RENUNGAN TENTANG MAKAN, MAKANAN DAN IMAN

By Pdt. Samuel T. Gunawan, SE.,M.Th.

RENUNGAN TENTANG MAKAN, MAKANAN DAN IMAN
RENUNGAN TENTANG MAKAN, MAKANAN DAN IMAN. Makanan adalah segala bahan yang tersedia bagi kebutuhan makan manusia. Alkitab menyebut tentang makanan dari awal sampai akhir, yang mengisi kisah kehidupan manusia setiap hari. Misalnya setelah menciptakan manusia dan memberkati mereka, Tuhan memberitahukan kepada manusia apa yang menjadi makanan mereka, “(1:29) Berfirmanlah Allah: ‘Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan
yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu. (1:30) Tetapi kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya.’ Dan jadilah demikian”. (Kejadian 1:26-30). Disinilah kita pertama kalinya menemukan kata makanan. Dan menurut kitab dikatakan bahwa “2:7 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di Taman Firdaus Allah.” (Wahyu 2:7).

Makan merupakan suatu realitas jasmani sekaligus rohani dalam Alkitab. Lebih dari tujuh ratus rujukan yang disebutkan dalam Alkitab tentang tindakan makan, sehingga dapat disimpulkan bahwa makan adalah topik yang penting yang dibicarakan Alkitab. Baik secara jasmani maupun rohani, makan mengkomunikasikan paradigma Pencipta yang menyediakan dan manusia yang bergantung. Makan juga mendemonstrasikan berita tentang perbuatan-perbuatan Allah yang paling berkemurahan (bandingkan Matius 6:25-34). Makan adalah suatu pengingat yang terus menerus tentang eksistensi manusia dalam dunia, merupakan suatu aktivitas bagi keberlangsungan hidup, sebab tanpa makan manusia tidak bisa hidup.

Tuhan Yesus mengakui bahwa kita memerlukan makanan ketika Ia mengatakan “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firmn yang keluar dari mulut Allah” (Matius 4:4). Namun ayat ini mengingatkan bahwa manusia hidup tidak hanya dari makanan jasmani saja, melainkan “επι παντι ρηματι εκπορευομενω δια στοματος θεου (Transalite: epi panti rhêmati ekporeuomenô dia stomatos theou”) yang diterjemahkan “dari setiap perkataan yang keluar dari mulut Allah”. Kata “firman” dalam ayat ini berasal dari kata Yunani “ρηματι-rhêmati” yang lebih tepat diterjemahkan dengan “perkataan”. Disini, kata “ρηματι-rhêmati” adalah bentuk datif (obyek tidak langsung, tunggal dan netral) dari “ρημα-rhêma” yang berarti “kata yang diucapkan melalui mulut”, atau secara harafiah berarti “perkataan”.

Rasul Paulus dalam 1 Timotius 4:1-5 menuliskan, “Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan oleh tipu daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya memakai cap mereka. Mereka itu melarang orang kawin, melarang orang makan makanan yang diciptakan Allah supaya dengan pengucapan syukur dimakan oleh orang yang percaya dan yang telah mengenal kebenaran. Karena semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatu pun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur, sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa”. Disini rasul Paulus menegaskan dua hal, yaitu: (1) bahwa ciri dari ajaran sesat diantaranya adalah melarang orang Kristen menikah dan melarang orang Kristen makan makanan (binatang) yang ciptakan Allah; (2) berhubungan dengan makanan, maka semua makanan (daging) yang diciptakan Allah itu baik dan tidak ada yang haram. Disini kemungkinan rasul Paulus merujuk pada kisah penciptaan di Kejadian 1:29; 2:16. Kata Yunani “baik” dalam ayat 4 di atas adalah “kalon” yang berarti “baik secara lahiriah”, sedangkan frase “suatu pun tidak ada yang haram” adalah frase Yunani “oudén apobléton” yang dapat diterjemahkan menjadi “tidak satupun yang haram”. Penghapusan larangan makan makanan yang diharamkan dalam Perjanjian Lama ini juga ditegaskan Paulus dalam Roma 14:1-23 dan Kolose 2:13-23.

