PRA EKSISTENSI DAN KEKEKALAN KRISTUS
Samuel T. Gunawan, SE., M.Th.
PRA EKSISTENSI DAN KEKEKALAN KRISTUS .“(1:1)
Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara
berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, (1:2)
maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan
perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak
menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta.
(1:3) Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan
menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan
setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan
Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi, (1:4) jauh lebih tinggi dari
pada malaikat-malaikat, sama seperti nama yang dikaruniakan kepada-Nya
jauh lebih indah dari pada nama mereka”. (Ibrani 1:1-4).
PENDAHULUAN
Meskipun
masih terdapat perbedaan pendapat tentang siapa yang menulis kitab
Ibrani,[1] hal tersebut tidak mengurangi keyakinan orang Kristen
terhadap kesetaraan kitab tersebut dengan kitab-kitab lainnya di dalam
Alkitab. Berhubungan dengan Kristologi (ajaran tentang Kristus) maka
salah satu esensi dalam kitab Ibrani adalah penegasan bahwa Kristus
adalah Allah sejati yang menyatakan diri dalam rupa manusia (Ibrani
1:8). Kristus mengambil rupa manusia melalui peristiwa InkarnasiNya
(Ibrani 1:1-4). Penulis kitab Ibrani menyebutkan sejumlah gelar
supranatural kepada Kristus untuk menyingkapkan pra eksistensi dan
kekekalan Kristus, serta membuktikan keilahianNya.
Khusus
dalam Ibrani 1:1-4 ini kita dapat melihat beberapa gelar yang dikenakan
kepada Kristus yang menjelaskan sifat, keunikanNya dan keunggulan
terhadap segala sesuatu, yaitu :
(1) Agen Pencipta Ilahi
(Ibarani 1:2). Gelar ini menyingkapkan bahwa melalui Yesus, Allah
mencipta seluruh alam semesta. Frase Yunani “di’ hou kai epoiesen tous
aionas” dalam Ibrani 1:2 dapat diterjemahkan “dan melalui Dia (Kristus),
Ia (Allah) telah meciptakan alam semesta”. Secara gramatikal, Klausa
“di’ hou” sesungguhnya menjelaskan suatu fakta teologis bahwa Kristus
adalah pelaku perantara atau agen pencipta alam semesta, atau dengan
kata lain Dialah Sang Pencipta alam semesta dan segala isinya
(Bandingkan : Yohanes 1:3; Kolose 1:16).
(2)
Cahaya Kemuliaan Allah (Ibrani 1:3). Gelar ini hendak menyingkapkan
bahwa Yesus sebagai cahaya kemuliaan Allah berperan untuk memancarkan
sinar kemuliaan Allah. Istilah Yunani “apaugasma” berarti “cahaya atau
sinar” dan dalam konteks ini hendak menekankan bahwa Kristus merupakan
figur semurna yang berasal dari pribadi Allah yang sempurna. Dengan kata
lain, kemuliaan Allah yang besar itu dapat dilihat di dalam Kristus.
(3)
Gambar Wujud Allah (Ibrani 1:3). Kata “wujud” dalam ayat ini adalah
kata Yunani “Hypostatis”, yang mengacu pada pengertian “esensi.
Substansi, atau sifat ilahi”. Jadi, saat penulis kitab Ibrani menyatakan
bahwa Kristus adalah “gambar wujud Allah” maka yang dimaksudkan ialah
bahwa Kristus merupakan refleksi atau wujud ilahi dari Allah, atau
dengan kata lain, seluruh eksistensi, esensi, dan substansi ilahi Allah,
yaitu kemuliaan, kekuasaan, kebesaran, kekekalan, kesucian dan sejumlah
karakter ilahi lainnya ada di dalam Kristus. Karena itulah maka
dikatakan “seluruh kepenuhan Allah telah berdiam di dalam Kristus”
(Kolose 1:19).[2] Dengan demikian, setiap orang yang telah melihat
Kristus secara nyata berarti telah melihat Allah yang tidak kelihatan
itu. Secara penulis Ibrani menyatakan bahwa Kristus adalah Allah!
(Ibrani 1:8). 248). Sang Pencipta menjadi nyata di dalam kehidupan
manusia di dunia melalui Yesus Kristus, khususnya bagi setiap orang
percaya. Jadi, Penulis kitab Ibrani mengungkapan disini fakta kelilahian
Kristus yang berhubungan dengan pra eksistensi dan kekekalanNya.
PENGERTIAN PRA EKSISTENSI DAN KEKEKALAN KRISTUS
Ada
dua fakta penting berhubungan dengan keadaan pra-inkarnasi Kristus,
yaitu : (1) fakta yang berhubungan dengan pra-eksistensiNya, dan (2)
fakta yang berhubungan dengan kekekalanNya.[3] Kristologi yang benar dan
Alkitabiah harus dimulai dari keyakinan tentang pra eksistensi dan
kekekalanNya. Tanpa adanya keyakinan yang demikian maka ajaran tentang
Kristus (Kristologi) yang dibangun sebaik apapun akan merupakan ajaran
yang sesat (bidat) yang bertentangan dengan kebenaran Allah dan
Alkitab.[4] Dapat dipstikan bahwa penolakan terhadap pra eksistensi dan
kekekalan Kristus pada akhirnya akan membawa kepada penolakan terhadap
keilahianNya.
Pertanyaannya, “apakah yang
dimaksud dengan pra eksistensi dan kekekalan Kristus itu?” Charls C.
