PRA EKSISTENSI DAN KEKEKALAN KRISTUS
Samuel T. Gunawan, SE., M.Th.
PRA EKSISTENSI DAN KEKEKALAN KRISTUS .“(Ibrani 1:1) Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, (1:2) maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta. (1:3) Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi, (1:4) jauh lebih tinggi dari pada malaikat-malaikat, sama seperti nama yang dikaruniakan kepada-Nya jauh lebih indah dari pada nama mereka”. (Ibrani 1:1-4).
PENDAHULUAN
Meskipun masih terdapat perbedaan pendapat tentang siapa yang menulis kitab Ibrani,[1] hal tersebut tidak mengurangi keyakinan orang Kristen terhadap kesetaraan kitab tersebut dengan kitab-kitab lainnya di dalam Alkitab. Berhubungan dengan Kristologi (ajaran tentang Kristus) maka salah satu esensi dalam kitab Ibrani adalah penegasan bahwa Kristus adalah Allah sejati yang menyatakan diri dalam rupa manusia (Ibrani 1:8). Kristus mengambil rupa manusia melalui peristiwa InkarnasiNya (Ibrani 1:1-4). Penulis kitab Ibrani menyebutkan sejumlah gelar supranatural kepada Kristus untuk menyingkapkan pra eksistensi dan kekekalan Kristus, serta membuktikan keilahianNya.
Khusus dalam Ibrani 1:1-4 ini kita dapat melihat beberapa gelar yang dikenakan kepada Kristus yang menjelaskan sifat, keunikanNya dan keunggulan terhadap segala sesuatu, yaitu :
(1) Agen Pencipta Ilahi (Ibarani 1:2). Gelar ini menyingkapkan bahwa melalui Yesus, Allah mencipta seluruh alam semesta. Frase Yunani “di’ hou kai epoiesen tous aionas” dalam Ibrani 1:2 dapat diterjemahkan “dan melalui Dia (Kristus), Ia (Allah) telah meciptakan alam semesta”. Secara gramatikal, Klausa “di’ hou” sesungguhnya menjelaskan suatu fakta teologis bahwa Kristus adalah pelaku perantara atau agen pencipta alam semesta, atau dengan kata lain Dialah Sang Pencipta alam semesta dan segala isinya (Bandingkan : Yohanes 1:3; Kolose 1:16).
(2) Cahaya Kemuliaan Allah (Ibrani 1:3). Gelar ini hendak menyingkapkan bahwa Yesus sebagai cahaya kemuliaan Allah berperan untuk memancarkan sinar kemuliaan Allah. Istilah Yunani “apaugasma” berarti “cahaya atau sinar” dan dalam konteks ini hendak menekankan bahwa Kristus merupakan figur semurna yang berasal dari pribadi Allah yang sempurna. Dengan kata lain, kemuliaan Allah yang besar itu dapat dilihat di dalam Kristus.
(3) Gambar Wujud Allah (Ibrani 1:3). Kata “wujud” dalam ayat ini adalah kata Yunani “Hypostatis”, yang mengacu pada pengertian “esensi. Substansi, atau sifat ilahi”. Jadi, saat penulis kitab Ibrani menyatakan bahwa Kristus adalah “gambar wujud Allah” maka yang dimaksudkan ialah bahwa Kristus merupakan refleksi atau wujud ilahi dari Allah, atau dengan kata lain, seluruh eksistensi, esensi, dan substansi ilahi Allah, yaitu kemuliaan, kekuasaan, kebesaran, kekekalan, kesucian dan sejumlah karakter ilahi lainnya ada di dalam Kristus.
Karena itulah maka dikatakan “seluruh kepenuhan Allah telah berdiam di dalam Kristus” (Kolose 1:19).[2] Dengan demikian, setiap orang yang telah melihat Kristus secara nyata berarti telah melihat Allah yang tidak kelihatan itu. Secara penulis Ibrani menyatakan bahwa Kristus adalah Allah! (Ibrani 1:8). 248). Sang Pencipta menjadi nyata di dalam kehidupan manusia di dunia melalui Yesus Kristus, khususnya bagi setiap orang percaya. Jadi, Penulis kitab Ibrani mengungkapan disini fakta kelilahian Kristus yang berhubungan dengan pra eksistensi dan kekekalanNya.
PENGERTIAN PRA EKSISTENSI DAN KEKEKALAN KRISTUS
Ada dua fakta penting berhubungan dengan keadaan pra-inkarnasi Kristus, yaitu : (1) fakta yang berhubungan dengan pra-eksistensiNya, dan (2) fakta yang berhubungan dengan kekekalanNya.[3] Kristologi yang benar dan Alkitabiah harus dimulai dari keyakinan tentang pra eksistensi dan kekekalanNya. Tanpa adanya keyakinan yang demikian maka ajaran tentang Kristus (Kristologi) yang dibangun sebaik apapun akan merupakan ajaran yang sesat (bidat) yang bertentangan dengan kebenaran Allah dan Alkitab.[4] Dapat dipstikan bahwa penolakan terhadap pra eksistensi dan kekekalan Kristus pada akhirnya akan membawa kepada penolakan terhadap keilahianNya.
Pertanyaannya, “apakah yang dimaksud dengan pra eksistensi dan kekekalan Kristus itu?” Charls C. Ryrie menyatakan demikian, “Pra eksistensi Kristus berarti bahwa Kristus telah ada sebelum dilahirkan.” [5] Rick Cornish menyatakan, Kristus sudah ada (pra eksis) dalam kekekalan jauh sebelum kelahiranNya sebagai Yesus”.[6] Hal itu berarti bahwa sebelum inkarnasiNya, Kristus telah ada! Tidak ada seorang pun manusia yang memiliki pra eksistensi sebelum ia dilahirkan dan hidup di dunia ini.[7]
Setiap manusia baru ada (eksis) ketika ia dilhairkan. Karena itulah istilah pra eksistensi hanya dikenakan / dipakai kepada Kristus untuk menunjukkan keunikan dan keilahianNya. J. Knox Camblin menyatakan, “Sebelum menjadi manusia, Kristus berada ‘dalam rupa Allah’ (Filipi 2:6a), yaitu ‘serupa dengan Allah’ (Filipi 2:6b). Kedua istilah ini menyatakan perbedaan Kristus dari Allah (Theos) sekaligus menegaskan keilahianNya. Ekspresi ayat 6a ‘melukiskan pra eksistensi Kristus dalam jubah kemuliaan dan kemegahan ilahi”.[8]
Sedangkan kekekalan Kristus menurut Charls C. Ryrie adalah bahwa “kekekalan tak hanya berarti bahwa Kristus sudah ada sebelum kelahiranNya atau bahkan sebelum penciptaan, dan adanya waktu, tetapi bahwa Ia selalu ada, selama-lamanya”.[9] Bagi beberapa ahli teologi, pra eksistensi berarti bahwa Kristus telah ada sebelum Ia dilahirkan di Betlehem, sebelum penciptaan, dan sebelum adanya waktu. Namun, dalam arti sempit pra eksistensi Kristus tidaklah sama dengan kekakalanNya, walaupun dalam arti luas konsep keduanya hampir sama.
