meletakkan batu sandungan di hadapannya, ia akan mati. Oleh karena engkau tidak memperingatkan dia, ia akan mati dalam dosanya dan perbuatan-perbuatan kebenaran yang dikerjakannya tidak akan diingat-ingat, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu”.
Yeh 18:24 - “Jikalau orang benar berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan seperti segala kekejian yang dilakukan oleh orang fasik - apakah ia akan hidup? Segala kebenaran yang dilakukannya tidak akan diingat-ingat lagi. Ia harus mati karena ia berobah setia dan karena dosa yang dilakukannya”.
Yeh 18:26 - “Kalau orang benar berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan sehingga ia mati, ia harus mati karena kecurangan yang dilakukannya”.
Yeh 33:13 - “Kalau Aku berfirman kepada orang benar: Engkau pasti hidup! - tetapi ia mengandalkan kebenarannya dan ia berbuat curang, segala perbuatan-perbuatan kebenarannya tidak akan diperhitungkan, dan ia harus mati dalam kecurangan yang diperbuatnya”.
Yeh 33:18 - “Jikalau orang benar berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan, ia harus mati karena itu”.
 
Inti dari penafsiran Arminian tentang text-text di atas adalah bahwa ‘orang benar’ diartikan sebagai orang yang betul-betul percaya dan betul-betul sudah dibenarkan. Jadi text-text tersebut di atas mereka artikan bahwa orang kristen sejati bisa murtad sehingga lalu kehilangan keselamatannya.
 
Pdt. Jusuf B. S.: “Orang yang sudah dibenarkan di dalam Kristus, tetapi kemudian berbalik berbuat dosa, tidak mau bertobat, sampai mati tetap hidup di dalam dosa, keselamatannya hilang, ia mati dalam dosa” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 45.
Ia lalu mengutip Yeh 33:13 sebagai dasar.
 
Adam Clarke (tentang Yeh 3:20): “From these passages we see that a righteous man may fall from grace, and perish everlastingly. Should it be said that it means the self-righteous, I reply, this is absurd; for self-righteousness is a fall itself, and the sooner a man falls from it the better for himself. Real, genuine righteousness of heart and life is that which is meant. Let him that standeth take heed lest he fall” (= Dari text-text ini kita melihat bahwa seorang yang benar bisa jatuh dari kasih karunia, dan binasa secara kekal. Jika dikatakan bahwa itu berarti kebenaran diri sendiri, saya menjawab bahwa ini menggelikan; karena kebenaran diri sendiri itu sendiri merupakan suatu kejatuhan, dan makin cepat seseorang jatuh dari padanya, makin baik untuk dirinya sendiri. Kebenaran yang sungguh-sungguh dan asli / sejati dari hati dan kehidupan adalah apa yang dimaksudkan di sini. ‘Sebab itu siapa yang menyangka bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh’) - hal 432.
 
Adam Clarke (tentang Yeh 18:24): “Can a man who was once holy and pure, fall away so as to perish everlastingly? YES. For God says, ‘If he turn away from his righteousness;’ not his self-righteousness, the gloss of theologians: for God never speaks of turning away from that, for, in his eyes, that is a nonentity. There is no righteousness or holiness but what himself infuses into the soul of man, and as to self-righteousness, i.e., a man’s supposing himself to be righteous when he has not the life of God in his soul, it is the delusion of a dark and hardened heart; therefore it is the real righteous principle and righteous practice that God speaks of here. And he tells us, that a man may so ‘turn away from this,’ and so ‘commit iniquity,’ and ‘acts as the wicked man,’ that his righteousness shall be no more mentioned to his account, ... So then, God himself informs us that a righteous man may not only fall foully, but fall finally” (= Bisakah seseorang yang pada suatu saat pernah kudus dan murni, jatuh / murtad sehingga binasa secara kekal? YA. Karena Allah berkata: ‘Jika ia berbalik dari kebenarannya’; bukan kebenarannya sendiri, komentar dari para ahli theologia: karena Allah tidak pernah mengatakan tentang berbalik dari hal itu, karena di mataNya, hal itu tidak ada. Tidak ada kebenaran atau kekudusan kecuali apa yang Ia sendiri masukkan ke dalam jiwa manusia, dan berkenaan dengan kebenaran diri sendiri, yaitu anggapan orang bahwa dirinya benar padahal ia tidak mempunyai kehidupan Allah dalam jiwanya, itu merupakan suatu khayalan dari hati yang gelap dan dikeraskan; karena itu adalah prinsip kebenaran dan praktek kebenaran yang sejati yang Allah bicarakan di sini. Dan Ia memberitahu kita, bahwa seseorang bisa ‘berbalik dari hal ini’ dan ‘melakukan kejahatan’, dan ‘bertindak seperti orang jahat’, sehingga kebenarannya tidak akan diperhitungkan lagi, ... Maka demikianlah, Allah sendiri menginformasikan kepada kita bahwa seorang yang benar bukan hanya bisa jatuh secara buruk / jahat, tetapi juga jatuh pada akhirnya / sampai akhir) - hal 471.
 
Jawaban saya:
 
a)         Keberatan terhadap penafsiran di atas:
 
1.   Dalam Yeh 33:13, yang jelas merupakan ayat yang paralel dengan Yeh 18:24 ini, justru disebutkan bahwa orang itu mempercayai ‘kebenarannya’.
Yeh 33:13 - “Kalau Aku berfirman kepada orang benar: Engkau pasti hidup! - tetapi ia mengandalkan kebenarannya dan ia berbuat curang, segala perbuatan-perbuatan kebenarannya tidak akan diperhitungkan, dan ia harus mati dalam kecurangan yang diperbuatnya”.
Bdk. penggunaan kata ‘kebenaran’ dalam:
a.   Ro 10:3 - “Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah. 
b.   Gal 5:4 - “Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia”.
c.   Fil 3:6,9 - “(6) tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat. ... (9) dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan.
 
2.   Mereka menafsirkan text-text tersebut di atas tanpa mempedulikan ayat-ayat lain dalam Kitab Suci, seperti Yoh 8:31  1Yoh 2:18-19  2Yoh 9 yang jelas mengatakan bahwa hanya orang kristen KTPlah yang bisa murtad, sedangkan orang kristen sejati pasti bertahan sampai akhir.
 
b)   Calvin / orang Reformed menganggap bahwa yang dimaksud dengan ‘orang benar’ dalam text-text itu hanyalah orang yang kelihatannya benar, atau orang benar secara lahiriah, atau orang kristen KTP.
 
Calvin (tentang Yeh 3:20): “Here it may be asked, how can the just turn aside, since there is no righteousness without the spirit of regeneration? But the seed of the Spirit is incorruptible, (1Pet. 1:23,) nor can it ever happen that his grace is utterly extinguished; for the Spirit is the earnest and the seal of our adoption, for God’s adoption is without repentance, as Paul says. (Rom. 11:29.) Hence it may seem absurd to say, that the just recedes and turns aside from the right way. That passage of John is well known - if they had been of us, they had remained with us, (1John 2:19,) but because they have departed, that falling away proves sufficiently that they were never ours. But we must here mark, that ‘righteousness’ is here called so, which has only the outward appearance and not the root: for when once the spirit of regeneration begins to flourish, as I have said, it remains perpetually” [= Di sini bisa ditanyakan: bagaimana orang benar bisa menyimpang / berbalik, karena tidak ada kebenaran tanpa kelahiran baru? Tetapi benih dari Roh tidak dapat binasa (1Pet 1:23), juga tidak pernah bisa terjadi bahwa kasih karuniaNya dipadamkan secara total; karena Roh itu adalah jaminan dan meterai dari pengadopsian kita, karena pengadopsian Allah tidak akan disesali, seperti yang dikatakan oleh Paulus (Ro 11:29). Karena itu adalah menggelikan untuk mengatakan bahwa orang benar mundur dan menyimpang dari jalan yang benar. Text dari Yohanes merupakan text yang terkenal - ‘jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita’ (1Yoh 2:19), tetapi karena mereka telah meninggalkan kita, kemurtadan itu membuktikan secara cukup bahwa mereka tidak pernah termasuk pada kita. Tetapi di sini kita harus memperhatikan, bahwa ‘kebenaran’ di sini disebut demikian, yang hanya mempunyai penampilan lahiriah dan tidak mempunyai akarnya: karena kalau satu kali roh kelahiran baru mulai tumbuh dengan subur, seperti yang telah saya katakan, itu akan tinggal secara kekal] - hal 159.
Catatan: perhatikan bahwa berbeda dengan para penafsir Arminian, maka Calvin menafsirkan text-text tersebut dengan memperhatikan ayat-ayat Kitab Suci yang berhubungan dengan text-text itu.
 
Calvin tentang Yeh 18:24: “In fine, we see that the word ‘righteousness’ is referred to our senses, and not to God’s hidden judgment; so that the Prophet does not teach anything but what we perceive daily” (= Kesimpulannya, kita melihat bahwa kata ‘kebenaran’ dihubungkan dengan panca indera kita, dan bukannya dengan penghakiman / penilaian yang tersembunyi dari Allah; sehingga sang nabi tidak mengajar apapun kecuali apa yang kita rasakan / mengerti sehari-hari) - ‘Commentary on Ezekiel’, hal 251.
 
c)   Bandingkan dengan Yeh 36:26-27 yang menjamin bahwa orang percaya tidak mungkin murtad.
Yeh 36:26-27 - “(26) Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. (27) RohKu akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapanKu dan tetap berpegang pada peraturan-peraturanKu dan melakukannya.
Mungkinkah Yehezkiel menentang sendiri ucapannya di sini?
 
d)         Keberatan terhadap penafsiran Calvin / Reformed.
Yeh 33:13 - “Kalau Aku berfirman kepada orang benar: Engkau pasti hidup! - tetapi ia mengandalkan kebenarannya dan ia berbuat curang, segala perbuatan-perbuatan kebenarannya tidak akan diperhitungkan, dan ia harus mati dalam kecurangan yang diperbuatnya”.
Dalam ayat ini Tuhan sendiri yang mengatakan bahwa orang itu pasti hidup. Karena itu jelaslah bahwa istilah ‘orang benar’ menunjuk kepada orang yang betul-betul adalah orang benar.
 
Jawaban saya:
Sekalipun Tuhan sendiri yang berbicara, Ia tetap sering berbicara dari sudut pandang manusia. Misalnya dalam Yer 18:8  1Sam 15:11 - Tuhan sendiri yang berkata bahwa Ia menyesal. Ini tetap harus dianggap dari sudut pandang manusia, dan demikian juga semua ayat Kitab Suci yang mengatakan bahwa Allah menyesal, karena:
 
1.   Allah yang maha tahu tidak mungkin menyesal, karena ‘menyesal’ hanya bisa terjadi kalau kita tahu apa yang tadinya kita tidak tahu. Misalnya kita membeli barang yang kita kira sebagai barang yang bagus, tetapi ternyata palsu / jelek. Setelah kita tahu kejelekan / kepalsuan barang itu, kita menyesal. Tetapi Allah itu maha tahu sehingga Ia mengetahui segala-galanya dari semula, dan karena itu Ia tidak mungkin menyesal!
 
2.   Bil 23:19a dan 1Sam 15:29 mengatakan bahwa Allah bukanlah manusia sehingga harus menyesal.
Bil 23:19 - “Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal”. 
1Sam 15:29 - “Lagi Sang Mulia dari Israel tidak berdusta dan Ia tidak tahu menyesal; sebab Ia bukan manusia yang harus menyesal.’”.
Catatan: perhatikan bahwa dalam 1Sam 15 itu, mula-mula dikatakan ‘Allah menyesal’ (ay 11), lalu dikatakan ‘Allah tidak tahu menyesal’ (ay 29), dan akhirnya dikatakan ‘Allah menyesal’ lagi (ay 35b).
Saya berpendapat bahwa hanya ada satu cara untuk mengharmoniskan ayat-ayat yang kelihatannya kontradiksi ini, yaitu dengan menganggap bahwa:
a.   Bagian yang mengatakan ‘Allah menyesal’ merupakan bagian yang menggambarkan peninjauan dari sudut manusia.
b.   Bagian yang mengatakan ‘Allah tidak tahu menyesal’ merupakan bagian yang menggambarkan peninjauan dari sudut Allah.
 
3.   Kel 32:7-14 - “(7) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Pergilah, turunlah, sebab bangsamu yang kaupimpin keluar dari tanah Mesir telah rusak lakunya. (8) Segera juga mereka menyimpang dari jalan yang Kuperintahkan kepada mereka; mereka telah membuat anak lembu tuangan, dan kepadanya mereka sujud menyembah dan mempersembahkan korban, sambil berkata: Hai Israel, inilah Allahmu yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.’ (9) Lagi firman TUHAN kepada Musa: ‘Telah Kulihat bangsa ini dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk. (10) Oleh sebab itu biarkanlah Aku, supaya murkaKu bangkit terhadap mereka dan Aku akan membinasakan mereka, tetapi engkau akan Kubuat menjadi bangsa yang besar.’ (11) Lalu Musa mencoba melunakkan hati TUHAN, Allahnya, dengan berkata: ‘Mengapakah, TUHAN, murkaMu bangkit terhadap umatMu, yang telah Kaubawa keluar dari tanah Mesir dengan kekuatan yang besar dan dengan tangan yang kuat? (12) Mengapakah orang Mesir akan berkata: Dia membawa mereka keluar dengan maksud menimpakan malapetaka kepada mereka dan membunuh mereka di gunung dan membinasakannya dari muka bumi? Berbaliklah dari murkaMu yang bernyala-nyala itu dan menyesallah karena malapetaka yang hendak Kaudatangkan kepada umatMu. (13) Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan Israel, hamba-hambaMu itu, sebab kepada mereka Engkau telah bersumpah demi diriMu sendiri dengan berfirman kepada mereka: Aku akan membuat keturunanmu sebanyak bintang di langit, dan seluruh negeri yang telah Kujanjikan ini akan Kuberikan kepada keturunanmu, supaya dimilikinya untuk selama-lamanya.’ (14) Dan menyesallah TUHAN karena malapetaka yang dirancangkanNya atas umatNya”.
Kalau bagian ini mau diartikan secara hurufiah, menjadi sesuatu yang sangat menggelikan, karena Tuhan menyesal setelah dinasehati oleh Musa. Lebih-lebih kalau kita melihat dalam terjemahan KJV/RSV, dimana untuk kata ‘menyesal’ digunakan kata ‘repent’ (= bertobat), maka penafsiran secara hurufiah ini menjadi makin tidak masuk akal.
 