Ryrie menyatakan demikian, “Pra eksistensi Kristus berarti bahwa Kristus
telah ada sebelum dilahirkan.” [5] Rick Cornish menyatakan, Kristus
sudah ada (pra eksis) dalam kekekalan jauh sebelum kelahiranNya sebagai
Yesus”.[6] Hal itu berarti bahwa sebelum inkarnasiNya, Kristus telah
ada! Tidak ada seorang pun manusia yang memiliki pra eksistensi sebelum
ia dilahirkan dan hidup di dunia ini.[7] Setiap manusia baru ada (eksis)
ketika ia dilhairkan. Karena itulah istilah pra eksistensi hanya
dikenakan / dipakai kepada Kristus untuk menunjukkan keunikan dan
keilahianNya. J. Knox Camblin menyatakan, “Sebelum menjadi manusia,
Kristus berada ‘dalam rupa Allah’ (Filipi 2:6a), yaitu ‘serupa dengan
Allah’ (Filipi 2:6b). Kedua istilah ini menyatakan perbedaan Kristus
dari Allah (Theos) sekaligus menegaskan keilahianNya. Ekspresi ayat 6a
‘melukiskan pra eksistensi Kristus dalam jubah kemuliaan dan kemegahan
ilahi”.[8]
Sedangkan kekekalan Kristus menurut
Charls C. Ryrie adalah bahwa “kekekalan tak hanya berarti bahwa Kristus
sudah ada sebelum kelahiranNya atau bahkan sebelum penciptaan, dan
adanya waktu, tetapi bahwa Ia selalu ada, selama-lamanya”.[9] Bagi
beberapa ahli teologi, pra eksistensi berarti bahwa Kristus telah ada
sebelum Ia dilahirkan di Betlehem, sebelum penciptaan, dan sebelum
adanya waktu. Namun, dalam arti sempit pra eksistensi Kristus tidaklah
sama dengan kekakalanNya, walaupun dalam arti luas konsep keduanya
hampir sama. Penolakan pengakuan terhadap pra eksistensi Kristus hampir
selalu mengandung penolakan terhadap kekekalanNya, demikan juga
sebaliknya, yang pada akhirnya berujung pada penolakan terhadap
keilahian Kristus. Paul Enns mengatakan, “Kekekalan dan keilahian
Kristus tidak dapat dipisahkan. Mereka yang menyangkali kekekalanNya
juga menyangkali keilahianNya. Apabila keilahian Kristus diakui, maka
tidak ada masalah untuk menerima kekekalanNya”.[10] Dengan demikian saya
setuju dengan Charles C. Ryrie dan Paul Enns di atas yang menyatakan
bahwa, biasanya ajaran tentang kekekalan dan pra eksistensi Kristus
berdiri atau jatuh bersama-sama. Dan kedua ajaran ini (pra eksistensi
dan kekekalan Kristus ) tidak dapat dipisahkan dari ajaran tentang
KeilahianNya.
Meskipun seseorang mengakui bahwa
Kristus telah ada sebelum (pra eksistensi) kelahiranNya di Betlehem,
namun pengakuan terhadap pra eksistensi Kristus itu tidak sama dengan
pengakuan akan kekekalanNya. Secara praktis, seperti yang dijelaskan
sebelumnya, ada pihak yang menerima pra eksistensi Kristus namun menolak
kekekalanNya. Charles C. Ryrie menyatakan, “Biasanya kekekalan dan
pra-eksistensi berdiri atau jatuh bersama-sama, meskipun Arius
mengajarkan praeksistensi dari Anak Allah, tetapi tidak mengajarkan
kekekalanNya”. [11] Namun, fakta tentang pra eksistensi dan kekekalan
Kristus merupakan kebenaran mutlak yang tak terbantahkan. Ini terbukti
bahwa sejak perselisihan dengan Arius dan pengikut-pengikutnya pada abad
keempat hingga kini belum pernah ada orang atau kelompok yang berhasil
membekukan secara total kebenaran tentang pra eksistensi dan kekekalan
Kristus.
AJARAN SESAT TENTANG PRA EKSISTENSI DAN KEKEKALAN KRISTUS
Secara
historis, beberapa dari ajaran sesat yang muncul sehubungan dengan
penolakan terhadap pra-eksistensi dan kekekalan Kristus antara lain :
(1) Bidat Ebionisme yang menolak pra eksistensi Kristus dan natur
ilahiNya. Bidat Ebionisme menyatakan bahwa Yesus hanyalah manusia biasa
saja.[12] (2) Bidat Arianisme yang mengakui pra-eksistensi Kristus,
namun menolak kekekalanNya. Bidat Arianisme menyatakan bahwa Yesus
hanyalah salah satu subordinasi dari Allah. Mereka mengajarkan bahwa
hakikat Kristus tidak sama dengan hakikat Allah Bapa. Mereka mengajarkan
Kristus tidak setara dengan Bapa karena Ia bukan pribadi yang
kekal.[13] (3) Bidat Socinianisme yang mengajarkan bahwa hanya ada satu
zat ilahi yang terdiri hanya satu Pribadi. Walau mengikuti Arius,
tetapi Socinus melampaui Arianisme dalam penyangkalannya tentang pra
eksistensi Anak dan menganggap Anak hanya seorang manusia.[14] (4)
Bidat Saksi Yehova yang menganut pandangan mirip dengan Arius dengan
tidak mengakui kekekalan Logos.[15] Bidat ini berpandangan bahwa Yesus
diciptakan oleh Allah dan sebab itu Ia sendiri bukan lah Allah.[16]
Lebih jauh Saksi Yehova menyatakan, bahwa “pada mulanya Allah
menciptakan dua malaikat yang mempunyai kuasa yang luar biasa. Malaikat
itu adalah Gabriel dan Lusifer. Lucifer karena menantang Allah, maka
menjadi Iblis. Sedangkan Gabriel datang ditengah-tengah manusia menjadi
Yesus Kristus”.[17]
Bapa gereja Athanasius
melakukan pembelaan iman sesuai dengan ajaran Alkitab secara khusus
melawan bidat Arianisme, yang melahirkan beberapa konsili bapa-bapa
(patristik) gereja. Antara lain : (1) Konsili Nicea (325 M) menegaskan
bahwa pribadi Yesus Kristus adalah Allah yang total (utuh) dan manusia
yang total (utuh); (2) Konsil Konstantinopel (381 M) mengulangi
penegasan Konsili Nicea yang meyakinkan bahwa pribadi Yesus Kristus
adalah 100% Allah dan 100% manusia; (3) Konsili Chalcedon (451 M)
selanjutnya merumuskan hubungan antara keilahian Kristus dan kemanusiaan
Kristus ini sebagai berikut : Bahwa Yesus memiliki dua natur dalam satu
pribadiNya. Hubungan antara kedua natur ini adalah : Tidak bercampur,
tidak berubah, tidak berbagi, dan tidak terpisah.[18]
Karena
itu, ajaran tentang pra-eksistensi dan kekekalan Kristus tidak saja
harus diterima dengan iman, melainkan harus dikaji dengan cermat
secara teologis berdasarkan pembuktian yang objektif terhadap data-data
Alkitab, eksegetik sehingga dapat memahami arti secara tepat, dan
sintetik untuk menyatukan dan menyampaikan pengajaran sebagai suatu
keseluruhan. Hal ini penting sebab jika keyakinan itu dapat dibuktikan
berdasarkan kebenaran Alkitab dan fakta-fakta Logis yang mendukung.