Penolakan pengakuan terhadap pra eksistensi Kristus hampir selalu mengandung penolakan terhadap kekekalanNya, demikan juga sebaliknya, yang pada akhirnya berujung pada penolakan terhadap keilahian Kristus. Paul Enns mengatakan, “Kekekalan dan keilahian Kristus tidak dapat dipisahkan. Mereka yang menyangkali kekekalanNya juga menyangkali keilahianNya. Apabila keilahian Kristus diakui, maka tidak ada masalah untuk menerima kekekalanNya”.[10] Dengan demikian saya setuju dengan Charles C. Ryrie dan Paul Enns di atas yang menyatakan bahwa, biasanya ajaran tentang kekekalan dan pra eksistensi Kristus berdiri atau jatuh bersama-sama. Dan kedua ajaran ini (pra eksistensi dan kekekalan Kristus ) tidak dapat dipisahkan dari ajaran tentang KeilahianNya.
Meskipun seseorang mengakui bahwa Kristus telah ada sebelum (pra eksistensi) kelahiranNya di Betlehem, namun pengakuan terhadap pra eksistensi Kristus itu tidak sama dengan pengakuan akan kekekalanNya. Secara praktis, seperti yang dijelaskan sebelumnya, ada pihak yang menerima pra eksistensi Kristus namun menolak kekekalanNya.
Charles C. Ryrie menyatakan, “Biasanya kekekalan dan pra-eksistensi berdiri atau jatuh bersama-sama, meskipun Arius mengajarkan praeksistensi dari Anak Allah, tetapi tidak mengajarkan kekekalanNya”. [11] Namun, fakta tentang pra eksistensi dan kekekalan Kristus merupakan kebenaran mutlak yang tak terbantahkan. Ini terbukti bahwa sejak perselisihan dengan Arius dan pengikut-pengikutnya pada abad keempat hingga kini belum pernah ada orang atau kelompok yang berhasil membekukan secara total kebenaran tentang pra eksistensi dan kekekalan Kristus.
AJARAN SESAT TENTANG PRA EKSISTENSI DAN KEKEKALAN KRISTUS
Secara historis, beberapa dari ajaran sesat yang muncul sehubungan dengan penolakan terhadap pra-eksistensi dan kekekalan Kristus antara lain :
(1) Bidat Ebionisme yang menolak pra eksistensi Kristus dan natur ilahiNya. Bidat Ebionisme menyatakan bahwa Yesus hanyalah manusia biasa saja.[12]
(2) Bidat Arianisme yang mengakui pra-eksistensi Kristus, namun menolak kekekalanNya. Bidat Arianisme menyatakan bahwa Yesus hanyalah salah satu subordinasi dari Allah. Mereka mengajarkan bahwa hakikat Kristus tidak sama dengan hakikat Allah Bapa. Mereka mengajarkan Kristus tidak setara dengan Bapa karena Ia bukan pribadi yang kekal.[13]
(3) Bidat Socinianisme yang mengajarkan bahwa hanya ada satu zat ilahi yang terdiri hanya satu Pribadi. Walau mengikuti Arius, tetapi Socinus melampaui Arianisme dalam penyangkalannya tentang pra eksistensi Anak dan menganggap Anak hanya seorang manusia.[14]
(4) Bidat Saksi Yehova yang menganut pandangan mirip dengan Arius dengan tidak mengakui kekekalan Logos.[15] Bidat ini berpandangan bahwa Yesus diciptakan oleh Allah dan sebab itu Ia sendiri bukan lah Allah.[16] Lebih jauh Saksi Yehova menyatakan, bahwa “pada mulanya Allah menciptakan dua malaikat yang mempunyai kuasa yang luar biasa. Malaikat itu adalah Gabriel dan Lusifer. Lucifer karena menantang Allah, maka menjadi Iblis. Sedangkan Gabriel datang ditengah-tengah manusia menjadi Yesus Kristus”.[17]
Bapa gereja Athanasius melakukan pembelaan iman sesuai dengan ajaran Alkitab secara khusus melawan bidat Arianisme, yang melahirkan beberapa konsili bapa-bapa (patristik) gereja. Antara lain :
(1) Konsili Nicea (325 M) menegaskan bahwa pribadi Yesus Kristus adalah Allah yang total (utuh) dan manusia yang total (utuh);
(2) Konsil Konstantinopel (381 M) mengulangi penegasan Konsili Nicea yang meyakinkan bahwa pribadi Yesus Kristus adalah 100% Allah dan 100% manusia; (3) Konsili Chalcedon (451 M) selanjutnya merumuskan hubungan antara keilahian Kristus dan kemanusiaan Kristus ini sebagai berikut : Bahwa Yesus memiliki dua natur dalam satu pribadiNya. Hubungan antara kedua natur ini adalah : Tidak bercampur, tidak berubah, tidak berbagi, dan tidak terpisah.[18]
Karena itu, ajaran tentang pra-eksistensi dan kekekalan Kristus tidak saja harus diterima dengan iman, melainkan harus dikaji dengan cermat secara teologis berdasarkan pembuktian yang objektif terhadap data-data Alkitab, eksegetik sehingga dapat memahami arti secara tepat, dan sintetik untuk menyatukan dan menyampaikan pengajaran sebagai suatu keseluruhan.
Hal ini penting sebab jika keyakinan itu dapat dibuktikan berdasarkan kebenaran Alkitab dan fakta-fakta Logis yang mendukung. Orang-orang yang percaya dan menerima kesaksian Alkitab sebagai kebenaran tanpa salah, menemukan bukti yang akurat sebagai alasan untuk menyetujui bahwa Mesias bukan hanya kekal, namun Ia juga memiliki seluruh sifat Allah di dalam diri-Nya, karena sesungguhnya Dia adalah Allah, yaitu Pribadi yang kekal (Roma 9:5).