Jadi, sekalipun Tuhan sendiri yang berbicara, Ia sering menyesuaikan kata-kataNya dengan kapasitas pengertian kita yang terbatas! Dan itu juga yang terjadi dengan Yeh 33:13!
 
3)   Kemurtadan Saul dan Yudas Iskariot.
Pdt. Jusuf B. S.: “Contoh yang jelas dapat dilihat dari riwayat hidup Saul dan Yudas. Saul sudah penuh dengan Roh Kudus 1Sam 10:6. Ia bernubuat bersama-sama para nabi yang lain (1Sam 10:10-11). Ia mengerjakan beberapa banyak hal-hal yang indah-indah di dalam pimpinan Roh Kudus (1Sam 11:6) dan seterusnya. Tetapi sayang, ia tidak mau dipimpin Roh Kudus terus menerus. Ia melakukan kehendaknya sendiri melawan Roh Kudus sehingga akhirnya Roh Kudus meninggalkannya dan ia berakhir dalam daging (1Sam 16:14). Roh setan masuk, merasuknya sampai akhirnya ia didorong untuk bunuh diri dan mati di tangan iblis! Begitu juga dengan Yudas. Yudas adalah seorang yang dipilih Tuhan Yesus lewat doa semalaman (Luk 6:12-16). Tidak mungkin Putra Manusia Yesus memilih orang yang belum percaya, sebab pada waktu itu Dia belum tahu tentang akhir dari Yudas. Ia dipilih menjadi bendahara (Yoh 12:6). Biasanya yang dipilih itu orang yang rohani dan bisa dipercaya. Ia juga mengusir setan dan menyembuhkan orang bersama-sama dengan murid-murid lainnya (Luk 9:1-6). Pada waktu Putra Manusia Yesus dengan ilham Roh mengatakan bahwa ada seorang yang akan mengkhianati Dia, tidak ada seorangpun yang curiga pada Yudas, sebab Yudas bukan pengkhianat dari permulaan! Mereka justru menanyakan dirinya sendiri. ... Yudas ini termasuk orang seperti Matius 7:21-23, yaitu orang yang sudah pernah percaya, tetapi kemudian undur, dan sampai mati tidak bertobat kembali. Sebab itu ia binasa ... Jadi orang percaya yang tidak berjaga-jaga bisa undur dan binasa” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 45-46.
 
Juga dalam Kitab Suci ada ayat-ayat yang menunjukkan adanya kemurtadan, seperti 1Tim 1:19-20  2Tim 2:17-18  2Tim 4:10  2Pet 2:1,2  Ibr 6:4-6.
 
Jawaban saya:
 
a)   Baik raja Saul maupun Yudas Iskariot dianggap oleh Pdt. Jusuf B. S. sebagai orang-orang kristen sejati yang lalu murtad dan akhirnya binasa. Pada waktu saya membaca buku Pdt. Jusuf B. S. yang berjudul ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, saya menyimpulkan bahwa salah satu problem terbesar dengannya adalah bahwa ia kelihatannya menganggap semua orang kristen sebagai orang kristen yang sejati. Dengan kata lain, ia kelihatannya tidak percaya adanya orang kristen KTP. Sampai-sampai ‘tanah berbatu’ (Mat 13:5-6,20-21), Yudas Iskariot, raja Saul, orang-orang dalam Mat 7:21-23, lima anak dara yang bodoh (Mat 25:1-13) semuanya dianggap sebagai orang kristen yang sejati yang lalu murtad. Padahal Kitab Suci sering berbicara tentang orang kristen KTP, seperti dalam:
1.   Perumpamaan lalang di antara gandum (Mat 13:24-30,36-43), dimana lalang jelas menggambarkan orang kristen KTP.
2.   Aalegori pokok anggur dan ranting-rantingnya (Yoh 15:1-8), dimana ranting yang tidak berbuah jelas menggembarkan orang kristen KTP.
3.   Tanah berbatu dan tanah bersemak duri (Mat 13:5-7,20-22) yang jelas menggambarkan orang kristen KTP karena mereka tidak berbuah.
 
Kitab Suci juga sering mengatakan bahwa seseorang ‘percaya’ atau bahwa orang itu adalah ‘murid’, tetapi penyebutan itu hanya disesuaikan dengan pengakuan dari orang tersebut. Dalam faktanya, orang itu tidak betul-betul percaya.
Contoh:
a.   Yoh 2:23-25 - “(23) Dan sementara Ia di Yerusalem selama hari raya Paskah, banyak orang percaya dalam namaNya, karena mereka telah melihat tanda-tanda yang diadakanNya. (24) Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diriNya kepada mereka, karena Ia mengenal mereka semua, (25) dan karena tidak perlu seorangpun memberi kesaksian kepadaNya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia”.
Perhatikan text di atas ini. Ay 23nya mengatakan banyak orang percaya kepada Yesus, tetapi ay 24-25 menunjukkan sikap Yesus terhadap mereka. Ia tidak mau mempercayakan diri kepada mereka, karena Ia mengenal mereka semua. Jelas bahwa mereka itu hanya mengaku percaya, tetapi sesungguhnya tidak betul-betul percaya.
b.   Kis 8:9-13 yang menunjukkan bahwa Simon tukang sihir ‘menjadi percaya’ (ay 13). Tetapi kalau kita membaca cerita itu terus, maka terlihat bahwa sebetulnya ia belum sungguh-sungguh percaya. Itu terlihat dari dari kata-kata Petrus yang begitu keras kepada Simon tukang sihir (ay 20-23), yang tidak memungkinkan untuk ditujukan kepada orang kristen yang sejati.
 
Saya berpendapat bahwa Yudas Iskariot maupun raja Saul hanyalah orang kristen KTP.
Ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa Yudas Iskariot hanyalah orang kristen KTP:
·         Yoh 6:64 - “Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya.’ Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia”.
Betul-betul ajaib bahwa dengan adanya ayat seperti ini, yang secara jelas menunjukkan ketidakpercayaan dari Yudas Iskariot, Pdt. Jusuf B. S. bisa tetap beranggapan bahwa Yudas Iskariot sudah percaya dan karena itu dipilih oleh Yesus.
·         Yoh 6:70 - “Jawab Yesus kepada mereka: ‘Bukankah Aku sendiri yang memilih kamu yang dua belas ini? Namun seorang di antaramu adalah Iblis’”.
·         Yoh 13:10b-11 - “(10b) ‘Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua’. (11) Sebab Ia tahu, siapa yang akan menyerahkan Dia. Karena itu Ia berkata: ‘Tidak semua kamu bersih’”.
·         Yoh 13:18 - Bukan tentang kamu semua Aku berkata. Aku tahu, siapa yang telah Kupilih. Tetapi haruslah genap nas ini: Orang yang makan rotiKu, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku”.
·         Yoh 12:6 yang menunjukkan bahwa pada waktu mengikut Yesus, Yudas adalah seorang pencuri yang sering mencuri uang kas yang ia pegang.
 
Yudas Iskariot dipilih menjadi salah seorang dari 12 rasul, bukan karena ia beriman. Juga bahwa ia ikut menyembuhkan dan mengusir setan, tidak menjamin bahwa ia adalah orang yang sungguh-sungguh beriman, karena Mat 7:22-23 menunjukkan adanya orang-orang seperti itu, yang akhirnya tidak pernah dikenal oleh Kristus.
Yudas dipilih karena ia memang harus menjadi pengkhianat. Hal itu memang sudah ditentukan, seperti dikatakan dalam Luk 22:21-22 - “(21) Tetapi, lihat, tangan orang yang menyerahkan Aku, ada bersama dengan Aku di meja ini. (22) Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!’”.
Yoh 17:12 - “Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci”.
Yang saya garis-bawahi itu bukan terjemahan yang hurufiah; bandingkan dengan terjemahan KJV: ‘but the son of perdition’ (= kecuali anak kebinasaan).
 
Calvin memberikan komentar sebagai berikut tentang bagian ini:
“Judas is excepted, and not without reason; for, though he was not one of the elect and of the true flock of God, yet the dignity of his office gave him the appearance of it. ... that no one might think that the eternal election of God was overturned by the damnation of Judas, he immediately added, that he was the son of perdition. By these words Christ means that his ruin, which took place suddenly before the eyes of men, had been known to God long before; for ‘the son of perdition,’ according to the Hebrew idiom, denotes a man who is ruined, or devoted to destruction” (= Yudas dikecualikan, dan bukannya tanpa alasan; karena sekalipun ia bukanlah salah seorang dari orang-orang pilihan dan dari kawanan domba Allah, tetapi kewibawaan dari jabatannya seolah-olah menunjukkan hal itu. ... supaya tidak seorangpun berpikir bahwa pemilihan kekal dari Allah dibalikkan oleh penghukuman Yudas, Ia langsung menambahkan, bahwa ia adalah ‘anak kebinasaan / neraka’. Dengan kata-kata ini Kristus memaksudkan bahwa kehancurannya, yang terjadi secara mendadak di hadapan manusia, telah diketahui oleh Allah jauh sebelumnya; karena ‘anak kebinasaan / neraka’ menurut ungkapan Ibrani, menunjuk pada seseorang yang dihancurkan, atau disediakan untuk kehancuran) - hal 176.
 
John Calvin: “Christ says that ‘no one perished but the son of perdition’ (John 17:12); this is indeed an inexact expression but not at all obscure; for he was counted among Christ’s sheep not because he truly was one but because he occupied the place of one. The Lord’s assertion in another passage that he was chosen by him with the apostles is made only with reference to the ministry. ‘I have chosen twelve,’ he said, ‘and one of them is a devil.’ (John 6:70 p.) That is, he had chosen him for the apostolic office. But when he speaks of election unto salvation, he banishes him far from the number of the elect: ‘I am not speaking of you all; I know whom I have chosen’ (John 13:18). If anyone confuses the word ‘election’ in the two passages, he will miserably entangle himself; if he notes their difference, nothing is plainer” [= Kristus berkata bahwa ‘tidak seorangpun yang binasa, kecuali anak kebinasaan’ (Yoh 17:12); ini memang merupakan ungkapan yang tidak tepat / akurat tetapi bukannya sama sekali kabur; karena ia terhitung di antara domba-domba Kristus bukan karena ia betul-betul adalah domba tetapi karena ia menempati tempat dari domba. Penegasan Tuhan dalam text yang lain bahwa ia dipilih olehNya dengan rasul-rasul hanya dibuat berhubungan dengan pelayanan. ‘Aku sendiri yang memilih kamu yang dua belas ini’, kataNya, ‘tetapi satu di antara mereka adalah Iblis’ (Yoh 6:70). Yaitu, Ia telah memilihnya untuk jabatan rasul. Tetapi pada waktu Ia berbicara tentang pemilihan kepada keselamatan, Ia membuangnya (Yudas) jauh-jauh dari orang-orang pilihan: ‘Bukan tentang kamu semua Aku berkata. Aku tahu, siapa yang telah Kupilih’ (Yoh 13:18). Jika ada orang yang mencampuradukkan kata ‘pemilihan’ dalam kedua text itu, ia akan bingung sendiri; jika ia memperhatikan perbedaannya, tidak ada yang lebih jelas] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXIV, no 9.
 
Juga raja Saul, sekalipun dikatakan penuh dengan Roh Kudus, tidak bisa dianggap sebagai orang kristen yang sejati, karena peranan / fungsi Roh Kudus pada jaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru berbeda. Pada jaman Perjanjian Baru memang orang yang sudah memiliki Roh Kudus pasti adalah orang kristen yang sejati. Tetapi pada jaman Perjanjian Lama Roh Kudus diberikan hanya supaya orang yang bersangkutan bisa melakukan pelayanan / tanggung jawabnya. Bdk. Kel 28:3  Kel 35:30-36:2  Bil 11:17  Bil 11:25-27. Karena Saul diangkat menjadi raja, maka Tuhan memberikan Roh Kudus supaya ia bisa melakukan tanggung jawabnya. Tetapi setelah Saul jatuh ke dalam dosa dan lalu ditolak oleh Tuhan sebagai raja, maka Roh Kudus itupun ditarik kembali. Hal seperti ini (penarikan Roh Kudus) tidak mungkin terjadi dalam jaman Perjanjian Baru, karena adanya janji Tuhan seperti dalam Yoh 14:16  Ibr 13:5.
Bahwa Saul bukanlah raja yang dikehendaki Tuhan, dan diberikan untuk menghajar Israel yang memaksa meminta raja, terlihat dari Hos 13:11 - Aku memberikan engkau seorang raja dalam murkaKu dan mengambilnya dalam gemasKu”.
 
Kesimpulan: sama seperti Yudas Iskariot, Saul bukannya kehilangan keselamatan, tetapi memang tidak pernah selamat. Mereka bisa murtad, karena mereka hanyalah orang kristen KTP. Bahwa orang kristen yang sejati tidak mungkin murtad ditunjukkan secara jelas dalam 1Yoh 2:19.
 
b)   Semua ayat Kitab Suci yang menunjukkan kemurtadan, harus diartikan sebagai orang kristen KTP yang murtad, karena Kitab Suci sendiri memberikan jaminan bahwa orang kristen yang sejati tidak mungkin murtad, yaitu dalam:
1.   Yoh 8:31 - “Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: ‘Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu”.
Ayat ini menunjukkan bahwa kalau seseorang tidak tetap dalam firman (murtad), ia bukan benar-benar murid Kristus. Dengan kata lain ia adalah orang kristen KTP.
2.   1Yoh 2:18-19 - “(18) Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir. (19) Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita.
Ayat ini menunjukkan hal yang kurang lebih sama dengan ayat di atas. Kalau seorang kristen keluar dari kita (murtad) itu menunjukkan bahwa ia tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita. Dengan kata lain ia bukan orang kristen yang sejati. Dan ayat ini memberikan jaminan: orang yang sungguh-sungguh termasuk pada kita (orang kristen yang sejati), pasti akan tetap bersama kita (berarti tidak mungkin murtad).
3.   2Yoh 9 - “Setiap orang yang tidak tinggal di dalam ajaran Kristus, tetapi yang melangkah keluar dari situ, tidak memiliki Allah. Barangsiapa tinggal di dalam ajaran itu, ia memiliki Bapa maupun Anak”.
 
4)   Orang dapat mulai dengan Roh dan berakhir dengan daging.
Gal 3:3-4 - “(3) Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging? (4) Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia!”.
 