Orang-orang yang percaya dan menerima kesaksian Alkitab sebagai
kebenaran tanpa salah, menemukan bukti yang akurat sebagai alasan untuk
menyetujui bahwa Mesias bukan hanya kekal, namun Ia juga memiliki
seluruh sifat Allah di dalam diri-Nya, karena sesungguhnya Dia adalah
Allah, yaitu Pribadi yang kekal (Roma 9:5). Karya Kristus, gelar-gelar,
kebesaran, janji-janji serta kehadiran-Nya dalam Perjanjian Baru
membuktikan dan menyatakan bahwa Kristus adalah Allah yang kekal. Karena
Kristus adalah kekal, maka pastilah Ia sudah ada sebelum kelahiran-Nya
(pra eksis) sebagai manusia di Bethlehem, sebagaimana pengakuan-Nya
sendiri di hadapan orang-orang yang meragukan keberadaan dan
kekekalan-Nya (Yohanes 8:58).
KONSILI NICEA DAN CHALCEDON
Konsili
Nicea ini adalah konsili oikumenikal yang pertama. Konsili Nicea ini
dilaksanakan untuk menentang ajaran Arianisme. Pada masa itu ada dua
pandangan yang saling bertentangan yaitu antara pengikut Arius dan
pengikut Athanasius. Dampak pertentangan ini begitu luas hingga kini
masih terasa di Asia Barat dan Gereja Ortodoks Timur. Pandangan Arius
menyatakan bahwa Yesus tidak kekal, diciptakan dan tidak sehakikat
dengan Allah Bapa. Sebaliknya Athnasius menekankan bahwa Yesus ada sejak
kekal bersama Allah Bapa dan , karena itu Ia sehakikat (hommoousios)
dengan Allah Bapa. Konsili ini mengahsilkan Pengakuan Iman Nicea yang
ditetapkan pada tahun 325 M.[19] Kredo Nicea ini kemudian direvisi pada
tahun 381 M pada konsili oikomenikal kedua di Konstantinopal, untuk
menguatkan kembali keputusan konsili Nicea. Dan menambahkan keberadaan
Roh Kudus yang menekankan sehakikatNya dengan Allah Bapa. Adapun isi
dari Pengakuan Iman Nicea ini sebagai berikut: “Aku percaya kepada satu
Allah Bapa yang Mahakuasa; Pencipta langit dan bumi, dan segala sesuatu
yang kelihatan dan tidak kelihatan. Dan kepada satu Tuhan Yesus Kristus,
Anak Allah yang tunggal, tunggal dari Bapa sebelum seluruh dunia, Allah
dari para Allah, Terang dari Terang, Satu-satunya Allah dari
satu-satunya Allah, tunggal, tidak dijadikan, menjadi satu dengan Bapa,
yang melaluinya segala sesuatu telah dijadikan; yang, bagi kita manusia
dan bagi keselamatan kita, turun dari surga, dan berinkarnasi oleh Roh
Kudus kepada perawan Maria, dan dijadikan manusia; dan disalibkan juga
bagi kita di bawah Pontius Pilatus; Dia menderita dan dikuburkan; dan
pada hari yang ketiga Dia bangkit kembali, menurut Kitab Suci; dan naik
ke surga, dan duduk di sebelah kanan Bapa; dan akan datang kembali,
dengan kemuliaan, untuk menghakimi baik yang hidup dan yang mati; yang
mana kerajaanNya tidak akan berakhir. Dan kepada Roh Kudus, Tuhan dan
Pemberi Kehidupan; yang keluar dari Bapa dan Anak yang dengan Bapa dan
Anak bersama disembah dan dimuliakan yang berbicara kepada para nabi.
Dan satu Gereja Katolik dan Apostolik yang kudus. Saya mengakui satu
baptisan untuk pengampunan dosa; dan saya menantikan kebangkitan dari
kematian, dan hidup di dunia yang akan datang. Amin”.
Konsili
Chalcedon merupakan konsili oikomenikal keempat yang dilaksanakan di
Chalcedon pada tahun 451 M yang menghasilkan Pengakuan Iman Chalcedon.
Kredo yang ditetapkan dalam Rumusan pengakuan iman Chalcedon ini
menekankan bahwa Yesus mempunyai dua sifat dalam satu pribadi. Kedua
sifat tidak bercampur (asunkhutos), serta tidak terbagi-bagi
(adikharetos), dan tidak terpisah (akhoristos). Adapun isi dari
Pengakuan Iman Nicea ini sebagai berikut: “Maka, kami semua, mengikuti
Bapa-bapa kudus, dengan suara bulat, mengajar manusia untuk mengaku,
Anak yang satu dan yang sama, Tuhan kita Yesus Kristus, sempurna dalam
keilahian dan juga sempurna dalam kemanusiaan, sungguh-sungguh Allah dan
sungguh-sungguh manusia, dengan jiwa yang bisa berpikir dan tubuh;
menurut keilahiannya mempunyai zat/hakikat yang sama dengan sang Bapa,
dan menurut kemanusiaanNya mempunyai zat/hakikat yng sama dengan kita,
dalam segala hal sama seperti kita, tetapi tanpa dosa; menurut
keilahianNya diperanakkan sebelum segala zaman dari Bapa, dan menurut
kemanusiaanNya dilahirkan dari Maria, sang perawan, Bunda Allah dalam
hari-hari akhir ini. Ia adalah Kristus, Anak, Tuhan yang satu dan yang
sama, satu-satunya yang diperanakkan, mempunyai keberadaan dalam dua
hakikat, tanpa campuran, tanpa perubahan, tanpa perpecahan, tanpa
perpisahan; perbedaan dari dua hakikat itu sama sekali tidak dihancurkan
oleh persatuan mereka, tetapi sifat-sifat dasar yang khas dari setiap
hakikat dipertahankan dan bersatu menjadi satu pribadi dan satu
keberadaan/mahluk, tidak terpisah atau terbagi menjadi dua pribadi,
tetapi Anak yang satu dan yang sama, dan satu-satunya yang diperanakkan,
Allah Firman, Tuhan Yesus Kristus; dan seperti nabi-nabi dari semula
telah menyatakan tentang Dia, dan seperti Tuhan Yesus Kristus sendiri
telah mengajar kita, dan seperti yang telah disampaikan oleh pengakuan
iman Bapa-bapa kudus kepada kita”.