Karya Kristus, gelar-gelar, kebesaran, janji-janji serta kehadiran-Nya dalam Perjanjian Baru membuktikan dan menyatakan bahwa Kristus adalah Allah yang kekal. Karena Kristus adalah kekal, maka pastilah Ia sudah ada sebelum kelahiran-Nya (pra eksis) sebagai manusia di Bethlehem, sebagaimana pengakuan-Nya sendiri di hadapan orang-orang yang meragukan keberadaan dan kekekalan-Nya (Yohanes 8:58).
KONSILI NICEA DAN CHALCEDON
Konsili Nicea ini adalah konsili oikumenikal yang pertama. Konsili Nicea ini dilaksanakan untuk menentang ajaran Arianisme. Pada masa itu ada dua pandangan yang saling bertentangan yaitu antara pengikut Arius dan pengikut Athanasius. Dampak pertentangan ini begitu luas hingga kini masih terasa di Asia Barat dan Gereja Ortodoks Timur. Pandangan Arius menyatakan bahwa Yesus tidak kekal, diciptakan dan tidak sehakikat dengan Allah Bapa.
Sebaliknya Athnasius menekankan bahwa Yesus ada sejak kekal bersama Allah Bapa dan , karena itu Ia sehakikat (hommoousios) dengan Allah Bapa. Konsili ini mengahsilkan Pengakuan Iman Nicea yang ditetapkan pada tahun 325 M.[19] Kredo Nicea ini kemudian direvisi pada tahun 381 M pada konsili oikomenikal kedua di Konstantinopal, untuk menguatkan kembali keputusan konsili Nicea. Dan menambahkan keberadaan Roh Kudus yang menekankan sehakikatNya dengan Allah Bapa.
Adapun isi dari Pengakuan Iman Nicea ini sebagai berikut: “Aku percaya kepada satu Allah Bapa yang Mahakuasa; Pencipta langit dan bumi, dan segala sesuatu yang kelihatan dan tidak kelihatan. Dan kepada satu Tuhan Yesus Kristus, Anak Allah yang tunggal, tunggal dari Bapa sebelum seluruh dunia, Allah dari para Allah, Terang dari Terang, Satu-satunya Allah dari satu-satunya Allah, tunggal, tidak dijadikan, menjadi satu dengan Bapa, yang melaluinya segala sesuatu telah dijadikan; yang, bagi kita manusia dan bagi keselamatan kita, turun dari surga, dan berinkarnasi oleh Roh Kudus kepada perawan Maria, dan dijadikan manusia; dan disalibkan juga bagi kita di bawah Pontius Pilatus; Dia menderita dan dikuburkan; dan pada hari yang ketiga Dia bangkit kembali, menurut Kitab Suci; dan naik ke surga, dan duduk di sebelah kanan Bapa; dan akan datang kembali, dengan kemuliaan, untuk menghakimi baik yang hidup dan yang mati; yang mana kerajaanNya tidak akan berakhir. Dan kepada Roh Kudus, Tuhan dan Pemberi Kehidupan; yang keluar dari Bapa dan Anak yang dengan Bapa dan Anak bersama disembah dan dimuliakan yang berbicara kepada para nabi. Dan satu Gereja Katolik dan Apostolik yang kudus. Saya mengakui satu baptisan untuk pengampunan dosa; dan saya menantikan kebangkitan dari kematian, dan hidup di dunia yang akan datang. Amin”.
Konsili Chalcedon merupakan konsili oikomenikal keempat yang dilaksanakan di Chalcedon pada tahun 451 M yang menghasilkan Pengakuan Iman Chalcedon. Kredo yang ditetapkan dalam Rumusan pengakuan iman Chalcedon ini menekankan bahwa Yesus mempunyai dua sifat dalam satu pribadi. Kedua sifat tidak bercampur (asunkhutos), serta tidak terbagi-bagi (adikharetos), dan tidak terpisah (akhoristos).
Adapun isi dari Pengakuan Iman Nicea ini sebagai berikut: “Maka, kami semua, mengikuti Bapa-bapa kudus, dengan suara bulat, mengajar manusia untuk mengaku, Anak yang satu dan yang sama, Tuhan kita Yesus Kristus, sempurna dalam keilahian dan juga sempurna dalam kemanusiaan, sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia, dengan jiwa yang bisa berpikir dan tubuh; menurut keilahiannya mempunyai zat/hakikat yang sama dengan sang Bapa, dan menurut kemanusiaanNya mempunyai zat/hakikat yng sama dengan kita, dalam segala hal sama seperti kita, tetapi tanpa dosa; menurut keilahianNya diperanakkan sebelum segala zaman dari Bapa, dan menurut kemanusiaanNya dilahirkan dari Maria, sang perawan, Bunda Allah dalam hari-hari akhir ini. Ia adalah Kristus, Anak, Tuhan yang satu dan yang sama, satu-satunya yang diperanakkan, mempunyai keberadaan dalam dua hakikat, tanpa campuran, tanpa perubahan, tanpa perpecahan, tanpa perpisahan; perbedaan dari dua hakikat itu sama sekali tidak dihancurkan oleh persatuan mereka, tetapi sifat-sifat dasar yang khas dari setiap hakikat dipertahankan dan bersatu menjadi satu pribadi dan satu keberadaan/mahluk, tidak terpisah atau terbagi menjadi dua pribadi, tetapi Anak yang satu dan yang sama, dan satu-satunya yang diperanakkan, Allah Firman, Tuhan Yesus Kristus; dan seperti nabi-nabi dari semula telah menyatakan tentang Dia, dan seperti Tuhan Yesus Kristus sendiri telah mengajar kita, dan seperti yang telah disampaikan oleh pengakuan iman Bapa-bapa kudus kepada kita”.