Jawaban saya:
Kata-kata terakhir dari ayat ini, yaitu ‘masakan sia-sia!’ justru menunjukkan bahwa hal itu tidak mungkin terjadi! Dan Paulus menuliskan surat Galatia dengan tujuan supaya kemurtadan mereka tidak terjadi. Kalau toh ada yang betul-betul murtad dari jemaat Galatia, itu pasti orang kristen KTP, karena orang kristen yang sejati tidak mungkin murtad (1Yoh 2:19).
Jawaban ini juga berlaku untuk ayat-ayat lain dalam surat Galatia, yang seakan-akan menunjukkan bahwa mereka murtad (Gal 1:6  4:9-11  5:2-4,7).
 
5)   Mat 7:21-23 - “(21) Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. (22) Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.
 
Pdt. Jusuf B. S.: “Ini orang-orang yang benar, yang sudah percaya dan selamat, sebab:
1.         Ini sambungan dari ayat 21 dan 22, yaitu tentang orang-orang yang sudah percaya, sudah menyeru nama Tuhan, sebab itu sudah selamat (Rom 10:10). ...
2.         Dari buah-buah pelayanan yang disebutkan di sini, kita melihat dengan jelas bahwa ini adalah orang-orang yang percaya, sudah lahir baru, sudah selamat. Semua dilakukan di dalam nama Yesus dengan sungguh-sungguh.
3.         Mereka membuang setan dengan nama Tuhan Yesus. Kalau seseorang hanya dengan main-main memakai nama Yesus untuk mengusir setan, pasti gagal seperti Kis 19:13. Jadi mereka ini adalah orang-orang yang sungguh-sungguh percaya.
4.         Mereka membuat mujizat dengan nama Tuhan, ini orang-orang yang betul. Andaikata mereka tidak satu golongan dengan kita, mereka tetap diakui Tuhan (Mrk 9:38-40/ Luk 9:49-50). Jadi orang-orang yang disebut di sini, pastilah orang-orang yang sudah percaya (sudah selamat), sudah pernah sungguh-sungguh ikut Tuhan.
5.         Lima Anak Dara yang Bodoh.
Mat 25:11-13 Kemudian daripada itu datang pula anak dara yang lain itu sambil berkata: Ya Tuan, ya Tuan, bukakanlah kiranya kami pintu. Tetapi ia menjawab serta berkata: Sesungguhnya aku berkata kepadamu: Tiada aku kenal kamu. Sebab itu hendaklah kamu berjaga-jaga, karena tiada kamu ketahui akan hari atau waktunya.
Jawaban Tuhan bagi 5 anak dara ini sama seperti jawaban Tuhan dalam Mat 7:23. Jawaban ini diberikan kepada 5 anak dara yang bodoh. Siapakah 5 anak dara yang bodoh ini? Apakah mereka orang yang belum percaya pada Tuhan Yesus? Mustahil! Mereka sudah bersama-sama dengan yang lain pergi menyambut pengantin Laki-laki, mereka berpakaian sama seperti 5 anak dara yang pintar. Mereka juga mempunyai minyak dalam pelitanya yang sama-sama menyala dengan teman-temannya yang pandai, sebab itu tidak mungkin mengartikan 5 anak dara yang bodoh ini sebagai orang yang belum percaya, tidak mungkin! Lima anak dara ini adalah orang-orang yang sudah percaya pada Tuhan Yesus, sudah mempunyai pelita = pelayanan yang tertentu (Wah 2:5), sudah bersinar, sudah penuh Roh Kudus, sudah dimeteraikan dan mempunyai pakaian yang sama, tetapi mereka ditolak dari Kerajaan Sorga seperti Matius 7:23. Mereka inilah orang-orang yang mulai dengan Roh, tetapi mengakhirinya dengan kedagingan, mulai bersinar tetapi sesudah itu menjadi gelap” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 87-89.
 
Pdt. Jusuf B. S.: “Kesimpulan: Mat 7:23 ini bukan tentang orang-orang yang tidak pernah diselamatkan, tetapi justru tentang orang-orang yang pernah selamat bahkan dipakai Tuhan dengan heran, tetapi tidak berjaga-jaga, akhirnya undur dalam dosa dan kejahatannya sampai mati, sehingga mereka masuk dalam kebinasaan kekal” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 91.
 
Jawaban saya:
 
a)   Penafsiran Pdt. Jusuf B. S. ini tidak mempedulikan kontext dari Mat 7:21-23 itu yang jelas-jelas berbicara tentang nabi-nabi palsu. Mari kita membaca text tersebut mulai dari ay 15nya.
Mat 7:15-23 - “(15) ‘Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. (16) Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? (17) Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. (18) Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. (19) Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. (20) Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. (21) Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. (22) Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.
Jadi kontextnya ini menunjukkan bahwa mereka adalah serigala yang buas tetapi menyamar sebagai domba. Karena itu tidak heran bahwa dilihat dari luar / secara lahiriah, mereka terlihat seperti orang kristen. Ingat bahwa lalang mirip dengan gandum.
 
b)   Bahwa dalam Kis 19:13 orang-orang itu tidak bisa mengusir setan dengan nama Yesus, tidak berarti bahwa selalu harus demikian. Ingat bahwa setan itu begitu cerdik, sehingga ia mempunyai banyak taktik. Pada saat itu ia merasa bahwa yang terbaik baginya adalah tidak keluar dari orang yang dirasuknya dan bahkan lalu memukuli orang yang menengkingnya. Tetapi pada kali-kali yang lain, ia bisa saja menganggap bahwa lebih baik keluar dari orang yang dirasuknya, supaya banyak orang percaya kepada nabi palsu yang menengkingnya. Dengan demikian justru ia ‘mendapatkan lebih banyak jiwa’.
 
c)   Lima anak dara yang bodoh dalam Mat 25:1-13 itu jelas juga menggambarkan orang kristen KTP. Orang kristen yang sejati tidak biasanya disebut ‘bodoh’ dalam Kitab Suci. Disamping itu, lima anak dara yang bodoh itu hanya kelihatannya saja siap menyambut mempelai laki-laki. Bahwa mereka tidak membaca cadangan minyak, menunjukkan bahwa persiapan mereka sama sekali tidak memadai. Juga bahwa mereka tadinya mempunyai minyak dalam pelita / lampu mereka, tidak boleh dialegorikan sebagai Roh Kudus, karena kalau minyak itu diartikan sebagai Roh Kudus, lalu apa artinya ‘cadangan minyak’ / ‘minyak dalam buli-buli’ (ay 4) yang dibawa oleh lima gadis yang bijaksana? Juga apa artinya ‘membeli minyak’ dan ‘penjual minyak’ (ay 9-10a)?
 
d)   Dalam Mat 7:23 itu Tuhan berkata bahwa Ia bukan sekedar ‘tidak mengenal’ mereka, tetapi ‘tidak pernah mengenal’ mereka.
Mat 7:23 - “Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.
Kalau orang-orang itu pernah percaya dan akhirnya murtad, maka Tuhan tidak bisa berkata ‘tidak pernah mengenal’. Ia seharusnya berkata: ‘Dahulu Aku mengenal kamu, tetapi sekarang tidak’.
 
Terhadap hal ini Pdt. Jusuf B. S. memberikan jawaban sebagai berikut:
Pdt. Jusuf B. S.: “Mengapa tidak pernah dikenal? Ini istilah Alkitab (kata-kata Allah) untuk semua orang yang sudah dibuang dari hadapan Allah, itu dilupakan sama sekali, tidak diingat lagi seperti tidak pernah dikenal!
Misalnya:
1.   Hidup yang tidak pernah dinajiskan.
Wahyu 3:4 Tetapi di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya; mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena mereka adalah layak untuk itu.
Tidak menajiskan, tidak pernah berdosa? Semua orang pernah berdosa, bahkan sesudah percaya (kecuali ia sudah sempurna dengan mutlak). Mengapa beberapa orang-orang di Sardis disebut dengan kata-kata ini. Inilah orang-orang yang sudah dilepaskan dari dosa, dosa-dosanya sudah dibuang, dihapus begitu bersih, oleh darah Yesus, sehingga menjadi seolah-olah tidak pernah menajiskan pakaiannya. Allah lupa akan keadaan orang-orang itu sebelum bertobat; Seolah-olah Allah tidak pernah mengenal keadaan pribadi mereka sebelum bertobat, sehingga mereka dikenal Allah sebagai orang-orang yang tidak pernah berdosa!
2.   Allah tidak lagi ingat dosa-dosa yang sudah diampuni. Luar biasa. Allah yang maha tahu, tahu segala-galanya dapat lupa, tidak ingat lagi, tidak lagi mengenali dosa-dosa yang sudah ditutup darah Yesus” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 89.
 
Jawaban saya:
1.   Jemaat Sardis itu tidak dikatakan ‘tidak pernah mencemarkan pakaiannya’, tetapi ‘tidak mencemarkan pakaiannya’. Pdt. Jusuf B. S. menambahkan kata ‘pernah’ dalam penafsiran / penjelasannya. Ia seharusnya memperhatikan ancaman dalam Wah 22:18-19 bagi orang-orang yang mengurangi atau menambahi Kitab Suci.
2.   Kitab Suci tidak pernah mengatakan bahwa Allah lupa akan dosa-dosa yang sudah diampuni. Kitab Suci mengatakan ‘tidak mengingat-ingat’ (Yes 43:25  Yer 31:34  Ibr 10:17) dan ini berbeda dengan ‘lupa’. ‘Tidak mengingat’ merupakan suatu tindakan sengaja dan berada di dalam kontrol si pelaku, dan ini berbeda dengan ‘lupa’, yang merupakan tindakan yang tidak disengaja dan berada di luar kontrol si pelaku.
3.   Bahwa Allah ‘tidak mengingat’ dosa kita, tidak bisa dikatakan bahwa Ia ‘tidak pernah mengetahui’ dosa kita. Ia tahu, tetapi tidak mau mengingat-ingat dosa-dosa itu. Ini berbeda dengan Mat 7:23 yang secara jelas mengatakan ‘tidak pernah mengenal’.
 
6)   Adanya banyak ayat Kitab Suci yang memberikan peringatan terhadap kemurtadan.
Misalnya: Mat 24:13 - “Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat”.
Dalam Kitab Suci masih ada banyak ayat lain yang sejenis / yang memberikan peringatan terhadap kemurtadan seperti Mat 10:22  Kol 1:23  Ibr 2:1  Ibr 3:14  Ibr 6:11. Juga dalam Kitab Suci ada ayat-ayat yang mendorong orang kristen untuk bertekun sampai akhir seperti 1Kor 15:2  Wah 2:10. Secara implicit ini menunjukkan bahwa orang kristen bisa tidak bertahan sampai akhir (murtad), sehingga kehilangan keselamatannya.
 
Jawaban saya:
 
a)         Orang kristen yang sejati pasti akan bertahan sampai akhir, karena:
1.   Penulis surat Ibrani mengatakan dalam Ibr 10:38-39 - “(38) Tetapi orangKu yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.’ (39) Tetapi kita (orang kristen yang sejati) bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup”. Ini menunjukkan bahwa orang kristen yang sejati pasti akan bertahan sampai akhir.
2.   1Yoh 2:19 - “Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita”. Ini jelas menunjukkan bahwa yang murtad itu pasti orang kristen KTP.
 
b)   ‘Jaminan keselamatan’ tidak bertentangan dengan ‘perintah untuk bertekun sampai akhir / larangan murtad’.
Sekalipun kita dijamin tidak akan kehilangan keselamatan kita, tetapi kita tetap diberi tanggung jawab untuk bertekun sampai akhir dan memelihara keselamatan kita.
Untuk menjelaskan tentang hal ini saya akan memberikan suatu illustrasi dari Kitab Suci, yaitu dari Kis 27:22-34 - “(22) Tetapi sekarang, juga dalam kesukaran ini, aku menasihatkan kamu, supaya kamu tetap bertabah hati, sebab tidak seorangpun di antara kamu yang akan binasa, kecuali kapal ini. (23) Karena tadi malam seorang malaikat dari Allah, yaitu dari Allah yang aku sembah sebagai milikNya, berdiri di sisiku, (24) dan ia berkata: Jangan takut, Paulus! Engkau harus menghadap Kaisar; dan sesungguhnya oleh karunia Allah, maka semua orang yang ada bersama-sama dengan engkau di kapal ini akan selamat karena engkau. (25) Sebab itu tabahkanlah hatimu, saudara-saudara! Karena aku percaya kepada Allah, bahwa semuanya pasti terjadi sama seperti yang dinyatakan kepadaku. (26) Namun kita harus mendamparkan kapal ini di salah satu pulau.’ (27) Malam yang keempat belas sudah tiba dan kami masih tetap terombang-ambing di laut Adria. Tetapi kira-kira tengah malam anak-anak kapal merasa, bahwa mereka telah dekat daratan. (28) Lalu mereka mengulurkan batu duga, dan ternyata air di situ dua puluh depa dalamnya. Setelah maju sedikit mereka menduga lagi dan ternyata lima belas depa. (29) Dan karena takut, bahwa kami akan terkandas di salah satu batu karang, mereka membuang empat sauh di buritan, dan kami sangat berharap mudah-mudahan hari lekas siang. (30) Akan tetapi anak-anak kapal berusaha untuk melarikan diri dari kapal. Mereka menurunkan sekoci, dan berbuat seolah-olah mereka hendak melabuhkan beberapa sauh di haluan. (31) Karena itu Paulus berkata kepada perwira dan prajurit-prajuritnya: ‘Jika mereka tidak tinggal di kapal, kamu tidak mungkin selamat.’ (32) Lalu prajurit-prajurit itu memotong tali sekoci dan membiarkannya hanyut. (33) Ketika hari menjelang siang, Paulus mengajak semua orang untuk makan, katanya: ‘Sudah empat belas hari lamanya kamu menanti-nanti saja, menahan lapar dan tidak makan apa-apa. (34) Karena itu aku menasihati kamu, supaya kamu makan dahulu. Hal itu perlu untuk keselamatanmu. Tidak seorangpun di antara kamu akan kehilangan sehelaipun dari rambut kepalanya.’”.
 
Jadi, cerita Kitab Suci ini menunjukkan bahwa Allah mengirim malaikat yang memberikan Firman Tuhan yang menja­min keselamatan (jasmani) semua mereka, kecuali kapalnya (ay 23-24). Dan Paulus percaya penuh akan Firman Tuhan yang telah ia terima itu (ay 22,25,34b), tetapi itu tidak menyebabkan Paulus hanya berdi­am diri, beriman, berdoa saja! Sekalipun ada Firman Tuhan yang menjamin keselamatan mereka, tetapi Paulus tetap memberikan nasehat supaya Firman Tuhan / janji Tuhan itu terjadi.
1.   Ay 26: Paulus menasehati mereka untuk mendamparkan kapal di salah 1 pulau. Perhatikan kata ‘namun’ dan ‘harus’ (ay 26).
2.   Ay 31: Paulus menasehati perwira dan prajurit untuk tidak membi­arkan anak-anak kapal melarikan diri. Perhatikan kata-kata ‘Jika ..., kamu tidak mungkin selamat’ (ay 31).
3.   Ay 33-34: Paulus menasehati mereka untuk makan. Perhatikan bahwa sekalipun ia yakin akan keselamatan mereka (ay 34b), ia tetap berkata ‘ini perlu untuk keselamatanmu’ (ay 34a).
 