Gereja-gereja
Protestan pada umumnya menerima Pengakuan Iman Rasuli dan
ketetapan-ketetapan dari enam konsili oikumenikel, Nicea,
Konstantinopel, dan Chalcedon,[20] karena kesesuaiannya dengan dengan
Kitab Suci sebagai satu-satunya hukum dan praktek iman. Martin Luther
menyatakan, “Kebenaran Kristen tidak mungkin dijadikan suatu pernyataan
yang lebih singkat dan lebih jelas”.[21] Sedangkan John Calvin berkata
tentang rumusan konsili oikomenikal tersebut sebagai berikut, “Saya
memuliakannya dari hati saya dan akan memegang teguh semuanya dengan
rasa hormat”.[22]
BUKTI-BUKTI PERJANJIAN BARU BAGI PRA EKSISTENSI DAN KEKEKALAN KRISTUS
Ada banyak bukti yang dapat ditemukan dalam Alkitab, baik di dalam
Perjanjian Lama, dan secara Khusus di dalam Perjanjian Baru yang
mendukung konsep pra eksistensi Kristus. Kenyataan ini menyebabkan
adanya kesulitan bagi seseorang untuk menolak bukti-bukti tersebut tanpa
menyangkal kebenaran dan ketidaksalahan Alkitab. Maksudnya hanya
orang-orang yang menyangkal Alkitab yang dapat meragukan kekekalan
Kristus, sedangkan orang-orang yang menerima Firman Allah sebagai wahyu
Allah senantiasa menerima dan mempercayai kekekalan Yesus. Berikut ini
disajikan sejumlah bukti Perjanjian Baru mengenai pra eksistensi dan
kekekalan Kristus sebagai pribadi kedua Allah Tritunggal.
1. Kristus Datang Dari Surga
Yesus
sendiri yang menyatakan, “Akulah roti hidup” (Yohanes 6:35,48), “Akulah
roti yang telah turun dari surga” (Yoh. 6:50), “Akulah roti hidup yang
telah turun dari surga” (yohanes 6:51).[23] Mendengar perkataan Yesus
itu, orang-orang Yahudi bersungut-sungut, karena mereka mengerti bahwa
Yesus mengklaim pra eksistensi diriNya. dan Yesus membuat hal ini
menjadi lebih jelas lagi kepada murid-muridNya ketika Ia mengatakan
kepada mereka “Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu? Dan
bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana
Ia sebelumnya berada?’ (Yohanes 6:61-62).[24] Sebelumnya, kepada
Nikodemus Yesus pernah mengatakan “ Tidak ada seorang pun yang telah
naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu
Anak Manusia” (Yohanes 3:13). Disini Kristus mengakui diriNya sebagai
Anak Manusia yang telah turun dari surga. Tentang ayat ini Paul Enns
berargumen, “Apabila Kristus datang dari surga maka Betlehem tidak dapat
menjadi awalNya. Ayat ini mengindikasikan bahwa Ia tinggal di surga
sebelum datang ke bumi, oleh karena itu, ia adalah kekal”.[25]
SeandaiNya Kristus bukan Pribadi ilahi maka tentunya Ia tidak akan
memberikan pernyataan-pernyataan semacam itu yang berakibat Ia dimusuhi
oleh pemuka agam dan orang-oran Yahudi.
BACA JUGA: YESUS KRISTUS ADALAH TUHAN DAN ALLAH
Perlu diketahui, pernyataan-pernyataan “Akulah” hanya ada di dalam Injil Yohanes. Sebagai pernyataan orang pertama yang diucakan oleh Yesus, itu merupakan bagian penting dari pernyataan diriNya. Menurut W. Hall Harris pernyataan-pernyataan itu penting karena dua alasan : (1) Sejumlah dari padanya mengemukakan pernyatan penting tentang Yesus dengan menggunakan metafora (misalnya, “Akulah roti hidup, Yohanes 6:35). (2) Kata “Akulah” dipakai dalam Perjanjian Lama sebagai gambaran tentang Allah sendiri (Keluaran 4:13; Bandingkan Yesaya 46:4). Beberapa pernyataan “Akulah” dalam Injil Yohanes (8:24, 28, 58; 13:19; dan mungkin 18:5) bersifat mutlak (yaitu tanpa satu predikat) dan kuat sekali menyiratkan rujukan pada keluaran 3:14. Selanjutnya Marris menyatakan bahwa “banyak konsep astrak tentang Logos yang disebutkan dalam pendahuluan Injil Yohanes menjadi konkret oleh pernyataan-pernyataan ‘Akulah’ di bagian berikutnya. Pernyataan-pernyataan ini penting untuk memahami siapa Yesus dan apa yang hendak Dia kerjakan, itu semua tidak lagi secara eksplisit memperkenalkan Dia dengan nama Yahweh yang ditemukan dalam Perjanjian Lama. Namun, pernyataan-pernyataan ‘Akulah’ yang mutlak (tanpa predikat) berfungsi lebih jauh. Empat pernyataan ini membuat klaim-klaim eksplisit untuk menyamakan Yesus dengan Allah (Yohanes 8:24, 28, 58; 13:19)”. [26] Karena itu saya sependapat dengan Charles C. Ryrie menyimpulkan demikian, “Nas-nas yang menyatakan asal Kristus yang surgawi memberikan kesaksian pada pra eksistensi sebelum kelahiranNya”.[27]
2. Kristus Ada Sebelum Abraham
Yesus
sendiri yang menegaskan tentang kekekalanNya dengan mengatakan, "Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada”
(Yohanes 8:58). Tampak bahwa orang-orang Yahudi bukan hanya mengerti
bahwa Ia mengkalim memiliki pribadi yang telah berkeberadaan (pra eksis)
sebelum Abraham yang hidup dua ribu tahun sebelum mereka, tetapi Ia
mengklaim berpraeksistensi Ilahi, karena mereka mengambil batu untuk
melempariNya, seperti yang mereka lakukan ketika Ia mengklaim diriNya
serupa dengan Bapa (Yohanes 10:30,31).[28] Perkataan Kristus tersebut
bukan saja menjelaskan bahwa Ia sudah ada sebelum Abraham, melainkan
menyatakan bahwa diriNya adalah “Aku yang kekal, yaitu Yahweh dalam
Perjanjian Lama sebagai Allah pencipta” (Keluaran 3:14).[29] Melalui
kalimat tersebut Yesus hendak menjelaskan kepada orang Yahudi dan semua
orang, bahwa Abraham tidak ada sejak Allah Tritunggal ada dalam
kekekalan. Tetapi ketika Yesus lahir secara insani, Kristus sudah ada
secara ilahi, sebagai Allah yang datang dari kekekalan, sedangkan
Abraham datang sebagai makhluk insani saja.