Gereja-gereja Protestan pada umumnya menerima Pengakuan Iman Rasuli dan ketetapan-ketetapan dari enam konsili oikumenikel, Nicea, Konstantinopel, dan Chalcedon,[20] karena kesesuaiannya dengan dengan Kitab Suci sebagai satu-satunya hukum dan praktek iman. Martin Luther menyatakan, “Kebenaran Kristen tidak mungkin dijadikan suatu pernyataan yang lebih singkat dan lebih jelas”.[21] Sedangkan John Calvin berkata tentang rumusan konsili oikomenikal tersebut sebagai berikut, “Saya memuliakannya dari hati saya dan akan memegang teguh semuanya dengan rasa hormat”.[22]
BUKTI-BUKTI PERJANJIAN BARU BAGI PRA EKSISTENSI DAN KEKEKALAN KRISTUS
Ada banyak bukti yang dapat ditemukan dalam Alkitab, baik di dalam Perjanjian Lama, dan secara Khusus di dalam Perjanjian Baru yang mendukung konsep pra eksistensi Kristus. Kenyataan ini menyebabkan adanya kesulitan bagi seseorang untuk menolak bukti-bukti tersebut tanpa menyangkal kebenaran dan ketidaksalahan Alkitab. Maksudnya hanya orang-orang yang menyangkal Alkitab yang dapat meragukan kekekalan Kristus, sedangkan orang-orang yang menerima Firman Allah sebagai wahyu Allah senantiasa menerima dan mempercayai kekekalan Yesus. Berikut ini disajikan sejumlah bukti Perjanjian Baru mengenai pra eksistensi dan kekekalan Kristus sebagai pribadi kedua Allah Tritunggal.
1. Kristus Datang Dari Surga
Yesus sendiri yang menyatakan, “Akulah roti hidup” (Yohanes 6:35,48), “Akulah roti yang telah turun dari surga” (Yoh. 6:50), “Akulah roti hidup yang telah turun dari surga” (yohanes 6:51).[23] Mendengar perkataan Yesus itu, orang-orang Yahudi bersungut-sungut, karena mereka mengerti bahwa Yesus mengklaim pra eksistensi diriNya. dan Yesus membuat hal ini menjadi lebih jelas lagi kepada murid-muridNya ketika Ia mengatakan kepada mereka “Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu? Dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada?’ (Yohanes 6:61-62).[24] Sebelumnya, kepada Nikodemus Yesus pernah mengatakan “ Tidak ada seorang pun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia” (Yohanes 3:13).
Disini Kristus mengakui diriNya sebagai Anak Manusia yang telah turun dari surga. Tentang ayat ini Paul Enns berargumen, “Apabila Kristus datang dari surga maka Betlehem tidak dapat menjadi awalNya. Ayat ini mengindikasikan bahwa Ia tinggal di surga sebelum datang ke bumi, oleh karena itu, ia adalah kekal”.[25] SeandaiNya Kristus bukan Pribadi ilahi maka tentunya Ia tidak akan memberikan pernyataan-pernyataan semacam itu yang berakibat Ia dimusuhi oleh pemuka agam dan orang-oran Yahudi.
Perlu diketahui, pernyataan-pernyataan “Akulah” hanya ada di dalam Injil Yohanes. Sebagai pernyataan orang pertama yang diucakan oleh Yesus, itu merupakan bagian penting dari pernyataan diriNya. Menurut W. Hall Harris pernyataan-pernyataan itu penting karena dua alasan :
(1) Sejumlah dari padanya mengemukakan pernyatan penting tentang Yesus dengan menggunakan metafora (misalnya, “Akulah roti hidup, Yohanes 6:35).
(2) Kata “Akulah” dipakai dalam Perjanjian Lama sebagai gambaran tentang Allah sendiri (Keluaran 4:13; Bandingkan Yesaya 46:4). Beberapa pernyataan “Akulah” dalam Injil Yohanes (8:24, 28, 58; 13:19; dan mungkin 18:5) bersifat mutlak (yaitu tanpa satu predikat) dan kuat sekali menyiratkan rujukan pada keluaran 3:14.
Selanjutnya Marris menyatakan bahwa “banyak konsep astrak tentang Logos yang disebutkan dalam pendahuluan Injil Yohanes menjadi konkret oleh pernyataan-pernyataan ‘Akulah’ di bagian berikutnya. Pernyataan-pernyataan ini penting untuk memahami siapa Yesus dan apa yang hendak Dia kerjakan, itu semua tidak lagi secara eksplisit memperkenalkan Dia dengan nama Yahweh yang ditemukan dalam Perjanjian Lama. Namun, pernyataan-pernyataan ‘Akulah’ yang mutlak (tanpa predikat) berfungsi lebih jauh. Empat pernyataan ini membuat klaim-klaim eksplisit untuk menyamakan Yesus dengan Allah (Yohanes 8:24, 28, 58; 13:19)”. [26] Karena itu saya sependapat dengan Charles C. Ryrie menyimpulkan demikian, “Nas-nas yang menyatakan asal Kristus yang surgawi memberikan kesaksian pada pra eksistensi sebelum kelahiranNya”.[27]
2. Kristus Ada Sebelum Abraham
Yesus sendiri yang menegaskan tentang kekekalanNya dengan mengatakan, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada” (Yohanes 8:58). Tampak bahwa orang-orang Yahudi bukan hanya mengerti bahwa Ia mengkalim memiliki pribadi yang telah berkeberadaan (pra eksis) sebelum Abraham yang hidup dua ribu tahun sebelum mereka, tetapi Ia mengklaim berpraeksistensi Ilahi, karena mereka mengambil batu untuk melempariNya, seperti yang mereka lakukan ketika Ia mengklaim diriNya serupa dengan Bapa (Yohanes 10:30,31).[28]
Perkataan Kristus tersebut bukan saja menjelaskan bahwa Ia sudah ada sebelum Abraham, melainkan menyatakan bahwa diriNya adalah “Aku yang kekal, yaitu Yahweh dalam Perjanjian Lama sebagai Allah pencipta” (Keluaran 3:14).[29] Melalui kalimat tersebut Yesus hendak menjelaskan kepada orang Yahudi dan semua orang, bahwa Abraham tidak ada sejak Allah Tritunggal ada dalam kekekalan. Tetapi ketika Yesus lahir secara insani, Kristus sudah ada secara ilahi, sebagai Allah yang datang dari kekekalan, sedangkan Abraham datang sebagai makhluk insani saja.
Sehubungan dengan Yohanes 5:58 tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
(1) Ketika Yesus mengatakan “Aku telah ada (Yunani : εγω ειμι - egô eimi)”, maka frase yang digunakanNya merupakan gelar Keallahan. Paul Enns mengatakan bahwa frase “Aku telah ada” itu “merujuk pada Keluaran 3:14 yang mana Allah mengidentifikasikan diriNya sebagai ‘Aku adalah Aku’[30] (BandingkanKeluaran 3:14; Yesaya 41:4; 43:1 1-13; Yohanes 8:28)”.