Jadi, sekalipun ada janji Tuhan dan kita percaya janji itu, itu tidak berarti bahwa kita tidak perlu berusaha supaya janji itu tergenapi!
Contoh:
a.   Janji bahwa Allah akan mencukupi hidup kita (Mat 6:25-34) tidak berarti bahwa kita tidak perlu bekerja untuk mencari nafkah (bdk. 2Tes 3:10b) ataupun mengatur pengeluaran kita dengan bijaksana.
b.   Janji bahwa orang kristen tidak akan kehilangan keselamatannya (Yoh 10:27-29  Ro 5:9-10  1Kor 1:8-9  2Kor 1:21-22  Fil 1:6  1Yoh 2:18-19), tidak berarti bahwa kita tidak perlu berusaha untuk setia, untuk memelihara keselamatan dan menjauhi hal-hal yang membinasakan (bdk. Wah 2:10b  Mat 24:13).
 
7)   Fil 2:12 - “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir”.
Pdt. Jusuf B. S.: “Mengapa sampai takut dan gentar kalau keselamatan tidak bisa hilang?!” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 48.
 
Jawaban saya:
 
a)   Ini sama seperti no 6 di atas. Adanya jaminan keselamatan tidak membuang tanggung jawab kita dan tidak berarti bahwa kita boleh hidup seenaknya sendiri.
 
b)   Calvin mengatakan kata-kata Paulus dalam Fil 2:12 itu dimaksudkan untuk membuang keyakinan yang berlebihan pada diri sendiri, yang menyebabkan kita hidup secara sombong dan ceroboh / tidak waspada. Calvin juga mengatakan bahwa ada rasa takut yang menyebabkan kita ragu-ragu, dan ada rasa takut yang membangkitkan kerendahan hati. Yang diinginkan oleh Paulus tentu saja adalah yang kedua.
 
8)   Ibr 10:38-39 - “(38) Tetapi orangKu yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.’ (39) Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup.
Pdt. Jusuf B. S. (hal 47-48) menggunakan text ini untuk menunjukkan adanya orang-orang yang mengundurkan diri sehingga binasa.
 
Jawaban saya:
 
a)   Menurut saya merupakan sesuatu yang bodoh untuk menggunakan text ini untuk mendukung pandangan Arminian, karena text ini, khususnya ay 39nya, justru menunjukkan bahwa orang percaya tidak akan mengundurkan diri dan binasa.
 
b)   Kalau ay 38nya memberikan semacam ancaman kepada orang-orang yang mengundurkan diri, maka saya menjawab dengan cara yang sama seperti pada no 6 di atas, yaitu bahwa adanya jaminan keselamatan tidak berarti bahwa kita tidak harus berusaha supaya tetap selamat.
 
Charles Hodge (tentang 1Kor 10:12): Neither the members of the church nor the elect can be saved unless they persevere in holiness; and they cannot persevere in holiness without continual watchfulness and effort (= Tak ada anggota-anggota gereja ataupun orang-orang pilihan yang bisa diselamatkan kecuali mereka bertekun dalam kekudusan; dan mereka tidak bisa bertekun dalam kekudusan tanpa berjaga-jaga dan usaha yang terus menerus).
 
9)   2Pet 2:20-22 - “(20) Sebab jika mereka, oleh pengenalan mereka akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus, telah melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia, tetapi terlibat lagi di dalamnya, maka akhirnya keadaan mereka lebih buruk dari pada yang semula. (21) Karena itu bagi mereka adalah lebih baik, jika mereka tidak pernah mengenal Jalan Kebenaran dari pada mengenalnya, tetapi kemudian berbalik dari perintah kudus yang disampaikan kepada mereka. (22) Bagi mereka cocok apa yang dikatakan peribahasa yang benar ini: ‘Anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya.’”.
Bagian ini lagi-lagi diartikan oleh Pdt. Jusuf B. S. sebagai orang kristen yang sejati yang murtad.
 
Jawaban saya:
Bagian ini jelas sekali berbicara tentang orang kristen KTP, karena:
 
a)   Kontext dari 2Pet 2 itu berbicara tentang nabi-nabi palsu (bacalah 2Pet 2 itu mulai dari ay 1nya). Dan pembicaraan tentang nabi-nabi palsu itu terus berlangsung sampai akhir dari 2Pet 2 itu, yaitu ay 20-22.
Dengan menafsirkan orang-orang ini sebagai orang kristen yang sejati, lagi-lagi Pdt. Jusuf B. S. menafsirkan tanpa mempedulikan kontextnya.
 
b)   Mereka tetap disebut sebagai ‘anjing’ dan ‘babi’ (ay 22). Sebutan ini tidak pernah digunakan untuk menunjuk kepada orang kristen yang sejati.
 
Jadi, kata-kata ‘telah melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia’ (ay 20) dan ‘mengenal jalan kebenaran’ (ay 21) harus diartikan secara lahiriah. Jadi, secara lahiriah mereka telah meninggalkan dosa-dosa mereka dan mengenal jalan kebenaran / kekristenan, tetapi mereka belum pernah betul-betul percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka.
 
10)Mat 12:43-45 - “(43) Apabila roh jahat keluar dari manusia, iapun mengembara ke tempat-tempat yang tandus mencari perhentian. Tetapi ia tidak mendapatnya. (44) Lalu ia berkata: Aku akan kembali ke rumah yang telah kutinggalkan itu. Maka pergilah ia dan mendapati rumah itu kosong, bersih tersapu dan rapih teratur. (45) Lalu ia keluar dan mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat dari padanya dan mereka masuk dan berdiam di situ. Maka akhirnya keadaan orang itu lebih buruk dari pada keadaannya semula. Demikian juga akan berlaku atas angkatan yang jahat ini”.
 
Pdt. Jusuf B. S.: “Dalam ayat-ayat ini terlihat jelas bahwa dengan kuasa Allah hati orang itu sudah dibersihkan. Ini berarti ia sudah masuk Kerajaan Allah dan selamat. Lukas 11:20 Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu (sudah masuk kerajaan Allah!). Tetapi orang-orang seperti ini masih bisa undur kembali sehingga hatinya penuh dengan 8 setan. Orang seperti ini, kalau sampai mati tidak bertobat, binasa; hilang keselamatannya.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 48.
 
Jawaban saya:
Rumah itu dikatakan ‘kosong’ karena tidak adanya Roh Kudus dalam orang itu, dan ini menunjukkan bahwa ia bukanlah orang kristen yang sejati. Kata-kata ‘bersih tersapu dan rapih teratur’ maksudnya adalah ‘bersih tersapu dan rapih teratur bagi setan’. Jadi maksudnya adalah: kehidupan orang itu adalah sedemikian rupa (tidak belajar Firman Tuhan, tidak pernah berdoa / berbakti dsb), sehingga hatinya menjadi tempat yang cocok / menyenangkan bagi setan. Jelas ini tidak mungkin menggambarkan orang kristen yang sejati!
 
11)            Doktrin yang mengatakan bahwa keselamatan tidak bisa hilang ini dianggap bertentangan dengan kebebasan manusia.
 
Jawaban saya:
 
a)   Di surga nanti kita juga tidak bisa berbuat dosa; apakah itu berarti free will hilang?
Loraine Boettner: “No one denies that the redeemed in heaven will be preserved in holiness. Yet if God is able to preserve His saints in heaven without violating their free agency, may He not also preserve His saints on earth without violating their free agency?” (= Tak seorangpun menyangkal bahwa orang-orang yang ditebus di surga akan dijaga dalam kekudusan. Kalau Allah mampu untuk menjaga / memelihara orang-orang kudusNya di surga tanpa melanggar kebebasan mereka, tidak bisakah Ia juga menjaga / memelihara orang-orang kudusNya di bumi tanpa melanggar kebebasan mereka?) - Loraine Boettner, ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 184.
 
b)   Dalam kasus Yunus, apakah ia kehilangan free will? Mengapa Tuhan tak ijinkan ia lari terus, tetapi ‘memaksa’ dia untuk melakukan perintah Allah?
 
c)   Malaikat-malaikat sekarang ini juga tidak mungkin berbuat dosa. Apakah itu berarti tak ada free will?
 
d)   Pada saat Tuhan menjaga supaya orang kristen yang sejati tidak murtad, Ia tidak memaksa kehendak mereka, seakan-akan mereka ingin murtad tetapi dihalangi oleh Tuhan. Tuhan bekerja melalui kehendak mereka, sehingga mereka sendiri tidak ingin murtad. Jadi mereka tetap merupakan manusia yang bebas.
 
e)   Kalau seseorang mempunyai anak, dan anak itu mau bunuh diri, atau menggunakan narkoba, atau melakukan sesuatu yang lain apapun yang sangat buruk, tidakkah orang tua yang baik akan mencegah tindakan itu kalau mereka bisa melakukannya? Lalu mengapa kita harus percaya bahwa Allah, demi ‘free will’, harus membiarkan anak-anakNya yang mau murtad?
 
12)Doktrin yang mengatakan bahwa keselamatan tidak bisa hilang ini dianggap menyebabkan orang kristen berani hidup dalam dosa dan tidak mau memikul salib, sehingga akhirnya justru binasa / masuk neraka.
Pdt. Jusuf B. S.: “Peluang untuk berdosa. Menurut ‘teori’ Calvin’ ini: Sekali selamat tetap selamat. Keselamatan tidak dapat hilang, sekalipun seseorang berbuat dosa, hanya pahalanya yang hilang. ... Teori ini membuat orang berani memilih dan main-main dalam dosa, toh selamat” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 29.
Pdt. Jusuf B. S.: “Memang mereka tidak mengajar orang untuk berdosa, tetapi jelas sekali bahwa ‘Teori’ ini memberi peluang untuk berdosa. Seolah-olah dosa bukan penghalang untuk masuk Kerajaan Surga, padahal jelas sekali Firman Tuhan berkata: Dosa tidak boleh masuk Surga (1Kor 6:9-10/ Gal 5:19-21/ Ef 5:5/ Wah 21:8,27/ 22:15). Tuhan Yesus datang dalam dunia ini karena dosa (Yoh 1:29). Supaya manusia lepas dan bebas dari dosa (Mat 1:21/ Yoh 8:36/ 1Yoh 3:6-9). Teori-teori manusiawi ini yang memberi peluang untuk berbuat dosa, itu sangat bertentangan dengan Firman Tuhan yang sangat tegas terhadap dosa. Mereka berkata: Dosa yang paling dahsyatpun, paling-paling dihukum seperti 1Kor 5:5/ 1Tim 1:20, tetapi tetap selamat, masuk surga. Ini salah!” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 30-31.
Pdt. Jusuf B. S.: “Dosa tidak boleh masuk Surga. Orang yang tidak bertobat, di dalam negeri yang semata-mata betul (Surga) akan tetap berbuat salah lagi, sebab itu ditolak oleh Tuhan. Tidak masuk Surga!” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 31.
Ia lalu mengutip Yes 26:10 dari terjemahan lama: “Jikalau dilakukan kasihan kepada orang fasik, tiada juga ia belajar membuat barang yang benar, melainkan salah jua perbuatannya di dalam negeri yang semata-mata betul (berontak lagi di Surga), dan tiada dipandangnya akan kebesaran Tuhan”.
 
Pdt. Jusuf B. S.: “Teori Calvin dapat memberi kesimpulan: Tidak perlu pikul salib, tetap selamat! ... Kalau berbuat dosa tidak apa-apa, tetap selamat, hanya pahalanya hilang (menurut teori Calvin, bukan menurut Firman Tuhan!) dengan mudah salib ditinggalkan. Buat apa pikul salib? Sebab itu orang-orang Calvinis ini akan lebih mudah memilih melazatkan daging, nikmat untuk daging ... Bagi orang Kristen yang cinta daging dan dunia, teori Calvin dapat menenangkan perasaan hati, bahkan dapat menghanguskannya, sehingga walau berdosa berlapis-lapis senang juga hatinya (Ams 14:16) sebab toh selamat. ... Teori ini seperti candu, merusak habis-habisan sampai binasa dan orangnya tidak merasa, tahu-tahu sesudah mati berada di Neraka!” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 32,33,34.
 
Jawaban saya:
 
a)   Injil itu sendiri, yang mengatakan bahwa semua dosa kita telah dibayar oleh Kristus, juga bisa menyebabkan orang-orang tertentu untuk lalu sengaja berbuat dosa. Dalam hal ini, yang salah bukan ajarannya, tetapi oknumnya!
 
b)   Adanya jaminan keselamatan justru menyebabkan seseorang makin merasakan kasih Allah, dan ini seharusnya menyebabkan ia makin mencintai dan mentaati Tuhan.
R. L. Dabney: “Such a gift of redemption as the Calvinist represents is far nobler and more gracious, and hence elicits more love and gratitude, which are the noblest motives, the strongest and best. ... It is love and confidence, not selfish fear, which most effectually stimulates Christian effort (= Karunia penebusan seperti itu, yang digambarkan oleh orang Calvinist jauh lebih mulia dan lebih murah hati, dan karena itu mendatangkan lebih banyak kasih dan syukur, yang merupakan motivasi-motivasi yang paling mulia, paling kuat dan paling baik. ... Kasih dan keyakinanlah, bukan rasa takut yang bersifat egois, yang secara paling effektif mendorong / menggairahkan usaha Kristen) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 697,698.
Catatan: ‘rasa takut yang bersifat egois’ itu mungkin ia tujukan terhadap orang-orang Arminian, yang mentaati Tuhan karena takut kehilangan keselamatannya.
 