Sehubungan
dengan Yohanes 5:58 tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu : (1) Ketika Yesus mengatakan “Aku telah ada (Yunani
: εγω ειμι - egô eimi)”, maka frase yang digunakanNya merupakan gelar
Keallahan. Paul Enns mengatakan bahwa frase “Aku telah ada” itu “merujuk
pada Keluaran 3:14 yang mana Allah mengidentifikasikan diriNya sebagai
‘Aku adalah Aku’[30] (BandingkanKeluaran 3:14; Yesaya 41:4; 43:1 1-13;
Yohanes 8:28)”. Charles C. Ryrie menyatakan dengan tegas, “Kristus
menyatakan kekekalanNya ketika Ia menyatakan, ‘Sebelum Abraham ada, AKU
TELAH ADA’ (Terjemahan yang tepat adalah AKU ADA (ego eimi). ‘Aku telah
ada’ mungkin menunjukan bahwa Ia ada beberapa abad sebelum Abraham,
tetapi “AKU ADA (egô eimi) menyatakan kekekalan”.[31] (2) Kata Yunani
“γενεσθαι-genesthai” yang artinya “menjadi” dalam Yohanes 8:58 dipakai
untuk menjelaskan eksistensi Abraham. Istilah tersebut dalam konteks ini
menekankan makna dijadikan dalam keberadaan temporal atau dilahirkan di
dalam dimensi waktu. Dengan demikian Abraham dilahirkan di dalam waktu,
sehingga ia memiliki keterbatasan dan tidak lebih besar dari Yesus.[32]
Atau dengan kata lain, istilah tersebut hendak menjelaskan bahwa
Abraham adalah makhluk yang dijadikan secara alami atau sebagai ciptaan
yang berasal dari dunia. Sedangkan istilah Yunani egô eimi artinya “Aku
Ada” berasal dari Keluaran 3:14, dipakai untuk menyatakan status ilahi
Kristus sebagai Yahweh yang kekal, karena Dia adalah Tuhan (Yohanes
13:13-14). [33]
Dengan demikian, sebelum Abraham
dilahirkan, bahkan sebelum dunia diciptakan, Kristus sudah ada dalam
kekekalan masa lampau sebagai pencipta (Yohahens 1:3). Rasul Paulus juga
turut membuktikan kekekalan Mesias dengan mengumumkan bahwa Kristus
adalah Sang Pencipta (Kolose 1:16-17). Jika Kristus ada sebelum segala
ciptaan, maka tentunya secara pasti Ia tidak berasal dari penciptaan
itu, melainkan sudah ada sebelum segala yang diciptakan tersebut ada.
Karena Dia adalah pencipta yang ada sejak kekekalan (Yohahens 1:3).
3. Alfa Dan Omega
Beberapa
bukti lain tentang kekekalan Yesus dipertegas melalui
ungkapan-ungkapan ilahi yang Kristus sendiri nyatakan, seperti “Aku
adalah Alfa dan Omega atau Yang Awal dan Yang Akhir” (Why.1:8, 17; 21:6;
22:13). Frase “Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir” merupakan kata-kata
yang persis sama dengan yang digunakan Yahweh dalam Yesaya 48:12.
"Akulah yang tetap sama, Akulah yang terdahulu, Akulah juga yang
terkemudian!”.[34] Istilah yang berasal dari huruf pertama dan terakhir
alfababet bahasa Yunani ini mengungkapkan sifat kekekalan Kristus, bahwa
Ia telah ada dari kekekalan masa lampau sampai kekekalan masa datang.
Untuk mempertegas kebenaran kekekalan Mesias, maka Yohanes selanjutnya
menjelaskan bahwa Kristus adalah Pribadi yang sudah ada dari kekekalan,
dan yang ada pada saat ini, bahkan terus ada pada masa yang akan datang,
yaitu kekekalan di masa mendatang (Wahyu 4:8; 11:17). [35]
4. Kristus Lebih Unggul dari Para Malaikat
Para
murid Kristus mengakui bahwa Kristus lebih unggul manusia, bahkan
percaya bahwa Dia lebih besar dari pada mahluk ciptaan lainnya, termasuk
para malaikat. Penulus kitab Ibrani mengatakan, “1:5 Karena kepada
siapakah di antara malaikat-malaikat itu pernah Ia katakan: ‘Anak-Ku
Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini?’ dan ‘Aku akan menjadi
Bapa-Nya, dan Ia akan menjadi Anak-Ku?’ Dan ketika Ia membawa pula
Anak-Nya yang sulung ke dunia, Ia berkata: ‘Semua malaikat Allah harus
menyembah Dia’. Dan tentang malaikat-malaikat Ia berkata: ‘Yang membuat
malaikat-malaikat-Nya menjadi badai dan pelayan-pelayan-Nya menjadi
nyala api’. Tetapi tentang Anak Ia berkata: ‘Takhta-Mu, ya Allah, tetap
untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat
kebenaran’ (Ibrani 1:1-5)”. Disini, penulis Kitab Ibrani memberikan
argumen yang lengkap mengenai keunggulan Kristus atas para malaikat, dan
tidak ada pengajaran yang lebih jelas dari pada ayat ini yang
menyatakan bahwa Kristus bukan seorang malaikat, melainkan Allah yang
harus disembah oleh para malaikat.[36]
BUKTI-BUKTI PERJANJIAN LAMA BAGI PRA EKSISTENSI DAN KEKEKALAN KRISTUS
Tidak sedikit fakta alkitabiah yang dapat ditemukan di Perjanjian Lama
yang menjelaskan tentang kekekalan Kristus. Karena itu, setelah
menyebutkan beberapa bukti dari Perjanjian Baru tentang pra eksistensi
dan kekekalan Kristus, berikut sejumlah fakta Perjanjian Lama mengenai
pra eksistensi dan kekekalanNya.
1. Kristus Datang Dari Kekekalan
Melalui
sebuah nubuatan, nabi Mikha menyatakan bahwa Kristus telah ada sejak
kekekalan masa lampau, sebagaimana ditegaskannya melalui ungkapan
“permulaan-Nya sejak purbakala” (Mikha 5:1). Nubuat Mesianis ini jelas
menyatakan bahwa Anak yang akan dilahirkan di Betlehem, sebagai seorang
Putra, telah ada sejak kekekalan.[37] Kata purbakala dalam ayat ini
diterjemahkan dari kata Ibrani “olam” artinya kekekalan. Secara
etimologis, kata “olam” berasal dari kata “lm” berarti tersembunyi.