Charles C. Ryrie menyatakan dengan tegas, “Kristus menyatakan kekekalanNya ketika Ia menyatakan, ‘Sebelum Abraham ada, AKU TELAH ADA’ (Terjemahan yang tepat adalah AKU ADA (ego eimi). ‘Aku telah ada’ mungkin menunjukan bahwa Ia ada beberapa abad sebelum Abraham, tetapi “AKU ADA (egô eimi) menyatakan kekekalan”.[31]
(2) Kata Yunani “γενεσθαι-genesthai” yang artinya “menjadi” dalam Yohanes 8:58 dipakai untuk menjelaskan eksistensi Abraham. Istilah tersebut dalam konteks ini menekankan makna dijadikan dalam keberadaan temporal atau dilahirkan di dalam dimensi waktu. Dengan demikian Abraham dilahirkan di dalam waktu, sehingga ia memiliki keterbatasan dan tidak lebih besar dari Yesus.[32] Atau dengan kata lain, istilah tersebut hendak menjelaskan bahwa Abraham adalah makhluk yang dijadikan secara alami atau sebagai ciptaan yang berasal dari dunia. Sedangkan istilah Yunani egô eimi artinya “Aku Ada” berasal dari Keluaran 3:14, dipakai untuk menyatakan status ilahi Kristus sebagai Yahweh yang kekal, karena Dia adalah Tuhan (Yohanes 13:13-14). [33]
Dengan demikian, sebelum Abraham dilahirkan, bahkan sebelum dunia diciptakan, Kristus sudah ada dalam kekekalan masa lampau sebagai pencipta (Yohahens 1:3). Rasul Paulus juga turut membuktikan kekekalan Mesias dengan mengumumkan bahwa Kristus adalah Sang Pencipta (Kolose 1:16-17). Jika Kristus ada sebelum segala ciptaan, maka tentunya secara pasti Ia tidak berasal dari penciptaan itu, melainkan sudah ada sebelum segala yang diciptakan tersebut ada. Karena Dia adalah pencipta yang ada sejak kekekalan (Yohahens 1:3).
3. Alfa Dan Omega
Beberapa bukti lain tentang kekekalan Yesus dipertegas melalui ungkapan-ungkapan ilahi yang Kristus sendiri nyatakan, seperti “Aku adalah Alfa dan Omega atau Yang Awal dan Yang Akhir” (Why.1:8, 17; 21:6; 22:13).
Frase “Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir” merupakan kata-kata yang persis sama dengan yang digunakan Yahweh dalam Yesaya 48:12. "Akulah yang tetap sama, Akulah yang terdahulu, Akulah juga yang terkemudian!”.[34] Istilah yang berasal dari huruf pertama dan terakhir alfababet bahasa Yunani ini mengungkapkan sifat kekekalan Kristus, bahwa Ia telah ada dari kekekalan masa lampau sampai kekekalan masa datang. Untuk mempertegas kebenaran kekekalan Mesias, maka Yohanes selanjutnya menjelaskan bahwa Kristus adalah Pribadi yang sudah ada dari kekekalan, dan yang ada pada saat ini, bahkan terus ada pada masa yang akan datang, yaitu kekekalan di masa mendatang (Wahyu 4:8; 11:17). [35]
4. Kristus Lebih Unggul dari Para Malaikat
Para murid Kristus mengakui bahwa Kristus lebih unggul manusia, bahkan percaya bahwa Dia lebih besar dari pada mahluk ciptaan lainnya, termasuk para malaikat. Penulus kitab Ibrani mengatakan, “1:5 Karena kepada siapakah di antara malaikat-malaikat itu pernah Ia katakan: ‘Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini?’ dan ‘Aku akan menjadi Bapa-Nya, dan Ia akan menjadi Anak-Ku?’
Dan ketika Ia membawa pula Anak-Nya yang sulung ke dunia, Ia berkata: ‘Semua malaikat Allah harus menyembah Dia’. Dan tentang malaikat-malaikat Ia berkata: ‘Yang membuat malaikat-malaikat-Nya menjadi badai dan pelayan-pelayan-Nya menjadi nyala api’. Tetapi tentang Anak Ia berkata: ‘Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran’ (Ibrani 1:1-5)”. Disini, penulis Kitab Ibrani memberikan argumen yang lengkap mengenai keunggulan Kristus atas para malaikat, dan tidak ada pengajaran yang lebih jelas dari pada ayat ini yang menyatakan bahwa Kristus bukan seorang malaikat, melainkan Allah yang harus disembah oleh para malaikat.[36]
BUKTI-BUKTI PERJANJIAN LAMA BAGI PRA EKSISTENSI DAN KEKEKALAN KRISTUS
Tidak sedikit fakta alkitabiah yang dapat ditemukan di Perjanjian Lama yang menjelaskan tentang kekekalan Kristus. Karena itu, setelah menyebutkan beberapa bukti dari Perjanjian Baru tentang pra eksistensi dan kekekalan Kristus, berikut sejumlah fakta Perjanjian Lama mengenai pra eksistensi dan kekekalanNya.
1. Kristus Datang Dari Kekekalan
Melalui sebuah nubuatan, nabi Mikha menyatakan bahwa Kristus telah ada sejak kekekalan masa lampau, sebagaimana ditegaskannya melalui ungkapan “permulaan-Nya sejak purbakala” (Mikha 5:1). Nubuat Mesianis ini jelas menyatakan bahwa Anak yang akan dilahirkan di Betlehem, sebagai seorang Putra, telah ada sejak kekekalan.[37] Kata purbakala dalam ayat ini diterjemahkan dari kata Ibrani “olam” artinya kekekalan. Secara etimologis, kata “olam” berasal dari kata “lm” berarti tersembunyi. Dengan demikian kata olam menunjuk kepada periode ilahi yang tersembunyi atau tidak memiliki asal dan batas waktu normal, itulah yang dimaksud dengan kekekalan masa lampau.
Karena itu Mikha menubuatkan tentang kedatangan Mesias yang lahir di Bethlehem dengan menyatakan bahwa Raja itu berasal dari kekekalan masa lampau. Secara ilahi Kristus tidak memiliki awal dan batas waktu atau permulaan kejadian. Dia tidak dicipta, tetapi Ia ada dengan sendirinya seperti Bapa dan Roh Kudus, karena Dia adalah Alfa dan Omega (Why. 1:8).[38] istilah “olam” menjelaskan sesuatu yang misteri, yaitu menunjuk pada kekekalan masa lampau dan masa datang.