Terhadap hal ini Pdt. Jusuf B. S. berkata sebagai berikut: “Seorang Pendeta (R. Hendrata) menceritakan pengalamannya sebagai berikut: Ada seorang direktur pabrik gula (di Jawa) yang sukses dan kaya. Ia (orang Belanda) mengangkat anak. Anak ini sangat beruntung di rumah bapak angkatnya, lebih-lebih dengan pendidikan dan kemewahan orang barat. Ia disayang dan dilengkapi segala kebutuhannya. Tentu seharusnya ia sangat berterima kasih. Sesudah dewasa, ternyata anak angkat ini membunuh bapak angkatnya hanya karena hendak mengambil kepala sabuk dari emas yang dipakai bapak angkatnya. Orang-orang menyesali anak ini. Ia sudah sangat beruntung boleh menjadi anak angkatnya, sekarang justru membunuh bapak angkatnya. ... Ada lagi seorang pemilik toko yang mengangkat anak dari anak pembantu rumah tangganya. Sesudah anak itu menjadi dewasa dan selesai sekolah, pemilik toko ini berharap anak angkatnya ini bisa ikut membantu toko dan gudangnya. Ia diberi juga kunci gudang. Ternyata tidak lama sesudah kunci gudang sampai ke dalam tangannya, mulailah kecurangannya. Setiap kali barang-barang di gudang diam-diam dijual keluar dengan harga lebih murah, dan uangnya masuk ke dalam kantong pribadi anak angkat ini. Betapa orang tua angkatnya menyesal mengetahui hal ini. Anak ini sudah menikmati kebaikan orang tua angkatnya, tetapi tidak menyenangkan mereka. Contoh-contoh ini untuk menyadarkan kita bahwa rasa syukur karena keyakinan selamat ‘yang tipis ini’ (sebab siapa yang tahu dengan pasti keputusan Allah tentang dirinya?) tidak akan cukup, apa lagi kalau digerogoti kehendak daging yang dibiarkan ...” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 36,37.
 
Saya berpendapat bahwa ini merupakan jawaban / argumentasi yang tidak alkitabiah, karena hanya mengandalkan suatu kejadian, bukan ayat Kitab Suci. Disamping itu, contoh-contoh yang ia berikan itu berbeda dengan kasus kita sebagai orang kristen, karena dalam kasus kita, ada Roh Kudus yang memimpin dan menopang kita.
 
c)   Jangan menganggap bahwa ajaran Calvinisme yang mengatakan bahwa keselamatan tidak bisa hilang menyebabkan orang Calvinist tidak mempunyai rasa takut. Perhatikan kata-kata Dabney di bawah ini.
R. L. Dabney:
“when the Arminian would be led by a backsliding, to fear he had fallen from grace, the Calvinist would be led, just as much, to fear he never had had any grace; a fear much more wholesome and searching than the erring Arminian’s. For this alarmed Calvinist would see, that, while he had been flattering himself he was advancing heavenward, he was, in fact, all the time in the high road to hell; and so now, if he would not be damned, he must make a new beginning, and lay better foundations than his old ones (not like the alarmed Arminian, merely set about the same old ones)” [= pada saat seorang Arminian mengalami kemunduran, ia akan dibimbing oleh rasa takut bahwa ia telah jatuh dari kasih karunia; seorang Calvinist yang mengalami kemunduran, bisa dibimbing juga dengan rasa takut, bahwa ia tidak pernah mempunyai kasih karunia; dan rasa takut seperti ini lebih sehat / bermanfaat dan lebih menyebabkan ia mencari / menyelidiki dirinya sendiri dari pada rasa takut yang salah dari orang Arminian. Karena orang Calvinist yang takut ini akan melihat bahwa sementara ia sedang mengumpak dirinya sendiri bahwa ia sedang menuju ke surga, dalam faktanya ia senantiasa sedang ada di jalan besar menuju neraka; dan sekarang, jika ia tidak mau dihukum, ia harus membuat permulaan yang baru, dan meletakkan fondasi yang lebih baik dari pada yang lama (tidak seperti orang Arminian yang takut, yang semata-mata memulai hal lama yang sama lagi)] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 697.
 
d)   Pdt. Jusuf B. S. menggunakan Yes 26:10 untuk mendukung pandangannya, tetapi ia sengaja memilih Terjemahan Lama supaya ayat itu bisa sesuai dengan pandangannya.
Yes 26:10 (TL) - “Jikalau dilakukan kasihan kepada orang fasik, tiada juga ia belajar membuat barang yang benar, melainkan salah jua perbuatannya di dalam negeri yang semata-mata betul, dan tiada dipandangnya akan kebesaran Tuhan”.
Yes 26:10 (TB) - “Seandainya orang fasik dikasihani, ia tidak akan belajar apa yang benar; ia akan berbuat curang di negeri di mana hukum berlaku, dan tidak akan melihat kemuliaan TUHAN”.
KJV/RSV/NASB: in the land of uprightness (= di negeri kelurusan / kebenaran).
NIV: in a land of uprightness (= di suatu negeri kelurusan / kebenaran).
Jelas bahwa dalam terjemahan-terjemahan yang lain, kata ‘semata-mata’ itu tidak ada. Dalam bahasa Ibraninya juga tidak ada. Dan memang ayat ini tidak berbicara tentang surga, tetapi tentang Yerusalem yang dipulihkan.
 
13)            1Kor 9:27 - “Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak”.
Ada orang yang menganggap bahwa ayat ini menunjukkan bahwa Paulus takut kehilangan keselamatannya, dan karena itu, jelaslah bahwa keselamatan bisa hilang!
 
Jawaban saya:
Pandangan seperti itu salah, karena ayat ini terletak dalam kontex yang berbicara tentang pertandingan lari, dan yang dipersoalkan adalah hadiah / mahkota / pahala.
1Kor 9:24-27 - “(24) Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! (25) Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi. (26) Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. (27) Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak”.
Karena itu, yang ditakutkan oleh Paulus dalam ayat ini bukanlah kehilangan keselamatannya, tetapi kehilangan pahalanya!
Karena itu maka NIV menterjemahkan sebagai berikut: “No, I beat my body and make it my slave so that after I have preached to others, I myself will not be disqualified for the prize (= Tidak, aku menguasai tubuhku dan membuatnya hambaku supaya setelah aku berkhotbah kepada orang-orang lain, aku sendiri tidak didiskwalifikasi untuk hadiahnya).
Harus diakui bahwa dalam bahasa aslinya, kata-kata ‘for the prize’ itu tidak ada. Tetapi, kontexnya membenarkan penafsiran seperti itu!
 
14)Kalau keselamatan tidak bisa hilang maka setan tidak akan menyerang manusia mati-matian.
Pdt. Jusuf B. S.: “Kalau keselamatan tidak bisa hilang, kalau semua orang sudah ditentukan selamat atau binasa secara sepihak oleh Allah, maka Iblis dan kawan-kawannya tidak perlu ngotot mencari mangsa, sia-sia! ... Tetapi bagaimana dalam kenyataannya? Iblis berusaha mati-matian hendak menjatuhkan semua orang, istimewanya yang penting-penting” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 26-27.
Ia lalu mengutip Luk 22:31-32 - “(31) Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, (32) tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu.’”.
Pdt. Jusuf B. S.: “Jadi secara tidak langsung, dari sikap dan cara kerja ilbis dan kawan-kawannya kita dapat menyimpulkan bahwa tidaklah betul kalau Allah secara sepihak menentukan lebih dahulu keselamatan setiap orang. Orang-orang beriman masih mungkin hilang keselamatannya dan kemungkinan inilah yang dipakai Iblis baik-baik” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 27.
 
Jawaban saya:
 
a)         Iblis itu tekun, Tuhan Yesus saja terus dicobai (bdk. Luk 4:13).
 
b)   Kalaupun ia tidak bisa membatalkan keselamatan orang-orang pilihan / percaya, ia bisa membuat mereka menderita, mengganggu mereka dalam pelayanan / penginjilan dan ketaatan, sehingga mereka jatuh ke dalam dosa, dan dengan demikian menyakiti hati Allah. Karena itu ia tetap menyerang orang percaya.
 
15)Kemurtadan Salomo (1Raja 11:1-43).
 
a)         Pembicaraan tentang dosa Salomo sudah dimulai pada 1Raja 10:
1.   1Raja 10:14-25,27 - ia mengumpulkan emas dan perak.
2.   1Raja 10:26,28-29 - ia mengumpulkan banyak kuda dan kereta.
Dan sekarang dalam 1Raja 11, ia mempunyai banyak istri.
1Raja 11:3 - Salomo mempunyai 700 istri dan 300 gundik (semua ini mungkin merupakan bilangan hasil pembulatan).
Bagaimanapun juga, dan apapun alasannya, semua ini bertentangan dengan Ul 17:14-17.
 
b)   Yang menjadi tekanan dari dosa Salomo dalam 1Raja 11 ini bukanlah banyak istri, tetapi ‘banyak istri asing’. Ini bertentangan dengan larangan Tuhan dalam ay 2a: “padahal tentang bangsa-bangsa itu TUHAN telah berfirman kepada orang Israel: ‘Janganlah kamu bergaul dengan mereka dan merekapun janganlah bergaul dengan kamu, sebab sesungguhnya mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah mereka.’”. Bdk. Kel 34:12-16  Ul 7:1-5.
 
c)   Mentoleransi penyembahan berhala oleh para istri asing tersebut di negaranya.
 
d)   Pada masa tuanya Salomo tertarik kepada penyembahan berhala dari para istri asing tersebut, dan bahkan ia mendirikan kuil bagi berhala-berhala tersebut (1Raja 11:3-8).
Ada beberapa hal yang ingin saya bahas dalam persoalan kejatuhan Salomo ke dalam penyembahan berhala ini:
 
1.   Sampai sejauh mana kemurtadan / penyembahan berhala yang dilakukan oleh Salomo?
Adam Clarke mengatakan bahwa Salomo betul-betul murtad sejauh mungkin.
Adam Clarke: “He seems to have gone as far in iniquity as it was possible” (= Kelihatannya ia telah pergi / berjalan di dalam dosa sejauh hal itu memungkinkan) - hal  427.
Tetapi kebanyakan penafsir tidak sependapat dengan Adam Clarke.
Albert Barnes (hal 178) mengatakan bahwa Salomo tidak pernah betul-betul murtad.
Poole (hal 679) mengatakan bahwa kemurtadan Salomo bukan berarti bahwa ia berubah pikiran tentang Allah, tetapi bahwa ia menjadi dingin / suam. Juga ia mengijinkan dan bahkan membangun kuil-kuil berhala, dan mungkin kadang-kadang ikut secara lahiriah dalam upacara-upacara berhala.
Pulpit Commentary: “The text does not limit Solomon’s polygamy to the time of old age, but his idolatrous leanings. I say ‘leanings’ for it is doubtful to what extent Solomon himself took part in actual idolatry” (= Text ini tidak membatasi polygamynya Salomo pada masa tuanya, tetapi membatasi kecondongan penyembahan berhalanya. Saya mengatakan ‘kecondongan’ karena diragukan sampai sejauh mana Salomo sendiri ikut serta dalam penyembahan berhala yang sungguh-sungguh) - hal 221.
Alasannya:
a.   Tidak pernah dikatakan bahwa Salomo ‘served’ [= melayani / beribadah; Ibrani: dbafA (ABAD)] allah lain, suatu ungkapan / istilah yang selalu digunakan untuk penyembahan berhala. Bdk. 1Raja 16:31  22:53  2Raja 16:3 dan sebagainya.
b.   Kalau ia memang menyembah berhala, maka dosanya lebih besar dari pada dosa Yerobeam (1Raja 12:29). Lalu mengapa selanjutnya bukan dosa Salomo, tetapi dosa Yerobeam, yang selalu dijadikan patokan dari kejahatan, seperti dalam 1Raja 15:34  16:2,19,26,31  22:53 dan sebagainya?
c.   Kata-kata ‘tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada TUHAN / mengikuti TUHAN’ (1Raja 11:4,6) menunjukkan bahwa Salomo tidak sepenuhnya meninggalkan Tuhan.
d.   Kalau ia betul-betul murtad, bagaimana mungkin dikemudian hari kehidupannya, bersama-sama dengan kehidupan Daud, masih tetap dijadikan teladan?
2Taw 11:17 - “Demikianlah mereka memperkokoh kerajaan Yehuda dan memperkuat pemerintahan Rehabeam bin Salomo selama tiga tahun, karena selama tiga tahun mereka hidup mengikuti jejak Daud dan Salomo.
 
Salomo memang ikut membangun kuil, dan itu jelas salah, tetapi ia tidak pernah betul-betul ikut menyembah berhala. Perhatikan 1Raja 11:7-8, yang menunjukkan bahwa Salomo hanya membangun kuilnya, tetapi para istri asing itulah yang mempersembahkan korban kepada berhala / dewa mereka.
Pulpit Commentary: “It was not actual idolatry. True, Solomon built altars, but he built them for his wives (vers. 7,8).” [= Itu bukan betul-betul penyembahan berhala. Memang benar bahwa Salomo membangun altar-altar / mezbah-mezbah, tetapi ia membangun altar-altar / mezbah-mezbah itu untuk istri-istrinya (ay 7,8)] - hal 223.
Pulpit Commentary: “the distinction, so far as the sin is concerned, between this and actual idolatry is a fine one. It is not implied, however, that Solomon ever discarded the worship of Jehovah” (= Mengenai dosa yang dipersoalkan, perbedaan antara dosanya ini dan penyembahan berhala yang sungguh-sungguh, merupakan perbedaan yang tipis. Tetapi bagaimanapun text itu tidak menunjukkan bahwa Salomo pernah membuang penyembahan kepada Yehovah) - hal 222.
 
2.   Problem 1Raja 11:33: apakah ayat ini menunjukkan bahwa Salomo betul-betul jatuh ke dalam penyembahan berhala?
Ayat ini adalah ayat satu-satunya yang seolah-olah menunjukkan bahwa Salomo betul-betul jatuh ke dalam penyembahan berhala secara pribadi.
1Raja 11:33: “Sebabnya ialah karena ia telah meninggalkan Aku dan sujud menyembah kepada Asytoret, dewi orang Sidon, kepada Kamos, allah orang Moab dan kepada Milkom, allah bani Amon, dan ia tidak hidup menurut jalan yang Kutunjukkan dengan melakukan apa yang benar di mataKu dan dengan tetap mengikuti segala ketetapan dan peraturanKu, seperti Daud, ayahnya.
Tetapi sebetulnya belum tentu, karena ayat ini salah terjemahan. Terjemahan Kitab Suci Indonesia diambil dari LXX / Septuaginta (= Perjanjian Lama yang sudah diterjemahkan ke bahasa Yunani) yang dalam seluruh ayat ini menggunakan bentuk tunggal. Bandingkan dengan terjemahan KJV di bawah ini.
KJV: Because that they have forsaken me, and have worshipped Ashtoreth the goddess of the Zidonians, Chemosh the god of the Moabites, and Milcom the god of the children of Ammon, and have not walked in my ways, to do [that which is] right in mine eyes, and [to keep] my statutes and my judgments, as [did] David his father (= Karena mereka telah meninggalkan Aku, dan telah menyembah Asytoret dewi orang Sidon, Kamos dewa orang Moab, Milkom dewa bangsa Amon, dan telah tidak berjalan dalam jalanKu, melakukan apa yang benar di mataKu, dan memelihara hukum-hukumKu dan penghakimanKu, seperti yang dilakukan oleh Daud, bapanya).
Jadi KJV menterjemahkan hampir seluruh ayat itu dalam bentuk jamak, kecuali bagian terakhir dari ayat itu.
 