Namun, walaupun Perjanjian Baru mengajarkan bahwa semua yang diciptakan Allah itu baik dan boleh dimakan, tetapi tidak semua bermanfaat untuk dimakan. Paulus mengatakan “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna” (1 Korintus 10:23). Itu artinya, bahwa semua makanan yang diciptakan Allah bisa atau boleh dimakan, namun bukan bararti semua makanan harus kita makan. Melainkan perlu bersikap bijak dalam memilih makanan untuk kebaikan dan kesehatan tubuh kita. Jadi, apapun yang kita makan saat ini bukan lagi masalah halal dan haram, melainkan soal bermanfaat atau tidak bermanfaat bagi tubuh dan kesehatan kita. Kita perlu menyadari bahwa kesehatan yang kita miliki adalah anugerah dari Tuhan, karena itu kita harus menjaga dan merawat tubuh kita, termasuk dengan cara memperhatikan apa yang kita makan. Disatu sisi, tubuh kita membutuhkan makanan menyehatkan sehingga terhindar dari penyakit dan tetap bugar. Namun dilain sisi, tubuh kita juga bisa menimbulkan reaksi yang tidak baik terhadap makanan yang tidak baik (tidak higienis).

Orang Kristen diselamatkan karena anugerah oleh iman (Efesus 2:8), dan harus menjalani keselamatan itu dengan hidup oleh iman, karena “orang yang benar akan hidup oleh iman” (Habakuk 2:4; Roma 1:7; Galatia 3:11; Ibrani 10:38). Kata “hidup” adalah kata Yunan “zaó” disini begitu luas: mencakup setiap keadaaan atau perbuatan yang dapat dilakukan; mencakup segala segi dari kepribadian dan pengalaman manusia disegala bidang rohani, mental, jasmani dan materi; mencakup segala macam kegiatan termasuk bernafas, berpikir, berbicara, tidur dan sebagainya. Ini berarti segala sesuatu yang dilakukan oleh orang percaya harus berdasarkan iman, sebab “segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa” (Roma 14:23). Bahkan makan pun kita kita harus melakukannya berdasarkan iman! (Roma 14:23). Rasul Paulus dalam Roma 14 memberikan contoh hidup berdasarkan iman ini dan menghubungkannya dengan makan.

Pertanyaannya, “apakah artinya makan dengan iman tersebut bagi kita?” Setidaknya ada tiga pengertiannya bagi kita, yaitu: Pertama, kita mengakui bahwa yang menyediakan segala sesuatu yang baik yang kita makan adalah Allah yang baik (Yakobus 1:16-17); Kedua, karena kita mengakui bahwa yang menyediakan segala sesuatu yang kita makan adalah Allah selayaknyalah kita mengucap syukur kepadaNya atas makanan tersebut (Kolose 3:17; Bandingkan 1 Timotius 4:4-5), sehingga kita mendapat kepastian mengenai berkat dan manfaat atas makanan tersebut (1 Timotius 4:4-5); Ketiga, makan berdasarkan iman berarti mengakui, bahwa kesehatan dan kekuatan yang kita terima melalui makanan itu sebenarnya juga merupakan milik Allah dan harus dipakai untuk kemuliaanNya (1 Korintus 6:13).

Akhirnya, berbicara tentang makan dan makanan, ketika keadaan susah seseorang berkata, “apa yang akan kumakan hari ini?”, Tetapi ketika sudah mulai sukses ia berkata, “dimana aku akan makan hari ini?”, dan ketika sudah mencapai puncak kesuksesan, Ia berkata, “siapa yang akan kumakan hari ini?”. Jangan sampai hal seperti itu terjadi pada kita! karena itu ketika sukses berpihak pada kita, tetaplah rendah hati, memuliakan Tuhan, menjalani hidup dengan iman, dan jangan lupa berbagi rejeki dengan mereka yang membutuhkan. Amin.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url