Kata tersebut telah digunakan lebih dari 300 kali dalam Perjanjian Lama untuk menerangkan gagasan keberlangsungan ilahi tanpa awal dan batas waktu. Istilah olam dalam Septuaginta diterjemahkan dengan kata Yunani “aion”[39] yang memiliki gagasan serta makna ketakterbatasan atau selama-lamanya. Karena itulah istilah “purbakala” atau “olam” dalam ayat tersebut menyatakan eksistensi ilahi Mesias yang datang dari kekekalan masa lampau, namun Ia lahir secara Manusia di kota kecil yang bernama Bethlehem. Ia akan memerintah dengan kekuasaan dan ototritas penuh sebagai Raja kekal dalam kerajaan milenium hingga pada kerajaan abadi yang akan datang.
2. Bapa Yang Kekal
Yesaya 9:5 menjelaskan bahwa Kristus bukan hanya sebagai Allah yang perkasa, Penasehat, Ajaib, dan Raja Damai, melainkan juga sebagai “Bapa yg kekal”. Kata “Bapa” dalam ayat tersebut bukan menunjuk kepada Bapa sebagai Pribadi pertama Allah Tritunggal, melainkan mengacu pada Kristus. Istilah Bapa dalam ayat tersebut menyatakan karakter keilahian dan kekekalan Kristus sebagai Allah. Paul Enns menjelaskan, “Kristus disebut ‘Bapa Yang kekal’. Hal itu tidak berarti Kristus adalah Bapa, karena mereka adalah dua Pribadi yang berbeda dalam Trinita. Hal itu tidak berarti bahwa Kristus juga memiliki sebutan Bapa.
Sebutan itu mengusulkan pra eksistensi dan kekekalan Kristus”.[40] Sedangkan gelarNya Pribadi kedua Allah Tritunggal disebut Bapa yang kekal dalam teks itu menjelaskan tentang hubungan Mesias dengan periode kekekalan, bukan menyatakan hubungan Ketritunggalan. Sejumlah gelar ilahi tersebut tidak akan mungkin diberikan kepada Kristus, jika Ia hanya sebagai pribadi biasa yang tidak memiliki kekekalan, atau apabila Dia bukan Allah yang kekal. Demikian juga Alkitab Perjanjian Baru turut menyaksikan kekekalan Sang Mesias melalui terminologi atau istilah-istilah yang lebih tegas dari Perjanjian Lama, sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan berikut ini.
3. Malaikat Yahweh
Charles C. Ryrie menyatakan, “Malaikat TUHAN (Yahweh) adalah suatu pernyataan diri Yahweh sendiri, karena Ia berbicara selaku Allah, menyamakan diriNya sendiri dengan Allah, dan memiliki hak istimewa Allah (Kejadian 16:7-14; 21:17-18; 22:11-18; 31:11-13; Keluaran 3:2; Hakim-hakim 2:1-4; 5:23; 6:11-22; 13:3-22; 2 Samuel 24:16; Zakharia 1:12; 3:1;12:8).
Namun demikian Ia dibedakan dari Yahweh (Kejadian 24:7; Zakharia 1:12-13). Bahwa Dia adalah salah satu Pribadi dari Trinitas dinyatakan oleh fakta bahwa penampilan-penampilan Malaikat Yahweh berhenti setelah Inkarnasi. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Perjanjian Lama bahwa Malaikat Yahweh menemani Israel ketika mereka meninggal Mesir (Keluaran 14:19; Bandingkan 23:20). Dan pernyataan Perjanjian Baru bahwa Batu Karang yang mengikuti Israel adalah Kristus (1 Korintus 10:4)”.[41] Paul Enns menyimpulkan bahwa “Theofani membuktikan eksistensiNya yang kekal”.[42]
4. Ia disebut “Imanuel”
Dalam Perjanjian Lama sebelum kelahiran Kristus di Betlehem, nabi Yesaya menyebut Kristus dengan gelar “imanuel” yang berarti “Allah beserta kita” (Yesaya 7:14). Nubuatan nabi Yesaya ini dipandang secara teologis bersifat double reference (referensi ganda), yaitu sebuah nubuatan yang mengandung dua penggenapan dalam kurun waktu yang berbeda, yakni penggenapan yang satu bersifat presensia (kekinian), sedangkan yang lainnya terjadi secara futuristik (masa depan).
Makna presensia tentang Imanuel bagi Israel pada saat itu ditandai oleh kelahiran anak nabi Yeasaya yang bernama Maher-Syahlah Hasi-Bas (Yeasaya 7:15-17; 8:1-10). Kelahiran anak tersebut menyatakan dan melukiskan penyertaan Allah bagi umatNya itu, yaitu untuk melindungi dan membebaskan Yehuda dari semua musuh mereka. Sedangkan penggenapan imanuel secara futuristik (dimasa depan) menyatakan bahwa, perempuan muda dalam nubuat itu menunjuk kepada Maria ibu Yesus, dan anak yang dilahirkan bernama Imanuel menunjuk kepada Kristus.
Yesus Kristus berinkarnasi di dalam tubuh insani untuk membawa terang serta pemulihan kekal bagi bangsa Israel dan seluruh dunia (Yesaya 9:1-6).[43] Injil Matius 700 tahun kemudian mencatat pernyataan para malaikat yang memberitahukan peristiwa kelahiran Kristus, sambil menyatakan bahwa bayi yang lahir di dalam palungan adalah ‘Imanuel” itu (Matius 3:17).
Jadi, Anak yang bernama Imanuel itu sudah digenapi dalam Matius 1:23 melalui kelahiran Yesus. Mark Tabb mengatakan, “memberi gelar seperti itu kepada manusia biasa merupakan bentuk terburuk dari penghujatan, tetapi Yesus bukan hanya seorang manusia. Dia adalah Tuhan yang menjadi manusia”.[44] Dengan demikian, karena Ia adalah Tuhan maka tentu saja Ia pra eksis dan kekal adanya.