Dengan demikian kata olam menunjuk kepada periode ilahi yang tersembunyi
atau tidak memiliki asal dan batas waktu normal, itulah yang dimaksud
dengan kekekalan masa lampau. Karena itu Mikha menubuatkan tentang
kedatangan Mesias yang lahir di Bethlehem dengan menyatakan bahwa Raja
itu berasal dari kekekalan masa lampau. Secara ilahi Kristus tidak
memiliki awal dan batas waktu atau permulaan kejadian. Dia tidak
dicipta, tetapi Ia ada dengan sendirinya seperti Bapa dan Roh Kudus,
karena Dia adalah Alfa dan Omega (Why. 1:8).[38] istilah “olam”
menjelaskan sesuatu yang misteri, yaitu menunjuk pada kekekalan masa
lampau dan masa datang. Kata tersebut telah digunakan lebih dari 300
kali dalam Perjanjian Lama untuk menerangkan gagasan keberlangsungan
ilahi tanpa awal dan batas waktu. Istilah olam dalam Septuaginta
diterjemahkan dengan kata Yunani “aion”[39] yang memiliki gagasan serta
makna ketakterbatasan atau selama-lamanya. Karena itulah istilah
“purbakala” atau “olam” dalam ayat tersebut menyatakan eksistensi ilahi
Mesias yang datang dari kekekalan masa lampau, namun Ia lahir secara
Manusia di kota kecil yang bernama Bethlehem. Ia akan memerintah dengan
kekuasaan dan ototritas penuh sebagai Raja kekal dalam kerajaan milenium
hingga pada kerajaan abadi yang akan datang.
2. Bapa Yang Kekal
Yesaya
9:5 menjelaskan bahwa Kristus bukan hanya sebagai Allah yang perkasa,
Penasehat, Ajaib, dan Raja Damai, melainkan juga sebagai “Bapa yg
kekal”. Kata “Bapa” dalam ayat tersebut bukan menunjuk kepada Bapa
sebagai Pribadi pertama Allah Tritunggal, melainkan mengacu pada
Kristus. Istilah Bapa dalam ayat tersebut menyatakan karakter keilahian
dan kekekalan Kristus sebagai Allah. Paul Enns menjelaskan, “Kristus
disebut ‘Bapa Yang kekal’. Hal itu tidak berarti Kristus adalah Bapa,
karena mereka adalah dua Pribadi yang berbeda dalam Trinita. Hal itu
tidak berarti bahwa Kristus juga memiliki sebutan Bapa. Sebutan itu
mengusulkan pra eksistensi dan kekekalan Kristus”.[40] Sedangkan
gelarNya Pribadi kedua Allah Tritunggal disebut Bapa yang kekal dalam
teks itu menjelaskan tentang hubungan Mesias dengan periode kekekalan,
bukan menyatakan hubungan Ketritunggalan. Sejumlah gelar ilahi tersebut
tidak akan mungkin diberikan kepada Kristus, jika Ia hanya sebagai
pribadi biasa yang tidak memiliki kekekalan, atau apabila Dia bukan
Allah yang kekal. Demikian juga Alkitab Perjanjian Baru turut
menyaksikan kekekalan Sang Mesias melalui terminologi atau
istilah-istilah yang lebih tegas dari Perjanjian Lama, sebagaimana
diungkapkan dalam pembahasan berikut ini.
3. Malaikat Yahweh
Charles
C. Ryrie menyatakan, “Malaikat TUHAN (Yahweh) adalah suatu pernyataan
diri Yahweh sendiri, karena Ia berbicara selaku Allah, menyamakan
diriNya sendiri dengan Allah, dan memiliki hak istimewa Allah (Kejadian
16:7-14; 21:17-18; 22:11-18; 31:11-13; Keluaran 3:2; Hakim-hakim 2:1-4;
5:23; 6:11-22; 13:3-22; 2 Samuel 24:16; Zakharia 1:12; 3:1;12:8). Namun
demikian Ia dibedakan dari Yahweh (Kejadian 24:7; Zakharia 1:12-13).
Bahwa Dia adalah salah satu Pribadi dari Trinitas dinyatakan oleh fakta
bahwa penampilan-penampilan Malaikat Yahweh berhenti setelah Inkarnasi.
Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Perjanjian Lama bahwa Malaikat Yahweh
menemani Israel ketika mereka meninggal Mesir (Keluaran 14:19;
Bandingkan 23:20). Dan pernyataan Perjanjian Baru bahwa Batu Karang yang
mengikuti Israel adalah Kristus (1 Korintus 10:4)”.[41] Paul Enns
menyimpulkan bahwa “Theofani membuktikan eksistensiNya yang kekal”.[42]
4. Ia disebut “Imanuel”
Dalam
Perjanjian Lama sebelum kelahiran Kristus di Betlehem, nabi Yesaya
menyebut Kristus dengan gelar “imanuel” yang berarti “Allah beserta
kita” (Yesaya 7:14). Nubuatan nabi Yesaya ini dipandang secara teologis
bersifat double reference (referensi ganda), yaitu sebuah nubuatan yang
mengandung dua penggenapan dalam kurun waktu yang berbeda, yakni
penggenapan yang satu bersifat presensia (kekinian), sedangkan yang
lainnya terjadi secara futuristik (masa depan). Makna presensia tentang
Imanuel bagi Israel pada saat itu ditandai oleh kelahiran anak nabi
Yeasaya yang bernama Maher-Syahlah Hasi-Bas (Yeasaya 7:15-17; 8:1-10).
Kelahiran anak tersebut menyatakan dan melukiskan penyertaan Allah bagi
umatNya itu, yaitu untuk melindungi dan membebaskan Yehuda dari semua
musuh mereka. Sedangkan penggenapan imanuel secara futuristik (dimasa
depan) menyatakan bahwa, perempuan muda dalam nubuat itu menunjuk kepada
Maria ibu Yesus, dan anak yang dilahirkan bernama Imanuel menunjuk
kepada Kristus. Yesus Kristus berinkarnasi di dalam tubuh insani untuk
membawa terang serta pemulihan kekal bagi bangsa Israel dan seluruh
dunia (Yesaya 9:1-6).[43] Injil Matius 700 tahun kemudian mencatat
pernyataan para malaikat yang memberitahukan peristiwa kelahiran
Kristus, sambil menyatakan bahwa bayi yang lahir di dalam palungan
adalah ‘Imanuel” itu (Matius 3:17). Jadi, Anak yang bernama Imanuel itu
sudah digenapi dalam Matius 1:23 melalui kelahiran Yesus. Mark Tabb
mengatakan, “memberi gelar seperti itu kepada manusia biasa merupakan
bentuk terburuk dari penghujatan, tetapi Yesus bukan hanya seorang
manusia. Dia adalah Tuhan yang menjadi manusia”.[44] Dengan demikian,
karena Ia adalah Tuhan maka tentu saja Ia pra eksis dan kekal adanya.
