TUJUAN DARI BERPACARAN DAN BERKENCAN
Samuel T. Gunawan. |
TUJUAN DARI BERPACARAN DAN BERKENCAN. Tujuan dari berpacaran maupun berkencan adalah suatu usaha untuk mengenal dan menjajaki seorang lawan jenis sebelum dijadikan pasangan hidup. Ini penting diingatkan kembali karena banyak orang yang berpacaran hanya karena mengikuti “trend” atau takut disebut sebagai “orang yang tidak laku”. Pertanyaannya, “apakah yang perlu dikenali dan dijajaki selama masa berpacaran?
1. Mengenali karakternya dengan mengajukan pertanyaan-pert anyaan berikut ini selama masa-masa pacaran tersebut: Apakah ia tipe seorang yang setia? Apakah ia seorang pria yang menghargai wanita atau seorang wanita yang memahami dan menghormati otoritas pria (suami)? Apakah ia seorang yang beribadah dan takut akan Tuhan? Apakah ia tipe seorang yang bertanggung jawab? Apakah kelemahannya? Bagaimana keadaan emosinya, apakah labil ataukah stabil? Bagaimana sikap dan tindakannya ketika menghadapi suatu tekanan? Bagaimana caranya menyelesaikan suatu masalah?
2. Menjajaki kemampuan dengan mengajukan pertanyaan-pert anyaan ini selama masa-masa pacaran tersebut: Apakah saya sanggup menutupi semua kelemahannya atau tidak? Apakah saya bisa menerima kekurangan-keku rangannya atau tidak? Jika jawabannya memang mampu, maka hubungan dapat dilanjutkan ke tahap pertunangan atau ke tahap pernikahan. Tetapi jika tidak mampu, maka sebaiknya tidak perlu dilanjutkan dan hubungan pacaran lebih baik dihentikan dengan pembicaraan dan cara yang baik.
Kenyataannya tujuan dari pacaran sebagai masa pengenalan dan penjajakan tersebut di atas seringkali diabaikan. Masalahnya adalah justru ketika pacaran orang sering menyembunyikan kelemahan (kekurangan) dan berusaha menampilkan yang baik-baik saja untuk dilihat, sehingga seringkali orang tertipu dengan penampilan luar. Karena itu untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan akurat perlu memperhatikan hal-hal berikut ini.
1. Jujur kepada diri sendiri. Biarkan semua fakta menjelaskan kepada kita tentang siapa sesungguhnya orang tersebut. Seringkali orang tertipu karena tidak mau bersikap jujur. Ketika sudah mengetahui dan mendapatkan fakta tentang pacarnya, justru menolak fakta tersebut dan menganggapnya salah.
2. Mencari informasi sebanyak-banyak nya. Ketika berpacaran, orang seringkali menampilkan yang baik di depan pacarnya, karena itu perlu untuk mendapatkan informasi melalui orang-orang dekat disekitarnya, seperti kakak, adik, sahabat, dan tetangganya. Informasi tersebut dapat dijadikan referensi sebagai dasar pertimbangan keputusan nantinya. Semakin banyak informasi yang didapat semakin akurat keputusan yang akan diambil.
3. Jangan dibutakan oleh cinta. Cinta itu tidak buta. Cinta dapat melihat dengan jelas. (Jika cinta itu buta, mengapa masih bisa membedakan antara honda dan sepeda, antara emas asli dan imitasi). Cinta itu perlu bersikap logis dan berpikir objektif. Jangan pernah mengikuti filsafat dunia yang menyatakan bahwa cinta itu buta. Hal itu dapat menyesatkan! Memang orang yang sedang jatuh cinta akan menganggap pacarnya yang paling baik, paling setia, paling jujur, dan yang paling perhatian.
Hal itu terjadi berkaitan dengan perasaan dan keadaan emosinya. Namun, Allah menciptakan manusia bukan hanya dengan kemampuan merasa tetapi juga dengan kemampuan berpikir. Tetaplah gunakan kemampuan berpikir ini juga ketika sedang jatuh cinta.
Sebagai tambahan, manusia itu dapat merasa dan berpikir karena Allah merancangnya demikian. Perasaan atau emosi kita diekspresikan dalam sukacita, kemarahan, penyesalan, dan perasaan-perasa an lainnya. Emosi merupakan sesuatu yang baik. Kita marah terhadap kejahatan, kita sedih terhadap kemiskinan dan penderitaan, serta lain sebagainya. Tetapi, emosi harus tetap dijaga dalam konteks dan ekspresi yang benar. Yang harus diingat, emosi tidak dapat menentukan kebenaran atau memutuskan kebenaran dari kesalahan. Merasa baik misalnya, tidak mengindikasikan bahwa sesuatu itu benar, dan merasa buruk tidak mengindikasikan kesalahannya.
Emosi adalah bagian dari jiwa yang menghargai dan merespon kepada hidup. Menghargai emosi untuk mengidentifikas i kebenaran adalah seperti meminta telinga kita untuk mencium sebuah bunga. Telinga itu tidak dapat melakukannya karena telinga tidak diciptakan untuk mencium. Emosi tidak memiliki muatan dan informasi di mana kita dapat mengevaluasi kebenaran atau kesalahan. Kapasitas pikiran kitalah yang melakukan fungsi ini.
Kekristenan yang benar mengajarkan kita untuk tidak membuat keputusan atau mengambil tindakan berdasarkan perasaan. Mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan bagaimana kita merasa bisa membawa kepada bahaya, karena emosi tidak dapat mengenali benar atau salah lebih daripada kemampuan pikiran untuk mengenalinya. Emosi memang mempengaruhi pikiran, tetapi seharusnya tidak menjadi faktor penentu. Ketika kebenaran dan kesalahan diidentifikasi, perasaan dapat dan harus menemani keputusan.
Orang Kristen harus mengikuti teladan Yesus dan juga rasul Paulus yang menggunakan emosi mereka dengan baik dengan menaruhnya pada tempatnya. Kemampuan atau kapasitas pikiran kita harus digunakan untuk membuat keputusan-keput usan mengenai kebenaran dan moral, dan keputusan penting lainnya bagi kehidupan kita.