PENUTUP
Sejumlah pernyataan ilahi di atas tidak mungkin dapat Kristus katakan sendiri, apabila Ia hanya sebagai manusia biasa, namun bukan sebagai Allah yang Mahakekal. Sebab jika demikian, Ia akan dituduh sebagai pembohong besar di dalam sejarah. Chales C. Ryrie mengatakan, “Jika Kristus menjadi ada (eksis) ketika dilahirkan, aka tak ada Tritunggal yang kekal. Jika Kristus tidak pernah ada sebelumnya (pra eksistensi), maka Ia bukanlah Allah, karena salah satu gelarNya ialah ‘Allah adalah kekal” adanya. Jika Kristus tidak pernah ada sebelumnya, maka Ia berbohong, karena Ia telah mengaku demikian”.[45]
Hal yang sama ditekankan juga oleh Rick Cornish demikian, “Doktrin ini sangat penting sekali. Kekristenan jatuh atau bangkit pada doktrin pra eksistensi Kristus. Jika Kristus hanya ada pada saat kelahiran Yesus, Ia berbohong dan tidak kekal, sehingga bukanlah Allah dan Sang Trinitas tidak ada”.[46] Tetapi Alktab telah menegaskan bahwa Kristus tidak pernah berdosa dan tipu atau dusta tidak terdapat pada mulutNya (1 Petrus 2:22).[47]
Karena itu hanya ada satu kepastian yang dapat diterima dari Yesus, yaitu bahwa apa yang dikatakanNya adalah benar dan sempurna. Dengan demikian fakta alkitabiah yang dijelaskan di atas secara logis dan teologis harus diakui dan diterima kebenarannya, karena Kristus yang mengatakan semuanya itu adalah Allah yang kekal dan benar (1 Yohanes 5:20).
REFERENSI: PRA EKSISTENSI DAN KEKEKALAN KRISTUS
Anderson, Leith. A., 2009. Yesus : Biografi Lengkap Tentang PribadiNya, NegaraNya, dan BangsaNya. Terjemahan, Penerbit Gloria Graffa : Yogyakarta.
Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta.
Berkhof, Louis., 2011. Teologi Sistematika: Doktrin Kristus. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Boice, James M., 2011. Fondations Of The Christian Faith: A Comprehensive And Readable Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Calvin, John.,2000. Institutio: Pengajaran Agama Kristen. Terjemahan, Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.
Chamblin, J. Knox., 2006. Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribad. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Cornish, Rick., 2007. Lima Menit Teologi. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Cornish, Rick., 2007. Lima Menit Apologetika. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Daun, Paulus., 1994. Bidat Kristen dari masa Ke Masa. Penerbit Yayasan Daun Family : Manado.
Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1 & 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Eaton, Michael 2008. Jesus Of The Gospel. Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Evan, Craig. A., 2008. Merekayasa Yesus. Terjemahan, Penerbit ANDI : Yogyakarta.
Erickson J. Millard., 2003. Teologi Kristen, Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Fances, Eddy., 2005. Murid Kristus. Penerbit Yayasan Sinar Nusantara : Jakarta.
Ferguson, B. Sinclair, David F. Wright, J.I. Packer., 1988. New Dictionary Of Theology. Jilid 1 & 2, diterjemahkan (2008), Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House: Grand Rapids, Michigan.
Grudem, Wayne., 2009. Kebenaran Yang Memerdekakan. Terjemahan, Penerbit Metanoia: Jakarta.
Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 1. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.
Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta.
Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.
Milne, Bruce., 1993. Mengenali Kebenaran. Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.
Morris, Leon., 2006. Teologi Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1 & 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Sandison, George & Staff., 2013. Bible Answers for 1000 Difficult Questions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Stott, John., 2010. Kristus Yang Tiada Tara. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Tabb, Mark, ed., 2011. Mari Berpikir Tentang Teologi: Apa Yang Kita Yakini. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta.
Thiessen, Henry C., 1992. Teologi Sistematika, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Tong, Stephen., 2004. Yesus Kristus Juruselamat Dunia. Penerbit Momentum: Jakarta.
Yancey, Philip, 1997. Bukan Yesus Yang Saya Kenal. Terjemahan, Penerbit Profesional Books : Jakarta.
Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Profil : Samuel T. Gunawan, SE, M.Th adalah pendeta dan teolog Protestan Kharismatik, Gembala di GBAP Bintang Fajar Palangka Raya; Mengajar Filsafat dan Apologetika Kharismatik di STT AIMI, Solo.
Artikel-artikelnya dapat ditemukan di : (1) Google dengan mengklik nama Samuel T. Gunawan;
(2) Website/ Situs : e-Artikel Kristen Indonesia; (3) Facebook : Samuel T. Gunawan (samuelstg09@yahoo.co.id.).
[1] Sebelum masa reformasi di abad enam belas Paulus dianggap sebagai penulis kitab Ibrani, tetapi sejak reformasi banyak orang menduga bahwa Apolos merupakan pengarang kitab tersebut. Dan saat ini, secara luas banyak orang mengakui bahwa penulis masih bersifat misteri.
[2] Penjelasan lengkap dapat dilihat dalam : Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta, hal. 242-
[3] Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta, hal. 379.
[4] Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta, hal. 43.
[5] Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid 2, Terjemahan, Penerbit Andi Offset : Yoyakarta, hal. 321
[6] Cornish, Rick., 2007. Lima Menit Teologi. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung, hal. 49.
[7] Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta, hal. 379.
[8] Chamblin, J. Knox., 2006. Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribad. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal. 62.
[9] Ibid, hal 322.
[10] Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 263.
[11] Ryrie, Charles C., Basic Theology. Jilid 2, hal. 323
[12] Ebionisme merupakan bidat yang berkembang ada abad ke kedua dan ketiga. Kelompok ini dikenal juga dengan paham Adopsianisme yang lahir pada abad kedua. Penganut ajaran Adopsianisme atau ebionisme seperti Cerinthus dan Carprocrates berpendapat bahwa Yesus hanya sebagai anak Yusuf, sebab itu ia tidak lebih dari manusia yang lain.
[13] Arianisme merupakan salah satu bidat yang berkembang pada abad keempat yang dipelopori oleh Arius dari Alexandria. Arius menolak konsep teologi Alexandria tentang “homoousios” yang mengakui bahwa Bapa dan Anak sehakikat atau setara. (“homo” artinya satu dan “ouisa” artinya hakikat). Sebaliknya ia berpendapat bahwa hanya Bapa sebagai Allah yang sejati, sedangan Anak, yaitu Yesus atau Logos dilahirkan dan diciptakan oleh Bapa. Menurut Arius, Kristus adalah manusia yang dapat berdosa dan ynag tidak sempurna.