PENUTUP
Sejumlah
pernyataan ilahi di atas tidak mungkin dapat Kristus katakan sendiri,
apabila Ia hanya sebagai manusia biasa, namun bukan sebagai Allah yang
Mahakekal. Sebab jika demikian, Ia akan dituduh sebagai pembohong besar
di dalam sejarah. Chales C. Ryrie mengatakan, “Jika Kristus menjadi ada
(eksis) ketika dilahirkan, aka tak ada Tritunggal yang kekal. Jika
Kristus tidak pernah ada sebelumnya (pra eksistensi), maka Ia bukanlah
Allah, karena salah satu gelarNya ialah ‘Allah adalah kekal” adanya.
Jika Kristus tidak pernah ada sebelumnya, maka Ia berbohong, karena Ia
telah mengaku demikian”.[45] Hal yang sama ditekankan juga oleh Rick
Cornish demikian, “Doktrin ini sangat penting sekali. Kekristenan jatuh
atau bangkit pada doktrin pra eksistensi Kristus. Jika Kristus hanya ada
pada saat kelahiran Yesus, Ia berbohong dan tidak kekal, sehingga
bukanlah Allah dan Sang Trinitas tidak ada”.[46] Tetapi Alktab telah
menegaskan bahwa Kristus tidak pernah berdosa dan tipu atau dusta tidak
terdapat pada mulutNya (1 Petrus 2:22).[47] Karena itu hanya ada satu
kepastian yang dapat diterima dari Yesus, yaitu bahwa apa yang
dikatakanNya adalah benar dan sempurna. Dengan demikian fakta alkitabiah
yang dijelaskan di atas secara logis dan teologis harus diakui dan
diterima kebenarannya, karena Kristus yang mengatakan semuanya itu
adalah Allah yang kekal dan benar (1 Yohanes 5:20).
REFERENSI
Anderson,
Leith. A., 2009. Yesus : Biografi Lengkap Tentang PribadiNya,
NegaraNya, dan BangsaNya. Terjemahan, Penerbit Gloria Graffa :
Yogyakarta.
Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta.
Berkhof, Louis., 2011. Teologi Sistematika: Doktrin Kristus. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Boice,
James M., 2011. Fondations Of The Christian Faith: A Comprehensive And
Readable Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Calvin, John.,2000. Institutio: Pengajaran Agama Kristen. Terjemahan, Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.
Chamblin, J. Knox., 2006. Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribad. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Cornish, Rick., 2007. Lima Menit Teologi. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Cornish, Rick., 2007. Lima Menit Apologetika. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Daun, Paulus., 1994. Bidat Kristen dari masa Ke Masa. Penerbit Yayasan Daun Family : Manado.
Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1 & 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Eaton, Michael 2008. Jesus Of The Gospel. Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Evan, Craig. A., 2008. Merekayasa Yesus. Terjemahan, Penerbit ANDI : Yogyakarta.
Erickson J. Millard., 2003. Teologi Kristen, Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Fances, Eddy., 2005. Murid Kristus. Penerbit Yayasan Sinar Nusantara : Jakarta.
Ferguson,
B. Sinclair, David F. Wright, J.I. Packer., 1988. New Dictionary Of
Theology. Jilid 1 & 2, diterjemahkan (2008), Penerbit Literatur SAAT
: Malang.
Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Grudem,
Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical
Doctrine. Zodervan Publising House: Grand Rapids, Michigan.
Grudem, Wayne., 2009. Kebenaran Yang Memerdekakan. Terjemahan, Penerbit Metanoia: Jakarta.
Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Guthrie,
Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 1. Terjemahan.
Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.
Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta.
Pfeiffer
F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible
Commentary. Volume 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.
Milne, Bruce., 1993. Mengenali Kebenaran. Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.
Morris, Leon., 2006. Teologi Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1 & 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Sandison, George & Staff., 2013. Bible Answers for 1000 Difficult Questions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Stott, John., 2010. Kristus Yang Tiada Tara. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Susanto,
Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan
Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT :
Malang.
Tabb, Mark, ed., 2011. Mari Berpikir Tentang Teologi: Apa Yang Kita Yakini. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta.
Thiessen, Henry C., 1992. Teologi Sistematika, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Tong, Stephen., 2004. Yesus Kristus Juruselamat Dunia. Penerbit Momentum: Jakarta.
Yancey, Philip, 1997. Bukan Yesus Yang Saya Kenal. Terjemahan, Penerbit Profesional Books : Jakarta.
Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Profil
: Samuel T. Gunawan, SE, M.Th adalah pendeta dan teolog Protestan
Kharismatik, Gembala di GBAP Bintang Fajar Palangka Raya; Mengajar
Filsafat dan Apologetika Kharismatik di STT AIMI, Solo.
Artikel-artikelnya dapat ditemukan di : (1) Google dengan mengklik nama Samuel T. Gunawan;
(2) Website/ Situs : e-Artikel Kristen Indonesia; (3) Facebook : Samuel T. Gunawan (samuelstg09@yahoo.co.id.).
[1]
Sebelum masa reformasi di abad enam belas Paulus dianggap sebagai
penulis kitab Ibrani, tetapi sejak reformasi banyak orang menduga bahwa
Apolos merupakan pengarang kitab tersebut. Dan saat ini, secara luas
banyak orang mengakui bahwa penulis masih bersifat misteri.
[2]
Penjelasan lengkap dapat dilihat dalam : Pandensolang, Welly., 2009.
Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta, hal. 242-
[3] Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta, hal. 379.
[4] Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta, hal. 43.
[5] Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid 2, Terjemahan, Penerbit Andi Offset : Yoyakarta, hal. 321
[6] Cornish, Rick., 2007. Lima Menit Teologi. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung, hal. 49.
[7] Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta, hal. 379.
[8]
Chamblin, J. Knox., 2006. Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan
Pribad. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal. 62.
[9] Ibid, hal 322.
[10] Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 263.
[11] Ryrie, Charles C., Basic Theology. Jilid 2, hal. 323
[12]
Ebionisme merupakan bidat yang berkembang ada abad ke kedua dan ketiga.
Kelompok ini dikenal juga dengan paham Adopsianisme yang lahir pada
abad kedua. Penganut ajaran Adopsianisme atau ebionisme seperti
Cerinthus dan Carprocrates berpendapat bahwa Yesus hanya sebagai anak
Yusuf, sebab itu ia tidak lebih dari manusia yang lain.
[13]
Arianisme merupakan salah satu bidat yang berkembang pada abad keempat
yang dipelopori oleh Arius dari Alexandria. Arius menolak konsep teologi
Alexandria tentang “homoousios” yang mengakui bahwa Bapa dan Anak
sehakikat atau setara. (“homo” artinya satu dan “ouisa” artinya
hakikat). Sebaliknya ia berpendapat bahwa hanya Bapa sebagai Allah yang
sejati, sedangan Anak, yaitu Yesus atau Logos dilahirkan dan diciptakan
oleh Bapa. Menurut Arius, Kristus adalah manusia yang dapat berdosa dan
ynag tidak sempurna.