Pulpit Commentary: “But the plural is to be retained, the import being that Solomon was not alone in his idolatrous leanings; or it may turn our thoughts to the actual idolaters - his wives - whose guilt he shared. The singular looks as if an alteration had been made to bring the words into harmony with the context, and  especially with the concluding words of this verse, ‘David his father.’” (= Tetapi bentuk jamak itu harus dipertahankan, maksudnya adalah bahwa Salomo tidak sendirian dalam kecondongannya pada penyembahan berhala; atau itu bisa mengarahkan pikiran kita kepada penyembah-penyembah berhala yang sesungguhnya - istri-istrinya - dengan siapa ia ikut bersalah. Bentuk tunggal kelihatannya seakan-akan suatu perubahan telah dibuat untuk mengharmoniskan kata-kata ini dengan kontext, dan khususnya dengan kata-kata penutup dari ayat ini, ‘Daud, bapanya’) - hal 236-237.
 
Saya sendiri beranggapan bahwa kata-kata ‘mereka meninggalkan Aku’ tidak bisa diterapkan kepada istri-istri asing tersebut, karena mereka belum pernah mengenal / mengikut Tuhan. Jadi itu harus diterapkan kepada Salomo dan istri-istrinya yang bukan orang asing / penyembah berhala.
Demikian juga dengan kata-kata pada bagian akhir ay 33 itu - telah tidak berjalan dalam jalanKu, melakukan apa yang benar di mataKu, dan memelihara hukum-hukumKu dan penghakimanKu’. Ini semua hanya berlaku untuk Salomo dan istri-istrinya yang bukan orang asing / penyembah berhala, dan tidak berlaku untuk istri-istri asing Salomo.
Kalau demikian, maka bisa juga diambil kebalikannya, yaitu dengan menerapkan kata-kata telah menyembah’ hanya kepada para istri asing tersebut, dan tidak kepada Salomo.
 
Salomo memang mungkin sekali ikut dalam upacara / kebaktian penyembahan berhala itu, tetapi jelas bahwa hatinya tidak sungguh-sungguh mempercayai berhala-berhala tersebut. Dengan kata lain, ia hanya ikut secara lahiriah. Bandingkan dengan Naaman dalam 2Raja 5:17-18 yang meminta ijin kepada Elisa untuk ikut sujud menyembah kepada dewa Rimon (secara lahiriah). Saya berpendapat tindakan itu salah, dan Elisa juga salah dalam memberikan ijin, tetapi itu tetap bukan merupakan suatu kemurtadan. Jadi, demikian juga dengan tindakan Salomo. Kalau ia secara lahiriah ikut menyembah dewa-dewa istri-istrinya, itu jelas merupakan suatu kompromi yang bersifat dosa, tetapi itu bukan merupakan kemurtadan yang sungguh-sungguh.
 
3.   Apakah Salomo akhirnya bertobat dari dosa-dosanya ini? 1Raja 11 ini ditutup dengan cerita tentang kematian Salomo, tanpa menceritakan sedikitpun tentang pertobatannya.
 
a.   Pandangan Adam Clarke: Salomo tidak pernah bertobat sampai akhir hidupnya, dan ia binasa dalam dosanya (tidak diselamatkan).
Adam Clarke: “This dismal account has a more dismal close still; for, in the same place in which we are informed of his apostasy, we are informed of his death, without the slightest intimation that he ever repented and turned to God” [= Cerita yang menyedihkan ini mempunyai penutup yang lebih menyedihkan; karena di tempat yang sama (pasal yang sama) dimana kita diberi informasi tentang kemurtadannya, kita juga diberi informasi tentang kematiannya, tanpa petunjuk sedikitpun bahwa ia pernah bertobat dan berbalik kepada Allah] - hal  433.
 
Adam Clarke: “It is true that what is wanting in fact is supplied by conjecture; for it is firmly believed that ‘he did repent, and wrote the book of Ecclesiastes after his conversion, which is a decided proof of his repentance.’” (= Memang benar bahwa apa yang dalam faktanya tidak ada disuplai oleh suatu dugaan; karena dipercaya secara teguh bahwa ‘ia memang bertobat, dan menuliskan kitab Pengkhotbah setelah pertobatannya, yang merupakan suatu bukti yang nyata / pasti tentang pertobatannya’) - hal  433.
Adam Clarke: “I am sorry I cannot strengthen this opinion; of which I find not the shadow of a proof” (= Saya minta maaf bahwa saya tidak bisa menguatkan pandangan ini; tentang mana saya tidak bisa menemukan bayangan dari bukti) - hal  433.
 
Clarke lalu memberikan beberapa hal untuk menentang pandangan tersebut:
·         Kitab Pengkhotbah sekalipun berbicara tentang banyak kesia-siaan tetapi sama sekali tidak berbicara tentang kesia-siaan dari penyembahan berhala, yang merupakan dosa / kemurtadan Salomo.
·         Kitab Pengkhotbah tidak menggunakan kata-kata dari orang yang bertobat dari dosa yang hebat / kejatuhan yang dalam, karena sama sekali tidak ada pengakuan dosa di dalamnya dan sama sekali berbeda dengan Maz 51, yang merupakan doa pengakuan dosa dari Daud.
·         Diragukan bahwa Salomo menulis kitab Pengkhotbah, karena dalam beberapa bagian terlihat bahwa itu berasal dari jaman sesudah Salomo (Clarke, hal 434).
·         Terhadap pandangan yang mengatakan bahwa Salomo merupakan type dari Kristus dan karena itu ia pasti selamat, Clarke mengatakan:
*        ia tidak menganggap Salomo sebagai type dari Kristus.
*        seandainya ia memang type dari Salomo, itu tidak membuktikan pertobatan / keselamatannya, karena ular tembaga yang jelas merupakan type dari Kristus (Yoh 3:14-15), akhirnya dihancurkan karena disembah (2Raja 18:4).
Adam Clarke: “Typical persons and typical things may perish as well as others; the antitype alone will infallibly remain” (= Orang-orang atau hal-hal / benda-benda yang merupakan type bisa binasa seperti yang lain; hanya anti typenya saja yang tertinggal secara mutlak) - hal 434.
 
Adam Clarke: “there seems every evidence that he died in his sins. ... there is not a single testimony in the Old or New Testament that intimates he died in a safe state” (= kelihatannya ada setiap bukti bahwa ia mati dalam dosa-dosanya. ... tidak ada satupun kesaksian dalam Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru yang menunjukkan bahwa ia mati dalam keadaan selamat) - hal  434.
Adam Clarke: “That awful denunciation of Divine justice stands point blank in the way of all contrary suppositions: ‘If thou forsake the Lord, he will cast thee off for ever,’ 1Chron. 28:9. He did forsake the Lord; and he forsook him in his very last days; and there is no evidence that he ever again clave to him” (= Ancaman yang mengerikan dari keadilan Ilahi berada secara langsung di jalan dari semua anggapan yang bertentangan: ‘Jika engkau meninggalkan Dia maka Ia akan membuang engkau untuk selamanya’, 1Taw 28:9. Ia memang meninggalkan Tuhan; dan Ia meninggalkannya pada hari-hari terakhirnya; dan tidak ada bukti bahwa ia pernah berpegang kepadaNya lagi) - hal  434.
 
1Taw 28:9 (kata-kata Daud) - “Dan engkau, anakku Salomo, kenallah Allahnya ayahmu dan beribadahlah kepadaNya dengan tulus ikhlas dan dengan rela hati, sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita. Jika engkau mencari Dia, maka Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi jika engkau meninggalkan Dia maka Ia akan membuang engkau untuk selamanya.
 
Adam Clarke: “Reader, let him that standeth take heed lest he fall; not only foully but finally. Certainly, unconditional final perseverance will find little support in the case of Solomon. He was once most incontrovertibly in grace. He lost that grace and sinned most grievously against God. He was found in this state in his old age. He died, as far as the Scripture informs us, without repentance. Even the doubtfulness in which the bare letter of the Scripture leaves the eternal state of this man, is a blast of lightning to the syren song of ‘Once in grace, and still in grace;’ ‘Once a child, and a child for ever.’” (= Pembaca, siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh; bukan hanya jatuh secara buruk, tetapi jatuh pada akhirnya / sampai akhir. Jelas bahwa ketekunan akhir yang tidak bersyarat tidak menemukan dukungan dalam kasus Salomo. Bahwa ia pernah berada dalam kasih karunia merupakan sesuatu yang tidak dapat dibantah. Ia kehilangan kasih karunia itu dan berdosa secara sangat menyedihkan terhadap Allah. Ia didapati dalam keadaan ini pada masa tuanya. Ia mati, sejauh yang Kitab Suci informasikan kepada kita, tanpa pertobatan. Bahkan keragu-raguan dimana huruf-huruf telanjang dari Kitab Suci menyerahkan keadaan kekal dari orang ini, merupakan suatu ledakan petir bagi nyanyian ... (?) ‘Sekali dalam kasih karunia, dan tetap dalam kasih karunia’; ‘Sekali seorang anak, dan seorang anak selama-lamanya’.) - hal  434.
 
Alasan lain yang dipakai untuk menunjukkan bahwa Salomo tidak bertobat adalah: seandainya ia bertobat, ia pasti akan menghancurkan kuil-kuil yang ia bangun, tetapi kenyataannya semua itu masih ada setelah kematiannya. 2Raja 23:13 - “Bukit-bukit pengorbanan yang ada di sebelah timur Yerusalem di sebelah selatan bukit Kebusukan dan yang didirikan oleh Salomo, raja Israel, untuk Asytoret, dewa kejijikan sembahan orang Sidon, dan untuk Kamos, dewa kejijikan sembahan Moab, dan untuk Milkom, dewa kekejian sembahan orang Amon, dinajiskan oleh raja”.
Matthew Poole (hal 768) menafsirkan ini bukan sebagai apa yang didirikan oleh Salomo, karena itu sudah dihancurkan pada saat ia bertobat, tetapi lalu diatasnya didirikan lagi oleh orang lain, di tempat yang sama, dan untuk penggunaan yang sama, sehingga disebut dengan nama Salomo.
Catatan: Memang di antara jaman Salomo dan jaman Yosia yang melakukan apa yang tertulis dalam 2Raja 23:13 ini, ada jaman Yehu, yang menghancurkan semua berhala, kecuali anak lembu yang dibuat oleh Yerobeam (2Raja 10:26-29). Maka adalah aneh kalau bukit-bukit yang didirikan oleh Salomo belum dihancurkan dan bertahan sampai jaman Yosia.
 
b.   Penafsir-penafsir lain kelihatannya tidak ada yang setuju dengan Adam Clarke. Hampir semua beranggapan bahwa Salomo bertobat dan diselamatkan.
Matthew Poole menganggap Salomo bertobat dan diselamatkan. Alasannya:
·         Matthew Poole: “We read nothing of the repentance of Adam, Noah, after his drunkenness, Lot, Samson, Asa, &c.; shall we therefore conclude they were all damned? The silence of the Scripture is a very weak argument in matters of history” (= Kita tidak pernah membaca tentang pertobatan Adam, Nuh, setelah ia mabuk, Lot, Simson, Asa, dsb; apakah karena itu kita akan menyimpulkan bahwa mereka semua dihukum? Diamnya Kitab Suci merupakan suatu argumentasi yang lemah dalam persoalan-persoalan sejarah) - hal 682.
·         Poole menambahkan bahwa kalau ia bertobat, dan Kitab Suci tidak menceritakan sehingga ada keraguan tentang nasib akhirnya, maka itu menjadi sesuatu yang membuat takut orang-orang kristen sehingga tidak sembarangan berbuat dosa.
·         Bahwa ia bertobat bisa terlihat secara implicit dari bagian setelah Salomo mati, dimana jalannya dan jalan Daud digabungkan menjadi satu sebagai teladan.
2Taw 11:17 - “Demikianlah mereka memperkokoh kerajaan Yehuda dan memperkuat pemerintahan Rehabeam bin Salomo selama tiga tahun, karena selama tiga tahun mereka hidup mengikuti jejak Daud dan Salomo.
·         Kitab Pengkhotbah yang ditulis oleh Salomo setelah pertobatannya, menunjukkan pertobatan tersebut.
Pulpit Commentary: “We need not attempt to solve the purely speculative question as to whether he ever recovered from his fall; his later writings suggest at least the hope that it was so (= Kita tidak perlu mencoba untuk menyelesaikan pertanyaan yang sepenuhnya bersifat spekulasi berkenaan dengan apakah ia pernah pulih dari kejatuhannya; tulisan-tulisannya pada masa belakangan sedikitnya menunjukkan harapan bahwa ia memang pulih / bertobat) - hal 231.
Keil & Delitzsch: “Whether Solomon turned to the Lord again with all his heart, a question widely discussed by the older commentators ... cannot be ascertained from the Scriptures. If the Preacher (Koheleth) is traceable to Solomon so far as the leading thoughts are concerned, we should find in this fact an evidence of his conversion, or at least a proof that at the close of his life Solomon discovered the vanity of all earthly possessions and aims, and declared the fear of God to be the only abiding good, with which a man stand before the judgment of God” (= Apakah Salomo berbalik kepada Tuhan lagi dengan segenap hatinya, suatu pertanyaan yang didiskusikan secara meluas oleh penafsir-penafsir kuno ... tidak bisa dipastikan dari Kitab Suci. Jika kitab Pengkhotbah bisa ditelusuri jejaknya sampai kepada Salomo sejauh pokok-pokok utamanya yang dipersoalkan, kita harus mendapatkan dalam fakta ini suatu bukti dari pertobatannya, atau sedikitnya suatu bukti bahwa pada akhir hidupnya Salomo menemukan kesia-siaan dari semua milik dan tujuan duniawi, dan menyatakan rasa takut kepada Allah sebagai satu-satunya hal baik yang menetap, dengan mana seseorang berdiri di hadapan penghakiman Allah) - hal 182,183.
Catatan: terhadap argumentasi Clarke di atas yang mengatakan bahwa dalam kitab Pengkhotbah tidak disebutkan tentang kesia-siaan dari penyembahan berhala, dan juga tidak ada pengakuan dosa / permintaan ampun, saya menjawab sebagai berikut:
*        penjahat yang bertobat di kayu salib juga tidak diceritakan bahwa ia mengaku dosa, minta ampun dan sebagainya. Tetapi tetap ia dianggap betul-betul bertobat!
*        pertobatan dari pemungut cukai (Luk 18:13), yang juga tidak membicarakan korupsi / penindasan yang ia lakukan, tetapi ia toh diampuni / dibenarkan.
*        Maz 51 itu sendiri, yang merupakan doa pengakuan dosa raja Daud, sama sekali tidak menyinggung tentang perzinahan (dengan Batsyeba) dan pembunuhan (terhadap Uria) yang ia lakukan.
Catatan: perlu diketahui bahwa Maz 51:1-2 dalam Kitab Suci Indonesia, yang memang membicarakan perzinahannya dengan Batsyeba, sebetulnya tidak termasuk dalam Kitab Suci. Itu mungkin hanya merupakan catatan tambahan dari ahli Taurat yang menyalin manuscript / naskah. Dalam Kitab Suci bahasa Inggris bagian-bagian seperti itu selalu diletakkan di headnote (catatan kepala).
*        kitab Pengkhotbah memang bukan merupakan suatu doa pengakuan dosa seperti Maz 51. Tetapi dari isinya kita bisa melihat sikap hati Salomo.
 