[14] Charles C. Ryrie menyatakan bahwa pandangan Socianisme ini mempengaruhi Unitarianisme Inggris dan Deisme Inggris. Kebanyakan penganut Unitarianisme bukan penganut Deisme, tetapi semua penganut Deisme mempunyai konsep Unitarian tentang Allah. Garis bidatnya adalah Arianisme ke Socianisme ke Unitarianisme ke Deisme. Unitarianisme Amerika adalah turunan langsung dari Unitarianisme Inggris” (Ryrie, Teologi Dasar, Jilid 1, hal. 78).
[15] Bidat saksi Yehove didirikan oleh Charles Tase Russel yang lahir di Pittsbugh, Pennsylvania pad tahun 1852. Ajaran-ajarannya yang sesat mengenai trinitas, keselamatan, dan kiamat mulai disampaikannya pada tahun 1872.
[16] Cornish, Rick., 2007. Lima Menit Apologetika. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung, hal. 303.
[17] Daun, Paulus., 1994. Bidat Kristen dari masa Ke Masa. Penerbit Yayasan Daun Family : Manado, hal. 110.
[18] Fances, Eddy., 2005. Murid Kristus. Penerbit Yayasan Sinar Nusantara : Jakarta, hal. 179-180.
[19] Berbagai konsili yang pernah dilaksanakan dapat dilihat: G.L Bray, Councils, hal 241-246, dalam New Dictionary Of Theology. jilid 2.
[20] Konsili oikumenikal ketiga adalah konsili Epesus yang dilaksanakan pada tahun 431 M. Konsili ini dianggap tidak sah, tetapi kemudian diakui dalam konsili oikumenikal keempat di Chalcedon (451 M). Konsili oikumenikal kelima adalah konsili Konstantinopel (553 M) yang bertujuan lebih meneguhkan kembali hasil konsili oikumenikal yang keempat di Chalcedon. Konsili keenam adalah konsili oikumenikal Konstantinopel (680-681 M) menuntaskan persoalan yang muncul tentang pertanyaan kehendak Kristus: Apakah Kristus mempunyai satu atau dua kehendak? Dasar teologis konsili ini tetap mengacu pada konsili Chalcedon.
[21] B. Damarest, Creeds, hal 256, dalam New Dictionary Of Theology. jilid 2.
[22] Ibit.
[23] Leon Morris menjelaskan, “Di Falestina dari abad pertama, roti merupakan makanan pokok yang perlu untuk hidup. Yesus mau mengatakan bhwa Ia memberikan apa yang perlu untuk kehidupan rohani. Bukannya Dia memberikan roti, melainkan Dia sendiri adalah roti ini.... Gambaran roti jelas sangat penting; Karena itu Yesus membuat satu pernyataan yang mengandung makna abadi dengan menggunakan satu ungkapan yang pendek namun sangat bermakna” (Morris, Leon., 2006. Teologi Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal. 326).
[24] Beker, Charles. F., A Dispensasional Theology. hal. 379.
[25] Enns, Paul., The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, hal. 264.
[26] Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, ha. 206.
[27] Ryrie, Charles C., Basic Theology. Jilid 2, hal. 323.
[28] Beker, Charles. F., A Dispensasional Theology. hal. 380.
[29] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 45.
[30] Enns, Paul., The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, hal. 264.
[31] Ryrie, Charles C., Basic Theology. Jilid 2, hal. 323
[32] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 184.
[33] Dalam Keluaran 3:14 Allah sendiri memperkenalkan diriNya kepada Musa dan Israel dengan “ehyeh asyer ehyeh” (Ibrani) atau “egô eimi” (Yunani). Disini Allah sendiri yang menyatakan diriNya sendiri bahwa “egô eimi” adalah namaNya, yaitu YAHWEH. Gagasan kata kerja kini yang terkandung dalam istilah “ehyeh” atau “egô eimi”, menjelaskan dua hal penting, yaitu : (1) Menyatakan eksistensi kekekalan Allah dari masa lampau dihubungkan dengan persekutuan kasih dengan umatNya dalam kekkinian. Persekutuan tersebut terjadi berdasarkan komitmen ilahi dan misi pembebasan dan penyelamatan (Keluaran 6:6), serta kesetiaan memelihara (Keluaran 34:5-7), dan memberikan perjanjian kepada bangsa Israel (kejadian 15:18). (2) Menyatakan karakter ilahi dan kemahakuasaan Allah kepada Musa dan Israel (keluaran 4:1-12), sehingga bangsa Israel mengenal Dia sebagai Tuhan, yaitu Allah nenek moyang mereka (Keluaran 4:5).
[34] Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta, hal. 122.
[35] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 47.
[36] Geisler, Norman & Ron Brooks., Ketika Alkitab Dipertanyakan, hal. 129-130.
[37] Beker, Charles. F., A Dispensasional Theology. hal. 381.
[38] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 44.
[39] Kata Yunani ”αιων - aiôn', jika berdiri sendiri adalah suatu periode tertentu dalam sejarah dunia. Dengan demikian tidak merujuk pada kekekalan. Kata “aiôn” tidak bermakna “era, abad, masa, atau zaman” melainkan bermakna “kekal atau selama-lamanya” apabila berdiri bersama kata sandang “εις τον - eis tôn”. Misalnya sebagai contoh dalam Ibrani 7:24, “Tetapi, karena Ia (Kristus) tetap selama-lamanya, imamat-Nya tidak dapat beralih kepada orang lain”. Kata Yunani “selama-lamanya” dalam ayat tersebut adalah “εις τον αιωνα - eis ton aiôna” (KJV: continueth ever), yang berarti “selama-lamanya, tidak berakhir, kekal”.
[40] Enns, Paul., The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, hal. 264.
[41] Ryrie, Charles C., Basic Theology. Jilid 2, hal. 324.
[42] Enns, Paul., The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, hal. 265.
[43] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 99-100.
[44] Tabb, Mark, ed., 2011. Mari Berpikir Tentang Teologi: Apa Yang Kita Yakini. Terjemahan, Penerbit Gloria : Yogyakarta, hal. 125.
[45] Ryrie, Charles C., Basic Theology. Jilid 2, hal. 324.
[46] Cornish, Rick., Lima Menit Teologi, hal. 49.
[47] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 44.PRA EKSISTENSI DAN KEKEKALAN KRISTUS