[14] Charles C. Ryrie
menyatakan bahwa pandangan Socianisme ini mempengaruhi Unitarianisme
Inggris dan Deisme Inggris. Kebanyakan penganut Unitarianisme bukan
penganut Deisme, tetapi semua penganut Deisme mempunyai konsep Unitarian
tentang Allah. Garis bidatnya adalah Arianisme ke Socianisme ke
Unitarianisme ke Deisme. Unitarianisme Amerika adalah turunan langsung
dari Unitarianisme Inggris” (Ryrie, Teologi Dasar, Jilid 1, hal. 78).
[15]
Bidat saksi Yehove didirikan oleh Charles Tase Russel yang lahir di
Pittsbugh, Pennsylvania pad tahun 1852. Ajaran-ajarannya yang sesat
mengenai trinitas, keselamatan, dan kiamat mulai disampaikannya pada
tahun 1872.
[16] Cornish, Rick., 2007. Lima Menit Apologetika. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung, hal. 303.
[17] Daun, Paulus., 1994. Bidat Kristen dari masa Ke Masa. Penerbit Yayasan Daun Family : Manado, hal. 110.
[18] Fances, Eddy., 2005. Murid Kristus. Penerbit Yayasan Sinar Nusantara : Jakarta, hal. 179-180.
[19]
Berbagai konsili yang pernah dilaksanakan dapat dilihat:
G.L Bray, Councils, hal 241-246, dalam New Dictionary Of Theology.
jilid 2.
[20] Konsili oikumenikal ketiga adalah
konsili Epesus yang dilaksanakan pada tahun 431 M. Konsili ini dianggap
tidak sah, tetapi kemudian diakui dalam konsili oikumenikal keempat di
Chalcedon (451 M). Konsili oikumenikal kelima adalah konsili
Konstantinopel (553 M) yang bertujuan lebih meneguhkan kembali hasil
konsili oikumenikal yang keempat di Chalcedon. Konsili keenam adalah
konsili oikumenikal Konstantinopel (680-681 M) menuntaskan persoalan
yang muncul tentang pertanyaan kehendak Kristus: Apakah Kristus
mempunyai satu atau dua kehendak? Dasar teologis konsili ini tetap
mengacu pada konsili Chalcedon.
[21] B. Damarest, Creeds, hal 256, dalam New Dictionary Of Theology. jilid 2.
[22] Ibit.
[23]
Leon Morris menjelaskan, “Di Falestina dari abad pertama, roti
merupakan makanan pokok yang perlu untuk hidup. Yesus mau mengatakan
bhwa Ia memberikan apa yang perlu untuk kehidupan rohani. Bukannya Dia
memberikan roti, melainkan Dia sendiri adalah roti ini.... Gambaran roti
jelas sangat penting; Karena itu Yesus membuat satu pernyataan yang
mengandung makna abadi dengan menggunakan satu ungkapan yang pendek
namun sangat bermakna” (Morris, Leon., 2006. Teologi Perjanjian Baru.
Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal. 326).
[24] Beker, Charles. F., A Dispensasional Theology. hal. 379.
[25] Enns, Paul., The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, hal. 264.
[26] Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, ha. 206.
[27] Ryrie, Charles C., Basic Theology. Jilid 2, hal. 323.
[28] Beker, Charles. F., A Dispensasional Theology. hal. 380.
[29] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 45.
[30] Enns, Paul., The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, hal. 264.
[31] Ryrie, Charles C., Basic Theology. Jilid 2, hal. 323
[32] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 184.
[33]
Dalam Keluaran 3:14 Allah sendiri memperkenalkan diriNya kepada Musa
dan Israel dengan “ehyeh asyer ehyeh” (Ibrani) atau “egô eimi”
(Yunani). Disini Allah sendiri yang menyatakan diriNya sendiri bahwa
“egô eimi” adalah namaNya, yaitu YAHWEH. Gagasan kata kerja kini yang
terkandung dalam istilah “ehyeh” atau “egô eimi”, menjelaskan dua hal
penting, yaitu : (1) Menyatakan eksistensi kekekalan Allah dari masa
lampau dihubungkan dengan persekutuan kasih dengan umatNya dalam
kekkinian. Persekutuan tersebut terjadi berdasarkan komitmen ilahi dan
misi pembebasan dan penyelamatan (Keluaran 6:6), serta kesetiaan
memelihara (Keluaran 34:5-7), dan memberikan perjanjian kepada bangsa
Israel (kejadian 15:18). (2) Menyatakan karakter ilahi dan kemahakuasaan
Allah kepada Musa dan Israel (keluaran 4:1-12), sehingga bangsa Israel
mengenal Dia sebagai Tuhan, yaitu Allah nenek moyang mereka (Keluaran
4:5).
[34] Geisler, Norman & Ron Brooks.,
2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset:
Yogyakarta, hal. 122.
[35] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 47.
[36] Geisler, Norman & Ron Brooks., Ketika Alkitab Dipertanyakan, hal. 129-130.
[37] Beker, Charles. F., A Dispensasional Theology. hal. 381.
[38] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 44.
[39]
Kata Yunani ”αιων - aiôn', jika berdiri sendiri adalah suatu periode
tertentu dalam sejarah dunia. Dengan demikian tidak merujuk pada
kekekalan. Kata “aiôn” tidak bermakna “era, abad, masa, atau zaman”
melainkan bermakna “kekal atau selama-lamanya” apabila berdiri bersama
kata sandang “εις τον - eis tôn”. Misalnya sebagai contoh dalam Ibrani
7:24, “Tetapi, karena Ia (Kristus) tetap selama-lamanya, imamat-Nya
tidak dapat beralih kepada orang lain”. Kata Yunani “selama-lamanya”
dalam ayat tersebut adalah “εις τον αιωνα - eis ton aiôna” (KJV:
continueth ever), yang berarti “selama-lamanya, tidak berakhir, kekal”.
[40] Enns, Paul., The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, hal. 264.
[41] Ryrie, Charles C., Basic Theology. Jilid 2, hal. 324.
[42] Enns, Paul., The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, hal. 265.
[43] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 99-100.
[44]
Tabb, Mark, ed., 2011. Mari Berpikir Tentang Teologi: Apa Yang Kita
Yakini. Terjemahan, Penerbit Gloria : Yogyakarta, hal. 125.
[45] Ryrie, Charles C., Basic Theology. Jilid 2, hal. 324.
[46] Cornish, Rick., Lima Menit Teologi, hal. 49.
[47] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 44.