Matthew Poole: “And therefore we have reason to conclude that Solomon did repent, and was saved” (= Dan karena itu kita mempunyai alasan untuk menyimpulkan bahwa Salomo memang bertobat, dan diselamatkan) - hal 682.
 
Tetapi bagaimana tentang kata-kata Daud dalam 1Taw 28:9 - “Dan engkau, anakku Salomo, kenallah Allahnya ayahmu dan beribadahlah kepadaNya dengan tulus ikhlas dan dengan rela hati, sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita. Jika engkau mencari Dia, maka Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi jika engkau meninggalkan Dia maka Ia akan membuang engkau untuk selamanya?
Mungkin Daud sengaja memperkeras kata-katanya, untuk membuat Salomo lebih sungguh-sungguh dalam mengikut Tuhan.
 
Saya sendiri ingin menambahkan satu hal lagi yang mendukung keselamatan dari Salomo, yaitu 2Sam 7:12-16 (kata-kata Tuhan melalui nabi Natan kepada Daud) - “(12) Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. (13) Dialah yang akan mendirikan rumah bagi namaKu dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya. (14) Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anakKu. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia. (15) Tetapi kasih setiaKu tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu. (16) Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapanKu, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya.’”.
Kata-kata ‘kasih setiaKu’ diterjemahkan berbeda-beda:
KJV: ‘my mercy’ (= belas kasihanKu).
RSV: ‘my steadfast love’ (= kasih setiaKu).
NIV: ‘my love’ (= kasihKu).
NASB: ‘My lovingkindness’ (= kebaikan dari kasihKu).
 
Dalam tafsirannya tentang bagian ini Adam Clarke berkata: “he shall have affliction, but his government shall not be utterly subverted. But this has a higher meaning. ... His house shall be a lasting house, and he shall die in the throne of Israel, his children succeeding him; and the spiritual seed, Christ, possessing and ruling in that throne to the end of time. The family of Saul became totally extinct; the family of David remained till the incarnation” (= ia akan mendapatkan penderitaan, tetapi pemerintahannya tidak akan ditumbangkan sepenuhnya. Tetapi bagian ini mempunyai arti yang lebih tinggi. ... Keluarganya akan ada selama-lamanya, dan ia akan mati di takhta Israel, keturunannya menggantikannya; dan benih / keturunan rohani, Kristus, memiliki dan memerintah di takhta itu sampai akhir jaman. Keluarga Saul punah secara total; keluarga Daud tetap ada sampai inkarnasi) - hal 325.
 
Saya berpendapat bahwa ia menghindari kata-kata dari text ini, dan menujukannya hanya untuk keadaan jasmani dari Salomo, dan menerapkannya secara penuh untuk Yesus Kristus.
Memang dalam text tersebut ada bagian-bagian yang ditujukan kepada Kristus, tetapi bagian yang saya garis bawahi dari text itu tidak mungkin ditujukan kepada Kristus, karena berbicara tentang ‘kesalahan’ dan ‘hukuman Tuhan baginya’. Itu hanya bisa diterapkan / ditujukan kepada Salomo.
Tentang hal ini Clarke (hal 327) mengatakan bahwa kata-kata ‘to commit iniquity’ (= melakukan kejahatan) bisa diterjemahkan ‘to suffer for iniquity’ (= menderita untuk kejahatan). Juga ia berpendapat bahwa kata ‘iniquity’ (= kejahatan) bisa diterjemahkan ‘punishment’ (= hukuman). Jadi, ia lalu mengubah kata-kata ‘if he commit iniquity’ (= jika ia melakukan kejahatan) menjadi ‘even in his suffering for iniquity’ (= bahkan dalam penderitaannya untuk kejahatan).

Juga kata-kata ‘Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia’ diartikan oleh Clarke sebagai menunjuk kepada penderitaan Kristus dalam memikul dosa / hukuman kita (bdk. Yes 53:4-5). Dengan demikian, menurut Clarke, bagian ini cocok untuk Mesias.

Adam Clarke: “if the Messiah be the person here meant, as suffering innocently for the sins of others, Solomon cannot be” (= jika sang Mesias adalah orang yang dimaksudkan di sini, yang menderita secara tak bersalah untuk dosa-dosa orang-orang lain, maka tentu bukan Salomo yang dimaksud) - hal  327.
 
Tetapi terjemahannya ini:
·         sepanjang yang saya ketahui tidak didukung oleh terjemahan Kitab Suci manapun, bahkan tidak oleh Living Bible ataupun Good News Bible.
·         menjadi sangat tidak cocok dengan kontext, yang mengkontraskan Salomo (yang sekalipun berdosa, tetapi tidak ditinggalkan oleh Tuhan) dengan Saul (yang ditinggalkan Tuhan karena berdosa).
 
Adam Clarke menambahkan lagi: “Many have applied these verses and their parallels to support the doctrine of unconditional final perseverance; but with it the text has nothing to do; and were we to press it, ... the doctrine would most evidently be ruined, for there is neither proof nor evidence of Solomon’s salvation” (= Banyak orang yang menerapkan ayat-ayat ini dan ayat-ayat paralelnya untuk mendukung doktrin dari ketekunan akhir yang tak bersyarat; tetapi text itu tidak mempunyai hubungan dengan doktrin itu; dan seandainya kita mau memaksakannya, ... doktrin ini justru akan hancur, karena tidak ada bukti dari keselamatan Salomo) - hal  325.
 
Keil & Delitzsch: “It is very obvious, from all the separate details of this promise, that it related primarily to Solomon, and had a certain fulfilment in him and his reign. ... But in his old age Solomon sinned against the Lord by falling into idolatry; and as a punishment for this, after his death his kingdom was rent from his son, not indeed entirely, as one portion was still preserved to the family for David’s sake (1Kings 11:9 sqq.). Thus the Lord punished him with rods of men, but did not withdraw from him His grace [= Adalah sangat jelas, dari semua detail-detail yang terpisah dari janji ini, bahwa itu secara terutama berhubungan dengan Salomo, dan mempunyai penggenapan tertentu dalam dia dan pemerintahannya. ... Tetapi pada masa tuanya Salomo berdosa terhadap Tuhan dengan jatuh ke dalam penyembahan berhala; dan sebagai hukuman untuk ini, setelah kematiannya kerajaannya disobek dari anaknya, memang tidak seluruhnya, karena satu bagian masih ada pada keluarga tersebut demi Daud (1Raja 11:9dst). Demikianlah Tuhan menghukumnya dengan rotan dari manusia, tetapi tidak menarik kasih karuniaNya darinya] - hal 346.
 
Kelihatannya Keil & Delitzsch ini menganggap bahwa kata-kata ‘kasih setiaKu tidak akan hilang dari padanya’ hanya menunjuk pada fakta bahwa Salomo tetap menjadi raja sampai mati, dan demikian juga dengan keturunannya sampai jaman Yesus berinkarnasi. Tetapi saya berpendapat bahwa kata-kata itu tidak mungkin hanya mempunyai arti jasmani / duniawi saja. Adalah aneh untuk mengatakan bahwa Tuhan tidak menjauhkan kasih / kasih setiaNya dari Salomo, tetapi Salomo masuk neraka.
 
Kesimpulan: Cerita tentang ‘kemurtadan’ Salomo ini tidak menunjukkan bahwa orang percaya yang sejati bisa murtad dan terhilang / binasa, karena:
1.   Salomo tidak betul-betul murtad secara total. Bdk. Mat 24:24 - “Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga. Kata-kata ‘sekiranya mungkin’ jelas menunjukkan bahwa itu tidak mungkin terjadi.
2.         Salomo akhirnya bertobat dan diselamatkan.
 
IV) Sedikit tambahan dari ajaran Pdt. Jusuf B. S.
 
Rupanya Pdt. Jusuf B. S. juga menyadari akan adanya begitu banyak ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa keselamatan tidak bisa hilang. Lalu bagaimana ia menafsirkan semua ini? Ada beberapa hal yang ia berikan ‘untuk mengatasi’ hal ini:
 
1)   Ia berkata supaya orang kristen tidak kuatir akan kehilangan keselamatannya, karena keselamatan itu tidak mudah hilang.
Pdt. Jusuf B. S.: “Sebaliknya jangan takut kehilangan keselamatan. Allah tidak bekerja separuh hati. Adalah kehendak Allah supaya kita tetap selamat, pasti! (2Pet 3:19/ Yoh 3:16). Sekalipun manusia tidak setia, Allah tetap tinggal setia (2Tim 2:13). Jangan ragu-ragu akan kesetiaan Allah (Fil 1:6/ Yoh 13:1). Jangan mau dituduh iblis. Sekalipun sumbu tinggal berasap, Tuhan masih mau menyalakannya. Bahkan cabang yang terkulai tidak dipatahkan (Mat 12:20). Tuhan tidak ingin seorangpun binasa. Jangan mau ditipu dan dituduh setan! Sehingga ragu-ragu akan kesungguhan dan jaminan Allah bagi orang yang tinggal di dalam Kristus” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 66.
Pdt. Jusuf B. S.: ‘Keselamatan itu bisa hilang; tetapi orang beriman yang mau tetap selamat, tidak akan kehilangan keselamatannya” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 73.
Pdt. Jusuf B. S.: “Sesungguhnya keselamatan yang diberikan Allah itu tidak mudah hilang, ... ” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 75.
Pdt. Jusuf B. S.: “Jadi keselamatan itu tidak mudah hilang, jangan kuatir atau ragu-ragu, asal kita mau tetap percaya dan bertekun sampai ke akhir. Allah sudah siap menolong kita sampai ke akhir, dan Dia sanggup!” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 79-80.
 
Tanggapan saya:
Pdt. Jusuf B. S. berkata: ‘Jangan mau dituduh iblis. ... Jangan mau ditipu dan dituduh setan!’. Saya pikir kata-katanya ini aneh. Bukankah yang dalam sepanjang bukunya mengatakan bahwa keselamatan bisa hilang itu adalah dia sendiri? Mengapa sekarang menyalahkan setan / iblis? Saya pikir dialah setan / ilbisnya yang membuat orang kristen ragu-ragu akan keselamatannya!
 
2)   Ia membagi orang kristen menjadi 3 bagian, sesuai dengan bagian-bagian Kemah Suci / Bait Allah, yang ia alegorikan:

a)         Orang kristen halaman.
Pdt. Jusuf B. S.: “Kristen Halaman adalah orang Kristen yang tetap tinggal kanak-kanak, tidak tumbuh, terus jatuh bangun dalam dosa. Inilah orang Kristen duniawi, yang tidak sungguh-sungguh bertobat atau suam. ... Orang Kristen Halaman itu terus berubah-ubah, sebentar dingin sebentar panas. Ia terus tertuduh oleh dosa-dosanya, yang tidak kunjung lepas, sebab itu juga kepastian keselamatannya itu masih goyah, kadang-kadang yakin sudah selamat, kadang-kadang tertuduh dan ragu-ragu. Memang Roh Kudus tidak bisa meyakinkan dengan kuat keselamatannya kalau hidupnya melawan Roh. Sebab itu orang-orang Kristen yang terus tinggal di Halaman seringkali keyakinannya goyah. Tetapi kalau ia tumbuh terus, biasanya keyakinan akan tetap mantap. ... Golongan Halaman ini memang rawan, seperti Israel yang terus beredar-edar di padang gurun sebab keras hati, bersungut-sungut, tinggal dalam dosa, tinggal kanak-kanak rohani. Kanak-kanak rohani ini memang mudah terpengaruh ajaran sesat Ef 4:14, mudah kena godaan dunia, sering berkelahi seperti 1Kor 3:3, mudah terpancing sehingga ditewaskan oleh kejahatan. Jadi masa depan orang-orang Halaman itu tidak tentu. Sulit mengatakan tentang orang-orang Halaman, apakah mereka bisa setia sampai ke akhir, sedangkan ‘hari ini’ saja hatinya masih bercabang. Sebab itu jangan tinggal kanak-kanak rohani, tetapi meningkatlah lebih tinggi” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 68,69.

b)         Orang kristen Ruangan Suci.
Pdt. Jusuf B. S.: “Kristen Ruangan Suci adalah orang-orang Kristen yang sungguh-sungguh seperti carang yang terus tinggal di dalam pokok yang benar (Yoh 15:1-8) yang selalu hidup dengan Allah, dipimpin Roh senantiasa. ... Orang-orang yang sudah lahir baru, penuh dan dipimpin Roh itu lebih stabil. Dalam tingkatan ini (Ruangan Suci), keyakinan selamat orang-orang ini kokoh, pada umumnya mereka pasti selamat. Biasanya orang-orang ini bisa berkata bahwa ia pasti selamat, kapan saja ia dipanggil Tuhan, ... Orang yang di dalam Ruangan Suci masih bisa turun kembali ke Halaman, tetapi lebih tinggi ia meningkat, lebih kecil kemungkinan berbalik, sekalipun kemungkinan itu masih tetap ada” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 68,69,70.

c)         Orang kristen Ruangan Maha Suci.
Pdt. Jusuf B. S.: “Kristen Ruangan Maha Suci adalah orang-orang Kristen yang sempurna, yang mutlak tidak lagi bisa berbuat dosa. Orang-orang ini langsung naik ke tahta Allah” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 68.
 
Tanggapan saya:
1.   Penafsiran alegoris seperti itu salah sama sekali, dan hanya bisa muncul dari orang yang tidak mengerti Hermeneutics (ilmu penafsiran alkitab). Apa dasarnya untuk mengatakan bahwa bagian-bagian Kemah Suci itu menyimbolkan 3 golongan orang kristen?

2.   Bagi saya, yang ia sebut orang kristen halaman itu kelihatannya adalah orang kristen KTP, yang tentu saja belum selamat.

3.   Dimana ada orang kristen yang sempurna, yang mutlak tidak lagi berbuat dosa, yang ia gambarkan sebagai orang kristen Ruangan Maha Suci itu? Apakah ia memaksudkan dirinya sendiri? Siapapun yang ia anggap sebagai orang kristen sempurna itu, jelas bertentangan dengan:
a.   1Yohanes 1:10 - “Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firmanNya tidak ada di dalam kita”.
b.   Fakta yang menunjukkan bahwa Paulus sendiri menyadari bahwa dirinya masih terus berbuat dosa (Ro 7:15-23).
Dan karena golongan ketiga ini tidak pernah ada dalam hidup ini, maka jelas bahwa orang-orang Arminian tidak mempunyai keyakinan keselamatan. Setiap saat mereka bisa saja mundur, tersesat dan lalu binasa selama-lamanya di dalam neraka.
 
3)   Ia mengatakan 2 pernyataan (hal 69):
a)   Keselamatan tidak dapat hilang ® SALAH.
b)   Keselamatan saya tidak dapat hilang ® BENAR
 
Tanggapan saya:
Saya heran bagaimana seorang manusia yang berakal bisa mengeluarkan 2 pernyataan yang bertentangan seperti ini. Kalau setiap orang kristen bisa berkata: ‘Keselamatan saya tidak dapat hilang’, bukankah semua itu menuju pada suatu pernyataan ‘keselamatan tidak dapat hilang’ yang berlaku secara umum / untuk semua orang kristen?
 
V) Serangan-serangan yang paling hebat bagi Arminianisme.
 
1)   Kalau semua janji Tuhan dalam Injil diberi persyaratan ‘asal orang percaya itu tidak mundur / murtad’, maka janji itu menjadi tidak ada harganya.
 
Robert Louis Dabney:
“I am well aware that the force of these and all similar passages has been met, by asserting that in all gospel promises there is a condition implied, viz: That they shall be fulfilled, provided the believer does not backslide, on his part, from his gospel privileges. But is this all which these seemingly precious words mean? Then they mean nothing. To him who knows his own heart, what is that promise of security worth, which offers him no certainty to secure him against his own weakness? ‘All his sufficiency is of God.’ See also Rom. 7:21. If his enjoyment of the promised grace is suspended upon his own perseverance in cleaving to it, then his apostasy is not a thing possible, or probable, but certain. There is no hope in the gospel” (= Saya sadar bahwa kekuatan dari text-text ini dan text-text yang serupa telah dijawab dengan menegaskan bahwa dalam semua janji-janji Injil secara implicit ada suatu syarat, yaitu: bahwa janji-janji itu akan digenapi, asal orang percaya itu tidak mundur, dari hak-hak injil. Tetapi apakah ini arti dari semua kata-kata yang berharga itu? Maka janji-janji itu tidak berharga apa-apa. Bagi dia yang mengenal hatinya sendiri, apa nilai dari janji keamanan itu, yang tidak menawarkan kepadanya kepastian untuk mengamankan dia terhadap kelemahannya sendiri? ‘Semua kecukupannya adalah dari Allah’. Lihat juga Ro 7:21. Jika kemungkinan menikmati kasih karunia yang dijanjikan itu tergantung pada ketekunannya dalam berpegang kepadanya, maka kemurtadannya bukan hanya mungkin terjadi, tetapi pasti terjadi. Maka tidak ada pengharapan dalam injil) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 693-694.

Catatan: Kutipan ayat dari 2Kor 3:5b versi KJV.
Roma 7:21 - “Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku”.
 
Dabney lalu menambahkan: “And when such a condition is thrust into such a promise as that of Jno. 10:27: ‘None shall pluck them out of My hand,’ provided they do not choose to let themselves be plucked away; are we to suppose that Christ did not know that common Bible truth, that the only way any spiritual danger can assail any soul successfully, is by persuasion: that unless the adversary can get the consent of the believer’s free will, he cannot harm him? ... Surely Jesus knew this; and if this supposed condition is to be understood, then this precious promise would be but a worthless and pompous truism. ‘Your soul shall never be destroyed, unless in a given way,’ and that way, the only and the common way, in which souls are ever destroyed. ‘You shall never fall, as long as you stand up.’” (= Dan pada saat persyaratan seperti itu dimasukkan ke dalam suatu janji seperti Yoh 10:27: ‘seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu’, asalkan mereka tidak memilih untuk membiarkan diri mereka direbut; apakah kita menganggap bahwa Kristus tidak tahu akan kebenaran umum dari Alkitab, bahwa satu-satunya jalan melalui mana bahaya rohani bisa menyerang jiwa dengan sukses, adalah melalui bujukan: bahwa kecuali sang musuh / setan bisa mendapatkan persetujuan dari kehendak bebas orang percaya, ia tidak bisa menyakiti / merugikannya? ... Jelas Yesus mengetahui hal ini; dan jika syarat ini ada dalam janji itu, maka janji yang berharga itu menjadi tak berharga dan hanya merupakan suatu kebenaran yang dibesar-besarkan. ‘Jiwamu tidak akan pernah dihancurkan, kecuali dengan cara tertentu’, dan cara itu adalah satu-satunya cara dan merupakan cara yang umum, melalui mana jiwa-jiwa dihancurkan. ‘Engkau tidak akan pernah jatuh, selama engkau berdiri’) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 694.

Catatan: ayat yang dimaksud sebetulnya bukan Yohanes 10:27 tetapi Yoh 10:28.
 
Mungkin kata-kata Dabney ini agak mbulet dan sukar dimengerti oleh orang kristen yang tidak terbiasa dengan bahasa theologia. Karena itu saya mencoba untuk menjelaskannya dengan kata-kata saya sendiri di bawah ini.
Kejatuhan manusia selalu terjadi karena adanya bujukan setan yang lalu dituruti oleh manusia. Jadi ini merupakan jalan yang umum untuk jatuh. Yesus sendiri pasti mengetahui hal ini. Dan karena itu Ia tidak mungkin memberikan janji sebagai berikut: ‘seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu, asalkan mereka tidak menyerah pada bujukan setan. Mengapa? Karena perkecualian yang Ia berikan justru merupakan jalan yang umum bagi manusia untuk jatuh. Dengan memberikan perkecualian seperti ini, maka janji itu menjadi tidak ada harganya.
Illustrasi:
·         ada seseorang yang berlatih angkat besi dengan maksud mengikuti suatu kejuaraan angkat besi. Lalu ada seorang pelatih angkat besi yang melatihnya, dan memberinya jaminan sebagai berikut: ‘Saya menjamin engkau pasti menang, asalkan waktu mengangkat barbel, engkau bertekun sehingga barbel itu naik ke atas’. Bukankah ini suatu lelucon? Semua lifter gagal dalam kejuaraan angkat besi, karena mereka tidak berhasil mengangkat barbelnya. Dengan demikian jaminan yang ia berikan merupakan jaminan yang kosong.
·         ada seorang pelatih sirkus yang melatih orang untuk berjalan di atas tali. Dan ia memberikan jaminan kepada orang yang ia latih dengan kata-kata sebagai berikut: ‘Saya menjamin engkau pasti bisa sampai ke seberang, asal engkau tidak kehilangan keseimbanganmu’. Semua orang tahu bahwa seorang yang berjalan di atas tali akan gagal sampai ke seberang kalau ia kehilangan keseimbangannya. Itu jalan yang umum yang menyebabkan seseorang tidak sampai ke seberang. Kalau pelatih itu memberikan jaminan, dengan hal itu sebagai perkecualian, maka jaminan yang ia berikan menjadi tidak ada harganya!
Demikian juga adanya perkecualian / persyaratan yang diberikan oleh orang Arminian terhadap janji-janji dari Injil, menyebabkan janji-janji Injil itu kosong dan tak berguna.
 
Dabney menambahkan lagi: “the promise in Jer. 32:40, ... most expressly engages God to preserve believers from this very thing - their own backsliding. Not only does He engage that He will not depart from them, but ‘He will put His fear in their heart, so that they shall not depart from Him.’ (= janji dalam Yer 32:40, ... dengan cara yang paling jelas mengikat Allah dengan janji untuk menjaga orang-orang percaya justru dari hal yang satu ini - kemunduran mereka sendiri. Ia bukan hanya berjanji bahwa Ia tidak akan meninggalkan mereka, tetapi ‘Ia akan menaruh rasa takutNya dalam hati mereka, sehingga mereka tidak akan meninggalkan Dia’) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 694.
Yer 32:40 - “Aku akan mengikat perjanjian kekal dengan mereka, bahwa Aku tidak akan membelakangi mereka, melainkan akan berbuat baik kepada mereka; Aku akan menaruh takut kepadaKu ke dalam hati mereka, supaya mereka jangan menjauh dari padaKu”.
 
Inilah ajaran Reformed! Allah bukan hanya berjanji untuk menyelamatkan, tetapi juga berjanji akan menolong mereka sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan murtad!
 
2)   Ajaran Arminian ini menghancurkan damai, sukacita dan kepastian dari kehidupan kristen.
 
A. H. Strong mengutip kata-kata Adolph Saphir sebagai berikut:
“My objection to the Arminianism or semi-Arminianism is not that they make the entrance very wide; but that they do not give you anything definite, safe and real, when you have entered. ... Do not believe the devil’s gospel, which is a chance of salvation: chance of salvation is chance of damnation (= Keberatan saya terhadap Arminianisme atau semi-Arminianisme bukan bahwa mereka membuat jalan masuk sangat lebar; tetapi bahwa mereka tidak memberikan kepadamu apapun yang pasti, aman, dan nyata, pada saat kamu masuk. ... Jangan percaya kepada injil setan, yang merupakan suatu kemungkinan untuk selamat: kemungkinan untuk mendapat keselamatan adalah kemungkinan untuk mendapat penghukuman) - A. H. Strong, ‘Systematic Theology’, hal 605.
Catatan: kata-kata Strong ini bukan main kerasnya. Ia menyebut ajaran Arminian sebagai ‘injil setan’!
 
Loraine Boettner:
“A consistent Arminian, with his doctrine of free will and of falling from grace, can never in this life be certain of his eternal salvation. He may, indeed, have the assurance of his present salvation, but he can have only a hope of his final salvation. He may regard his final salvation as highly probable, but he cannot know it as a certainty. He has seen many of his fellow Christians backslide and perish after making a good start. Why may not he do the same thing?” (= Seorang Arminian yang konsisten, dengan doktrinnya tentang kehendak bebas dan kemurtadan, tidak akan pernah dalam hidup ini mempunyai keyakinan akan keselamatan yang kekal. Ia memang bisa mempunyai keyakinan untuk keselamatannya saat ini, tetapi ia hanya bisa mempunyai pengharapan tentang keselamatan akhirnya. Ia bisa menganggap keselamatan akhirnya sebagai sangat memungkinkan, tetapi ia tidak bisa mengetahuinya sebagai suatu kepastian. Ia telah melihat banyak sesama Kristennya mundur dan binasa setelah melakukan permulaan yang baik. Mengapa ia tidak bisa melakukan hal yang sama?) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 193.
 
Loraine Boettner:
“The assurance that Christians can never be separated from the love of God is one of the greatest comforts of the Christian life. To deny this doctrine is to destroy the grounds for any rejoicing among the saints on earth; for what kind of rejoicing can those have who believe that they may at any time be deceived and led astray? ... It is not until we duly appreciate this wonderful truth, that our salvation is not suspended on our weak and wavering love to God, but rather upon His eternal and unchangeable love to us, that we can have peace and certainty in the Christian life” (= Kepastian bahwa orang-orang Kristen tidak pernah bisa dipisahkan dari kasih Allah adalah salah satu penghiburan terbesar dari kehidupan Kristen. Menyangkal doktrin ini sama dengan menghancurkan dasar untuk sukacita apapun di antara orang-orang kudus di bumi; karena jenis sukacita apa yang bisa mereka miliki jika mereka percaya bahwa pada setiap saat mereka bisa ditipu dan disesatkan? ... Hanya kalau kita menghargai dengan seharusnya kebenaran yang hebat ini, bahwa keselamatan tidak tergantung pada kasih kita yang lemah dan berubah-ubah kepada Allah, tetapi pada kasihNya yang kekal dan tak berubah kepada kita, maka kita bisa mendapatkan damai dan kepastian dalam kehidupan Kristen) - Loraine Boettner, ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 194-195.
 
Alan P. F. Sell mengutip kata-kata Thomas Watson (1620-1686) sebagai berikut:
“How despairing is the Arminian doctrine of falling from grace! To-day a saint, to-morrow a reprobate; to-day a Peter, to-morrow a Judas. This must needs cut the sinews of a Christian endeavour, and be like boring a hole in a vessel: to make all the wine of joy run out ... What comfort were it to have one’s name written in the book of life, if it might be blotted out again? But be assured, for your comfort, grace, if true, though never so weak, shall persevere” (= Alangkah tidak ada harapannya doktrin Arminian tentang kemurtadan! Hari ini seorang kudus, besok seorang yang ditetapkan binasa; hari ini seorang Petrus, besok seorang Yudas. Ini pasti memotong otot dari usaha Kristen, dan seperti melubangi bejana: untuk membuat semua anggur sukacita keluar ... Penghiburan apa untuk mendapati nama seseorang tertulis dalam kitab kehidupan, jika itu bisa  dihapus lagi? Tetapi yakinlah, untuk penghiburanmu, kasih karunia, jika itu benar / sejati, tetapi tidak pernah begitu lemah, akan bertekun) - ‘The Great Debate, Calvinism, Arminianism and Salvation’, hal 30.
Kesimpulan / penutup.
 
Loraine Boettner: “The saints in heaven are happier but no more secure than are true believers here in this world” (= Orang-orang kudus di surga lebih bahagia, tetapi tidak lebih aman, dari pada orang-orang percaya yang sejati di sini di dunia ini) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 183.Keselamatan Tidak Bisa Hilang
 
-o0o-
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url